Anda di halaman 1dari 27

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/326083206

MODEL EKSTRAKURIKULER MITIGASI BENCANA SEBAGAI UPAYA


PENGURANGAN RESIKO BENCANA SECARA KEBERLANJUTAN DI INDONESIA
- Karya Tulis Ilmiah Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasio...

Research · June 2016

CITATIONS READS

0 1,732

1 author:

Nanda Khoirunisa
National Taiwan Ocean University
17 PUBLICATIONS   3 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Nanda Khoirunisa on 30 June 2018.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


Karya Tulis Ilmiah
Pemilihan Mahasiswa Berprestasi Tingkat Nasional
Program Sarjana

MODEL EKSTRAKURIKULER MITIGASI BENCANA


SEBAGAI UPAYA PENGURANGAN RESIKO BENCANA
SECARA KEBERLANJUTAN DI INDONESIA

Nanda Khoirunisa A610130007

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA


SURAKARTA
2016
Surakarta, 1 Juni 2016

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat
danhidayah-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah bertema
“Iptek dan Inovasi untuk Daya Saing Bangsa” dengan sub-tema “Pendidikan yang
Berdaya Saing” yang berjudul “Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana sebagai
Upaya Pengurangan Resiko Bencana secara Berkelanjutan di Indonesia ”. Gagasan
penulisan karya ilmiah ini berasal dari ketertarikan Penulis terhadap bidang
kebencanaan khususnya probematika dalam upaya pengurangan resiko bencana
pada sektor pendidikan. Penulis berperan aktif dalam berbagai komunitas
pengembangan masyarakat dan komunitas sekolah dalam upaya mitigasi bencana.
Hal inilah yang melatarbelakangi Penulis mengangkat konsep pendidikan pada
komunitas sekolah sebagai dasar karya tulis ini. Melalui bidang keilmuan yang
penulis tekuni, yaitu Pendidikan Geografi, kajian "Model Ekstrakurikuler
Mitigasi Bencana di Sekolah" ini, diharapkan dapat diterapkan sebagai upaya
pengurangan resiko bencana secara berkelanjutan di Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak R. M. Amin Sunarhadi,
S.Si, M.P, selaku dosen pembimbing dan semua pihak yang telah membimbing,
memberikan masukan, motivasi, ilmu, dan dukungan, sehinggakarya ilmiah ini
dapat diselesaikan dengan baik.Penulis menyadari bahwa dalam karya ilmiah ini
masih memiliki banyak kekurangan, sehingga saran dan kritik yang konstruktif
sangat diharapkan.

Surakarta, 1 Juni 2016

Nanda Khoirunisa

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ................................................................................... i


HALAMAN PENGESAHAN………………………………………………... ii
KATA PENGANTAR..................................................................................... iii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... vi
RINGKASAN.................................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN …….................................................................... 1
1.1 Latar Belakang …………………………………………………...… 1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………….......... 3
1.3 Tujuan ……………………………………………………………… 3
1.4 Manfaat ……………………………………………………….......... 4
1.5 Metode Kepenulisan ………………………………………………... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………… 6
2.1 Pengurangan Risiko Bencana …..…………………………………... 5
2.1.1 Program Sekolah Siaga Bencana …………………………….. 6
2.1.2 Save School Project (Sekolah Aman) ………………….…….. 6
2.2 Mitigasi Bencana …………………………………………………… 7
2.3 Tingkat Kesiapsiagaan ……………………………………………... 8
BAB III ANALISIS DAN SINTESIS …..………………………………….. 10
3.1 Problematika Pendidikan Kebencanaan Sekolah di Indonesia ……... 10
3.2 Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ……………….……….…. 11
3.3 Penerapan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ……………. 12
3.3.1 Kurikulum Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ………………. 12
3.3.2 Rancangan Buku Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi
Bencana ……………………………………………………… 13
3.3.3 Pembina Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana ……….. 13
3.4 Tindakan Mitigasi dan Peningkatan Kesiapsiagaan dalam Kegiatan
Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana …………………………………. 13
3.4.1 Sosialisasi Instrumen ………………………………………… 14
3.4.2 Penilaian Tingkat Kesiapsiagaan ……………………………. 14
3.4.3 Evaluasi Hasil Kesiapsigaan …………………………………. 14
3.4.4 Proses Peningkatan Kesiapsiagaan …………………………... 15
3.4.5 Monitoring dan Evaluasi Lanjutan …………………………... 15
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI ….…………………………. 16
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 17
LAMPIRAN ……………………...…………………………………………. 19

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Formula Indeks Risiko Bencana .………...…………………. 5


Gambar 2.2 Tiga Pilar Sekolah Bencana ………………………………… 7
Gambar 3.1 Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana …………………... 12
Gambar 3.1 Siklus Sistem Penilaian Kesiapsiagaan ……………………… 15

v
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Sebaran Kejadian Bencana dan Korban Meninggal


Tahun 1815-2015 ……………………………………………… 19
Lampiran 2. Perbandingan Transisi Pendidikan Kebencanaan di Indonesia
dan Jepang …………………………………………………….. 20

Lampiran 3. Peraturan Bupati Klaten ……………………………………….. 21


Lampiran 4. Kuisoner Evaluasi Kesiapsiagaan Murid ……………………… 25
Lampiran 5. Kuisoner Monitoring Kesiapsiagaan Murid …………………… 29
Lampiran 6. Surat Pernyataan ………………………………………………. 31

vi
RINGKASAN

Indonesia merupakan negara dengan segudang potensi bencana alam.


