Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
MAKALAH
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Konseling
Dosen Pengampu
Edwindha, P.N.M.Pd dan Eni Rindi Atika, M.Pd
Oleh
1. Suci Lestari (1301418007)
2. Mila Khurotul A (1301418051)
3. Arina Fitria Febriani (1301418087)
4. Chofifah Nurul M (1301418092)
Segala puji bagi Tuhan Yang Maha Esa atas Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah “Dimensi Psikologis Konselor
yang Efektif”. Penyusunan makalah ini diharapkan dapat memenuhi tugas mata
kuliah Psikologi Konseling. Kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Eni
Rindi Atika, M.Pd, dan Ibu Edwindha, P.N.M.Pd selaku dosen pengampu
mata kuliah Psikologi Konseling yang telah mengizinkan pembuatan makalah
ini. Selain itu, ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada orang tua dan
teman-teman yang telah memberikan doa, dukungan serta bantuan sehingga
makalah ini dapat terselesaikan.
Pada penyajian makalah ini kami menyadari masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan perbaikan berupa kritik
dan saran yang membangun demi penyempurnaan masalah ini. Demikianlah
makalah ini kami susun dengan segala kelebihan dan kekurangan. Kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat dalam meningkatkan pengetahuan dan
memperluas wawasan pembaca.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa karakteristik dan kualitas konselor?
2. Apa yang dimaksud sikap dasar konselor ?
3. Bagaimanakah ketrampilan (kompetensi) dasar konselor ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui dan memahami karakterisrik dan kualitas konselor
2. Mengetahui dan memahami sikap dasar konselor
3. Memahami dan dapat menjelaskan ketrampilan (kompetensi) dasar
konselor
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3. Kesehatan psikologis yang baik
Hal ini dmaknai bahwa seorang konselor memiliki kesehatan psikis yang lebih
daripada kliennya. Kesehatan psikologis yang baik seorang konselor akan
mendasari pemahaman perilaku dan keterampilan dan pada gilirannya akan
mengembangkan satu daya positif dalam konseling.
4. Dapat dipercaya
Hal ini bermakna bahwa konselor bukan sebagai satu ancaman bagi klien
dalam konseling, namun sebagi pihak yang memberikan rasa aman. Dapat
dipercaya dapat diwujudkan dalam:
a. menepati janji dalam setiap perjanjian konseling,
b. dapat menjamin kerahasiaan klien,
c. bertanggung jawab terhadap semua ucapannya dalam konseling.
5. Kejujuran
Kejujuran mempunyai makna bahwa konselor harus terbuka, otentik, dan
sejati dalam penampilannya. Hal ini sangat penting mengingat bahwa
keterbukaan memudahkan konselor berinteraksi dalam suasana keakraban
psikologis, dan konselor dapat menjadi model bagaiman menjadi mansuia
jujur dengan cara-cara yang konstruktif.
6. Kekuatan atau daya
Kekuatan mempunyai makna bahwa konselor memerlukan kekuatan untuk
mengatasi serangan dan manipulasi klien dalam konseling.
7. Kehangatan
Kehangatan mempunyai makna sebagai satu kondisi yang mampu menjadi
pihak yang ramah, peduli, dan dapat menghibur orang lain. Kehangtan
diperlukan dalm konseling karena dapat mencairkan kebekuan suasana,
mengundang untuk bebragi pengalaman emosional dan memungkinkan klien
hangat dengan dirinya sendiri.
8. Pendengar yang aktif
Menjadi pendengar yang aktif bagi konselor sangatlah penting karena dapat
menunjukkan komunikasi dengan penuh kepedulian, merangsang dan
4
memberanikan klien untuk bereaksi spontan terhadap konselor, dan klien
membutuhkan gagasan baru.
9. Kesabaran
Dalam proses konseling, konselor tidak dapat memaksa atau mempercepat
pertumbuhan psikologis klien untuk segera mengubah perilaku yang
maladaptif. Hal ini membutuhkan kesabaran untuk mencapai keberhasilan
sehingga konselor tidak memfokuskan pada klien akan tetapi lebih banyak
terfokus pada cara dan tujuan.
