Anda di halaman 1dari 8

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbedaan pada prestasi siswa yang
digunakan model pembelajaran problem solving dan konvensional model pembelajaran.
Jenis penelitian ini adalah eksperimental semu. Penelitian ini dilakukan di SMP N 11
Manokwari. Teknik sampling yang digunakan adalah purposive sampling. Sejumlah 31
sampel siwa sebagai kelompok kontrol dan kelompok 30 sampel siswa sebagai eksperimen.
Analisis data menggunakan independent t-test pada taraf signifikan 0,05 dengan bantuan
SPSS 22 untuk program Windows. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan
dalam prestasi siswa (P = 0,000 <0,05), di mana nilai N-Gain kelompok eksperimen adalah
0,4 dan kelompok kontrol adalah 0,3. Kesimpulannya, ada perbedaan dalam peningkatan
kemampuan prestasi siswa, dimana siswa yang belajar dengan menggunakan masalah
pemecahan model pembelajaran semakin tinggi peningkatan prestasi belajar siswa
dibandingkan dengan siswa yang belajar dengan menggunakan pembelajaran konvensional
model

PENDAHULUAN
Belajar adalah kegiatan yang dilakukan seseorang untuk membuat perubahan pada
dirinya sendiri melalui pelatihan atau pengalaman, di mana pelatihan menambah wawasan
atau pengetahuan, perubahan sikap, dan keterampilan, sehingga dengan perubahan semacam
itu akan dapat digunakan dalam memecahkan masalah dan beradaptasi dengan lingkungan.
Manusia melakukan kegiatan belajar dengan berbagai cara sesuai dengan keadaan. Ketika
seseorang sudah melakukan sikap belajar di dalam dirinya akan terjadi perubahan yang
merupakan pernyataan tindakan belajar, perubahan ini disebut prestasi siswa. Perubahan yang
terjadi dalam proses pembelajaran meliputi perubahan kognitif (pengetahuan), afektif (akal),
dan psikomotorik (perilaku). Prestasi siswa sesuai dengan tujuan dan area spesifik dapat
diukur atau diketahui dengan melakukan penelitian atau evaluasi yang menunjukkan sejauh
mana kemampuan telah tercapai.
Ilmu biologi bukan hanya kumpulan fakta dan konsep karena dalam biologi juga ada
berbagai proses dan nilai yang dapat dikembangkan dan diterapkan dalam kehidupan sehari-
hari. Belajar adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk dikembangkan dan dikelola
secara kreatif, dinamis, dengan menerapkan multi-pendekatan menciptakan suasana dan
proses pembelajaran yang kondusif bagi siswa (Prastyawan, 2011: p. 171). Pembelajaran
biologi harus dapat mempertahankan kesenangan dan kepuasan intelektual siswa untuk
dijelajahi konsep, sehingga menciptakan pembelajaran yang efektif.
Efektivitas pembelajaran yang dilakukan oleh peserta didik di sekolah tidak
sepenuhnya ditentukan oleh tingkat kepemilikan pelajar potensial yang bersangkutan tetapi
juga lingkungan, khususnya profesional Pendidik ada kecenderungan bahwa kesenangan,
kehangatan, persaudaraan, tidak menakutkan, dan sejenisnya, dilihat oleh beberapa sebagai
pendidik yang baik. Pendidik profesional dituntut memiliki lebih banyak karakteristik
daripada aspek-aspek tersebut, seperti kemampuan untuk menguasai materi pembelajaran,
keterampilan peserta didik, dan evaluasi peserta didik. Dengan demikian profesionalisme
pendidik adalah totalitas dari perwujudan kepribadian yang ditampilkan mendorong peserta
didik untuk belajar secara efektif
Model pembelajaran bertindak sebagai cara untuk menciptakan proses belajar
mengajar, sehingga menumbuhkan berbagai kegiatan pembelajaran. Dalam interaksi ini, guru
bertindak sebagai pengemudi atau mentor, sedangkan siswa bergerak sebagai penerima atau
dipandu. Proses interaksi akan bekerja dengan baik jika peserta didik lebih aktif daripada
guru. Menurutto Firli et.al (2017: p 1), pengajaran modern telah mengalihkan fokusnya dari
pembelajaran yang berpusat pada guru menjadi pembelajaran yang berpusat pada siswa. Agar
siswa dapat menyelesaikan pemahaman biologi yang baik di Indonesia sesuai dengan tujuan
pembelajaran, maka guru harus lebih berhati-hati dalam memilih model model pembelajaran
sesuai dengan karakteristik siswa tersebut. Menurut Prastyawan (2011: hal. 180-181) bahwa
model pembelajaran yang efektif adalah model pembelajaran yang memiliki dasar teori yaitu
humanistik, fleksibel, adaptif, berorientasi kontemporer, memiliki sintaks belajar yang
sederhana, mudah dilakukan, bisa mencapai tujuan dan hasil pembelajaran yang diinginkan
Berdasarkan pengamatan pada kelompok VIII SMP Negeri 11 Manokwari, ditemukan
beberapa kendala dalam proses pembelajaran biologi yaitu model pembelajaran yang
digunakan atau diterapkan oleh guru hanya dalam bentuk
ceramah dan diskusi menyebabkan siswa kurang aktif, dalam proses pembelajaran sehingga
siswa terlihat bercanda dengan teman, Materi, ini adalah salah satu kelemahan dari model
pembelajaran konvensional, karena model pembelajaran konvensional akan membuat siswa
cepat bosan dan kurang fokus pada isi bahan. Siswa jarang bertanya atau mengungkapkan
pendapat pada saat pembelajaran karena pembelajaran konvensional Model telah digunakan
untuk menempatkan siswa hanya sebagai pendengar.