Sebanyak 20.476 kejadian bencana dalam kurun waktu 200 tahun terakhir. Sejak
Tahun 1815-2015 di Indonesia telah terjadi 6.200 kejadian bencana banjir dan
menyebabkan korban 18.927 nyawa meninggal dan serta hanya 10 kejadian
bencana gempa bumi dan tsunami yang menyebabkan korban sebanyak 167.779
jiwa (BNPB, 2015). Data yang ada menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia
sangat rentan dan belum siap dalam menghadapi gempa bumi dan tsunami.
Kondisi Indonesia yang sangat berpotensi terhadap bencana harus dibarengi
dengan kegiatan pengurangan risiko bencana. Sehingga, upaya mitigasi dan
peningkatan kesiapsiagaan diri dapat dilakukan terutama oleh anak-anak sebagai
bagian dari masyarakat yang paling rentan. Hampir di sebagian besar wilayah
Indonesia sarana dan prasarana sekolah yang ada sangatlah rentan. Dibutuhkan
pengintergrasian kegiatan mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan menghadapi
bencana melalui kegiatan di sekolah, hal ini dapat menjadi sebuah terobosan
dalam mengevaluasi dan memonotoring kapasitas peserta didik. Kegiatan dapat
dilakukan dengan extrakurikuler mitigasi bencana sehingga tidak akan
membebani kurikulum yang telah dilaksanakan di terapkan pada peserta didik.
Komunitas sekolah merupakan bagian dari ruang publik dengan tingkat
kerentanan tertinggi dalam menghadapi bencana. Telah banyak kerangka, modul,
dan panduan dalam upaya peningkatan usaha pengurangan risiko becana maupun
peningkatan kapasitas komunitas sekolah dalam menghadapi bencana. Namun,
faktanya komunitas sekolah yang berada pada daerah rawan bencana masih belum
siap dalam menghadapi bencana. Pendidikan kebencanaan harus dialami oleh
peserta didik sedari dini tetapi beban kurikulum pendidikan sekolah telah banyak.
Kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana dapat dijadikan sebuah solusi.
Berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan maka rumusan masalah yang
akan dibahas yaitu mengenai model ekstrakurikuler mitigasi bencana dan metode
ekstrakurikuler mitigasi bencana yang akan diterapkan kepada peserta didik di
sekolah
Penulisan karya tulis ini berdasarkan data primer hasil penelitian penulis,
data sekunder berasal dari lembaga- lembaga/instansi terkait serta studi pustaka
yang bersumber pada buku, jurnal ilmiah, berita dan publikasi ilmiah lainnya yang
relevan dengan bidang ilmu kebencanaan. Data dianalisis dan diambil
kesimpulannya kemudian penulis mengagas suatu model ektrakurikuler mitigasi
bencana serta metode penerapannya.
Model ekstrakurikuler mitigasi bencana adalah kegia tan ektra yang diikuti
oleh peserta didik yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas, dan kemampuan
diri dalam menghadapi bencana. Pelaksanaan kegiatan ekstrakurikuler mitigasi
bencana memadukan antara kegiatan pencegahan secara fisik dan peningkatan
kesiapsiagaan. Model kegiatan ekstrakurikuler yaitu indikator capaian yang sesuai
kemampuan peserta didik, tujuan dan proses penilaian yang mendukung
pendidikan mitigasi, menggunakan strategi yang efisien seperti simulasi serta
muatan materi yang menarik. Penyusunan kurikulum didasarkan pada analisis
kebutuhan dari tingkat kerentanan peserta d idik. Kurikulum ini terdiri atas

vii
kurikulum dasar untuk peserta didik Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah
Pertama serta kurikulum tingkat lanjut untuk peserta didik Sekolah Menengah
Atas. Pelaksanaan kegiatan mengikuti buku panduan kegiatan dan dilakukan
sekali dalam seminggu diluar proses belajar mengajar karena merupakan kegiatan
ektrakurikuler. Pembina merupakan guru maupun fasilitator dari BPBD, PMI, dan
melibatkan relawan pada bidang kebencanaan yang telah terlatih.
Pelaksanaan integrasi ini harus dilakukan secara serentak dan merata di
seluruh wilayah Indonesia pada jenjang pendidikan. Tindakan mitigasi yang
dilakukan sesuai kemampuan peserta didik. Peningkatan kesiapsiagaan dilakukan
dibarengi dengan evaluasi dan monitoring. Metodenya dimulai dengan sosialisasi
instrumen kesiapsiagaan di sekolah, penilaian kesiapsiagaan peserta didik,
evaluasi hasil kesiapsiagaan, peningkatan kesiapsiagaan dan evaluasi serta
monitoring capaian. Berlangsungnya integrasi kesiapsiagaan pada penilaian hasil
belajar akhirnya akan menjadi suatu siklus sistem penilaian kesiapsiagaan. Siklus
ini harus terus berlangsung dan berkelanjutan dialami oleh peserta didik dan
diharapkan peserta didik siap menghadapi berbagai macam potensi bencana di
wilayah Indonesia dimanapun mereka berada.
Penerapan model ekstrakurikuler mitigasi bencana memerlukan suatu sistem
pendidikan yang terencana dalam ketangguhan peserta didik pada setiap jenjang
pendidikan. Penerapannya juga memerlukan unsur pendukung dan kerjasama
berbagai pihak terkait (stakeholder) seperti, Dinas Pendidikan, BNPB, BPBD,
Non-Governmental Organization (NGO), instansi swasta, masyarakat dan
komunitas sekolah. Inovasi kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana dapat
menjadi contoh bagi negara-negara di ASEAN dalam hal integrasi pendidikan
kebencanaan. Gagasan ini juga merupakan suatu bentuk dukungan dalam
keberhasilan Sustainable Development Goal (SDG) yang berfokus pada
pendidikan dan anak serta upaya pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan
di Indonesia.

