Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Metode parafin adalah suatu cara pembutan sediaan baik itu tumbuhan
ialah irisan jauh lebih tipis dari pada menggunakan metoda beku atau metoda
seloidin. Dengan metoda beku, tebal irisan rata-rata diatas 10 mkron, tapi
dengan metode parafin tebal irisan dapat mencapai rata-rata 6 mikron. Metode
parafin ini selain terdapat kelebihan dalam hasil preparat terdapat juga
kelemahan dari metode ini ialah jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah
metode ini. Sebagian besar enzim-enzim yang terdapat pada jaringan akan larut
karena hampir semua jaringan dapat dipotong dengan metode ini. Pengamatan
secara mikroskopis dari suatu jaringan dalam berbagai kondisi dan berbagai
elemen jaringan dapat diamati atau diteliti melalui preparat permanen yang
lebih mencapai 6 µm-8 µm. Metode in imemiliki irisan yang lebih tipis
kejelekan yaitu jaringan menjadi keras, mengerut dan mudah patah, jaringan-
jaringan yang besar menjadi tidak dapat dikerjakan. Berdasarkan uraian di atas,
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Praktikum
Tujuan yang ingin dicapai dari praktikum ini adalah untuk mengeyahui
D. Manfaat Praktikum
A. Metode Parafin
CH3. Kristalisasi dari rantai CH3 menyebabkan pelepasan panas laten dalam
jumlah yang besar. Panas laten dan titik leleh parafin meningkat dengan
beragam dan mempunyai panas laten yang besar. Metode parafin merupakan
tumbuhan secara tipis. Sebagian besar enzim-enzim akan larut dengan metode
ini. Metode parafin banyak digunakan karena hampir semua macam jaringan
dapat dipotong dengan baik bila menggunakan metode paraffin (Lubis, 2017).
yang bersifat seri dapat dikerjakan dengan mudah. Prosesnya lebih cepat dari
metode lain. Kelemahan dari metode ini adalah jaringan menjadi keras,
segera setelah tikus mati untuk dibuat preparat histologi. Testis selanjutnya
dicuci dengan larutan PBS dan difiksasi dengan Bouin selama 24 jam. Sampel
testis dipotong kecil dan didehidrasi di dalam seri larutan alkohol dengan
air hangat dan dipindahkan ke atas slide kaca. Sediaan selanjutnya diwarnai
dalam alkohol 96%, 90%, 80%, 70%, 60%, 50%, 30%, akuades, dan
akuades, alkohol 30%, 50%, 60%, 70% beberapa kali celupan lalu dimasukkan
dalam eosin Y 1-2% dalam alkohol 70% selama 1-2 menit. Setelah itu
menit. Selanjutnya sediaan ditetesi dengan entelan dan ditutup dengan cover
Fiksasi adalah langkah dasar di balik studi patologi dan sangat penting
sehingga mereka dapat diamati baik secara anatomis dan mikroskopis. Proses
struktur sel dan komposisi biokimianya.3 Tentu saja kualitas fiksasi adalah
kunci untuk semua tahap selanjutnya yang penting dalam pembuatan sediaan
yang minimal dan secara kasat mata tanpa adanya kehilangan molekul sangat
spesimen biologi dari efek denaturasi dehidrasi dan semua proses pengolahan
D. Clearing
merupakan suatu proses yang bertujuan menjadikan struktur testis terlihat lebih
jelas, jernih, dan transparan saat diamati menggunakan mikroskop. Bahan yang
biasa digunakan dalam proses clearing adalah xylol, toluol, benzol, aceton, dan
minyak cengkeh. Xylol memiliki kelebihan antara lain : dapat diperoleh dengan
mudah karena banyak dijual ditoko bahan kimia, kekurangan xylol antara lain :
harga lebih mahal dari pada toluol, sifatnya mudah terbakar. Toluolmemilki
kelebihan yaitu : sedikit lebih ramah lingkungan karena terbuat dari minyak
bumi mentah yang berasal dari pohon tolu, harganya lebih terjangkau, dan hasil
B. Bahan Praktikum
C. Alat Praktikum
D. Prosedur Kerja
2. Membedah tikus dengan mengambil organ testis dan membedah mencit dengan
jam
6. Dehidrasi menggunakan :
selama 12 jam
objek
menggunakan tissue
e. Meneteskan kembali :
15. Keringkan diatas slide warmer dengan suhu 420C selama 2 hari
hewan dengan menggunakan metode parafin. Metode parafin adalah suatu metode
digunakan untuk membuat preparat histologi. Bahan yang digunakan adalah testis
mencit, kemudian diambil organ testis dari tikus dan ovarium dari mencit, setelah
itu organ kemudian difiksasi dalam waktu 48 jam. Tujuan dari fiksasi ini adalah
untuk mengawetkan jaringan sehingga dapat bertahan lama, selain itu juga dengan
proses fiksasi ini akan membuata jaringan dapat lebih mudah teramati. Hal ini
langkah dasar di balik studi patologi dan sangat penting untuk mencegah autolisis
dan degradasi jaringan serta komponen jaringan sehingga mereka dapat bertahan
lama dan dapat semirip mungkin dengan struktur organ pada saat masih hidup.