Dalam proses pembelajaran di sekolah, guru cenderung melakukan pembelajaran
yang berpusat pada pelajaran atau hanya aktif guru dan siswa pasif, dengan model
pembelajaran umum. Konsep pembelajaran saat ini harus berubah dari pembelajaran yang
berpusat pada guru ke pembelajaran yang berpusat pada siswa (Baransano et.al, 2017: hlm.
274). Sedangkan di soal zat adiktif dan psikotropika adalah materi yang mengacu pada siswa
memahami topik adiktif dan psikotropika dan bahaya zat ini. Untuk itu pemilihan model
pembelajaran yang kurang tepat akan mempengaruhi pemahaman siswa, sehingga
mempengaruhi siswa prestasi. Salah satu pilihan model pembelajaran yang tepat adalah
model pembelajaran yang membuat aktif siswa, lebih memahami materi dan dapat
mengekspresikan pendapatnya. Peran guru dalam konteks lingkungan pendidikan sangat
penting dalam menentukan kualitas dan kuantitas pengajaran itu ya. Oleh karena itu, guru
dapat berpikir sedini mungkin dan membuat perencanaan yang cermat dalam meningkatkan
pembelajaran peluang bagi siswa mereka dan meningkatkan kualitas pengajaran.
Model pembelajaran problem solving adalah salah satu model pengajaran yang
digunakan oleh guru dalam pembelajaran proses aktivitas. Model ini dapat merangsang
siswa untuk berpikir yang dimulai dari mencari data hingga merumuskan kesimpulan
sehingga siswa dapat mengambil makna dari kegiatan pembelajaran (Shoimin, 2014: p. 136).
Menurut Djamarah & Zain (2010: p. 91-92), metode pemecahan masalah bukan hanya
metode mengajar, tetapi juga metode lain dimulai dengan mencari data untuk menarik
kesimpulan. Penyelesaian masalah model pembelajaran membantu guru untuk meningkatkan
prestasi siswa. Menurut Prastyawan (2011: p. 181) bahwa model pembelajaran yang dapat
diterapkan pada bidang studi harus dikemas secara alami dengan alam pendidikan. Menurut
Fajriah et.al (2017: p. 90), kegiatan belajar yang melibatkan peserta didik aktif dalam belajar
dan menyesuaikan materi pembelajaran yang disajikan dengan pengalaman belajar siswa
dapat menumbuhkan motivasi belajar pada siswa, karena mereka merasa bahwa materi
pelajaran yang disajikan langsung manfaat dalam kehidupan seseorang. Sementara itu,
menurut Çaliskan & Selcuk (2010: p. 1936) pendidik, akademisi atau guru harus
memperkenalkan model penyelesaian masalah untuk pembelajaran siswa.
