Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI DALAM ISLAM

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 8

Khairul Akbar 1910016035

Enny Diah Rusman Saputry 1910016041

Ira Savera 1910016046

Syarifah Awwaliyyah Rachman 1910016055

Nur Wina Fattah 1910016059

Radifan Ahmad Sadlina 1910016076

Novita Eka Tyas Pratiwi 1910016078

Lestari Ramadani 1910016085

Muh. Daffa Aufa Rafly 1910016092

Alfiana Aulia Sulfialam 1910016096

Dosen : M. Hasyim Mustamin, S.Ag., M.Ed

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami hanturkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat serta rahmat-Nya kami selaku kelompok delapan dapat menyelesaikan
laporan hasil diskusi kelompok kami yang berjudul ”Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi dalam Islam” ini tepat pada waktunya.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
sehingga terselesaikannya laporan ini, antara lain :
1. Bapak M. Hasyim Mustamin, S.Ag., M.Ed selaku dosen penanggung jawab
kuliah ini.
2. Rekan kelompok 8 yang telah menyumbangkan pemikiran, tenaganya dan
dapat bekerja sama sehingga dapat menyelesaikan laporan ini.
3. Teman-teman mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman
angkatan 2019 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Kami menyadari bahwa kemampuan kami dalam menyusun laporan ini
sangat terbatas. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran
yang bersifat membangun demi tercapainya kesempurnaan dari isi laporan hasil
diskusi kelompok ini.
Samarinda, 20 November 2019

Kelompok 8

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ........................................................................................ i

Daftar Isi ................................................................................................... ii

Bab I Pendahuluan .................................................................................. 1

A. Latar Belakang ............................................................................... 1

B. Tujuan ............................................................................................ 1

C. Manfaat .......................................................................................... 2

Bab II Pembahasan .................................................................................. 3

A. Pengertian Ilmu dan Teknologi dalam Islam ................................. 3

B. Epistemologi dan Sumber Ilmu dalam Islam .................................. 6

C. Klasifikasi Ilmu Fardu ‘Ain dan Kifayah ...................................... 11

D. Pentingnya Integrasi Ilmu, Sains dan Teknologi ........................... 16

E. Sains dan Teknologi dalam Islam .................................................. 21

F. Kontribusi Umat Islam terhadap Ilmu Pengetahuan ....................... 22

Bab III Penutup ....................................................................................... 25

A. Kesimpulan .................................................................................... 25

B. Saran .............................................................................................. 25

Daftar Pustaka ......................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam sangat memperhatikan pentingnya ilmu pengetahuan,teknologi, dan
seni dalam kehidupan umat manusia. Martabat manusia disamping ditentukan
oleh peribadahannya kepada Allah, juga ditentukan oleh kemampuannya
mengembangkan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Bahkan di dalam al-
Quran sendiri Allah menyatakan bahwa hanya orang yang berilmulah yang
benar-benar takut kepada Allah.
Al-Qur’an menyebutkan juga tentang kejadian alam semesta danberbagai
proses kealaman lainnya, tentang penciptaan makhluk hidup,termasuk manusia
yang didorong hasrat ingin tahunya dan dipacu akalnya untuk menyelidiki
segala apa yang ada di sekitarnya. Meskipun demikian,kitab suci itu bukan buku
pelajaran kosmologi, biologi atau ilmu-ilmu lainpada umumnya. Sebab ia hanya
menyatakan bagian-bagian yang sangat penting saja dari ilmu-ilmu yang
dimaksudkan. Ayat-ayat yang menuntut manusia menuju kebahagiaan akhirat
maupun yang membimbinga manusia menuju kesejahteraan duniawi,
sebenarnya memberikan garis-garis besar saja yang harus kita cari
kelengkapannya agar kita dapat memahaminya secara utuh. Karena
itu,pengembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni perlu untuk dilakukan.
Selama, perkembangan tersebut tidak lepas dari nilai-nilai islam agar hasil yang
diperoleh memberikan manfaat yang sesuai dengan fitrah hidup manusia.

B. Tujuan
1. Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian ilmu dan teknologi dalam
islam
2. Mahasiswa mampu menjelaskan epistemologi dan sumber ilmu dalam
islam
3. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi ilmu fardu ‘ain dan kifayah

1
4. Mahasiswa mampu menjelaskan pentingnya integrasi ilmu, sains dan
teknologi
5. Mahasiswa mampu menjelaskan sains dan teknologi dalam islam
6. Mahasiswa mampu menjelaskan kontribusi umat islam terhadap ilmu
pengetahuan

C. Manfaat
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi
semua pihak khususnya untuk mahasiswa dan mahasiswi kedokteran dalam
menambah wawasan dan pengetahuan mengenai ilmu pengetahuan dan
teknologi dalam islam.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Ilmu dan Teknologi dalam Islam


Dalam kehidupan manusia banyak mendapat pengalaman, dari pengalaman itu
didapatkan sejumlah pengetahuan atau knowledge yang memiliki sifat keganjilan
tertentu tanpa kemampuan untuk menjelaskan sebab-sebabnya secara terinci dan
rasional. Pengetahuan demikian banyak macamnya dalam kehidupan ini. Tiap
manusia berbeda jumlah dan macamnya pengalaman yang dimiliki tersebut, tanpa
ada kemampuan untuk menjelaskannya.
Jika ingin memberikan penjelasan maka masih diperlukan kegiatan yang lebih
intens untuk mendapatkan pengetahuan yang lebih utuh daripada umumnya
pengetahuan yang ada. Untuk itu perlu didukung oleh sejumlah kegiatan berikutnya
yang lebih serius guna mendapatkan intisari pengetahuan tersebut hingga dapat
dipedomani untuk perencanaan, prediksi-prediksi maupun kontrol atas
kebenarannya.
Kombinasi usaha mencari pendekatan rasional dan mengumpulkan fakta-fakta
empiris inilah yang bias disebut dengan pendekatan mendapatkan pengetahuan
dengan metode keilmuan. Melalui metode keilmuan akan didapatka “ilmu” dari
sejumlah “pengetahuan”, yang memiliki cirri-ciri tertentu, sebagai pembeda dengan
pengetahuan-pengetahuan lainnya yang belum teruji. (pengetahuan = knowledge,
sedang ilmu = science atau sains). Jadi ilmu adalah pengetahuan yang memenuhi
ciri-ciri tertentu dan disinilah dibakukan menjadi “ilmu pengetahuan”, yang kedua
terminology tersebut digabung menjadi satu kata. Dapat juga dirumuskan bahwa
ilmu ialah sebagai “pengetahuan yang ilmiah”.
Sedangkan teknologi adalah penerapan ilmu-ilmu dasar untuk memecahkan
masalah guna mencapai suatu tujuan tertentu. Adapun tujuan manusia dalam
kehidupan ini dapat menjadi banyak sekali, yang kesemuanya itu ditentukan oleh
niatnya, sebagaimana yang disebut dengan “semua amal itu tergantung pada
niatnya”. Kedudukan ilmu pengetahuan sendiri sebagai ilmu dasar jelas netral.

