Anda di halaman 1dari 29

PERANAN METODE PEMBELAJARAN TERHADAP MINAT DAN PRESTASI

BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


Oleh: Siti Maesaroh
Magister Pendidikan Islam, Alumnus Universitas Nahdlatul Ulama Surakarta
Guru PAI SD Negeri 4 dan 7 Sokanegara, Pengurus IKA STAIN Purwokerto
Jurnal Kependidikan, Vol. 1 No. 1 Nopember 2013

A. PENDAHULUAN
Keberhasilan pendidikan dapat ditunjukkan dari kualitas pendidikan yang ada,
dimana kualitas pendidikan itu meliputi kualitas proses maupun kualitas lulusan. Jadi
pendidikan dikatakan berhasilapabila proses belajar- mengajarnya berjalan dengan baik
serta menghasilkan output yang berkualitas. Di dalam peningkatan mutu pendidikan perlu
efisiensi pendidikan, yang mempunyai arti bahwa proses pendidikan harus mencapai
hasil yang maksimal dengan biaya yang wajar. Dalam pandangan yang lebih luas
efisiensi pendidikan berkaitan dengan profesionalisme dan manajemen pendidikan yang
di dalamnya mengandung disiplin, kesetiaan dan etos kerja.Hal ini kurang disadari oleh
para penyelenggara pendidikan yang berada di daerah pada umumnya, yang pada
gilirannya mengakibatkan munculnyapermasalahan pada dunia pendidikan.
Salah satu dari permasalahan pendidikan yaitu rendahnya kulitas hasil belajar
siswa.Hal itu disebabkan oleh banyakfaktor, Dimyati dan Mudjiono mengidentifikasikan
adanya faktor yangmempengaruhi hasil belajar menjadi dua, yaitu faktor intern dan
faktorekstern.1 Faktor intern yaitu faktor yang dialami dan dihayati siswayang
berpengaruh pada proses dan hasil belajar meliputi: sikap terhadapbelajar, minat dan
motivasi belajar, konsentrasi belajar, kemampuanmengolah bahan belajar, kemampuan
menyimpan perolehan hasilbelajar, kemampuan menggali hasil belajar yang
tersimpan,kemampuan berprestasi atau unjuk hasil belajar, rasa percaya diri
siswa,intelegensi dan keberhasilan belajar siswa serta kebiasaan belajar siswa.Sedangkan
faktor ekstern meliputi hal-hal seperti: guru sebagaipembina belajar, prasana dan sarana
pembelajaran, kebijakan penilaian,lingkungan sosial siswa di sekolah dan di rumah serta
kurikulumsekolah.

1
Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta,1999), 260.
Pendidikan Agama Islam diberikan dengan mengikuti tuntunan bahwa agama
diajarkan kepada manusia dengan visi untuk mewujudkan manusia yang bertaqwa kepada
Allah SWT dan berahlak mulia, serta bertujuan untuk menghasilkan manusia yang jujur,
adil, berbudi pekerti, etis, saling menghargai, disiplin, harmonis dan produktif, baik
personal maupun sosial. Tuntutan visi ini mendorong dikembangkannya standar
kompetensi sesuai dengan jenjang persekolahan yang secara nasional yang ditandai
dengan ciri-ciri :
1. Lebih menitik beratkan pencapaian kompetensi secara utuh selain penguasaan materi;
2. Mengakomodasikan keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang
tersedia;
3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pendidik di lapangan untuk
mengembangkan strategi dan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan dan
ketersediaan sumber daya pendidikan.
Pendidik diharapkan dapat mengembangkan metode pembelajaran sesuai dengan
standar kompetensi dan kompetensi dasar.Pencapaian seluruh kompetensi dasar perilaku
terpuji dapat dilakukan tidak beraturan.Peran semua unsur sekolah, orangtua siswa, dan
masyarakat sangat penting dalam mendukung keberhasilan pencapaian tujuan Pendidikan
Agama Islam.
Dalam proses pembelajaran tentu akan berujung dengan prestasi belajar yang
diraih anak didik, yang akan menggambarkan keberhasilan dan kesuksesan siswa dalam
pembelajaran. Untuk mencapai prestasi belajar dengan baik, banyak hal yang
mempengaruhinya antara lain, tanggung jawab orang tua dan minat siswa itu sendiri, dan
masih banyak lagi faktor-faktor lain diluar pembahasan ini.
Prestasi belajar akan dapat dicapai dengan baik apabila semua faktor mendukung,
seperti metode pembelajaran, dengan metode yang menarik yang dapat menjadi jembatan
tercapainya kompetensi pada diri peserta didik. Dengan tercapainya kompetensi yang
diharapkan, maka minat dan perhatian peserta didik akan semakin meningkat, yang
berujung pada prestasi belajarpun meningkat.
B. METODE PEMBELAJARAN
1. Pengertian Metode
Metode merupakan suatu alat dalam pelaksanaan pendidikan, yakni yang
digunakan dalam penyampaian materi tersebut. Materi pelajaran yang mudah pun
kadang-kadang sulit berkembang dan sulit diterima oleh peserta didik, karena cara
atau metode yang digunakannya kurang tepat. Namun, sebaliknya suatu pelajaran
yang sulit akan mudah diterima oleh peserta didik, karena penyampaian dan metode
yang digunakan mudah dipahami, tepat dan menarik.
Seringkali para guru agama mengeluhkan kurangnya jam agama dalam
menyelesaikan materi kurikulum yang ditentukan. Yang terjadi kemudian adalah
pembelajaran agama berusaha untuk menyuguhkan materi pembelajaran agar tuntas,
sehingga tampak suguhan kognitif jauh lebih banyak mewarnai KBM agama.
2. Pengertian Pembelajaran
Teori pembelajaran berusaha merumuskan cara-cara untuk membuat peserta
didik dapat belajar dengan baik.Ia tidak sematamata merupakan penerapan dari teori
atau prinsip-prinsip belajar, walaupun berhubungan dengan proses belajar. Dalam
teori pembelajaran dibicarakan tentang prinsip-prinsip yang dipakai untuk
memecahkan masalah-masalah praktis di dalam pembelajaran dan bagaimana
menyelesaikan masalah yang terdapat.Dalam pembelajaran sehari-hari.Teori
pembelajaran tidak saja berbicara tentang bagaimana manusia belajar, tetapi juga
mempertimbangkan hal-hal lain yang memperngaruhi manusia secara psikologis,
biografis, antropologis dan sosiologis. Tekanan utama teori ini adalah prosedur yang
telah terbukti berhasil meningkatkan kualitas pembelajaran, yaitu: bahwa
kejadiankejadian di dalam pembelajaran yang mempengaruhi proses belajar dapat
dikelompokan ke dalam kategori umum, tanpa memperhatikan hasil belajar yang
diharapkan. Namun tiap-tiap hasil belajar terdapat kejadian khusus untuk dapat
terbentuk.2