viii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara dengan segudang potensi bencana alam.
dSebanyak 20.476 kejadian bencana dalam kurun waktu 200 tahun terakhir. Sejak
Tahun 1815-2015 di Indonesia telah terjadi 6.200 kejadian bencana banjir dan
menyebabkan korban 18.927 nyawa meninggal, 3.913 kejadian bencana angin
puting beliung dengan 345 korban. Hal ini sangat berbeda dengan bencana letusan
gunung api yang terjadi 139 kali dengan jumlah korban meninggal sebanyak 78.627
dan hanya 10 kejadian bencana gempa bumi yang disertai tsunami menyebabkan
korban sebanyak 167.779 jiwa (BNPB, 2015) (Lampiran 1). Bencana memiliki
karakteristik yang berbeda-beda, bencana banjir dan angin puting beliung sering
terjadi namun korban yang disebabkan oleh bencana tersebut cenderung sedikit
sangat berbeda dengan bencana gempa bumi, tsunami dan gunung meletus, bencana
ini sangat jarang terjadi namun saat terjadi banyak korban yang ditimbulkan. Data
menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat rentan terhadap bencana letusan
gunung api, gempa bumi dan tsunami.
Bencana menimbulkan potensi jatuhnya korban dan kerugian materil serta
dampak psikologis bagi masyarakat terutama bagi generasi muda/anak-anak.
Bencana gempa bumi dengan kekuatan 7,9 skala richter yang terjadi pada Tahun
2008 di Sinchuan, China menewaskan sekitar 88.000 jiwa dengan 5.335 jiwa
merupakan anak-anak sekolah dan 12.000 gedung sekolah runtuh menimbun siswa
dan guru (UNICEF, 2009). Tentunya kejadian yang pernah dialami oleh Negara
China tidak ingin terulang lagi di Indonesia. Kondisi Indonesia yang sangat
berpotensi terhadap bencana harus dibarengi dengan kegiatan pengurangan risiko
bencana. Upaya mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan diri dapat dilakukan
terutama oleh anak-anak sebagai bagian dari masyarakat yang paling rentan
terhadap bencana.
2

Pengalaman gempa yang terjadi di pulau Sumatera Barat menunjukkan


betapa besarnya dampak kerusakan sekolah, khususnya ruang kelas. Akibatnya,
proses kegiatan belajar-mengajar secara normal pun terhenti. Hampir di sebagian
besar wilayah Indonesia, sarana dan prasarana sekolah yang ada sangatlah rentan
terhadap bencana. Selain infrastruktur bangunan sekolah, tak dapat dibayangkan
apabila kejadian bencana terjadi pada jam-jam sekolah (Sunarhadi, 2012).
Kemampuan dan kapasitas dalam menghadapi bencana bagi peserta didik
menjadi sangat penting karena sebagian besar waktu peserta didik dihabiskan di
sekolah. Apabila terjadi bencana di sekolah, perbandingan jumlah guru/orang
dewasa di lingkungan sekolah menjadi tantangan dalam proses penyelamatan
peserta didik yang jumlahnya sangat banyak. Oleh karena itu, peserta didik harus
mampu dan siap dalam menghadapi bencana yang menimpa mereka kapanpun.
Kegiatan pengurangan risiko bencana seperti mitigasi bencana menjadi sangat perlu
dilakukan.
Mitigasi bencana dapat dilakukan secara struktural dan non-struktural yaitu,
mitigasi dengan melakukan perbaikan secara fisik dan melakukan peningkatan
kesiapsiagaan. Kapasitas kesiapsiagaan menghadapi bencana tidak serta-merta ada
dan memiliki nilai yang baik pada setiap peserta didik namun perlu waktu dan
usaha. Selama ini peningkatan kesiapsiagaan dan upaya mitigasi bencana telah
dilakukan dalam proses pembelajaran. Namun, hasil evaluasi tingkat kesiapsiagaan
peserta didik menunjukkan bahwa peserta didik masih belum siap dalam
menghadapi bencana dan tidak berpartisipasi dalam kegiatan mitigasi. Padahal
materi mengenai kebencanaan sangat banyak dan harus dikuasai oleh peserta didik
sebagai bekal dalam ketangguhan menghadapi bencana di Indonesia. Pendidikan
kebencanaan juga sangat perlu diberikan sedini mungkin pada anak-anak.
Dibutuhkan pengintegrasian kegiatan mitigasi dan peningkatan kesiapsiagaan
menghadapi bencana melalui kegiatan di sekolah, hal ini menjadi sebuah terobosan
dalam mengevaluasi dan memonitoring kapasitas peserta didik. Kegiatan dapat
dilakukan dengan extrakurikuler mitigasi bencana sehingga tidak akan membebani
kurikulum yang telah dilaksanakan di terapkan pada peserta didik. Inovasi ini dapat
menjadi contoh bagi negara-negara di ASEAN yang memiliki potensi bencana
yang hampir sama dengan Indonesia dalam hal integrasi pendidikan kebencanaan.
3