10. Kepekaan
Kepekaan mempunyai makna bahwa konselor sadar akan kehalusan dinamika
yang timbul dalam diri klien dan konselor sendiri. Kepekaan diri konselor
sangat penting dalam konseling karena hal tersebut akan memberikan rasa
aman bagi klien dan akan lebih percaya dirimanakala berkonsultasi dengan
konselor yang memiliki kepekaan.
11. Kebebasan
Konselor yang memiliki kebebasan mampu memberikan pengaruh secara
signifikan dalam kehidupan klien, sambil konselor memahami klien secara
lebih nyata. Dalam hal ini konselor tidak memaksakan kehendak maupun
nilai-nilai yang dimilikinya, walaupun setiap konselor membawa nilai-nilai
yang mungkin akan berpengaruh pada pross konseling.
12. Kesadaran
Holistik atau Utuh Hal ini mempunyai makna bahwa konselor menyadari
keseluruhan pribadi maupun tampilan klien dan tidak memandang klien dari
satu aspek tertentu saja. Dengan demikian konselor mampu memahami klien
dari berbagai dimensi (dimensi pikiran, perasaan atau tindakannya).
5
1. Para helper (konselor) yang efektif sangat terampil mendapatkan
keterbukaan.
2. Para helper yang efektif membangkitkan rasa percaya, kredibilitas, dan
keyakinan dari orang-orang yang mereka bantu.
3. Para helper yang efektif mampu menjangkau wawsan luas, seperti halnya
mereka mendapatkan keterbukaan.
4. Para helper yang efektif berkomunikasi dengan hati-hati dan menghargai
orangorang yang mereka upayakan bantu.
5. Para helper yang efektif mengakui dan menghargai diri mereka sendiri dan
tidak menyalahgunakan orang-orang yang mereka coba bantu untuk
memuaskan kebutuhan pribadi mereka sendiri.
6. Para helper yang efektif mempunyai pengetahuan khusus dalam beberapa
bidang keahlian yang mempunyai nilai bagi orang-orang tertentu yang akan
dibantu.
7. Para helper yang efektif berusaha memahami, bukannya menghakimi tingkah
laku orang yang diupayakan dibantu.
8. Para helper yang efektif mampu bernalar secara sistematis dan berfikir dengan
pola sistem.
9. Para helper yang efektif berpandangan mutakhir dan memiliki wawsan luas
terhadap peristiwa-peristiwa yang berkenaan dengan manusia.
10. Para helper yang efektif mampu mengidentifikasi pola tingkah laku yang
merusak diri (self defeating) dan membantu oranglain untuk berubah dari
tingkah laku merusak diri ke pola-pola tingkah laku yang secara pribadi lebih
memuaskan.
11. Para helper yang benar-benar efektif sangat terampil membantu orang lain
melihat diri sendiri dan merespons secara tidak defensif terhadap
pertanyaan ”siapakah saya?”.
6
2.2 Sikap Dasar Konselor
Sikap dan keterampilan merupakan dua aspek penting kepribadian konselor.
Sikap sebagai suatu disposisi tidaklah tampak nyata, tidak dapat dilihat
bentuknya secara langsung. Sebaliknya keterampilan dapat tampak wujudnya
dalam perbuatan. Fungsi keterampilan bagi konselor adalah suatu upaya untuk
merefleksikan sikap-sikap yang dimilikinya terhadap para klien (Mappiare,
2002) Sikap dasar merupakan suatu kondisi fasilitatif pada diri konselor yang
dapat membantu terjadinya perubahan pada diri klien. Beberapa sikap dasar
konselor adalah sebagai berikut:
1. Penerimaan.
Istilah penerimaan (acceptance) ekuivalen dengan pengertian penghargaan
positif. Penerimaan mengacu pada kesediaan konselor memiliki penghargaan
tanpa menggunakan standar ukuran atau persyaratan tertentu terhadap individu
sebagai manusia atau pribadi secara utuh. Dengan kata lain, konselor siap
menerima klien atau individu yang datang kepadanya untuk konseling tanpa
menilai status, pendidikan, dan lain sebagainya. Pada hakekatnya konselor
mempunyai penerimaan apa adanya keadaan klien dan beriskap netral terhadap
nilai-nilai yang dipegang klien.