merupakan campuran antara etanol, formaldehid dan asam asetat glasial dengan
yang lebih tinggi dalah larutan FAA tersebut karena penetrasi alkohol ke dalam
jaringan dapat berlangsung dengan cepat sehingga pematian dan fiksasi dapat
berjalan dengan cepat, juga merupakan larutan yang stabil dan pengawet yang
baik. Penggunaan formalin juga pada fiksasi ini dikarenakan formalin memiliki
bahwa formalin telah digunakan sebagai cairan fiksatif rutin dan menjadi gold
pigmen formalin di sediaan serta bisa disimpan dalam waktu yang lama.
tinggi. Tujuan dari dehidrasi ini adalah untuk menarik molekul air dari dalam
jaringan secara perlahan-lahan sehingga struktur dari jaringan tidak akan rusak
dikhawatirkan akan terjadi plasmolisis pada jaringan karena kekurangan air secara
tiba-tiba. Proses dehidrasi ini juga diharapkan organ dapat lebih menyatu dengan
parafin ketika dilakukan penanaman dengan parafin. Hal ini sejalan dengan
penjelasan dari Prahanarendra (2015) bahwa tujuan dari penarikan air adalah
karena air tidak selalu dapat bercampur dengan parafin, sehingga bila masih ada
molekul air yang tertinggal maka parafin tidak akan dapat menembus jaringan
proses penarikan molekul alkohol dari dalam jaringan, karena kandungan alcohol
kandungan alkohol yang terlalu tinggi terlebih lagi alkohol absolut akan membuat
Perbedaan kadar alkohol dan xylol ini selain bertujuan untuk menarik alkohol
selanjutnya adalah clearing. proses ini menggunakan larutan xilol murni dimana
larutan ini berfungsi dalam menjernihkan jaringan, hal ini sesuai dengan
pernyataan Lael (2018) bhwa tujuan dari clearing adalah untuk membuat jaringan
bagian dari organ yang berlubang atau tidak padat karena proses dehidrasi ataupun
dealkoholisasi akan diisi oleh parafin. Hal ini sejalan dengan pendapata Defianti
(2015) bahwa infiltrasi adalah usaha menyusupkan organ pada media penanaman
(Embedding) dimana dalam proses ini parafin cair akan manyusup langsung ke
dehidran dan bahan penjernih, untuk itulah dalam proses ini masih menggunakan
xilol, karena dengan adanya xilol dengan perbandingan yang jauh lebih kecil
dibanding parafin, maka kandungan xilol yang masih tertingga pada saat proses
dealkoholisasi dan clearing akan tertaring keluar sehingga akan digantikan oleh
parafin.
parafin telah membeku maka langsung dilakukan penyatan setipis mungkin agar
pemberian warna pada jaringan yang telah dipotong sehingga jaringan dapat
pewarnaan ini dapat digunakan untuk memulas inti dan sitoplasma serta jaringan
penyambungnya. Hal ini sejalan dengan penjelasan dari Pratiwi (2015) bahwa
pada pulasan HE digunakan 2 macam zat warna yaitu hematoksilin yang berfungsi
untuk memulas inti sel dan memberikan warna biru (basofilik) serta eosin yang
sel dan jaringan penyambung dan memberikan warna merah muda dengan nuansa
dalam slide warmer selama 48 jam dengan suhu 42˚C. Tujuannya agar parafin
yang masih tersisa karena proses embedding dapat meleleh sehingga organ akan
A. Kesimpulan
B. Saran
Saran yang dapat saya ajukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:
dengan metode parafin dapat dilakukan pada organ hewan yang lain.
2. Untuk asisten pembimbing agar dapat lebih bekerja sama lagi dengan
praktikan.
Lael, B.F., Budi, S. dan Tulus, A., 2018, Perbedaan Penggunaan Xylol (Xylene)
dan Toluol (Toluene) pada Proses Clearing terhadap Kualitas Preparat
Awetan Permanen Cimex lectularius, Prosiding Seminar Nasional
Mahasiswa Unimus, Universitas Muhammadiyah Semarang.
Lubis, M.F., 2017, Uji Termofisik Lilin Parafin sebagai Bahan Penyimpan Panas
dan Pemanfaatannya untuk Pemanasan Udara, Skripsi, Institut Pertanian
Bogor, Bandung.
Mulyono, A., Ristiyanto dan Noor, S.H. 2016, Karakteristik Histopatologi Hepar
Tikus Got Rattus norvegicus Infektif Leptospira sp., Jurnal Vektora, 1 (2):
86-87
Sari, P.J., 2015, Studi Awal: Histoteknik, Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah,
Jakarta.