Model pembelajaran pemecahan masalah mempengaruhi prestasi belajar siswa dan
efektif digunakan dalam pengajaran dan pembelajaran di kelas. Penelitian telah dilakukan
oleh Yasin et.al (2012: p. 64) menemukan bahwa model pembelajaran problem solving adalah
model pembelajaran yang dapat diterapkan dan dialami Pengajaran dan pembelajaran yang
bermakna (T&L) karena ini adalah strategi yang diterapkan secara eksponensial dan berpusat
pada siswa. Gök & Sılay (2010: p. 16-17) menemukan bahwa menggunakan strategi
pemecahan masalah semakin meningkat prestasi siswa, meningkatkan minat mereka pada
suatu mata pelajaran, dan mengubah sikap siswa terhadap pembelajaran. Ristiasari et.al
(2012: p. 35) adanya masalah (problem) yang diberikan akan mengajak siswa untuk lebih
aktif dalam belajar, memahami konten pembelajaran, menantang keterampilan berpikir siswa
untuk diatasi masalah yang dihadapinya, cari solusi yang memecahkan (masalah). Fajriah
et.al (2017: p. 93) pembelajaran pemecahan masalah Model ini diharapkan dapat menjadi
alternatif bagi guru untuk mengembangkan proses pembelajaran yang bermakna, sehingga
mereka bisa meningkatkan prestasi belajar siswa peserta didik.
Mengajar tidak ditentukan oleh selera guru, tetapi ditentukan oleh siswa
diri. Untuk mempelajari apa yang dipelajari siswa dari topik yang akan dipelajari, bagaimana
mempelajarinya, bukan hanya memutuskan guru tetapi juga siswa. Siswa memiliki
kesempatan untuk belajar sesuai dengan gaya mereka sendiri. Begitu peran guru berubah dari
peran sumber belajar menjadi peran fasilitator, maksudnya lebih banyak guru sebagai orang
yang membantu siswa untuk belajar. Menurut Sutarmi & Suarjana (2017: p. 80), metode
pemecahan masalah memberi siswa kesempatan untuk bekerja dengan teman sebaya mereka,
berinteraksi secara sosial, dan dapat dikatakan demikian model pembelajaran problem
solving adalah model pembelajaran yang melibatkan siswa secara langsung dan melatih
siswa menghadapi berbagai masalah dan mencari pemecahan masalah baik secara individu
maupun dalam kelompok.

METODE
Penelitian dilakukan di SMP Negeri 11 Manokwari. Populasi dalam penelitian ini adalah
siswa kelas VIII SMP Negeri 11 Manokwari terdiri dari 6 kelas yang jumlah siswanya adalah
237 orang. Sampel dalam penelitian ini diambil dari kelas VIII C sebanyak 31 siswa sebagai
kontrol kelompok dan kelas VIII D sebanyak 30 siswa sebagai kelompok eksperimen.
Pengambilan sampel menggunakan purposive teknik pengambilan sampel. Jenis penelitian ini
adalah eksperimental semu. Desain penelitian adalah sebagai berikut:
Anotasi:
1. O1 dan O3 adalah pretest
2. O2 dan O4 adalah posttest
3. X1 adalah kelompok eksperimen yang menggunakan model pembelajaran pemecahan
masalah.
4. C adalah kelompok kontrol yang menggunakan model pembelajaran konvensional
Teknik pengumpulan data menggunakan observasi dan tes. Tes normalitas yang digunakan
adalah Shapiro Tes Wilk, berdasarkan pengambilan keputusan: Jika probabilitasnya (Sig)>
0,05 maka H0 diterima, yang berarti distribusi data normal. Jika (Sig) <0,05 maka H0
ditolak, yang berartidak normal distribusi. Tes homogenitas menggunakan Levene's Test of
Equality of Error Variances, berdasarkan data dasar, jika probabilitas adalah (Sig)> 0,05 maka
H0 diterima / data memiliki varian yang sama. Jika probabilitasnya adalah (Sig) <0,05 maka
H0 ditolak / data memiliki varian yang tidak sama. Analisis data menggunakan analisis
parametrik dengan independent sample t-test pada taraf signifikan 0,05. Uji-t digunakan
untuk melihat perbedaan gain learning data dengan menggunakan SPPS 22 untuk program
Windows.

PEMBAHASAN
Berdasarkan data pada Tabel 8, ditemukan bahwa nilai sig. 0,000 <α = 0,05, ini
mengindikasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara prestasi belajar siswa
dalam pembelajaran dengan model pembelajaran problem solving dan siswa belajar dalam
pembelajaran dengan model pembelajaran konvensional.
Perbedaan prestasi belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah penggunaan model pembelajaran. Kelompok kontrol menggunakan pembelajaran
konvensional di mana guru lebih aktif daripada siswa. Kurangnya interaksi antara siswa dan
guru, guru lebih banyak memberi materi, membuat siswa lebih bosan dan kurang memahami
materi yang disampaikan oleh guru, sehingga akan berdampak pada siswa berprestasi.
Sedangkan pada kelompok eksperimen, menggunakan model pembelajaran problem solving.