Menurut Brammer, Abrego dan Shostrom (1993) dalam Lesmana (2006)
mengemukakan bahwa ada beberapa asumsi dasar yang melandasi sikap
penerimaan ini, yaitu:
a. Individu mempunyai harkat dan martabat yang tak terbatas
b. Manusia memiliki hak untuk membuat keputusannya sendiri dan untuk
menjalani hidupnya sendiri
c. Orang mempunyai kemampuan atau potensi untuk memilih secara
bijaksana, dan menjalani hidup yang teraktualisasi dan bermakna secara
sosial
d. Setiap orang bertanggung jawab untuk hidupnya sendiri
Dengan demikian jelaslah bahwa seorang konselor harus percaya kliennya
mempunyai kemampuan mengaktualisasikan dirinya, dan bertanggung jawab
7
sendiri untuk hidupnya.
2. Pemahaman
Pemahaman (understanding) berhubungan erat dengan empati. Dalam
konsep lain pernyataan pemahaman dan empati dijadikan satu yaitu
emphaticunderstanding. Pemahaman mengacu pada kecenderungan konselor
menyelami tingkah laku, pikiran dan perasaan klien sedalam mungkin yang
dapat dicapai oleh konselor (Mappiare, 2002). Memahami secara empati
(emphatic-understanding) merupakan cara seseorang (konselor) untuk
memahami cara pandang dan perasan orang lain. Memahami secara empati
bukanlah memahami orang lain secara obyektif, tetapi sebaliknya dia (konselor)
berusaha memahami pikiran dan perasaan orang lain dengan cara orang lain
tersebut berpikir dan merasakan dirinya sendiri.
Rogers menyebut hal ini sebagai internal frame of reference (Patterson,
1986:384). Artinya memahami klien berdasarkan kerangka persepsi dan
perasaan klien sendiri. Ada tiga aspek dalam empati menurut Patterson (1980),
yaitu:
a. Keharusan bahwa konselor mendengarkan klien dan mengkomu
nikasikan persepsinya kepada klien.
b. Ada pengertian atau pemahaman konselor tentang dunia klien
c. Mengkomunikasikan pemahamannya kepada klien
Dengan adanya empati klien merasakan bahwa ada orang lain yang mau dan
bersedia memahami dirinya yang sebelumya tidak ia dapatkan.
3. Kesejatian dan keterbukaan
Kesejatian (authenticity) pada dasarnya menunjuk pada keselarasan atau
harmoni yang mesti ada dalam pikiran dan perasaan konselor dengan apa yang
terungkap melalui perbuatan atau ucapan verbalnya. Kesejatian memiliki
persamaan istilah dengan kongruensi (congruence), keaslian (genuiness),
kejujuran (honesty), terbuka (disclosure). Hal tersebut sangat penting dilakukan
oleh konselor agar dapat menimbulkan kepercayaan klien. Selain itu diharapkan
dengan sikap kesejatian ini klien tidak menunjukkan lagi sikap yang sembunyi,
8
defensif, bersandiwara, palsu dan basa-basi (Latipun, 2004). Menurut Egan
(1986) menguraikan hal-hal yang dilakukan dan yang tidak dilakukan oleh
konselor untuk menjadi genuineness, secara singkat sebagai berikut:
a. Menghindari berlebihan dalam peran. Helper (konselor) yang
genuine tidak berlindung dalam peran konselor, tetapi
berhubungan akarab dengan orang lain.
b. Berlaku spontan. Orang yang genuine adalah spontan, tapi tidak
lepas kendali atau sembrono dalam hubungan konseling.
c. Berlaku tegas (asertif)
d. Menghindari sikap defensif.
e. Berlaku konsisten. Helper yang genuine menghindari perten-
tangan antara nilai-nilai dan perilakunya, antara pemikiran dan
kata-katanya dalam berinteraksi dengan klien.
f. Berlaku terbuka. Helper yang genuine mampu melakukan
pengungkapan diri, berbagi pengalaman dengan klien.