Gagasan ini juga merupakan suatu bentuk dukungan dalam keberhasilan


Sustainable Development Goal (SDG) yang berfokus pada pendidikan dan anak
serta upaya pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah


Komunitas sekolah merupakan bagian dari ruang publik dengan tingkat
kerentanan tertinggi dalam menghadapi bencana. Kegiatan pengurangan risiko
bencana telah banyak dilakukan dalam proses pembelajaran. Telah banyak
kerangka, modul, dan panduan dalam upaya peningkatan pengurangan risiko
becana dan peningkatan kapasitas komunitas sekolah dalam menghadapi bencana.
Namun, faktanya komunitas sekolah yang berada pada daerah rawan bencana masih
belum siap dalam menghadapi bencana. Oleh karena itu, diperlukan solusi dimana
pihak yang memiliki otoritas seperti orang tua, guru dan lembaga pendidikan dapat
memonitoring kapasitas peserta didik dalam menghadapi bencana.
Pendidikan kebencanaan harus dialami oleh peserta didik dimulai sedini
mungkin. Kegiatan yang harus dilakukan agar pendidikan kebencanaan dapat
berlangsung secara berkelanjutan adalah dengan memasukkan pendidikan
kebencanaan dalam pendidikan di sekolah. Namun, beban kurikulum peserta didik
telah banyak dan di Indonesia pendidikan kebencanaan hanya dibahas pada
Kompetensi Dasar Kelas X Semester Genap. Oleh karena itu, kegiatan pendidikan
kebencanaan dapat dilaksanakan melalui kegiatan ektrakurikuler. Pada akhirnya
berdasarkan identifikasi masalah yang ditemukan maka rumusan masalah yang
akan dibahas yaitu, bagaimana model ekstrakurikuler mitigasi bencana dan metode
ekstrakurikuler mitigasi bencana yang akan diterapkan kepada peserta didik di
sekolah?

1.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan karya tulis ini yaitu:
1. Menyampaikan gagasan/ide mengenai model ekstrakurikuler mitigasi
bencana di sekolah yang merupakan upaya dalam pengurangan risiko
bencana secara berkelanjutan di Indonesia.
4

2. Merancang metode penerapan ektrakurikuler mitigasi bencana dan evaluasi


kegiatan mitigasi serta kesiapsiagaan peserta didik dalam menghadapi
bencana di Indonesia.

1.4 Manfaat
Manfaat yang diharapkan dalam penulisan karya tulis ini yaitu:
1. Bagi pemerintah, gagasan ini dapat digunakan sebagai solusi dalam upaya
pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan melalui kegitan belajar di
sekolah.
2. Bagi masyarakat, melalui penerapan gagasan/ide yang disampaikan penulis,
masyarakat terutama orang tua/wali peserta didik dapat mengetahui kapasitas
dan kemampuan anaknya dalam menghadapi bencana.
3. Bagi komunitas sekolah, penerapan gagasan/ide ini dapat menjadi
rekomendasi dalam upaya pengurangan risiko bencana melalui kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana serta dapat melakukan mitigasi di
lingkungan sekolah.

1.5 Metode Kepenulisan


Karya tulis ini dibuat berdasarkan data-data primer hasil penelitian penulis,
data sekunder berasal dari lembaga-lembaga/instansi terkait serta studi pustaka
yang bersumber pada buku, jurnal ilmiah, berita dan publikasi ilmiah lainnya yang
relevan dengan bidang ilmu kebencanaan. Hasil penelitian yang menunjukkan
bahwa telah banyak upaya peningkatan kesiapsiagaan dalam proses pembelajaran
maupun pelatihan namun belum ada sistem yang menjadi acuan dalam evaluasi dan
monitoring kesiapsiagaan peserta didik. Berdasarkan kajian permasalahan dan studi
pustaka, penulis menggagas suatu model ektrakurikuler mitigasi bencana. Pada
penerapannya peserta didik diharapkan ikut serta dalam melakukan mitgasi dan
terus terjadi peningkatan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengurangan Risiko Bencana