3
Setelah digunakan manusia untuk diterapkan guna mencapai suatau tujuan,
barulah dapat dinilai apakah penerapan itu dapat dibenarkan oleh agama atau tidak.
Dilihat dari pandangan islam terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi, agama
Islam banyak memberikan penegasan mengenai ilmu pengetahuan baik secara
nyata maupun secara tersamar, seperti yang disebut dalam surat Al-Mujadalah ayat
11 yang artinya sebagai berikut :
"Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha mengetahui
apa yang kamu kerjakan."
Maksudnya sebagai berikut : sama-sama dari kelompok yang beriman, maka
Allah SWT akan masih meninggikan derat bagi mereka, ialah mereka yang berilmu
pengetahuan.
Orang berilmu pengetahuan berarti menguasai ilmu dan memilki kemampuan
untuk mendapatkan dan menjelaskannya. Untuk mendapatkan ilmu pengetahuan
diperlukan antara lain adanya sarana tertentu, yakni yang disebut “berpikir”.
Jelasnya berpikir pada dasarnya merupakan suatu proses untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan.
Oleh karena itu, apabila di dalam Al-Qur’an sering-sering disebut dengan kata-
kata “berpikir” atau “berpikirlah” dan sebagainya. Dalam arti langsung maupun
dalam arti sindiran dapat kita artikan juga sebagai perintah untuk mencari atau
menguasai ilmu pengetahuan.
Dalam Al-qur’an dan Hadist sangat banyak ayat-ayat yang menerangkan
hubungan tentang ajaran Islam dengan ilmu pengetahuan serta pemanfaatannya
yang kita sebut Iptek. Hubungan tersebut dapat berbentuk semacam perintah yang
mewajibkan, menyurum mempelajari, pernyataan-pernyataan, bahkan ada yang
berbentuk sindiran. Kesemuanya itu tidak lain adalah menggambarkan betapa
eratnya hubungan antara Islam dan Iptek sebagai hal yang tidak dapat dipisahkan
satu dengan yang lainnya. Tegasnya hubungan antara Islam dan Iptek adalah sangat
erat dan menyatu.
Dalam pandangan Islam, Iptek juga di gambarkan sebagai cara mengubah suatu
sumber daya menjadi sumberdaya lain yang lebih tinggi nilainya, hal ini tercover

4
dalam surat Ar-Ra’d ayat 11, yaitu :
”Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.”
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa, pada dasarnya Al-Qur’an telah
mendorong manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat.
Upaya ini harus merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah
nasibnya. Dengan perkataan lain, rasa syukur atas keberhasilannya
dimanifestasikan dengan mengembangkan terus keberhasilan itu, sehingga dari
waktu kewaktu keberhasilan itu akan selalu maningkat terus.
Pada masa Nabi sudah ada penemuan-penemuan yang bisa dinamakan dengan
Iptek, sepertihalnya Iptek dalam dunia pertanian. Para sahabat Nabi pernah
melalukan pembuahan buatan (penyilangan atau perkawinan) pada pohon kurma.
Lalu Nabi menyarankan agar tidak usah melakukannya. Kemudian ternyata
buahnya banyak yang rusak dan setelah itu dilaporkan kepada Nabi, maka Nabi
berpesan “ Abirruu antum a’lamu biumuuri dunyaakum” (lakukanlah pembuahan
buatan! Kalian lebih mengetahui tentang urusan dunia kalian).
Di dalam Al-Qur’an disebutkan juga secara garis besar, tentang teknologi. Yaitu
tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya, tentang
penciptaan mahluk hidup, termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya,
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya, meskipun
Al-Qur’an bukan buku kosmologi, atau biologi, atau sains pada umumnya, namun
Al-Qur’an jauh sekali dalam membicarakan teknologi.
Dari beragam uraian di atas bahwasanya kita dapat melihat sendiri bagaimana
pandangan Islam terhadap Iptek. Dalam pedoman utamanya (Al-Qur’an), banyak
disebutkan sesuatu hal yang berkaitan dengan Iptek, hal ini menunjukkan bahwa
Islam sangat erat sekali dengan Iptek. Jadi perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi ini merupakan wujud dari implikasi Al-Qur’an yang sebenarnya. Banyak
seruan-seruan di dalamnya yang menganjurkan manusia untuk berfikir dan
mengembangkan potensinya dalam pengetahuan. Namun satu hal yang sangat
disayangkan, umat muslim sangat rendah dalam bidang Iptek, sehingga ketinggalan
perkembangan dengan orang-orang non muslim. Semoga dengan ini umat Islam

5
sadar dan mau mengembangkan pengetahuannya dalam berbagia hal, sehingga
menjadi umat yang berkualitas dengan adanya ketakwaan dan pengetahuan yang
ditinggi.

B. Epistemologi dan Sumber Ilmu dalam Islam


Secara bahasa, epistemologi berasal dari kata episteme dan logos. Masing-
masing artinya episteme adalah pengetahuan sedangkan logos berarti ilmu atau teori.
Epistemologi merupakan ilmu yang mengkaji tentang ilmu pengetahuan yaitu
berupa asal mula atau sumber pengetahuan, struktur, metode dan kevalidan
pengetahuan.
1) Epistemologi Bayani
Epistimologi bayani adalah pendekatan dengan cara menganalisis teks.
Sumber teks dalam studi Islam ada dua, yakni : teks nash (al-Qur`an dan Sunnah
Nabi Muhammad SAW) dan teks non-nash berupa karya para ulama. Adapun corak
berpikir yang diterapkan dalam ilmu ini cenderung deduktif, yakni mencari apa isi
dari teks (analisis content).
Sebenarnya model berpikir semacam ini sudah lama digunakan oleh para
fuqaha', mutakallimun dan ushulliyun. Mereka banyak berpendapat bahwa bayani
adalah pendekatan untuk :
a) Memahami atau menganalisis teks untuk mendapatkan makna yang dikandung
dalam (atau dikehendaki) lafadz, dengan kata lain pendekatan ini dipergunakan
untuk mengeluarkan makna zahir dari lafadz dan 'ibarah yang zahir pula; dan
b) mengambil istinbat hukum-hukum dari al-nusus al-diniyah dan al-Qur'an
khususnya.
Dalam bahasa filsafat yang disederhanakan, epistimologi bayani dapat
diartikan sebagai Model metodologi berpikir yang didasarkan atas teks. Dalam hal
ini teks sucilah yang memilki otoritas penuh menentukan arah kebenaran sebuah
kitab. Fungsi akal hanya sebagai pengawal makna yang terkandung di dalamnya.
Untuk itu epistemologi bayani menggunakan alat bantu (instrumen) berupa ilmu-
ilmu bahasa dan uslub-uslubnya serta asbabu al-nuzul, dan istinbat atau istidlal

6
dalam pendekatan ini meliputi asli, far'I, lafz ma'na, khabar qiyas, dan
otoritas salaf (sultah al-salaf).
Dalam epistemologi bayani dikenal ada 4 macam bayan :
- Bayan al-i'tibar, yaitu penjelasan mengenai keadaan, keadaan segala
sesuatu, yang meliputi : a) al-qiyas al-bayani baik al-fiqgy, al-nahwy dan
al-kalamy; dan b) al-khabar yang bersifat yaqin maupun tasdiq;
- Bayan al-i'tiqad, yaitu penjelasan mengenai segala sesuatu yang meliputi
makna haq, makna muasyabbih fih, dan makna bathil;
- Bayan al-ibarah yang terdiri dari : a) al-bayan al-zahir yang tidak
membutuhkan tafsir; dan b) al-bayan al-batin yang membutuhkan tafsir,
qiyas, istidlal dan khabar; dan
- Bayan al-kitab, maksudnya media untuk menukil pendapat-pendapat dan
pemikiran dari katib khat, katib lafz, katib 'aqd, katib hukm, dan katib tadbir.