Aisya et.al (2017: p. 173) menyatakan bahwa model pembelajaran pemecahan masalah
memberikan kesempatan bagi siswa untuk berpikir kritis dan mengatur ide-ide kreatif untuk
menyelesaikan masalah.
Hasil yang diperoleh sejalan dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Gök & Sılay
(2010: p. 17) ditemukan bahwa strategi pemecahan masalah lebih efektif pada pembelajaran
kooperatif daripada pengajaran tradisional, penelitian Yasin et.al (2012: p. 76) yang
menemukan bahwa implementasi strategi pemecahan masalah meningkatkan prestasi siswa
dan penelitian Fajriah et.al (2017: p. 93) yang menemukan bahwa ada perbedaan signifikan
dalam prestasi belajar siswa yang diajar dengan menerapkan masalah pemecahan model
pembelajaran dengan peserta didik yang diajari model pembelajaran konvensional.
Implementasi dari pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran problem solving
menuntut siswa untuk memecahkan masalah yang diberikan oleh guru. Masalah diberikan
oleh guru berupa masalah yang berkaitan dengan materi dan zat adiktif zat psikotropika.
Masalah yang diangkat dalam bentuk kasus belajar tentang bahaya merokok, alkoholisme,
penggunaan amfetamin, alkohol, sabu-sabu, ganja, dan lainnya.
Menurut Tabrani (2008: p. 5) keuntungan dari metode pemecahan masalah adalah
ketika siswa menyelesaikannya masalah memungkinkan menghubungkan pengajaran dengan
kehidupan sehari-hari, karena masalah yang diangkat dalam kegiatan pembelajaran bisa
diambil dari kehidupan sehari-hari, atau dari apa yang terjadi, di mana metode itu mampu
melatih peserta didik untuk berpikir sistematis dan menghubungkannya dengan masalah lain.
Menurut Aisya et.al (2017: p. 176) secara terintegrasi belajar pemecahan masalah siswa
dilatih untuk mencari tahu informasi dan materi sedalam kegiatan membaca secara individual
maka siswa akan dikelompokkan dalam upaya menyelesaikan masalah dan sesuai dengan
Suprijono (2010: p. 70) siswa berusaha belajar mencari dalam menyelesaikan masalah
dengan mengembangkan kemampuannya menganalisis dan mengelola informasi. Penggunaan
model pembelajaran pemecahan masalah dalam kelompok eksperimen menggunakan masalah
yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari siswa yang diamati di lingkungan sekitarnya.
Contohnya masalah yang diberikan adalah bahaya minum alkohol dan merokok. Terkait
dengan kehidupan masyarakat sekitar yang sering minum alkohol, siswa dapat terhubung
antara proses yang sering terjadi di lingkungan dengan masalah yang diberikan oleh guru.
Tampaknya siswa mampu menyediakan solusi untuk masalah yang diberikan oleh guru.
Toll (2017: p. 20) bahwa model penyelesaian masalah untuk memahami masalah
dengan baik terlebih dahulu sebelum mengambil keputusan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah. Siswa dituntut berpikir kritis, siswa berperan aktif proses pembelajaran dan secara
kreatif berusaha mencari solusi untuk masalah yang diajukan, berinteraksi dengan teman dan
guru. Tukar ide sehingga wawasan dan daya pikir berkembang. Dan pada tahap selanjutnya
siswan diharuskan untuk berdiskusi dengan kelompok untuk bertukar ide dalam
menghasilkan beberapa ide masalah yang telah terjadi diberikan oleh guru, pada tahap ini
siswa mampu mengembangkan ide, wawasan, dan kreativitas yang dihasilkannya mereka
aktif dalam proses pembelajaran. Ini sejalan dengan keunggulan model penyelesaian masalah
itu ada dalam literatur di mana siswa dapat menyelesaikan masalah secara realistis dan
berpikir dan bertindak secara kreatif. Menurut Damopolii et. al (2015: p. 197)
mengemukakan bahwa keterampilan memecahkan masalah sangat penting bagi siswa dan
masa depan mereka.