2
R.M Gagne, The Condition of Learning, (Thied Edition N.Y: Holt, Rinehart and Winston), (www.Ensiklopedia, 27 Desember
2011).
C. MINAT BELAJAR SISWA
1. Pengertian Minat
Minat merupakan perhatian, kesukaan (kecenderungan hati) kepada sesuatu
seperti untuk belajar sholat, atau untuk belajar menulis huruf Arab, atau untuk belajar
membaca al-Qur’an.3Minat pada anak sering kesulitan bila dibedakan dengan
keingintahuan sebagaimana diutarakan oleh Saxe Artinya masalah yang sering terjadi
pada anak menurut teori merupakan sebuah keingintahuan yang merupakan pokok
dari minat anak yang menyita perhatian atas obyek, aktivitas, gagasan dan
lainnya.Minat seringkali membutuhkan periode paparan sebelum anak mencari untuk
mengulang kesukaran dengan ketertarikan.Kebiasaan mengulang adalah kunci
keberhasilan minat membentuk sebuah bagian penting dari minat terhadap sesuatu
obyek.
Minat dapat menunjukkan kemampuan untuk memberi stimulasi yang
mendorong seseorang untuk memperhatikan orang lain, sesuatu barang atau suatu
kegiatan, dan sesuatu yang dapat memberi pengaruh terhadap pengalaman yang telah
distimulasi oleh kegiatan itu sendiri. Minat merupakan salah satu faktor yang berada
dalam diri seseorang. Menurut Pasaribu dan Simanjutak secara psikologis minat
dibagi menjadi dua macam, yaitu :
a. Minat disposional (arahan minat yang berdasarkan pada pembawaan atau
disposisi dan menjadi ciri sikap hidup seseorang).
b. Minat aktual yaitu yang berlaku pada suatu saat dan minat tersebut merupakan
dasar dari proses belajar.4
Tingginya minat dalam belajar berhubungan dengan tingginya prestasi
belajar.Bahkan pada saat ini kaitan antara minat dengan perolehan dan atau prestasi
tidak hanya dalam belajar.Dengan dasar itulah penulis memilih SD Negeri 7
Sokanegara Kabupaten Banyumas sebagai objek penelitian.Karena di sekolah
tersebut terdapat siswa yang berprestasi tetapi tidak termotivasi untuk mempelajari
bidang studi Pendidikan Agama Islam.

3
WJS Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1984), 650
4
Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 1999)136.
D. PRESTASI BELAJAR
1. Pengertian Prestasi Belajar
a. Prestasi
Prestasi adalah ”haasil yang telah dicapai (dari yang telah dilaksanakan,
dikerjakan dan sebagainya)”
Dari pengertian tersebut dapat diambil pengertian bahwa prestasi adalah
pengetahuan yang diperoleh atau ketrampilan yang dikembangkan dalam
pelajaran di sekolah yang biasanya ditunjukkan dengan nilai-nilai yang diberikan
oleh guru, dan nilai tersebut bisa dengan nilai tinggi, sedang dan rendah.
b. Belajar
Belajar adalah ”Berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu”, sehingga
belajar ini merupakan suatu kegiatan yang harus ada di dalam kehidupan manusia
sesuai dengan naluri manusia yang selalu ingin maju, terutama dalam proses
pendidikan formal, belajar adalah hal yang sangat penting.5
Dalam islam belajar adalah ibadah dan terpenting dalam kehidupan. Hal
tersebut sebagaimana ditandaskan dalam Islam,vbahwa belajar hukumnya wajib
bagi kaum muslimin dan muslimat.vSebagaimana sabda Nabi SAW: ”Mencari
ilmu itu wajib bagi setiap muslim”(HR. Ibnu Adi dan Baihaqi).
Berdasarkan uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa : Prestasi
belajar adalah merupakan hasil daripada aktivitas belajar atau hasil dari usaha,
latihan dan pengalaman yanag dilakukan oleh seseorang, dimana prestasi tersebut
tidak akan lepas dari pengaruh faktor luar diri siswa.
Dari proses pembelajaran tersebut siswa dapat menghasilkan suatu
perubahan yang bertahap dalam dirinya, baik dalam bidang pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Adanya perubahan tersebut terlihat dalam prestasi belajar
yang dihasilkan oleh siswa berdasarkan evaluasi yang diberikan oleh guru. Dalam
proses belajar mengajar motivasi sangat besar peranannya terhadap prestasi
belajar. Karena dengan adanya motivasi dapat menumbuhkan minat belajar siswa.
Bagi siswa yang memiliki motivasi yang kuat akan mempunyai keinginan untuk
melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Sehingga boleh jadi siswa yang