Dalam epistemologi bayani, oleh karena dominasi teks sedemikian kuat,


maka peran akal hanya sebatas sebagai alat pembenaran atau justifikasi atas teks
yang dipahami atau diinterpretasi. Dalam aplikasinya, pendekatan bayani akan
memperkaya lilmu fikih dan ushul fikih, lebih-lebih qawaidul lughahnya.

2) Epistemologi Burhani
Burhani adalah pengetahuan yang diperoleh dari indera, percobaan dan
hukum -hukum logika. Maksudnya bahwa untuk mengukur benar atau salahnya
sesuatu adalah berdasarkan komponen kemampuan alamiah manusia berupa
pengalaman dan akal tanpa teks wahyu suci, yang memunculkan peripatik. Maka
sumber pengetahuan dengan nalar burhani adalah realitas dan empiris yang
berkaitan dengan alam, social, dan humanities. Artinya ilmu diperoleh sebagai hasil
penelitian, hasil percobaan, hasil eksperimen, baik di labolatorium maupun di alam
nyata, baik yang bersifat alam maupun social. Corak model berpikir yang
digunakan adalah induktif, yakni generalisasi dari hasil-hasil penelitian empiris.
Mengenai model berpikir bayani dan burhani Van Peursen mengatakan
bahwa akal budi tidak dapat menyerap sesuatu, dan panca indera tidak dapat

7
memikirkan sesuatu. Namun, bila keduanya bergabung timbullah pengetahuan,
sebab menyerap sesuatu tanpa dibarengi akal budi sama dengan kebutaan, dan
pikiran tanpa isi sama dengan kehampaan. Burhani atau pendekatan rasional
argumentatif adalah pendekatan yang mendasarkan diri pada kekuatan rasio melalui
instrumen logika (induksi, deduksi, abduksi, simbolik, proses, dll.) dan metode
diskursif (bathiniyyah). Pendekatan ini menjadikan realitas maupun teks dan
hubungan antara keduanya sebagai sumber kajian.
Dari pendapat tersebut kita bisa mengambil sikap terhadap kedua
epistemology tersebut, bukan memisahkan dan hanya mengambil atau memilih
salah satu diantara keduanya. Bahkan untuk menyelesaikan masalah-masalah social
dan dalam studi islam justru dianjurkan untuk memadukan keduanya. Dari
perpaduan ini akan muncul nalar aduktif, yakni mencoba untuk memadukan model
berpikir deduktif dan model berpikir induktif. Perpaduan antara hasil bacaan yang
bersifat konstektual terhadap nash dan hasil penelitian-penelitian empiris justru
kelak melahirkan ilmu islam yang sempurna dan lengkap (konprehensif), luar biasa,
dan kelak dapat menuntaskan problem-problem masa kini khususnya di Indonesia.
Pendekatan sosiologis digunakan dalam pemikiran Islam untuk memahami
realitas sosial-keagamaan dari sudut pandang interaksi antara anggota masyarakat.
Dengan metode ini, konteks sosial suatu perilaku keberagaman dapat didekati
secara lebih tepat, dan dengan metode ini pula kita bisa melakukan reka cipta
masyarakat utama.
Pendekatan antropologi bermanfaat untuk mendekati maslah-masalah
kemanusiaan dalam rangka melakukan reka cipta budaya Islam. Dengan melakukan
reka cipta budaya Islam juga dibutuhkan pendekatan kebudayaan (thaqafiyyah)
yang erat kaitannya dengan pemikiran, ajaran-ajarn, dan konsep-konsep, nilai-nilai
dan pandangan dunia Islam yang hidup dan berkembang dalam masyarakat muslim.
Agar upaya reka cipta masyarakat muslim dapat mendekati ideal masyarakat utama
dalam Muhammadiyah, strategi ini pula menghendaki kesinambungan historis.
Untuk itu, dibutuhkan juga
Pendekatan sejarah (tarikhiyyah) untuk mengetahui konteks sejarah masa
lalu, kini dan akan datang berada dalam satu kaitan yang kuat dan kesatuan yang

8
utuh (kontinuitas dan perubahan). Ada kesinambungan historis antara bangunan
pemikiran lama yang baik dengan lahirnya pemikiran keislaman baru yang lebih
memadai dan up to date.

3) Epistimologi Irfani
Pendekatan irfani adalah suatu pendekatan yang dipergunakan dalam kajian
pemikiran Islam oleh para mutasawwifun dan 'arifun untuk mengeluarkan makna
batin dari batin lafz dan 'ibarah; ia juga merupakan istinbat al-ma'rifah al-qalbiyyah
dari Al-Qur'an.
Pendekatan irfani adalah pendekatan pemahaman yang bertumpu pada
instrumen pengalam batin, dhawq, qalb, wijdan, basirah dan intuisi. Sedangkan
metode yang dipergunakan meliputi manhaj kashfi dan manhaj iktishafi. Manhaj
kashfi disebut juga manhaj ma'rifah 'irfani yang tidak menggunakan indera atau
akal, tetapi kashf dengan riyadah dan mujahadah. Manhaj iktishafi disebut juga al-
mumathilah (analogi), yaitu metode untuk menyingkap dan menemukan rahasia
pengetahuan melalui analogi-analogi. Analogi dalam manhaj ini mencakup : a)
analogi berdasarkan angka atau jumlah seperti 1/2 = 2/4 = 4/8, dst; b) tamthil yang
meliputi silogisme dan induksi; dan c) surah dan ashkal. Dengan demikian, al-
mumathilah adalah manhaj iktishafi dan bukan manhaj kashfi.
Dengan memperhatikan dua metode di atas, kita mengetahui bahwa sumber
pengetahuan dalam irfani mencakup ilham/intuisi dan teks (yang dicari makna
batinnya melalui ta'wil).
Kata-kata kunci yang terdapat dalam pendekatan 'irfani meliputi tanzil-
ta'wil, haqiqi-majazi, mumathilah dan zahir-batin. Hubungan zahir-batin terbagi
menjadi 3 segi :
1) siyasi mubashar, yaitu memalingkan makna-makna ibarat pada sebagian
ayat dan lafz kepada pribadi tertentu;
2) ideologi mazhab, yaitu memalingkan makna-makna yang disandarkan
pada mazhab atau ideologi tertentu; dan