Pengurangan risiko bencana ialah upaya sistematis yang dilakukan untuk
mengembangkan dan menerapkan kebijakan, strategis dan tindakan yang dapat
meminimalisir korban dan kerugian materil akibat bencana, baik melalui upaya
mitigasi ataupun pengurangan kerentanan (BNPB, 2013). Terdapat tiga pemangku
kepentingan dalam upaya mengurangi risiko bencana yaitu individu dan rumah
tangga, pemerintah serta komunitas sekolah (Hidayati dalam Nurchayat, 2014).
Peserta didik yang merupakan bagian komunitas sekolah mampu memadukan
pengetahuan baru bagi kehidupan sehari-hari dan menjadi sumber pengetahuan bagi
orang di sekelilingnya. Pemberian pengetahuan serta informasi yang memadai
mengenai kebencanaan dapat meningkatkan ketangguhan terhadap bencana.
Pada hakikatnya tingkat risiko bencana tergantung pada: 1) tingkat ancaman
kawasan, 2) tingkat kerentanan kawasan yang terancam, dan 3) tingkat kapasitas
komunitas dalam menghadapi bencana. Ketiga variabel ini saling berpengaruh
dimana apabila ancaman bencana besar, kawasan sangat rentan dan kapasitas
komunitas masyarakat rendah maka risiko yang ditimbulkan menjadi sangat besar.
Namun, berbeda apabila masyarakat memiliki kapasitas yang baik terhadap
bencana. Hubungan ketiganya adalah sebagai berikut:

𝐾𝑒𝑟𝑒𝑛𝑡𝑎𝑛𝑎𝑛
𝑅𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝐵𝑒𝑛𝑐𝑎𝑛𝑎 = 𝐴𝑛𝑐𝑎𝑚𝑎𝑛 𝑥
𝐾𝑎𝑝𝑎𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠
Gambar 2.1 Formula Indeks Risiko Bencana
Sumber: Rumus Indeks Risiko Bencana di Indonesia (BNPB, 2013)
Upaya pengurangan risiko bencana pada sistem pendidikan telah banyak
dilakukan melalui pengembangan program-program dan proyek yang secara umum
bertujuan untuk menyelamatkan dan mempersiapkan komunitas sekolah. Beragam
program/proyek yang telah dikembangkan memiliki konsep dan strategi yang
berbeda-beda untuk meningkatkan kapasitas komunitas sekolah. Berikut ini
6

merupakan program/proyek pengurangan risiko bencana berbasis komunitas


sekolah yang diterapkan di Indonesia:
2.1.1 Program Sekolah Siaga Bencana (SSB)
Sekolah Siaga Bencana bertujuan untuk membangun budaya siaga dan
aman di sekolah, serta membangun ketahanan dalam menghadapi bencana
oleh warga sekolah. Budaya siap siaga bencana merupakan syarat mutlak
untuk mewujudkan terciptanya Sekolah Siaga Bencana. Pengukuran upaya
yang dilakukan sekolah dalam tercapainya Sekolah Siaga Bencana dilakukan
dengan mengukur pencapaian pada parameter, indikator dan verifikasi yang
telah ditetapkan.
Sekolah Siaga Bencana adalah sekolah yang memiliki kemampuan
untuk mengelola risiko bencana di lingkungannya. Kemampuan tersebut
diukur dengan adanya beberapa aspek yaitu: 1) perencanaan penanggulangan
bencana, 2) ketersediaan logistik, 3) keamanan dan kenyamanan di
lingkungan pendidikan, 4) infrastruktur, 5) sistem tanggap darurat, 6)
pengetahuan dan kemampuan kesiapsiagaan, 7) prosedur tetap dan kebijakan,
dan 8) sistem peringatan dini.
Adapun konsep dasar pengupayaan kesiapsiagaan sekolah merupakan
penerjemahan dari Prioritas 3 dan 5 dalam Kerangka Kerja Aksi Hyogo
Tahun 2005-2015, yaitu menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan
untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua
tingkatan dan memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana untuk respon
yang efektif di semua tingkatan masyarakat. Maka, konsep sekolah siaga
bencana memiliki dua unsur utama, yaitu:
1) Lingkungan Belajar yang Aman, dan
2) Kesiapsiagaan Warga Sekolah.
2.1.2 Save School Project (Proyek Sekolah Aman)
Implementasi Proyek Sekolah Aman dilakukan oleh Plan Indonesia
bersama beberapa Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) sejak Tahun 2011.
Sekolah Aman di Indonesia memungkinkan anak-anak mendapat akses pada
sekolah dan lingkungan belajar yang aman meskipun berada dilingkungan
yang rawan bencana. Proyek ini dilaksanakan di 30 sekolah yang tersebar di
7

Kabupaten Rembang, Grobogan di Jawa Tengah dan Kabupaten Sikka di


NTT. Kemudian pada Tahun 2013, Plan melakukan proyek Sekolah Aman di
20 sekolah yang tersebar di Jakarta Timur, Jakarta Barat dan DKI Jakarta.
Tujuan program sekolah aman adalah untuk mengidentifikasi lokasi
sekolah pada prioritas daerah rawan bencana gempa bumi dan tsunami, serta
memberikan acuan dalam penerapan Sekolah Aman dari bencana baik secara
struktural dan non-struktural. Pada pelaksanaan Proyek Sekolah Aman, Plan
Indonesia dan mitra-mitranya senantiasa mengacu pada 3 pilar kerangka kerja
Sekolah Aman yang komprehensif yaitu kerangka global untuk pengurangan
risiko bencana yang cerdas iklim, sebagai jembatan antara pembangunan dan
aksi kemanusiaan di sektor pendidikan (Tebe, 2014). Tiga pilar kerangka
kerja Sekolah Aman adalah sebagai berikut:

Kebijakan dan Perencanaan Sektor Pandidikan


1) Fasilitas
Sekolah Aman

2) Menejemen 3) Pendidikan
Bencana di Pengurangan
Sekolah Risiko

Disesuaikan dengan rencana menejemen bencana nasional dan lokal

Gambar 2.2 Tiga Pilar Sekolah Aman


Sumber: Kerangka Kerja Sekolah Aman yang Komprehensif (Tebe, 2014)

2.2 Mitigasi Bencana


Upaya penanggulangan bencana di Indonesia telah tercantum dalam UU
Nomor 24 Tahun 2007. Salah satu tindakan yang penting dalam penanggulangan
bencana adalah tindakan mitigasi bencana. Mitigasi adalah tindakan yang dilakukan
sebelum terjadi bencana untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan (Aditya,
2009). Mitigasi bencana terdiri atas mitigasi struktural dan mitigasi non-struktural.
Mitigasi struktural merupakan kegiatan pengurangan risiko bencana yang bersifat
fisik seperti pembangunan tanggul, pembuatan rumah tahan gempa dan pembuatan
selokan sedangkan, mitigasi non-struktural merupakan segala upaya dalam
8

pengurangan risiko bencana yang dilakukan namun tidak bersifat fisik. Mitigasi
non-struktural dapat berupa peningkatan kesiapsiagaan, peningkatan pengetahuan
dan tanggap darurat terhadap bencana.

2.3 Tingkat Kesiapsiagaan


Kesiapsiagaan adalah tahapan yang paling penting ketika terjadi bencana
untuk mengurangi korban jiwa. Pada UU Nomor 24 Tahun 2007 pasal 1 ayat 7
berbunyi, kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang
tepat guna dan berdaya guna. Peningkatan kesiapsiagaan adalah tahapan yang
paling harus dilakukan pada pra-bencana. Kesadaran dan pemahaman hubungan
antara bencana dan kebutuhan dasar masyarakat sangat penting. Kebutuhan dasar
merupakan pondasi dari pengurangan risiko bencana yang akan meningkatkan
kesiapan masyarakat terhadap bencana. Sedangkan kesiagaan bersifat fungsional
yang menyangkut fungsi baik secara perseorangan maupun sebagai kelompok.
Kesiapsiagaan bencana berarti suatu rangkaian upaya yang sifatnya rutin dan
fungsional (Zaenuddin, 2009).
Kajian tingkat kesiapsiagaan komunitas sekolah merupakan bagian dari
kajian model sekolah siaga bencana yang dilakukan menggunakan kerangka kerja
(framework) kesiapsiagaan yang dikembangkan oleh LIPI-UNESCO/ISDR pada
tahun 2006. Pada analisis tingkat kesiapsiagaan sekolah terdiri atas tiga instrumen
berdasarkan responden analisis kesiapsiagaan yaitu pihak sekolah/kepala sekolah,
guru dan peserta didik. Pada kajian kesiapsiagaan peserta didik terdapat 4 parameter
yang menjadi acuan yaitu pengetahuan/knowledge (K), rencana tanggap
darurat/emergency planning (EP), peringatan bencana/warning system (WS) dan
mobilisasi sumber daya/resource mobilitation (RMC). Nilai indeks tingkat
kesiapsiagaan yang akan menjadi gambaran apakah peserta siap dalam menghadapi
bencana di masa mendatang.
Tingkat kesiapsiagaan peserta didik dapat dinilai dan dengan menggunakan
kuesioner kesiapsiagaan murid yang telah disusun oleh LIPI (2011) pada Panduan
Mengukur Tingkat Kesiapsiagaan Mayarakat dan Komunitas Sekolah (Hidayati,
2011). Kemudian evaluasi dan monitoring perkembangan kesiapsiagaan
9

menggunakan Panduan Monitoring dan Evaluasi Sekolah Siaga Bencana yang


dikembangkan oleh LIPI pada Tahun 2012 (Koswara, 2012). Analisis hasil
penilaian kesiapsiagaan yang digunakan adalah dengan menggunakan analisis
kuantitatif yang akhirnya didapatkan angka indeks kesiapsiagaan dan merupakan
hasil indeks gabungan dari parameter yang ada. Nilai indeks tingkat kesiapsiagaan
diklasifikasikan dan dikatagorikan dalam 5 kelas (Sopaheluwakan, 2006), yaitu:
1. Sangat Siap : 80-100
2. Siap : 65-79
3. Hampir Siap : 55-64
4. Kurang Siap : 40-54
5. Belum Siap : 0-39
10