5
Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1984), 84.
memiliki intelegensi yang cukup tinggi menjadi gagal karena kekurangan
motivasi, sebab hasil belajar itu akan optimal bila terdapat motivasi yang tepat.
Karenanya, bila siswa mengalami kegagalan dalam belajar, hal ini bukanlah
semata-mata kesalahan siswa, tetapi mungkin saja guru tidak berhasil dalam
membangkitkan motivasi siswa.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi Prestasi Belajar
Muhibbin Syah dalam bukunya Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru,
beliau mengemukakan faktor-faaktor yang mempengaruhi prestasi belajar sebagaai
berikut:
a. Faktor internal (faktor dari dalaam siswa), yaitu keadaan/kondisi jasmani dan
rohani siswa
b. Faktor eksternal (faktor dari luar siswa), yaitu kondisi lingkungan di sekitar siswa
tinggal
c. Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yaitu jenis upaya belajar siswa
yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi materi pelajaran.
Faktor yang dari dalam diri siswa sendiri, meliputi dua aspek yaitu: aspek
fisiologis (yang bersifat jasmaniah); dan aspek psikologis (yang bersifat rokhaniah).
1) Aspek Fisiologis
Kondisi organ-organ khusus siswa seperti tingkat kesehatan indera
pendengar dan indera penglihat, juga sangat mempengaruhi kemampuan siswa
dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang disajikan dalam
proses belajar mengajar. Daya pendengaran dalam penglihatan siswa yang rendah,
umpamanya akan menyulitkan sensory register dalam menyerap item-item
informasi yang bersifat echoic dan econic (gema dan citra). Akibat negatif system
memori siswa tersebut akan mengganggu proses penerimaan pelajaran siswa.
2) Aspek Psikologis
Banyak faktor yang termasuk yang termasuk aspek psikologis yang dapat
mempengaruhi kuantitas dan kualitas perolehan pembelajaran siswa. Namun
diantaraa banyak hal tersebut ada lima faktor rohaniah yang umumnya dipandang
lebih esensial. Kelima hal tersebut adalah:
a) Tingkat kecerdasan/intelegensi siswa
b) Sikap siswa
c) Bakat siswa
d) Minat siswa
e) Motivasi siswa
Dari berbagai seminar dan simposium yang dilakukan Kementerian Agama
Republik Indonesia dan PTAI (Perguruan Tinggi Agama Islam), dapat dihimpun
berbagai faktor penyebab kurang efektifnya pendidikan agama di sekolah, antara
lain:
a. Faktor Internal
Faktor yang muncul dari dalam diri guru agama, yang meliputi: kompetensi
guru yang relatif masih lemah, penyalahgunaan manajemen penggunaan guru
agama, pendekatan metodologi guru yang tidak mampu menarik minat peserta didik
kepada pelajaran agama, solidaritas guru agama dengan guru non-agama masih
sangat rendah, kurangnya waktu persiapan guru agama untuk mengajar, dan
hubungan guru agama dengan peserta didik, bersifat formal saja.
b. Faktor Eksternal
Faktor ini meliputi: sikap masyarakat/orang tua yang kurang concern terhadap
pendidikan agama yang berkelanjutan, situasi lingkungan sekitar sekolah banyak
memberikan pengaruh yang buruk, pengaruh negatif dari perkembangan teknologi,
seperti internet, play station dan lain-lain.
c. Faktor Institusional
Faktor ini meliputi alokasi jam pelajaran pendidikan agama Islam, kurikulum
yang terlalu overloaded, kebijakan kurikulum yang terkesan bongkar pasang,
alokasi dana pendidikan yang sangat terbatas, alokasi dana untuk kesejahteraan
guru yang belum memadai dan lain sebagainya.
PENGARUH ADVERSITY QOUTIENT TERHADAP
PRESTASI BELAJAR MATEMATIKA
Oleh: SUPARDI U.S.
Universitas Indraprasta PGRI (UNINDRA),
Jl. Nangka no. 58c Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan
Jurnal Formatif 3(1): 61-71ISSN: 2088-351X
A. PENDAHULUAN
Dalam meningkatkan mutu pendidikan, salah satunya dipengaruhi oleh proses
belajar mengajar yang berkualitas sehingga akan menghasilkan siswa yang berkualitas
pula. Untuk mewujudkan proses belajar mengajar yang nyaman dan kondusif bagi siswa,
pendidik harus mampu mengaktualisasikan semua sumber belajar yang tersedia. Jadi
dapat dikatakan bahwa berhasil atau tidaknya proses belajar mengajar bergantung pada
proses belajar yang dialami pada diri siswa itu sendiri baik pada saat di lingkungan
sekolah maupun di lingkungan keluarga. Tarmidi dan Lita (2005: 20) “Belajar mengajar
adalah proses interaksi siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan
belajar”.
Menciptakan kondisi yang nyaman akan mempermudah siswa dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Siswa setelah mengalami proses belajar mengajar diharapkan
mampu memiliki perubahan sikap kearah yang lebih positif. Sasono (2009: 23) “Tujuan
siswa belajar matematika antara lain adalah agar siswa mempunyai sikap dan nilai teliti,
hati-hati, cermat, cerdas, tangkas, terampil dan aktif”. Perubahan sikap tersebut dapat
terwujud apabila ada peran aktif dari seorang guru sebagai pelaksana dalam bidang
pendidikan.
Guru sebagai pendidik dituntut mampu bersikap profesional dalam menjalankan
tugasnya. Seiring dengan semakin berkembangnya jaman seorang pendidik juga harus
mampu beradaptasi dengan lingkungan pendidikan yang ada. Terutama hal ini
menyangkut pada kemampuan dasar yang harus dimiliki oleh seorang pendidik, sehingga
tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai. Abubakar (2005: 61) mengatakan,
“kemampuan profesional guru adalah kecakapan yang dimiliki oleh seorang guru sebagai
suatu bidang profesi, yang dirumuskan dalam sepuluh kemampuan dasar guru dalam
menjalankan tugas agar tujuan pendidikan dapat tercapai”.
Dalam upaya meningkatkan prestasi belajar matematika siswa, ada beberapa
faktor yang mempengaruhinya antara lain faktor internal dan faktor eksternal dari diri
siswa. Syah (2010: 145) mengatakan, “pada dasarnya prestasi belajar matematika
dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi
prestasi belajar belajar dibedakan menjadi tiga macam yaitu: faktor internal, eksternal dan
pendekatan belajar”. Faktor-faktor tersebut apabila dimaksimalkan penggunaannya akan
sangat membantu siswa dalam meningkatkan prestasi belajar. Dalam hal ini salah satu
bagian dari faktor internal yakni Adversity quotient. Faktor internal merupakan keinginan
atau motivasi yang kuat dari dalam diri siswa. Keinginan yang muncul dari dalam diri
seseorang diharapkan akan lebih menunjang keinginan diri seseorang tersebut, karena
pada hakikatnya keinginan yang paling baik yakni yang keluar dari diri seseorang itu
sendiri.
Keberhasilan siswa dalam pembelajaran tergantung pada bagaimana cara siswa
mengatasi kesulitan yang ada. Di kehidupan ini termasuk dalam dunia pendidikan,
merupakan hal wajar apabila ada siswa yang memiliki tingkat kecerdasan yang lebih
tinggi dibandingkan siswa lainnya.Kecerdasan dipandang sebagai sebagai sesuatu yang
relatif, sebab kecerdasan setiap individu berbeda-beda. Jika dikaitkan dengan cara
mengatasi kesulitan, maka jenis kecerdasan yang digunakan adalah adversity quotient.
Adversity quotient merupakan kecerdasan individu dalam mengatasi setiap kesulitan yang
muncul.Adversity quotient sering diindentikkan dengan daya juang untuk melawan