9
3) metafisika, yakni memalingkan makna-makna kepada gambaran
metafisik yang berkaitan dengan al-ilah al-mut'aliyah dan aql kully dan nafs al-
kulliyah.
Pendekatan 'irfani banyak dimanfaatkan dalam ta'wil. Ta'wil 'irfani terhadap
Al-Qur'an bukan merupakan istinbat, bukan ilham, bukan pula kashf. tetapi ia
merupakan upaya mendekati lafz-lafz Al-qur'an lewat pemikiran yang berasal dari
dan berkaitan dengan warisan 'irfani yang sudah ada sebelum Islam, dengan tujuan
untuk menangkap makna batinnya.
Pengalaman batin Rasulullah saw. dalam menerima wahyu al-Qur'an
merupakan contoh konkret dari pengetahuan 'irfani. Namun dengan keyakinan yang
kita pegangi salama ini, mungkin pengetahuan 'irfani yang akan dikembangkan
dalam kerangka ittiba' al-Rasul.
Dapat dikatakan, walaupun pengetahuan 'irfani bersifat subyekyif, namun
semua orang dapat merasakan kebenarannya.
Implikasi dari pengetahuan 'irfani dalam konteks pemikiran keislaman,
adalah mengahampiri agama-agama pada tataran substantif dan esensi
spiritualitasnya, dan mengembangkannya dengan penuh kesadaran akan adanya
pengalaman keagamaan orang lain (the otherness) yang berbeda aksidensi dan
ekspresinya, namun memiliki substansi dan esensi yang kurang lebih sama.
Kedekatan kepada Tuhan yang transhistoris, transkultural, dan dan transreligius
diimbangi rasa empati dan simpati kepada orang lain secara elegan dan setara.
Termasuk di dalamnya kepekaan terhadap problem-problem kemanusiaan,
pengembanagan budaya dan peradaban yang disinari oleh pancaran fitrah ilahiyah.
Berikut ini adalah tabel perbandingan antara ketiga epistemologi Islam
yang telah dijelaskan sebelumnya, epistemologi bayani, irfani, dan burhani :
Bayani Irfani Burhani
Sumber Teks Keagamaan/ Ilham/ Intuisi Rasio
Nash
Metode Istinbat/ Istidlal Kasyf Tahlili
(analitik),

10
Diskursus
Pendekatan Linguistik Psikho-Gnostik Logika
Tema sentral Ashl – Furu’ Zahir – Batin Essensi –
Kata – Makna Wilayah – Aksistensi
Nubuwah Bahasa – Logika
Validitas Korespondensi Intersubjektif Koherensi
kebenaran Konsistensi
Pendukung Kaum Teolog, Kaum Sufi Para Filosof
ahli Fiqh,
ahli Bahasa
Tabel 1. Perbandingan Epistemologi Bayani, Irfani, dan Burhani

C. Klasifikasi Ilmu Fardhu ‘Ain dan Kifayah


Al-Ghazali membagi ilmu ke dalam dua kelomok, yakni ilmu fardhu ‘ain dan
ilmu fardhu kifayah.
1. Ilmu Fardhu ‘Ain
Ilmu yang diwajibkan atas tiap-tiap individu. Jadi fardhu ‘ain adalah
kewajiban individu per individu. Implikasi dosa jika ilmu fardhu ‘ain tidak
dilaksanakan adalah ditanggung individu. Ilmu Fardhu ‘ain Sebagaimana
disampaikan oleh ulama salaf, ilmu yang bersifat fardhu untuk dipelajari oleh
setiap muslim adalah ilmu yang mau tidak mau harus dipelajari oleh umat Islam.
Ilmu fardhu ‘ain wajib bagi semua manusia, baik bagi masyarakat awam atau
para ulama.
a) Dimensi Pertama Ilmu Fardhu ‘ain
Dimensi pertama llmu fardhu ‘ain adalah ilmu tetang aqidah yaitu, ilmu
yang membenarkan segala sesuatu yang benar, yang disampaikan Allah
kepada Rasulullah dengan i‘tiqad yang kuat tanpa keraguan. Dimensi pertama
ilmu fardhu ‘ain ini juga disebut dengan ilmu tauhid, karena ruang lingkupnya
adalah berupa ma’rifatullah. Tingkat kedalaman ilmu yang wajib dipalajar oleh
seoang muslim yang satu dengan muslim yang lain berbeda-beda sesuai dengan

11
keadaan masing- masing. Ada orang-orang sampai membutuhkan argumen-
argumen rasonal-logis-filosofis untuk sampai kepada sebuah keyakinan yang
kuat. Namun ada pula orang-orang yang hanya cukup mendapatkan penjelasan
dengan menggunakan ayat-ayat al-Qur’an dan hadis- hadis Rasulullah untuk
sama kepada sebuah keyakinan yang kuat. Demikian pula karena buah
daripada iman adalah akhlakul karimah, maka ilmu fardhu ‘ain ini mencakup
hal-hal yang bersifat lahiriyah dan ruhaniah sekaligus.
b) Dimensi kedua Ilmu Fardhu ‘ain
Dimensi kedua ilmu fardhu ‘ain adalah berhubungan dengan hal-hal yang
wajib dilaksanakan oleh seorang mukallaf. Terkait dengan hal ini berlaku
beberapa ketentuan berikut ini:
o Ketentuan Pertama Bahwa kewajiban seorang mukallaf mengalami
perkembangann sesuai dengan bertambahnya usia, sehingga kewajiban
mempelajari ilmu fardhu ‘ain tentang ha-hal yang wajib dilaksanakan
bersifat dinamis. Ilmu-ilmu fardhu ‘ain amal apa saja yang harus dipelajari
seseorang berbeda-beda, karena perbedaan keadaan, kedudukan, dan
perbedaan kebutuhan hidup seeorang (Adi Setia, 2007).
o Ketentuan kedua untuk menentukan ilmu- ilmu fardhu ‘ain yang
behubungan dengan amal yang wajib dikerjakan adalah adanya ketentuan
“larangan bagi mukallaf untuk melakukan sesuatu sebelum dia memahami
ketentuan-ketentuan di dalam agama”. Misalnya, seseorang boleh
melakukan praktik perdagangan jika yang bersangkutan sudah memahami
dengan benar hukum-hukum yang berkaitan dengan mu’amalah dalam
Islam. Seseorang boleh terjun ke dunia perpolitikan jika sudah memahami
hukum-hukum Islam yang berhubungan dengan fiqih syiyasyah dan lain-
lain. Jika ilmu fardhu ‘ain yang berhubungan dengan aqidah mutlak wajib
untuk setiap orang kapanpun dan dimanapun, maka ilmu fardhu ‘ain yang
berkenaan dengan amalan-amalan tertentu sebagaimana contoh di atas,
hanya diwajibkan kepada siapa-siapa yang hendak melaksanakannya.

12
c) Dimensi Ketiga Ilmu Fardhu ‘ain
Dimensi ketiga ilmu fardhu ‘ain adalah berhubungan dengan apa-apa
yang dilarang oleh Allah Swt untuk melaksanakannya. Dengan kata lain
adalah ilmu-ilmu tentang perkara-perkara yang diharamkan Allah Swt.
Dalam hal ini juga berlaku ketentuan dinamis sebagaimana ilmu yang
berkaitan dengan hal-hal yang wajib dilaksanakan. Artinya kewajiban untuk
mempelajari ilmu-ilmu tentang perkara yang wajib ditinggalkan pun
berkembang sesuai dengan keadaan seseorang. Misalnya ada masalah yang
wajib ditinggalkan oleh orang yang normal berbeda dengan yang harus
ditinggalkan oleh orang bisu dan tuli, dan sebagainya. Kewajiban untuk
mempelajari hal-hal yang diharamkan juga meliputi hal-hal yang bersifat
jasmaniah dan ruhaniah sekaligus. Takabur, kufur nikmat, tafakhur, riya,
ghibah, tajassus, dan lain-lain adalah beberapa contoh perbuatan yang wajib
ditinggalkan, yang harus dipelajari secara mendalam sehingga umat Islam
terjauh dari sifat-sifat negatif tersebut.