Menurut Riastini & Mustika (2017: p. 190) melalui pemecahan masalah siswa dapat
memperoleh pengalaman belajar yang bermakna yang tumbuh sebagai dampak dari siswa
yang terlibat dalam menghubungkan pelajaran konsep yang dipelajari untuk memecahkan
masalah. Dalam penelitian yang telah dilakukan dengan menggunakan pembelajaran problem
solving Model pada siswa SMP N 11 Manokwari memiliki pengaruh yang lebih tinggi
daripada model pembelajaran konvensional. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang telah dilakukan oleh Dogru (2008: p. 16) yang menemukan bahwa siswa yang diajar
dengan belajar pemecahan masalah prestasi siswa lebih baik daripada siswa yang diajar
dengan pembelajaran tradisional / konvensional
Dalam proses pembelajaran menggunakan pemecahan masalah siswa diberi masalah
sehubungan dengan materi yang dipelajari dalam bentuk lembar kerja siswa, di mana cara
pemecahan dan langkah-langkahnya dirancang sehingga siswa berpikir lebih mudah untuk
menemukan pola solusi yang tepat dan cepat. Hasil ini membuat siswa menjadi termotivasi
untuk lebih aktif dalam menyelesaikan masalah yang diberikan oleh guru. Ristiasari et.al
(2012: p. 38-39) dalam penelitiannya menemukan bahwa model pembelajaran pemecahan
masalah menuntut siswa aktif dalam berpikir lebih penting dalam memecahkan masalah
sehingga dapat membantu siswa dalam mencapai hasil belajar yang baik dibandingkan
dengan mahasiswa yang diberikan model ceramah dan diskusi saja. Belajar dengan
menggunakan pemecahan masalah model pembelajaran membuat siswa termotivasi untuk
belajar dibandingkan dengan siswa yang belajar bersama model pembelajaran konvensional,
sehingga hasil belajar siswa adalah pembelajaran dengan pemecahan masalah model
pembelajaran yang lebih baik. Hasil penelitian Damopolii (2018: p. 5) menyimpulkan bahwa
ada hubungan motivasi belajar dengan hasil biologi siswa SMP.
Terlepas dari semua itu, peneliti juga mendapatkan hambatan berdasarkan
pengamatan dalam proses pembelajaran termasuk: Siswa masih menemukan hambatan dalam
menemukan ide masalah dan dalam menyelesaikan masalah, hal ini disebabkan kurangnya
sumber belajar, sehingga siswa cukup sulit dalam mencari informasi, jadi peneliti seharusnya
membimbing siswa untuk menemukan ide masalah dan pemecahan masalah. Serta kurangnya
pemecahan masalah yang membutuhkan alokasi yang lebih lama. Dan kendala terakhir dari
faktor lingkungan, banyak siswa yang mengeluh karena lingkungan di sekitar kelompoknya
masih banyak siswa dari kelompok lain berisik begitu mengganggu konsentrasi mereka
dalam menemukan ide dan menyelesaikan masalah.
Dengan demikian dalam penerapan model pembelajaran pemecahan masalah siswa
lebih banyak berdiskusi dan bekerja sama dengan kelompok dibandingkan dengan
mendengarkan penjelasan materi dari guru. Siswa aktif terlibat dalam proses diskusi, bertukar
pendapat dan ide yang mereka miliki di antara anggota kelompok menemukan solusi untuk
masalah yang mereka diskusikan. Menurut Djamarah dan Zain (2010: p. 92) pemecahan
masalah metode adalah penggunaan metode dalam kegiatan belajar dengan melatih siswa
untuk menghadapi berbagai masalah apakah itu adalah masalah pribadi atau individu atau
masalah kelompok untuk menyelesaikannya sendiri atau bersama dan sesuai dengan
Raehanah et.al (2016: p. 76) dalam pemecahan masalah mengharuskan siswa bekerja
bersama untuk memecahkan masalah dalam kelompok. Singkatnya, belajar adalah interaksi
sosial, keterlibatan dengan orang lain membuka peluang bagi siswa mengevaluasi dan
meningkatkan pemahaman mereka ketika mereka memenuhi pikiran orang lain dan ketika
mereka berpartisipasi pencarian pemahaman bersama. Aktifitas langsung memberi siswa
kesempatan untuk terlibat dalam eksplorasi dan membuat kesimpulan yang bermakna
(Thomas, 1999; Zhou et al., 2013). menurut Aido (2016) PBL adalah cara yang efektif untuk
mengajar kimia sehingga dapat meningkatkan pemikiran kritis dan siswa keterampilan
memecahkan masalah.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


Kesimpulan dari penelitian ini adalah model pembelajaran problem solving dapat
meningkatkan kemampuan siswa prestasi dalam mata pelajaran biologi. Model pembelajaran
pemecahan masalah lebih baik dalam meningkatkan siswa pencapaian dibandingkan dengan
model pembelajaran konvensional yang sering digunakan oleh guru dalam mengajar dan
proses pembelajaran

Anda mungkin juga menyukai