kesulitan.Adversity quotient dianggap sangat mendukung keberhasilan siswa dalam
meningkatkan prestasi belajar.Siswa yang memiliki adversity quotient tinggi tentu lebih
mampu mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi.Namun, bagi siswa dengan tingkat
adversity quotient lebih rendah cenderung menganggap kesulitan sebagai akhir dari
perjuangan dan menyebabkan prestasi belajar siswa menjadi rendah.
Adversity quotient siswa dapat mendukung daya juang dalam menghadapi
berbagai kesulitan yang mungkin saja muncul selama proses belajar mengajar yang
dialami siswa itu sendiri. Permasalahan daya juang siswa tampaknya menjadi masalah
utama.Rendahnya daya juang siswa menggambarkan rendahnya kemampuan siswa
menghadapi kesulitan.Hal ini tidak hanya memberi dampak negatif pada kemajuan
pendidikan, tetapi pada diri siswa itu sendiri.Konsistensi diri untuk terus berprestasi juga
menurun sejalan dengan rendahnya kemampuan siswa mengatasi kesulitan yang
dihadapi. Dalam proses pembelajaran individu yang memiliki tingkat Adversity quotient
baik akan cenderung mampu mengatasi kesulitan yang dihadapinya, setelah berbagai
kesulitan yang menghadang dapat terselesaikan siswa harus mampu bersikap konsisten
agar tetap ajeg, teguh pendirian, dan fokus untuk melakukan tugas utama sebagai siswa
yakni belajar.
B. TINJAUAN PUSTAKA
1. Prestasi Belajar Matematika
Prestasi atau hasil belajar yang diterima siswa merupakan penilaian yang
diberikan guru sebagai pendidik. Penilaian tersebut dilihat dari semua proses belajar
siswanya, terutama di dalam materi pelajaran dan tingkah laku yang sesuai dengan
norma telah ditetapkan sekolah. Prestasi belajar juga tidak hanya dilihat dari hasil
belajar siswa dalam mengerjakan soal-soal yang diberikan oleh pendidik, akan tetapi
lebih luas dari itu yakni adanya perubahan kemampuan, ketrampilan dan sikap siswa
yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-sehari. Hasbulah (2012: 45), “Prestasi
belajar adalah hasil akhir yang diperoleh siswa setelah mengalami proses belajar
dimana perubahan kemampuan, pemahaman, ketrampilan, dan sikap yang dapat
diamati dan diukur”. Perubahan tingkah laku ini dapat diamati melalui tiga ranah
yakni ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotorik.
Matematika dikatakan sebagai alat untuk perkembangan sains maupun
teknologi, karena pola yang dipakai menggunakan pemikiran yang logis dan dapat
diperhitung secara real. Pemikiran tersebut tidak hanya berupa khayalan maupun
perkiraan semata, sehingga hasilnya pun merupakan data yang akurat dan bisa
dipertanggung jawabkan. Abdurrahman (2003: 252) mengatakan, “matematika
adalah simbolis yang berfungsi praktisnya untuk mengekspresikan hubungan-
hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan hasil teoritisnya adalah untuk
memudahkan berfikir, sedangkan hakikat matematika lebih ditekankan pada
penggunaan metode dari pada persoalan pokok matematika itu sendiri”.
Ahira (2011), mengatakan ada beberapa tips untuk meningkatkan prestasi
belajar matematika pada anak, diantaranya: 1) Bangkitkan rasa percaya diri pada
anak, 2) bahasakan matematika dalam contoh kehidupan sehari-hari, 3) latihan yang
cukup dapat membantu anak menguasai materi, 4) pastikan anak menguasai konsep
dasar matematika yang terkanung dalam soal, dan 5) lakukan secara step by step.
2. Adversity Quotient
Adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam
mengatasi kesulitan dan bertahan hidup. Hal tersebut diperkuat kembali oleh
Ginanjar (Bayani dan Hafizhoh, 2011: 69), “dengan Adversity quotient seseorang
bagai diukur kemampuannya dalam mengatasi setiap persoalan hidup untuk tidak
berputus asa”. Secara sederhana Adversity quotient dapat didefinisikan sebagai
kecerdasan individu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan, hambatan-hambatan
maupun tantangan dalam hidup. Sinamo (2010: 33):
Adversity quotient dipandang sebagai kecerdasan individu yang mampu
meramalkan kemampuan dalam bertahan menghadapi kesulitan serta cara
mengatasinya, kesanggupan seseorang bertahan dalam menjalani hidup. Pada
dasarnya kecerdasan individu pada setiap orang berbeda-beda, tingkat kemampuan
inilah yang berdampak pada kemampuan seseorang dalam kesanggupannya
menjalani kehidupan ini. Garmezy dan Michael (Pranandari, 2008: 124), mengatakan
“saat kita dihadapkan pada kesulitan hidup, sebagian individu gagal dan tidak
mampu bertahan dimana mereka mengembangkan pola-pola perilaku yang
bermasalah. Sebagian lainnya bisa bertahan dan mengembangkan perilaku yang
adaptif bahkan lebih baik lagi bila mereka bisa berhasil keluar dari kesulitan dan
menjalani kehidupan yang sehat”. Hal ini sesuai dengan pendapat Stoltz (Rahastyana
dan Rahman, 2007: 57), yang mengatakan, “Adversity quotient mempunyai fungsi
untuk meramalkan antara lain: (a) Memberi tahu seberapa jauh seseorang dapat
bertahan menghadapi kesulitan dan kemampuan kita untuk mengatasinya. (b)
Meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siap yang akan hancur. (c)
Meramalkan siapa yang akan melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi
mereka serta siapa yang akan gagal. (d) Meramalkan siapa yang akan menyerah dan
siapa yang akan bertahan”.
Adversity quotient (AQ) memiliki empat dimensi pokok yang menjadi dasar
penyusunan alat ukur Adversity quotient pada siswa. Dimensi-dimensi
pembentuknya yang dikemukakan Stoltz (Bayani dan Hafizhoh, 2007: 70), yaitu: 1)
Control (Pengendalian), 2) Origin dan Ownership (Kepemilikan), 3) Reach
(Jangkauan), dan 4) Endurance (Daya Tahan). Kapasitas individu dalam menghadapi
kesulitan terdiri dari empat dimensi: Kontrol, Kepemilikan, Jangkauan, dan
Ketahanan. Dimensi kontrol berkaitan dengan respon seseorang terhadap kesulitan,
baik lambat maupun spotan. Dimensi kepemilikan adalah sejauh mana seseorang
merasa ia dapat memperbaiki situasi. Dimensi jangkauan adalah sejauh mana
kesulitan diperoleh untuk menembus kehidupanya. Dimensi ketahanan
mencerminkan bagaimana seseorang mempersepsikan kesulitan dan oleh sebab itu
mampu bertahan melaluinya. Keseluruhan skor menentukan kapasitas seseorang
dalam menghadapi kesulitan.
C. METODE
Penelitian dilaksanakan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 217 Jakarta.
Pelaksanaan penelitian memakan waktu lima bulan pada tahun pelajaran 2012/2013.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dengan teknik analisis
korelasi regresi. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa-siswi SMPN 217 Jakarta
kelas VIII. Sampel diambil dari populasi terjangkau dengan teknik simple random
sampling secara bertahap. Dalam penelitian ini, jumlah populasi siswa SMPN 217 Jakarta
kelas VIII sebanyak 216 siswa yang tersebar dalam 6 kelas, dan tingkat presisi yang
ditetapkan sebesar 25%, maka akan diperoleh sampel sebanyak 53 responden.
Pengumpulan data untuk variabel prestasi belajar matematika diperoleh dari hasil
tes ulangan akhir semester genap yang diberikan kepada siswa dan datanya diperoleh dari