2. Ilmu fardhu kifayah


Ilmu ini adalah ilmu yang diwajibkan kepada umat Islam secara kolektif.
Implikasi dosa jika ilmu fardhu kifayah tidak dilaksanakan ditanggung
bersama-sama anggota mayarakat.
Imam al-Ghazali menjelaskan bahwa ilmu fardhu kifayah memiliki dua
kriteria. Kreteria pertama, yaitu ilmu-ilmu yang menjadi prasyarat bagi
tegaknya urusan agama, seperti ilmu tajwid, ilmu tafsir, ilmu hadis, ilmu ushul
fiqih, ilmu fiqih, dan sebagainya (Zaidi Ismal, 2007). Hal ini merupakan
perwujudan dari firman Allah di dalam al-Qura’an: “Tidak sepatutnya bagi
mukminin itu pergi semuanya (ke medan juang). Mengapa tidak pergi dari tiap-
tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu
agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah
kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS. At-
Taubah : 122)

13
Ilmu yang diwajibkan sebagai prasyarat khusus memiliki perbedaan dengan
wajib pada umumnya mukallaf. Misalnya adalah hal-hal yang terkait dengan rukun
iman dan hal-hal yang berkaitan dengan dasar- dasar syari’at Islam. Wajib untuk
ilmu-ilmu prasyarat berbeda antar orang yang satu dengan yang lain bergantung
pada konteks zaman, kebutuhan masing- masing, tingkat keerdasan dan lain-lain.
Setiap muslim diwajibkan untuk belajar ilmu-ilmu yang dibutuhkan oleh
masyarakat. Mukallaf secara secara umum diwajibkan untuk mengkaji ilmu
syari’at berdasarkan pada tingkat kebutuhan masyarakat guna memahami sumber
ajaran Islam, tanpa harus memasuki masalah- masalah yang berat dan rumit. (Zaidi
Isma’il, 2007).
Masuk dalam kategori ilmu fardhu kifayah selanjutya adalah ilmu-ilmu yang
dewasa ini sering disebut sebagai ilmu-ilmu umum, seperti ilmu kedokteran, ilmu
keperawatan, ilmu teknik, ilmu ekonomi, ilmu peternakan, ilmu pertanian, dan
lain-lain. Ilmu-ilmu terebut meskipun bukan ilmu agama tetapi keberadaannnya
sangat dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan duniawiah masyarakat muslim. Jika
ilmu-ilmu tersebut idak dikuasai oleh umat Islam dipastikan umat Islam akan
mengalami kesulitan dalam mempertahankan ekistensi hidunya. Terutama ketika
harus berkompetisi dengan umat lain yang sangat serius dalam mempelajari ilmu-
ilmu tersebut. “Cendekiawan Melayu kontemporer al-Attas dalam buku Islam and
Secularism memasukkan ilmu- ilmu kemanusiaan, sains alam, sains terapan, sains
teknologi, perbandingan agama, kebudayaan dan tamadun Barat, ilmu-ilmu bahasa,
dan sejarah Islam sebagai sejarah dunia yang merangkum pemikiran, kebudayaan
dan tamadunnya, serta perkembangan sistem dan filsafat ilmunya, ke dalam bidang
ilmu-ilmu fardhu kifayah. Semua ilmu tersebut harus diserasikan dengan kerangka
Pandangan Hidup Islam. “
Kewajiban atas ilmu fardhu kifayah ditanggung bersama-sama secara kolektif
oleh masyarakat. Jika beberapa mukallaf ada yang mempelajari ilmu fardhu
kifayah tersebut, maka kewajiban tersebut telah dipenuhi, dan anggota masyarakat
terbebas dari dosa. Sebaliknya, jka tidak ada seorangpun yang menuntut ilmu
fardhu kifayah tersebut, maka semua mukallaf yang ada di

14
komunitas tersebut menanggung dosa. Ilmu-lmu tersebut wajib dipelajari oleh
umat Islam, akan tetapi Allah tidak memerintahkan kepada semua individu
untuk menimbanya. Semua anggota masyarakat boleh menimba ilmu-ilmu
tersebut. Kebutuhan dan kemaslahatan umat akan tercukupi dengan adanya
sebagian individu yang menguasai ilmu-ilmu tersebut, jadi tidak perlu semua
orang untuk menekuni ilmu-ilmu tersebut. Individu yang mempunyai minat dan
bakat serta kemampuan dana yang memadahi untuk mendalami ilmu fardhu
kifayah menjadi wajib baginya untuk mendalaminya. Orang yang terjun untuk
mendalami ilmu fardhu kifayah tertentu, maka bagi yang bersangkutan menjadi
fardhu ‘ain untuk mendalamninya. Bahkan jika orang tersebut kurang mampu
secara finansial, masyarakat secara bersama-sama berkewajiban untuk
membantunya agar orang tersebut dapat menyelesaikan studinya. Dalam hal ini
pemerintah wajib memenuhi kebutuhan dana untuk studinya.
Jika kewajiban menimba ilmu fardhu kifayah sampai dilupakan, yang
mengakibatkan kemaslahatan masyarakat menjadi terabaikan, orang-orang
yang berkemampuan menanggung dosanya, demikian juga orang-orang yang
tidak berkemampuan menjadi ikut menaggung dosa dikarenakan tidak
mendukung masyarakat untuk ikut mendukungnya. (Zaidi Ismail, 2007).
Al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Zaidi Isma’il (2007) , menyatakan
bahwa: “dosa tidak menuntut ilmu fardhu kifayah adalah masuk dalam
kategori perbuatan membinasakan diri-sendiri, yang hal tersebut sangat
dilarang oleh Allah SWT. Hal ini sebagaimana ditegaskan oleh Allah dalam al-
Qur’an surah Al-Baqarah ayat 195 sebagai berikut:
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan
berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik”.
Sebagai contoh misalnya, jika tidak ada umat Islam yang berupaya
mendalami dan mengembangkan ilmu-ilmu berdasarkan nilai-nilai Islam
(Islamisasi), maka sangat mungkin umat Islam ke depan akan mengalami
kerusakan akibat terinfiltrasi pandangan hidup yang liberal dan sekular.
Rusaknya pandangan hidup umat Islam bisa berimplikasi pada rusaknya ilmu

15
pengetahuan, dan rusaknya ilmu pengetahuan akan mengakibatkan rusaknya
amal perbuatan seorang muslim. Pada akhirnya akan peradaban Islam tidak
akan bisa tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya.