BAB III
ANALISIS DAN SINTESIS

3.1 Problematika Pendidikan Kebencanaan pada Sekolah di Indonesia


Berdasarkan kasus bencana banjir yang terjadi di Kabupaten Sukoharjo,
kesadaran masyarakat mengenai pentingnya mitigasi bencana muncul setelah
kejadian bencana terjadi (Sunarhadi, 2012). Hal ini sama seperti di Jepang dimana
pendidikan kebencanaan mulai dilakukan setelah terjadi bencana gempa pada
Tahun 1995. Jepang menjalankan pendidikan kebencanaan dimulai dalam bentuk
yang melekat pada mata pelajaran kemudian hanya diajarkan dalam mata pelajaran
Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), dan akhirnya muncul mata pelajaran Pendidikan
Lingkungan dan Pengurangan Resiko Bencana pada Tahun 2002 (Shiwaku, 2011).
Proses ini memerlukan waktu hingga 7 tahun setelah adanya bencana gempa
(Lampiran 2).
Pengurangan risiko bencana telah merambah pada sistem pendidikan.
Terdapat setidaknya 7 masalah dalam pendidikan manajemen bencana yaitu: i)
ketidaksesuaian dalam keterpaduan dalam perencanaan tanggap darurat, ii) sekolah
dasar dan menengah meminta adanya penyusunan perencanaan untuk pendidikan
manajemen bencana tapi hanya sedikit yang dilakukan, iii) kurikulum dan bahan
ajar kebencanaan sedikit mengandung sikap, ketrampilan, dan aspek psikologi dan
upaya kemanusaiaan, iv) kesenjangan kualifikasi guru dalam hal kebencanaan yang
sebagaimana diperlukan, v) media pendidikan sosial berperan ganda, mungkin
lebih cepat dalam menyebarkan informasi namun tidak menjamin akurasinya
sehingga bisa mengakibatkan adanya kesalahan konsepsi, vi) keterpaduan
pemanfaatan sumber daya yang terbatas, dan vii) kemampuan melakukan
rehabilitasi psikologi (Gwee, 2011). Masalah-masalah yang telah dikemukan terjadi
disebabkan oleh kurangnya peran dan integrasi pihak-pihak terkait (stakeholder)
dalam memanajemen pendidikan kebencanaan secara berkelanjutan di sekolah.
11

3.2 Model Ekstakurikuler Mitigasi Bencana


Model ekstrakurikuler mitigasi bencana secara singkat adalah kegiatan ektra
yang diikuti oleh peserta didik yang bertujuan untuk meningkatkan keikutsertaan
dalam mitigasi, kapasitas, dan kemampuan diri dalam menghadapi bencana.
Ektrakurikuler mitigasi bencana sebagai kegiatan pendidikan kebencanaan
merupakan salah satu solusi dalam meningkatkan kesiapsiagaan dan ketangguhan
terhadap bencana serta mitigasi terhadap bencana di lingkungan sekolah. Kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana merupakan hasil pengembangan dari Program
Sekolah Siaga Bencana, yaitu sekolah yang memiliki kemampuan untuk mengelola
risiko bencana di lingkungannya.
Upaya pengurangan risiko bencana pada pembelajaran telah di lakukan pada
daerah-daerah dengan tingkat kerawanan yang tinggi seperti Kabupaten Klaten.
Pada Tahun 2014 telah terbit Peraturan Bupati Klaten tentang panduan
pembelajaran kebencanaan di Kabupaten Klaten (Lampiran 3). Hal seperti ini
sangat perlu dilakukan di setiap provinsi yang ada di Indonesia terutama daerah
dengan tingkat risiko bencana yang tinggi.
Perumusan dari kegiatan ekstrakurikuler mitigasi bencana dilatarbelakangi
karena tidak adanya sistem yang secara tetap/stabil dalam pendidikan kebencanaan
dan dalam mengevaluasi dan memonitoring keikutsertaan dalam mitigasi serta
tingkat kesiapsiagaan peserta didik. Upaya pendidikan kebencanaan yang
menyangkut kesiapsiagaan yang selama ini dilakukan tidak dibarengi dengan
proses evaluasi dan monitoring sehingga pihak sekolah, orang tua maupun
pemerintah tidak mengetahui perkembangan kemampuan peserta didik dalam
menghadapi bencana dan cenderung terabaikan. Kegiatan ekstrakurikler ini juga
akan meningkatkan peran peserta didik dalam menjaga lingkungan dengan
melakukan mitigasi.
Model kegiatan ekstrakurikuler yaitu memadukan antara kegiatan mitigasi
non-struktural dan kegiatan mitigasi stuktural yang dilakukan langsung di
lingkungan peserta didik. Kurikulum yang kemudian diturunkan menjadi
rancangan proses pembelajaran yan penyusunan indikator capaian sesuai dengan
kemampuan peserta didik, tujuan dan proses penilaian yang mendukung pendidikan
mitigasi bencana, menggunakan strategi yang efisien seperti simulasi serta muatan
12

materi yang menarik. Adapun peningkatan kesiapsiagaan peserta didik dalam


menghadapi bencana harus selalu di evaluasi dan dimonitoring oleh pihak sekolah.
Hasil evaluasi dan monitoring tingkat kesiapsiagaan peserta didik harus selalu
dilakukan di setiap semesternya dan hasil ini harus tertulis pada raport peserta didik,
sehingga dapat diidentifikasi kelemahan-kelemahan pada parameter-parameter
tingkat kesiapsiagaan dan dilakukan peningkatan atau perbaikan pada parameter
tersebut.