wali kelas (data sekunder), sedangkan untuk variabel adversity quotient diperoleh dengan
memberikan angket kepada sampel. Analisis data dilakukan menggunakan korelasi
regresi, yang terlebih dahulu dilakukan pengujian normalitas dan linieritas.
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini telah menemukan bahwa terdapat pengaruh adversity quotient
terhadap prestasi belajar matematika. Hasil ini juga didukung oleh temuan Fajrianti
(2012), menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikansi antara adversity
qoutient dan motivasi berprestasi terhadap prestasi belajar matematika. Jelas terlihat
bahwa terdapat pengaruh adversity quotient dan motivasi berprestasi terhadap prestasi
belajar matematika, karena prestasi belajar bila tidak disertai dengan adversity quotient
maka akan mendapatkan prestasi yang kurang baik, sebaliknya jika disertai dengan
adversity quotient maka prestasi belajar akan lebih baik.
Adversity quotient merupakan faktor yang paling menentukan bagi kesuksesan
jasmani maupun rohani, karena pada dasarnya setiap orang memendam hasrat untuk
mencapai kesuksesan. Hal ini juga selaras dengan pendapat Agustian (2001: 373),
“adversity quotient adalah kecerdasan yang dimiliki seseorang dalam mengatasi kesulitan
dan bertahan hidup”. Secara sederhana adversity quotient dapat didefinisikan sebagai
kecerdasan individu dalam menghadapi kesulitan-kesulitan, hambatan-hambatan maupun
tantangan dalam hidup.
Adversity quotient sangat mungkin tidak terlepas dari bagaimana individu
menyikapi situasi yang menekan dalam kehidupannya di mana adversity quotient ini
dapat dibedakan berdasarkan cara individu berusaha menyikapi situasi yang menekan,
yaitu dengan problem-focused coping dan emotion-focused coping. Meskipun keduanya
(problem-focused coping dan emotion-focused coping) di-nyatakan konstruktif karena
berguna ketika menghadapi hampir semua situasi yang menimbulkan stres, namun hasil
penelitian dari Vitaliano, dkk. (Taylor, 1999), menunjukkan bahwa problem-solving
focused lebih banyak digunakan pada situasi dimana individu masih merasa dapat
melakukan hal yang konstruktif terhadap situasi tersebut, sedangkan emotion-focused
lebih banyak digunakan ketika individu merasa ia hanya dapat menerima dan tidak dapat
merubah situasi tersebut. Pranandari (2008: 125) mengatakan, individu yang
menggunakan strategi problem-focused coping memiliki kecenderungan untuk menyikapi
sebuah masalah secara lebih terbuka. Melalui sikap demikian, seorang individu mampu
mempetakan persoalan lebih terperinci dan dapat melihat peluang dengan lebih jelas
untuk menyelesaikan persoalan tersebut.
Efektivitas Metode Pembelajaran Terhadap Prestasi Belajar Psikologi
Eksperimen Pada Mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska Riau
Oleh: Hijriyati Cucuani, Linda Aryani,
Anggia Kargenti Evanurul Marettih, Ahyani Radhiani Fitri
Fakultas Psikologi UIN Sultan Syarif Kasim Riau
A. PENDAHULUAN
Gagne (dalam Pribadi, 2009) mengemukakan pembelajaran adalah serangkaian
aktivitas yang sengaja diciptakan dengan maksud untuk memudahkan terjadinya proses
belajar. Sedangkan menurut (Smith& Ragan dalam Pribadi, 2009)
pembelajaranmerupakan pengembangan dan penyampaian informasi dan kegiatan yang
diciptakanuntuk memfasilitasi pencapaian tujuan yangspesifik.
Pencapaian tujuan pembelajaran tersebut dapat dilakukan bila metode pengajaran
terpadu antara pengetahuan yang dipahami mahasiswa, penerapanaplikatif melalui
penelitian dan penerapandalam kehidupan.Metode mengajar yangkomprehensif dan
menjembatani hal tersebutadalah ceramah, diskusi terarah maupunbelajar mandiri.Ketiga
metode tersebut dapat diterapkan secara langsung dalam matakuliah psikologi
eksperimen yangmenerapkan pemahaman teori dan penelitian eksperimental sehingga
hasilnya dapat diterapkan langsung oleh mahasiswa.Mahasiswa mendapatkan
pengetahuanmelalui belajar mandiri, diskusi kelompokterarah maupun ceramah dari
tenagapengajar.
Pemahaman teori dan penelitian eksperimental dilakukan untuk pencapaian
kompetensi keterampilan pembelajaran secara intelektual dan motorik. Keterampilan
motorik merupakan eksekusi atau pelaksanaan suatu tindakan untuk pencapaian hasil
tertentu sedangkan keterampilan intelektual merupakan keterampilan yangdiperoleh oleh
siswa untuk melaksanakan aktivitas kognitif yang bersifat unik (Gagnedalam Pribadi,
2009).
Penelitian ini diharapkanmampu meneruskan dan mengelaborasi tradisi Ilmu
Psikologi yang lahir dari penelitian Eksperimental dalam telaahperilaku manusia
sebagaimana yang telahdirintis oleh Wilhelm Wundt.
B. TINJAUAN PUSTAKA
Prestasi belajar adalah kemampuan-kemampuan yang diperoleh siswa
setelahmereka menerima pengalaman belajar(Sudjana, 2004). Djamarah (1994)
mengungkapkan pretasi belajar adalah penilaian pendidikan tentang kemajuan siswa
dalam segala hal yang dipelajari di sekolah yang berhubungan dengan pengetahuan,
kecakapan, atau keterampilan yang di nyatakan sesudah penilaian dilakukan.
Dengan demikian dapat disimpulkanbahwa prestasi belajar adalah hasil
belajarsiswa yang telah mengikuti proses pembelajaran atau pendidikan yang
biasanyaditunjukkan dengan nilai.
Menurut Shobur (2003) prestasibelajar terdiri dari dua faktor, yaitu factordari
dalam diri mahasiswa (endogen) danfaktor dari luar diri mahasiswa (eksogen).Salah satu
faktor dari luar yaitu sekolah, termasuk guru atau pengajar denganmetode pembelajaran
di dalamnya.Olehkarena itu metode pembelajaran yangdigunakan oleh dosen harus
diperhatikan,guna meningkatkan prestasi belajar psikologiEksperimen mahasiswa.
Adapun metodayang bisa digunakan antara lain metodeceramah, diskusi dan belajar
mandiri.
C. METODE PENELITIAN
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yaitu penelitian yang
memberikanperlakuan kepada subyek untuk melihatseberapa besar efek perlakuan
terhadapvariable terikat, dan untuk melihat efekperbandingan perlakuan (Latipun,
1999).Perbedaan hasil pengukuran di anggap sebagai efek atau akibat dariperlakuan yang
diberikan.
Variabel Penelitian
Penelitian ini terdiri atas satu variable bebas dan satu variable terikat,
adapunvariable-variabel tersebut adalah:
Variabel Bebas: Metode PembelajaranManipulasi pada Variabel Bebas:
1. Metode Pembelajaran ceramah
2. Metode pembelajaran mandiri
3. Metode diskusi
Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desainRandomized Blocked One Way Anova.
Teknikini memiliki teknik control tambahan dengandilakukannya blocking dan
randomisasi(Seniati, Yulianto, Setiadi, 2005). Dalampenelitian ini, di setiap akhir tatap
mukamahasiswa diberikan kuis untuk melihatsebaran nilai yang diinginkan.
Subyek
Subyek pada mahasiswa penelitianini adalah seluruh mahasiswa fakultasPsikologi
UIN Suska Riau semester VIyang mengambil mata kuliah PsikologiEksperimen, yaitu VI
A, VI B, VI C, VID, dan VI E. Teknik pengambilan sampel dilakukansecara purposive
sampling dengan kriteriatingkat inteligensi berada pada kategori agakrendah sampai
dengan agak tinggi. Dari hasilSPM mahasiswa dari kelima kelas diperolehgambaran
subjek sebagai berikut:

D. Hasil dan Pembahasan


Berdasarkan hasil analisis datadengan menggunakan Anova satu jalur ataudisebut
pula anavar satu jalan yang dianalisisdengan menggunakan bantuan programSPSS 17.0
diperoleh angka F sebesar10.759, p= 0.000 (p<0.05). Hal inimenunjukkan bahwa metode
pembelajaranyangdiberikan mempengaruhi prestasibelajar psikologi eksperimen
mahasiswapsikologiUniversitas Islam Negeri SuskaRiau, artinya hipotesis diterima.

Berdasarkan uji perbedaan disimpulkan bahwa Tidak ada perbedaan


prestasibelajar psikologi eksperimen pada mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Suska
Riauyang menggunakan metode ceramahdengan diskusi, hal ini dapat dilihat dari
hasildeskriptif yang menunjukkan bahwa tidak adaperbedaan mean prestasi belajar dilihat
darimetode ceramah dan diskusi.

Dari hasil penelitian diantara tigametode pembelajaran, metode belajar mandiri


memperoleh hasil yang paling rendah hal ini disebabkan karena metodejarang
dipergunakan oleh pengajar di kelas,sehingga maha siswa tidak terbiasa. Padaumumnya
mahasiswa datang ke kampustanpa ada persiapan untuk mengikutiperkuliahan, walaupun
sebelumnya dosente lah mem-berikan referensi pada setiaptatap muka.
Efektivitas Layanan Informasi Dengan Menggunakan Metode Blended
Learning Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar

Oleh: Emria Fitri, Neviyarni, Ifdil

Jurnal Psikologi Pendidikan & KonselingVolume 2 Nomor 2 Juni 2016. Hal 84-92

A. PENDAHULUAN
Motivasi merupakan salah satu determainan penting dalam proses pembelajaran.
Motivasi dalam belajar berperan dalam menumbuhkan gairah, merasa senang dan
semangat untuk belajar. Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak
energi untuk melakukan kegiatan belajar (Sardiman, 2011). Seseorang siswa yang tidak
memiliki motivasi dalam belajar, maka tidak akan mungkin bisa menjalankan aktivitas
belajar dengan baik. Untuk mencapai keberhasilan dan kesuksesan siswa dalam belajar,
peran guru sebagai motivator sangat dibutuhkan sebagai penggerak, pendorong agar
siswa bersemangat untuk belajar, sehingga hasil pembelajaran siswa dapat tercapai
dengan baik (Iskandar, 2009).
Salah satu faktor motivasi ialah mendapat imbalan yang mengandung nilai
informasi, maksudnya jika siswa mendapatkan informasi yang baru, dan informasi itu
mempunyai makna atau arti maka siswa akan termotivasi untuk melakukan sesuatu yang
baru terutama kaitannya dengan belajar (Winkel & Hastuti, 2006). Adapun upaya yang
dapatdilakukan oleh guru bimbingan dan konselingatau konselor yaitu melalui
penyelenggaraanlayanan informasi.
Layanan informasi merupakan layananuntuk membekali para peserta didik
denganpengetahuan tentang data dan fakta di bidangpendidikan sekolah, bidang
pekerjaan, danbidang perkembangan pribadi sosial, supayamereka dengan belajar tentang
lingkunganhidupnya lebih mampu mengatur danmerencanakan kehidupannya sendiri
(Winkel &Hastuti, 2006). Prayitno (2012) mengemukakanbahwa layanan informasi
merupakan layananyang berusaha memenuhi kekurangan individuakan informasi yang
mereka perlukan.
Salah satu model pembelajaran yangdikembangkan dengan menggunakan
teknologiinformasi adalah model blended learning.Blended learning merupakan salah
satu metodebelajar dengan menggabungkan keunggulanpembelajaran yang dilakukan
secara tatap mukadengan virtual/maya atau online (Husamah,2014). Adapun tujuan
dikembangkannyablended learning adalah menggabungkan ciri-ciriterbaik dari
pembelajaran di kelas (tatap muka)dan ciri-ciri terbaik pembelajaran online
untukmeningkatkan pembelajaran mandiri secara aktifoleh peserta didik (Husamah,
2014).
Metode blended learning memberikanpengaruh dalam meningkatkan motivasi
danprestasi belajar siswa. Hal ini berdasarkanhasilpenelitian Syarif (2012)
yangmengungkapkan bahwa adanya peningkatanmotivasi dan prestasi belajar siswa
yangsignifikan akibat penerapan model blendedlearning. Selanjutnya, hasil penelitian
Sjukur(2012) mengungkapkan bahwa adanyapeningkatkan motivasi belajar dan hasil
belajarsiswa tingkat SMK akibat penerapanpembelajaran blended learning dan
hasilpenelitian Hermawanto (2013) mengemukakanbahwa pembelajaran blended
learning dapatmeningkatkan penguasaan konsep dan penalaranserta melatih peserta didik
untuk mandiri danaktif.
Idealnya dalam pelaksanaan layananinformasi dapat menggunakan berbagai
metodeagar pemahaman siswa terhadap materi layanandapat dioptimalkan.Hal ini sejalan
denganpendapat Sanjaya (2012) yang menjelaskanbahwa, “pendekatan digunakan
untukmemperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalammenciptakan strategi pembelajaran
sehinggatujuan pembelajaran dapat tercapai”.Oleh karenaitu, pelaksanaan layanan
informasi diharapkantidak monoton dalam menggunakan metode ataupenyampaian
materi tetapi, haruslah kreatif agarsiswa mampu meningkatkan penguasaanterhadap
informasi yang disampaikan.
B. METODE
Penelitian ini adalah penelitian quasieksperimen dengan jenis desain non
equivalentcontrol group (Yusuf, 2005) dengan sampel 22orang kelompok eksperimen
dan 23 orangkelompok kontrol yang dipilih dengan teknikpurposive sampling (Arikunto,
2010). Instrumenyang digunakan adalah Skala PengukuranMotivasi Belajar (SPMB)
dengan reliabilitas0.96 (Boharudin, 2012). Analisis datamenggunakan teknik analisis
deskriptif dananalisis diferensial dengan bantuan SPSS forwindows release 20.0
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengolahan data,maka hasil penelitian ini dapat dijelaskan
sebagaiberikut.
1. Perbedaan Motivasi Belajar KelompokEksperimen Sebelum dan Sesudah
DiberikanLayanan Informasi dengan MenggunakanMetode Blended Learning
Berdasarkan hasil penelitian, maka dapatdideskripsikan mengenai kondisi
motivasi belajarkelompok eksperimen sebelum dan sesudahdiberikan layanan
informasi denganmenggunakan metode blended learning. Adapunhasil penelitian
dapat dilihat pada tabel 1

Pada tabel 1 dapat diketahui bahwaterdapat perbedaan frekuensi motivasi


belajarpada siswa kelompok eksperimen sebelum dansesudah mengikuti layanan
informasi denganmenggunakan metode blended learning.Terjadinya peningkatan
motivasi belajar padakategori tinggi dan tidak ada lagi motivasibelajar siswa yang
berada pada kategori rendah.Dengan demikian dapat diartikan bahwamotivasi belajar
siswa meningkatsetelah mengikuti layanan informasi denganmenggunakan metode
blended learning. Untukmelihat kondisi motivasi belajar masing-masingsiswa pada
kelompok eksperimen sebelum(pretest) dan sesudah (posttest) diberikanlayanan
informasi dengan menggunakan metodeblended learning dapat dijelaskan pada
gambar 1berikut.
Berdasarkan diagram batang di atasterdapat perbedaan tingkat motivasi
belajarmasing-masing siswa sebelum dan sesudahdiberikan layanan informasi
denganmenggunakan metode blended learning.Keseluruhan siswa yang mendapat
perlakuanmengalami peningkatan skor motivasi belajar.Hal ini menunjukkan setelah
mengikuti layananinformasi dengan menggunakan metode blendedlearning motivasi
belajar siswa menjadimeningkat dan peningkatan yang terjadibervariasi pada setiap
siswa.
Blended learning yangmengkombinasikan metode tatap muka dan
elearningdapat melibatkan peserta didik secaraaktif dan memungkinkan peserta
didikmendapatkan umpan balik.Blended learningdapat meningkatkan pedagogi, akses
danfleksibilitas, serta efektivitas biaya (Graham,Allen, et al.,
2005).Kemudian,blended learningmendukung keuntungan e-learning
termasukpengurangan biaya, efisiensi waktu, dankenyamanan tempat untuk pelajar
dapatmemahami pribadi dalam masalah penting dandapat memberi motivasi ketika
pembelajarantatap muka (Welsh, Wanberg, et al., 2003).Rovai & Jordan (2004) juga
menyatakan bahwablended learning mempunyai nilai yang palingtinggi dibandingkan
dengan pembelajarantradisional maupun pembelajaran fully online.
2. Perbedaan Motivasi Belajar KelompokKontrol Sebelum dan Sesudah
DiberikanLayanan Informasi tanpa MenggunakanMetode Blended Learning