D. Pentingnya Integrasi Ilmu, Sains dan Teknologi


Antara ilmu dan agama sebenarnya terdapat perbedaan yang sangat mendasar
yang perlu dipertimbangkan sebelum berbicara tentang korelasi antara ilmu dan
agama. Yang pertama adalah mind-set dasar keduanya yang berbeda. Kepercayaan
dan kepasrahan pada kehendak otoritas lain, terutama otoritas Tuhan. Jadi dalam
dunia keilmuan ketidakpercayaan (sebelum terbukti) adalah keutamaan. Sedangkan
dalam keagamaan, kepercayaanlah yang utama.
Kedua, ilmu bersikap terbuka terhadap hal-hal baru asalkan bersifat masuk akal
dan memiliki bukti. Agama sedikit berbalik dari keilmuan, meski umumnya
manusiadiharuskan menggunakan akal dalam memahami wahyu yang adea, tapi
dalam kenyataannya agama cenderung bersikap defensif terhadap pemahaman
baru.
Ketiga, bahasa-bahasa agama lebih cenderung berupa bahasa mitos, penuh
metafora ataupun retorika., sementara bahasa keilmuan adalah bahasa faktual, lugas,
dan literal.
Setelah mengetahui perbedaan mendasar antara ilmu dan agama, kini dapat
diketahui “kemungkinan” titik temu diantara keduanya. Pertama, kesadaran kritis
dan sikap realistis yang dibentuk oleh ilmu sangatlah berguna untuk mengupas sisi
ilusoris agama, bukan untuk menghancurkannya, melainkan untuk menemukan hal
yang lebih esensial dari agama. Kedua, kemampuan logis dan kehati-hatian kita
dalam mengambil keputusan yang dipupuk di dunia ilmiah, menjadikan kita mampu
menilai secara kritis bentuk tafsir baru yang kini mulai hiruk pikuk dan
membingungkan. Ketiga, melalui temuan-temuan baru dari ilmu, dapat
merangsang agama untuk selalu tanggap memikirkan ulang keyakinannya sacara
baru, agar terhindar dari stagnasi dan pengaratan. Keempat, temuan terbaru IPTEK
dapat memberi peluang agama untuk makin mewujudkan idelisme-idealismenya
secara konkret, yang menyangkut kemanusiaan secara umum.

16
Sekarang yang akan menjadi pokok pembahasan dalam penggabungan antar
ilmu dan agama adalah Integrasi diantara keduanya. Apabila kita membicarakan
tentang integrasi antara ilmu dan agama maka kata yang sangat berkaitan erat
adalah “Islamisasi” atau pengislaman, dimana objek pengislamannya adalah
manusia. Sedangkan apabila pengislaman pada ilmu pengetahuan menurut Faruqy,
menghendaki adanya hubungan timbal balik antara realitas dan aspek kewahyuan,
dalam hal ini setiap umat islam dalam memahami nilai-nilai kewahyuan harus
memanfaatkan ilmu pengetahuan, bila tidak memanfaatkannya maka umat islam
akan tertinggal dari umat-umat beragama lainnya.karena realitasnya, ilmu
pengetahuanlah yang membuat peradaban umat manusia berkembang.
Agama pun ikut berperan serta dalam membantu ilmu pengetahuan (sains) agar
tetap bersikap manusiawi, dan selalu menyadari persoalan-persoalan konkret yang
mesti dihadapi. Agama bisa selalu mengingatkan bahwa ilmu bukanlah satu-
satunya jalan menuju kebenaran dan makna terdalam dari kehidupan.
Peradaban islam memiliki ciri -- ciri yang menonjol yaitu rasa ingin tahu yang
bersifat ilmiah dan penyelidikan -- penyelidikan ilmiah yang sistematis.. Islam
memiliki kepedulian penuh kepada umatnya agar terus untuk menggali potensi agar
menjadi peradaban yang maju. Dalam konteks ini, tidak ada pertentangan
antara sains dan Al-Qur'an.
Pandangan islam terhadap sains dan teknologi adalah bahwa islam tidak pernah
mengekang umatnya untuk maju dan modern. Justru islam sangat mendukung
umatnya untuk melakukan penelitian dalam bidang apapun, termasuk sains dan
teknologi. Masyarakat modern telah berhasil mengembangkan sains dan teknologi
canggih untuk mengatasi berbagai masalah kehidupannya, namun disisi lain sains
dan teknologi canggih tersebut tidak mampu menumbuhkan moralitas (akhlak)
yang mulia. Untuk itu, munculnya gagasan tentang Islamisasi Sains dan Teknologi.
Tujuan gagasan tersebut adalah agar sains dan teknologi dapat membawa
kesejahteraan bagi umat manusia. Epistimologi islam tersebut pada hakikatnya
menghendaki, bahwa sains dan teknologi harus mengakui adanya nilai -- nilai
kemanusiaan yang universal.

17
Al - Quran adalah inspirator, maknanya bahwa dalam Al - Quran banyak
terkandung teks - teks (ayat - ayat) yang mendorong manusia untuk melihat,
memandang, berpikir, serta mencermati fenomena - fenomena alam semesta ciptaan
Tuhan yang menarik untuk diselidiki, diteliti dan dikembangkan. Al - Quran
menantang manusia untuk menggunakan akal pikirannya seoptimal mungkin.
Al - Quran memuat segala informasi yang dibutuhkan manusia, baik yang sudah
diketahui maupun belum diketahui. Innormasi tentang ilmu pengetahuan dan
teknologi disebutkan berulang - ulang dengan tujuan agar manusia bertindak untuk
melakukan nazhar. Nazhar adalah mempraktekkan metode, mengadakan observasi
dan penelitian ilmiah terhadap segala macam peristiwa alam di seluruh jagad ini,
juga terhadap lingkungan keadaan masyarakat dan historisitas bangsa - bangsa
zaman dahulu. Menurut firman Allah SWT :
"Katakanlah (Muhammad): lakukanlah nadzar (penelitian dengan menggunakan
metode ilmiah) mengenai apa yang ada di langit dan di bumi ..." ( QS. Yunus ayat
101).
Memahami lebih dalam tentang sains dan teknologi adalah satu -- satunya alat
untuk mencapai pemahaman yang lebih mendalam tentang Allah SWT dan
menyelesaikan berbagai permasalahan masyarakat islam. Oleh sebab itu sains
dipelajari untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT dengan mencoba memahami
ayat -- ayatNya.
Prinsip - prinsip pandangan islam tentang sains dan teknologi dapat diketahui
dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW :
"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia menciptakan
manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah.
Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam (tulis baca). Dia Mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya." (QS al-'Alaq: 1-5)
Kata Iqra' diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun
lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak. Sedangkan
dari segi obyeknya, perintah iqra' itu mencakup segala sesuatu yang dapat dijangkau
oleh manusia.

18
Ayat tersebut merupakan suatu dukungan yang Allah berikan kepada hambanya
untuk terus menggali, memperdalam dan memperhatikan apa yang ada di alam
semesta termasuk sains dan teknologi. Selain memuat banyak tentang
pengembangan sains, Al-Quran juga dijadikan inspirasi ilmu dan pedoman dalam
pengembangan pemikiran sehingga dapat terciptanya penemuan -- penemuan baru
yang bermanfaat bagi kehidupan.
Dalam pandangan Islam sains dan teknologi juga di gambarkan sebagai cara
mengubah suatu sumber daya menjadi sumber daya lain yang lebih tinggi nilainya
hal ini tercermin dalam surat Ar Ra'd ayat 11 yaitu :
"Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri."
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya Al-Quran telah
mendorong manusia untuk berteknologi supaya kehidupan mereka meningkat.
Upaya ini harus merupakan rasa syukur atas keberhasilannya dalam merubah
nasibnya. Dengan perkataan lain rasa syukur atas keberhasilannya dimanifestasikan
dengan mengembangkan terus keberhasilan itu sehingga dari waktu ke waktu
keberhasilan itu akan selalu maningkat terus.
Di dalam Al-Quran disebutkan juga secara garis besar tentang teknologi.
Yaitu tentang kejadian alam semesta dan berbagai proses kealaman lainnya tentang
penciptaan mahluk hidup termasuk manusia yang didorong hasrat ingin tahunya
dipacu akalnya untuk menyelidiki segala apa yang ada di sekelilingnya.
Ilmuwan muslim seharusnya menaruh perhatian pada ajaran agama baik
ketika akan melakukan riset, menerima teori atau mengembangkan sains dan
teknologi sebab apa yang dihasilkannya sepenuhnya untuk kebutuhan manusia,
sedangkan agama (Islam) suatu sistem nilai hidup didunia yang mengantarkan
hidup yang kekal dan sesungguhnya kehidupan.
Jadi, yang dimaksud menjadikan aqidah Islam sebagai landasan sains dan
teknologi bukanlah bahwa konsep sains dan teknologi bersumber kepada Al-Quran
dan al-Hadits, tapi yang dimaksud, bahwa sains dan teknologi harus berstandar pada
Al-Quran dan al-Hadits. Ringkasnya, Al-Quran dan al-Hadits adalah standar sains
dan teknologi, dan bukannya sumber sains dan teknologi.