9
hasil-hasil konseling.
2. Kelincahan Karsa Cipta (Fleksibilitas)
Menurut Jones, Stafflre, dan Stewart (1979) dalam Mappiare (2002),
penerapan istilah kelincahan karsa cipta ini memiliki istilah umum
adalah ”flexibility”. Sedangkan istilah secara khusus dalam situasi konseling
hal tersebut berkaitan dengan istilah ”intentionality” . Fleksibilitas adalah
kemampuan dan kemamuan konselor untuk mengubah, memodifikasi, dan
menetapkan cara-cara yang digunakan jika keadaan mengharuskan (Latipun,
2004: 48). Karena sifat hubungan dalam konseling adalah tidak tetap, maka
konselor haruslah tidak kaku. Ia harus peka dan tanggap terhadap
perubahan-perubahan sikap, persepsi, dan ekspektasi klien terhadapnya.
Hal tersebut menuntut kelincahan (fleksibility) konselor dalam
menempatkan diri. Konselor berupaya untuk beradaptasi dengan situasi yang
berkaitan proses konseling dengan klien. Sedangkan intensionalitas berkenaan
kemampuan konselor untuk memilih responrespon bagi pernyataan kliennya
dari sejumlah besar kemungkinan respon yang dapat diungkapkannya dalam
proses konseling. Oleh karena banyaknya kemungkinan respon yang dapat
dibuat konselor, maka dibutuhkan kelincahan dalam memilih dengan cepat dan
tepat respon yang bijak.
3. Pengembangan Keakraban
Istilah pengembangan dalam ini mengacu pada pembinaan hubungan yang
harmonis antara klien dan konselor atau lebih dikenal dengan istilah ”rapport”.
Keakraban mengacu pada suasana hubungan konseling yang bercirikan suasana
santai, keselarasan, kehangatan, kewajaran, saling memudahkan dalam
percakapan, saling menerima antara klien dan konselor.
Dalam hal ini ada kesediaan konselor untuk mendengarkan dengan penuh
perhatian, terbuka dan penerimaan segala apa yang mungkin akan diucapkan
oleh klien yang baru datang. Dengan kata lain bahwa mendengarkan dengan
penuh perhatian, penerimaan dan pemahaman, serta sikap sejati dan terbuka.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kepribadian konselor merupakan unsur penting dan merupakan ”instrumen”
yang menentukan bagi adanya hasil-hasil positif konseling. Kondisi ini akan
didukung oleh keterampilan konselor mewujudkan sikap dasar dalam
berkomunikasi dengan klien. Berkaitan dengan karakteristik yang harus dimiliki
oleh seorang yang terlibat dalam hubungan membantu (helping relationship)
maka ada beberapa karakteristik kualitas kepribadian konselor, tentunya
kepribadian ini yang terkait dan mendukung kefektifan dalam konseling
diantaranya mengenali diri sendiri, memiliki kompetensi, sabar, jujur, dapat
dipercaya, psikologis dalam keadaan baik, peka pada keadaan sekitar, bersikap
hangat.
Selain karakterisik di atas konselor juga memiliki fungsi keterampilan.
Fungsi keterampilan bagi konselor adalah suatu upaya untuk merefleksikan
sikap-sikap yang dimilikinya terhadap para klien (Mappiare, 2002) Sikap dasar
merupakan suatu kondisi fasilitatif pada diri konselor yang dapat membantu
terjadinya perubahan pada diri klien. Beberapa sikap dasar konselor diantaranya
penerimaan, pemahaman, dan kesejatian & keterbukaan. Untuk menjadi
seorang konselor yang efektif, maka diperlukan keterampilan yang mendukung
kinerja konselor tersebut. Maka ada beberapa keterampilan dasar yang harus
dimiliki seorang konselor, yaitu kompetensi intelektual, ialah kompetensi
konselor merupakan dasar lain bagi seluruh keterampilan konselor dalam
hubungan konseling baik di dalam maupun diluar situasi konseling, kelincahan
Karsa Cipta (Fleksibilitas), dan pengembangan Keakraban.
11
DAFTAR PUSTAKA
12