Pada tabel 2 dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan frekuensi motivasi


belajar pada siswa kelompok kontrol sebelum dan sesudah mengikuti layanan
informasi tanpa menggunakan metode blended learning. Terjadinya peningkatan
motivasi belajar pada kategori tinggi dan tidak ada lagi motivasi belajar siswa yang
berada pada kategori rendah. Dengan demikian dapat diartikan bahwa motivasi
belajar siswa meningkat setelah mengikuti layanan informasi tanpa menggunakan
metode blended learning.
Kondisi motivasi belajarmasing-masing siswa pada kelompok kontrol dari
hasilpretestdan posttest dapat dijelaskan pada gambar 2di halaman berikut.

Berdasarkan diagram batang pada gambar 2 terdapat perbedaan tingkat


motivasi belajar masing-masing siswa kelompok control sebelum dan sesudah
diberikan layanan informasi tanpa menggunakan metode blended learning.
Penerapan layanan informasi tanpa menggunakan metode blended learning
pada siswa kelompok kontrol, membuat daya penggerak yang ada pada siswa tidak
bekerja secara maksimal. Hal ini dapat diketahui dari pengamatan yang terlihat siswa
hanya diam dan mendengarkan apa yang dijelaskan, siswa tidak antusias dalam
layanan yang diberikan. Penyelengaraan layanan informasi dengan menggunakan
metode ceramah menjadikan pelaksanaan layanan informasi menjadi verbalisme,
tidak dapat mencakup berbagai tipe belajar peserta didik, bila terlalu lama akan
membosankan, dan menyebabkan peserta didik pasif.
3. Perbedaan Motivasi Siswa KelompokEksperimen yang Diberikan
LayananInformasi Menggunakan Metode BlendedLearning dengan Kelompok
Kontrol yangDiberikan Melalui Layanan Informasi tanpaMenggunakan Metode
Blended Learning
Adapun perbedaan hasil motivasi belajar kelompok eksperimen yang diberikan
layanan informasi dengan menggunakan metode blended learning dengan
kelompokkontrol yang diberikan layanan informasi tanpa menggunakan metode
blended learning dapat dilihat pada table 3 berikut.
Berdasarkan tabel 3 diketahui hasil posttest motivasi belajar siswa pada
kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.Terdapa perbedaan jumlah masing-
masing kategori motivasi belajar pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.
Hal ini membuktikan bahwa terdapat perbedaan tingkat motivasi belajar antara
kelompok eksperimen yang diberikan layanan informasi dengan menggunakan
metode blended learning dengan kelompok kontrol yang diberikan layanan informasi
tanpa menggunakan metode blended learning.
Perbandingan motivasi belajar kelompok eksperimen setelah diberikan layanan
informasi dengan menggunakan metode blended learning dan kelompok kontrol yang
diberikan layanan informasi tanpa menggunakan metode blended learning dapat
dilihat pada gambar 3 berikut.

Berdasarkan diagram batang pada gambar 3 di atas diketahui tingkat


motivasi belajar siswa pada kelompok eksperimen berada pada kategori tinggi
sedangkan, pada kelompok kontrol tingkat motivasi belajar siswa berada pada
kategori sedang. Tingginya motivasi belajar siswa kelompok eksperimen disebabkan
oleh adanya perlakuan berupa layanan informasi dengan menggunakan metode
blended learning. Fakta ini menunjukkan bahwa pelaksanaan layanan informasi
dengan menggunakan metode blended learning secara sistematis dan dinamis lebih
meningkatkan motivasi belajar siswa dibandingkan dengan layanan informasi tanpa
menggunakan metode blended learning. Proses kegiatan layanan informasi dengan
menggunakan metode blended learning membuat siswa menjadi antusias dan mandiri
dalam pembelajaran sehingga banyak memperoleh hal yang baru yang dapat
dimanfaatkan dalam kehidupan belajarnya (Husamah, 2014).
Dapat disimpulkan bahwa layanan informasi dengan menggunakan metode
blended learning lebih efektif untuk meningkatkan motivasi belajar siswa.
Keefektifan ini terlihat dari jumlah keseluruhan analisis yang dilakukan dimana skor
hasil motivasi belajar siswa kelompok eksperimen mengalami kenaikan yang lebih
tinggi dibandingkan kelompok kontrol.Dengan demikian penggunaaan suatu
pendekatan dalam layanan informasi membuat pelaksanaannya menjadi mudah,
kreatif, dan menyenangkan sehingga mampu meningkatkan motivasi belajar siswa.
HUBUNGAN KESIAPAN BELAJAR SISWA DENGAN
PRESTASI BELAJAR
Dessy Mulyani
Jurusan Bimbingan dan Konseling, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Padang
KONSELOR Jurnal Ilmiah Konseling, Volume 2 Nomor 1 Januari 2013
A. PENDAHULUAN
M. Dalyono (1997:48) mengemukakan “belajar merupakan suatu kegiatan untuk
mengadakan perubahan di dalam diri seseorang yaitu: perubahan tingkah laku, sikap,
kebiasaan, ilmu pengetahuan, keterampilan dan sebagainya”. Perubahan-perubahan
inimerupakan perbuatan belajar yang diinginkan, karena itu dapat dikatakan bahwa
perubahan yang diinginkan akan menjadi tujuan dari proses pembelajaran. Untuk
mencapai tujuan pembelajaran tersebut, maka seseorang harus memiliki kesiapan.
Kesiapan individu akan membawa individu untuk siap memberikan respon
terhadap situasi yang dihadapi melalui cara sendiri. Seperti yang diungkapkan oleh
Slameto (2010:113) bahwa “kesiapan adalah keseluruhan semua kondisi individu yang
membuatnya siap untuk memberikan respon atau jawaban di dalam cara tertentu terhadap
situasi tertentu”. Kondisi tertentu yang dimaksud adalah kondisi fisik dan psikisnya,
sehingga untuk mencapai tingkat kesiapan yang maksimal diperlukan kondisi fisik dan
psikis yang saling menunjang kesiapan individu tersebut dalam proses pembelajaran.
Kesiapan individu sebagai seorang siswa dalam belajar akan menentukan kualitas
proses dan prestasi belajar siswa. Menurut Agoes Soejanto (1991:5) kesiapan diri siswa
sangat penting untuk meraih keberhasilan dalam kegiatan belajar. Keberhasilan siswa
melakukan kesiapan sebelum mengikuti pelajaran dapat menentukan kesuksesan siswa
dalam belajar, sehingga akan mempengaruhi prestasi belajar siswa.
Sebagaimana yang dikemukakan Slameto (2010:54) ada dua faktor yang
mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar yaitu: Faktor ekstern (yang berasal dari
luar diri siswa) dan intern (dari dalam diri siwa). Faktor ekstern yaitu faktor yang berasal
dari luar diri individu seperti lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, sedangan
faktor intern yaitu tiga tahap bagian yaitu faktor kelelahan (kelelahan jasmani dan
kelelahan rohani), faktor jasmaniah (kesehatan, cacat tubuh) dan faktor psikologis
(intelegensi, perhatian, minat, bakat, motif, kematangan, keterampilan dan kesiapan
belajar).
Faktor tersebut berdampak dan berpengaruh terhadap prestasi belajar. Siswa yang
tidak memiliki kesiapan dalam belajar cenderung menunjukkan prestasi belajarnya
rendah, sebaliknya siswa yang memiliki kesiapan dalam belajar cenderung menunjukkan
prestasi belajar yang tinggi. Jadi tinggi rendahnya prestasi belajar ditentukan oleh
kesiapan yang dimiliki siswa dalam proses pembelajaran .
Kesiapan belajar yang baik, siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan aktif dan
mudah menyerap pelajaran yang disampaikan ketika dalam proses pembelajaran. Apabila
siswa memiliki kesiapan yang matang, maka siswa akan memperoleh kemudahan dalam
memperdalam materi pelajaran dan konsentrasi dalam proses pembelajaran.
Kenyataan di lapangan, berdasarkan hasil wawancara dengan delapan orang guru
mata pelajaran dan tiga orang guru BK di sekolah pada tanggal 22 Oktober 2011
diketahui bahwa tugas tidak dikumpulkan tepat pada waktunya. Selain itu siswa tidak
membuat tugas (PR) yang diberikan di rumah, dengan alasan lupa. Pada saat proses
pembelajaran siswa tidak memperhatikan guru dengan baik, sehingga mereka tidak
mengerti tentang apa yang telah dijelaskan oleh guru. Tugas/latihan jarang yang
diselesaikan dengan benar/ membuat tugas asal jadi, siswa tidak memiliki buku pelajaran/
catatan, dan sering meminjam buku kepada teman.
B. METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif korelasional yang bertujuan untuk
mendeskripsikan dan mengetahui hubungan antar variabel penelitian. Penelitian ini terdiri
dari dua variabel, yaitu; kesiapan belajar siswa (X) merupakan variabel bebas dan
prestasi belajar (Y) merupakan variabel terikat. Populasi penelitian ini adalah siswa kelas
X, XI yang berjumlah 382 dan jumlah sampel sebanyak 79 orang dengan menggunakan
teknik proportional stratified random sampling. Alat pengumpul data berbentuk angket.
Prosedur yang ditempuh dalam pengumpulan data adalah dengan mengadministrasikan
angket kepada sampel penelitian. Data yang telah terkumpul akan dianalisis dengan
menggunakan teknik persentase dan menggunakan Product Moment Correlation yang
diolah dengan program computer SPSS (Statistical Product and Service Solution ) relase
17.0 for windows.
C. HASIL