19
Artinya, apa pun konsep sains dan teknologi yang dikembangkan, harus
sesuai dengan Al-Quran dan al-Hadits, dan tidak boleh bertentangandengan Al-
Quran dan al-Hadits itu. Jika suatu konsep iptek bertentangan dengan Al-Quran dan
al-Hadits, maka konsep itu berarti harus ditolak. Misalnya saja Teori Darwin yang
menyatakan bahwa manusia adalah hasil evolusi dari organisme sederhana yang
selama jutaan tahun berevolusi melalui seleksi alam menjadi organisme yang lebih
kompleks hingga menjadi manusia modern sekarang.
Maka Paradigma Islam ini menyatakan bahwa aqidah Islam harus dijadikan
landasan pemikiran bagi seluruh bangunan ilmu pengetahuan. Ini bukan berarti
menjadi aqidah Islam sebagai sumber segala macam ilmu pengetahuan, melainkan
menjadi standar bagi segala ilmu pengetahuan. Maka ilmu pengetahuan yang sesuai
dengan aqidah Islam dapat diterima dan diamalkan, sedang yang bertentangan
dengannya, harus ditolak dan tidak boleh diamalkan.
Manusia yang beriman dan bertaqwa akan memanfaatkan kemajuan sains
dan teknologi. menjaga, memelihara, melestarikan, keberlangsungan hidup
manusia dan keseimbangan ekologi dan bukan untuk kerusakan di bumi.
Firman Allah SWT:
"Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan
manusia, supaya Allah merasakan kepada merekasebahagian dari (akibat)
perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar)" (QS.Ar.Ruum ayat
41)
Dari ayat diatas menjelaskan kerusakan yang disebabkan oleh tangan-
tangan manusia yang akan berdampak kembali pada manusia itu sendiri. Kejadian
ini telah terasa salah satunya disebabkan oleh penyalahgunaan sains dan teknologi.
Pada dasarnya sains dan teknologi dalam islam di arahkan untuk meningkatkan
kualitas kemanusiaan. Sains dan teknologi merupakan alat atau media bukan tujuan.
Oleh karena itu ilmu pengetahuan dan teknologi jangan sampai mengatur manusia
sebagai penciptannya. Untuk itu diperlukan upaya - upaya untuk menyertakan nilai
- nilai ke dalam sains dan teknologi yang disebut dengan Islamisasi ilmu
pengetahuan "Islamisasi ilmu pengetahuan bertujuan untuk menyertakan nilai -

20
nilai islam ke dalam ilmu pengetahuan dan teknologi sehingga ilmu tidak berdiri
sendiri di tempat netral namun menjadi dasar pemikiran ilmiah saat ini"
Jadi cara islam sendiri memflter ilmu pengetahuan dan teknologi yaitu sesuai
dengan paradigma islam yaitu Aqidah islam sebagai dasar sains dan teknologi dan
syariat islam menjadi standarisasi sains dan teknologi.

E. Sains dan Teknologi dalam Islam


Kata sains adalah terminologi bahasa Inggris “science” yang berarti
pengetahuan ilmiah. Sedangkan dalam bahasa Arab kata “ilmu” berarti
pengetahuan yang mendalam serta dipahami dengan yakin.
Sains menurut konsep Islam adalah eksplorasi alam semesta yang memicu
manusia untuk menemukan berbagai penemuan ilmiah agar berguna untuk
kehidupannya dan mengetahui tanda-tanda kekuasaan Allah.
Pengertian teknologi dalam Islam adalah penerapan sains yang benar dan tepat
sasaran serta dilandasi oleh nilai-nilai Islam. Pada hakikatnya perkembangan sains
dan teknologi tidak bertentangan dalam Islam seperti surat Al Alaq ayat 1-5.
Berikut beberapa klasifikasi ayat yang berhubungan dengan sains dan
Teknologi dalam Islam.
- Landasan mengenai teknologi
“Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan
antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka
kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan
(butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti)
gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang
dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan
kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan.”(QS. Al-Nur: 43)

- Landasan mengenai teknologi


“Hai sekalian jin dan manusia, jika kamu sanggup menembus (melintasi) penjuru
langit dan bumi, maka lintasilah, kamu tidak dapat menembusnya kecuali dengan
kekuatan.” (QS. Ar-Rahman : 33)

21
“Dan Dia-lah Tuhan yang membentangkan bumi dan menjadikan gunung-gunung
dan sungai-sungai padanya. Dan menjadikan buah-buahan berpasangpasangan,
Allah menutupkan malam kepada siang. Sesungguhnya yang demikian itu terdapat
tandatanda(kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” (Q.S Ar Ra‟d: 3)

Urgensi Penguasaan Sains dan Teknologi


- Memperoleh kemudahan
- Mengenal dan mengagungkan Allah
- Menumbuhkan rasa syukur kepada Allah
- Meningkatkan kemampuan memanfaatkan kekayaan alam Meningkatkan
harkat dan martabat manusia
- Meningkatkan produktivitas kerja

Dampak Penggunaan Sains dan Teknologi bagi Umat Manusia


a. Dampak positif
- Menyadarkan umat Islam untuk selalu mengenal dan dekat dengan Allah
SWT Mengantarkan pada era kehidupan yang lebih maju, modern dan
sejahtera
- Mempercepat dan mempermudah komunikasi
- Mempercepat dan memperpendek jarak dengan adanya alat transportasi
Menjaga keamanan
- Memermudah akses informasi
b. Dampak Negatif
- Menumbuhkan sikap anti sosial
- Menumbuhkan sikap sombong
- Merusak akhlak

F. Kontribusi Umat Islam terhadap Ilmu Pengetahuan


Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah seluruh usaha sadar untuk menyelidiki,
menemukan dan meningkatkan pemahaman manusia dari berbagai segi kenyataan
dalam alam manusia.