Hasil uji hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui hubungan kesiapan belajar


siswa dengan prestasi belajar. Analisis Product Moment Correlation menunjukkan
seberapa besar hubungan antara kesipan belajar siswa dengan prestasi belajar melalui r
hitung = 0,540 dengan sig =0.000 (sig<0,05, dan r table sebesar 0,286, artinya r hitung
lebih besar dari r table sehingga dapat ditafsirkan korelasi positif antara kesiapan belajar
siswa dengan prestasi belajar. Koefisien korelasi tersebut mengindikasikan adanya
hubungan antara variabel kesiapan belajar siswa dengan prestasi belajar. Hasil tersebut
menyatakan bahwa adanya hubungan antara kesiapan belajar siswa dengan prestasi
belajar dapat diterima.
D. PEMBAHASAN
Mengacu kepada hasil penelitian yang telah dikemukakan sebelumnya, berikut
dikemukakan pembahasan hasil penelitian.
1. Kesiapan Belajar Siswa di Sekolah
Temuan penelitian mengungkapkan bahwa kesiapan belajar siswa yang
dimiliki siswa dapat dikategorikan pada tingkat cukup baik dengan persentase
kategori adalah 43,04%, namun juga ada siswa yang memiliki kesiapan belajar
dalam kategori rendah dengan persentasi 30,38 %. Dilihat dari aspek kesiapan
belajar yang meliputi kesiapan diri siswa, menunjukan bahwa kesiapan belajar
siswa berada pada kategori cukup baik, yang dimaksud dalam penelitian ini
kesiapan diri, meliputi: a) mempelajari catatan yang lalu; b) menyelesaikan
tugas/latihan; c) menjaga kesehatan dan kebugaran fisik; d) membaca bahan yang
akan dipelajari; e) membuat pertanyaan; dan f) menyiapkan perlengkapan belajar.
2. Prestasi Belajar di Sekolah
Berdasarkan temuan penelitian ditemukan bahwa pada umumnya siswa
memiliki prestasi belajar yang cukup baik yaitu 81,01 %. Hal ini menunjukkan
bahwa hasil belajar siswa berada pada kategori cukup, sehingga sangat perlu
dilakukan pembinaan dari berbagai aspek, karena banyak faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar siswa sebagaimana pendapat Djaali (2007: 128)
bahwa:“Keberhasilan atau kegagalan siswa dalam mengikuti pelajaran di sekolah
dipengaruhi oleh faktor-faktor, yaitu: (1) faktor dari dalam diri siswa seperti
kemampuan dasar umum, bakat, minat, motivasi, serta sikap dan kebisaaan
belajar, (2) faktor yang berasal dari luar diri siswa seperti lingkungan fisik, sarana
dan prasarana, lingkungan sosial, lingkungan keluarga, lingkungan masyarakat,
dan lingkungan sekolah”.
Menurut Dalyono, (dalam Renti Gusti Mulia, 2006: 21) berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar disebabkan oleh dua faktor yaitu:
a. Faktor internal
Yaitu faktor yang mempengaruhi dari dalam diri siswa seperti kesehatan,
minat, bakat, inteligensi, motivasi, dan cara belajar.
b. Faktor eksternal
Yaitu faktor yang mempengaruhi dari luar diri siswa seperti: kondisi
keluarga, sekolah, masyarakat, dan lingkungan sekitar.
Dengan demikian hasil belajar akan bertambah jika faktor-faktor yang
mempengaruhinya dapat dimiliki dan dilaksanakan dengan baik oleh siswa.
3. Hubungan Kesiapan Belajar Siswa dengan Prestasi Belajar di SMA Negeri 1
Rambatan kabupaten Tanah Datar
Hasil yang diperoleh dari pengajuan hipotesis, didapat korelasi antara
kesiapan belajar siswa dengan prestasi belajar adalah 0,540 dengan signifikan
0,000. Data hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan pada
tingkat koefisien korelasi cukup kuat antara kesiapan belajar siswa dengan
prestasi belajar. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa semakin baik kesiapan
belajar siswa maka akan semakin baik pula prestasi belajarnya.

Anda mungkin juga menyukai