22
Di mesir mulai tumbuh berbagai gagasan ilmiah dari pengetahuan arsitektur,
ilmu gaya, ilmu hitung, ilmu ukur. Ada dua jenis ilmu yang dipelajari yang pada
waktu itu mendekati kematangannya, pertama, ilmu kedokteran, praktek yang
setidaknya mencoba menerapkan metode yang berdisiplin dalam pengamatan dan
penarikan kesimpulan, dan kedua, geometri, yang sedang mengumpulkan
setumpukan hasil di seputar hubungan-hubungan antara ilmu hitung yang disusun
secara khusus dan sedang mendekati masalah-masalah struktur logis serta masalah-
masalah definisi.
Kontribusi ilmuan-ilmuan islam dalam bidang IPTEK antara lain.
a. Warisan Hellenisme Yunani adalah filsafat, astronomi, fisika, geometrika,
kimia, pertambangan, matematika, kedokteran, pertanian dan lain
sebagainya. Dalam bidang matematika kontribusi Islam telah mengenalkan
sistem bilangan India, dengan mengenalkan bilangan baru nol (0) dengan
sebuah titik (.)
b. Adapun dalam bidang fisika yang paling menonjol adalah mengenai teori
optic yang dikembangkan oleh Ibn al-Haitsam dalam karyanya “Kitab al-
Manadzir”, al-Khaziny juga mengurai tentang gaya grafitasi spesifik.
c. Di dunia Barat, Ar-Razi juga dikenal sebagai ahli di bidang ilmu
kedokteran, sama halnya dengan Ibnu Sina, sehingga gambaran kedua
ilmuwan Muslim ini dapat menghiasi Fakultas Kedokteran Universitas
Paris. Ia juga dianggap sebagai orang yang menemukan benang
fontanel (yang dipakai dalam ilmu bedah).
Usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah di segenap
penjuru alam semesta melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan alam (natural sciences),
sedangkan usaha-usaha manusia untuk menggali dan meneliti ayat-ayat Allah
dalam kehidupan manusia melahirkan ilmu-ilmu pengetahuan sosial dan budaya
(social and cultural sciences).
Pengembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan oleh siapa saja, baik orang
yang beriman maupun yang tidak beriman, asalkan memiliki sikap intelektual dan
kemampuan metodologi ilmiah, sebab ayat-ayat Allah bersifat:
1. Pasti (Al-Furqan : 2)

23
2. Tidak pernah berubah (Al-Fath : 23)
3. Objektif (Al-Anbiya’ : 105)

Adapun cara berfikir yang benar adalah cara berpikir yang mengikuti tuntunan
yang telah ditetapkan dalam syar’a. Lebih lanjut, Ibnu Taimiyah dalam bukunya
yang berjudul Hukum Islam dalam Timbangan Akal dan Hikmah juga
menyinggung mengenai kesesuaian nash al-Qur’an dengan akal.
Akal dan wahyu kalau diletakkan secara fungsionalis, maka keduanya saling
memiliki fungsi. Akal memiliki fungsi untuk memahami wahyu, Wahyu memiliki
fungsi mengarahkan kerja akal dan memberikan informasi kandungan wahyu yang
memerlukan bukti empiris, bahkan dengan observasi, eksperimen, penyelidikan
dan penelitian, yang ini semua dikerjakan dengan akal pikiran.

Motivasi Islam dalam Mengembangkan Ilmu Pengetahuan


"Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Paling
Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya" (Al-'Alaq : 1-5)
Ayat tersebut diatas mendorong Umat Islam untuk pandai membaca, berfikir
dan berkreasi. semakin banyak membaca, semakin banyak manfaat yang diperoleh.
Ilmu akan bertambah, bahasa makin baik, dan wawasan makin luas. Bacalah alam
ini. Bacalah Al Qur'an ini. Bacalah buku-buku ilmu pengetahuan. Jadi, membaca
merupakan kunci pembuka untuk mempelajari ilmu pengetahuan.

24
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Ilmu pengetahuan dalam Al-Qur’an adalah proses pencapaian segala
sesuatu yang diketahui manusia melalui tangkapan panca indra sehingga
memperoleh kejelasan. Teknologi merupakan salah satu unsur budaya
sebagai hasil penerapan praktis dari ilmu pengetahuan yang obyektif. Seni
adalah hasil ungkapan akal budi serta ekspresi jiwa manusia dengan segala
prosesnya. Seni identik dengan keindahan dimana keindahan yang hakiki
identik dengan kebenaran. Dalam pandangan Islam, antara iman, ilmu
pengetahuan, teknologi terdapat hubungan yang harmonis dan dinamis yang
terintegrasi.Pengembangan IPTEK yang lepas dari keimanan dan
ketakwaan tidak akan bernilai ibadah serta tidak akan menghasilkan
manfaat bagi umat manusia dan alam lingkungannya. Allah memberikan
petunjuk berupa agama sebagai alat bagi manusia untuk mengarahkan
potensinya kepada keimanan dan ketakwaan bukan pada kejahatan yang
selalu didorong oleh nafsu dan amarah.

B. Saran
Dalam pembuatan laporan ini tentu ada kesalahan yang kami
lakukan mengenai kekurangan materi ataupun kesalahan dalam pengetikan.
Dari hasil laporan ini kami mengharapkan saran ataupun kritik yang dapat
diberikan kepada kami untuk membantu agar kami dapat memperbaiki
kesalahan-kesalahan kami untuk bisa menjadi lebih baik kedepannya.

25
DAFTAR PUSTAKA

Al-Attas, Syed Muhammad Naquib, 1981, Islam dan Secularisme, Terj. Karsidjo
Djojosuwarno, Bandung : Pustaka
Habibi, A. (2013, April 27). Epistemologi Bayani, Burhani dan Irfani (3-sempurna).
Retrieved from http://habibisir.blogspot.com/2013/04/epistemologi-
bayani-burhani-dan-irfani.html
Handrianto, Budi. 2009. Islamisasi Sains. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar.
Isma’il, Dr. Mohd. Zaidi Isma’il, 2007, Faham (Konsep) Ilmu dalam Islam:
Mengenali Dimensi-dimensi Ilmu melalui Takrifannya, Makalah Studi
Peradaban Islam, Unissula, 10-11 Nopember
Kadir, A. (2019, Mei 10). Kontribusi Peradaban Islam dalam Perkembangan Sains.
Retrieved from https://www.republika.co.id/amp/pr9ync313
Saleh, H. (2019, Januari 19). Contoh Ontologi Epistemologi dan Aksiologi dalam
Kehidupan Sehari-Hari. Retrieved from
https://sabdakhairuss.blogspot.com/2019/01/contoh-ontologi-
epistemologi-dan-aksiologi.html
Sardar, Ziauddin. 1979. SAINS TEKNOLOGI DAN PEMBANGUNAN DI
DUNIA ISLAM. Bandung: Pustaka
Setia, Dr. Adi, 2005, Epistemologi Islam Menurut al- Attas Satu Uraian Ringkas,
dalam Islamia, Th.1 No 6, Juli-September
Subandi, H.M., dan Hany Hanita Humanisa. 2011. Science and Technology Some
Cases in Islamic Perspective. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset.
Taufiqurrohman, A. (2014, November 14). Pandangan Islam Terhadap Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi. Retrieved from http://ldk.stmik-
dci.ac.id/?post=pandangan-islam-terhadap-ilmu-pengetahuan-dan-
teknologi.
Tutik, Titik Triwulan, dan Trianto. 2008. PENGEMBANGAN SAINS DAN
TEKNOLOGI BERWAWASAN LINGKUNGAN PERSPEKTIF ISLAM.
Jakarta: Lintas Pustaka.

26

Anda mungkin juga menyukai