Gambar 3.1 Model Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana

3.3 Penerapan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana


3.3.1 Kurikulum Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Penyusunan kurikulum ekstrakurikuler mitigasi bencana didasarkan
pada analisis kebutuhan dari tingkat kerentanan peserta didik serta merupakan
kurikulum preventif. Kurikulum bersifat preventif yaitu kurikulum yang
didesain membahas segala hal yang berhubungan dengan aspek kebencanaan
(Nuryany dalam Ahmad, 2009). Kurikulum kegiatan ekstrakurikuler mitigasi
bencana diharapakan akan sesuai dengan karakteristik dan potensi bencana
disetiap daerah namun memiliki garis besar kurikulum yang sama untuk
Indonesia, yaitu mengenai pegetahuan dasar bencana, mitigasi bencana,
kesiapsiagaan terhadap bencana, tanggap darurat bencana dan tindakan
pemulihan pasca bencana.
Kurikulum ini terdiri merupakan kurikulum dasar untuk peserta didik
Sekolah Dasar (SD/sederajat) dan Sekolah Menengah Pertama
13

(SMP/sederajat) (Lampiran 4). Pelaksanaan kegiatan dilakukan sekali dalam


seminggu diluar jam belajar sekolah karena merupakan kegiatan
ektrakurikuler. Pengembangan kurikulum ektrakurikuler akan disesuaikan
dengan dearah lokasi penerapan kurikulum karena potensi bencana yang
terjadi berbeda sesuai dengan karakteriktik wilayah. Apabila dilakukan
penyeragaman kurikulum maka akan menghilangkan kapasitas lokal
masyarakat terutama menyangkut dengan kearifan lokal terhadap bencana di
wilayah tertentu. Bentuk kurikulum berupa Rancangan Proses Pembelajaran
(RPP) yang disusun sebagai acuan proses pembelajaran.
3.3.2 Rancangan Buku Panduan Kegiatan Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Buku panduan kegiatan ekstrakurikuler ini berisi tentang panduan
dalam melaksanakan proses pendidikan mitigasi bencana. Materi
pembelajaran disesuaikan dengan tingkat kompetensi yang para peserta didik
sesuai dengan kurikulum. Diharapkan buku panduan kegiatan ekstrakurikuler
mitigasi bencana dapat menjadi acuan oleh para pembina dalam
meyampaikan materi ekstrakurikuler mitigasi bencana.
3.3.3 Pembina Kegiatan Ektrakurikuler Mitigasi Bencana
Pembina kegiatan ektrakurikuler mitigasi bencana merupakan guru dan
fasilitator dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), Palang Merah Indonesia (PMI),
serta melibatkan relawan pada bidang kebencanaan. Para pembina terlebih
dahulu harus dilatih dan dipersiapkan oleh BPBD serta tersertifikasi.
3.4 Tindakan Mitigasi dan Peningkatan Kesiapsiagaan dalam
Ekstrakurikuler Mitigasi Bencana
Pelaksanaan ekstrakurikuler mitigasi bencana ini harus dilakukan secara
serentak dan merata di seluruh wilayah Indonesia pada jenjang sekolah dasar,
menegah hingga sekolah menengah atas. Tindakan mitigasi yang dapat dilakukan
oleh peserta didik selama mengikuti kegiatan berupa analisis kerentanan wilayah
sekolah, pembersihan selokan, pembuatan selokan, pengamanan perabotan di kelas,
dan pembuatan jalur evakuasi.
Kegiatan mitigasi non-struktural berupa peningkatan kesiapsiagaan dimulai
dengan penilaian kesiapsiagaan saat kegiatan pertama dilakukan dan dilakukan
14

evaluasi pada akhir semester. Penilaian kesiapsiagaan dapat dimulai saat peserta
didik mamasuki kelas 4 Sekolah Dasar (SD) karena dinilai mampu menganalisis
fenomena alam yang terjadi lingkungan sekitarnya. Hingga peserta didik memasuki
semester akhir kelas IX Sekolah Menengah Pertama (SMP). Instrumen dapat
menggunakan instrumen yang berasal dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI) dalam menganalisis kesiapsiagaan adalah dengan menggunakan kuisoner
kesiapsiagaaan siswa (Lampiran 5). Tingkat kesiapsiagaan harus selalu dikaji dan
dianalisis dan selalu diberi pengetahuan baru maupun pengalaman dalam upaya
peningkatan kesiapsiagaan. Bentuk peningkatan kesiapsigaan lainnya adalah
berupa pelatihan simulasi dan tanggap darurat bencana. Penerapan integrasi
kesiapsiagaan menghadapi bencana melalui kegiatan ekstrakurikuler mitigasi
bencana harus memiliki metode dalam pelaksanaannya dilapangan dan tahapannya
adalah sebagai berikut.
3.4.1 Sosialisasi Instrumen
Sosialisasi instrumen dalam kajian kesiapsiagaan menggunakan
instrumen Sekolah Siaga Bencana yang telah dibuat dan divalidasi oleh
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
3.4.2 Penilaian Tingkat Kesiapsiagaan
Penilaian kesiapsiagaan pesert didik dilakukan dengan mengisi
instrumen kajian kesiapsiagaan. Peserta didik diminta untuk mengisi
kuesioner dengan sejujur-jujurnya dan hal ini merupakan tugas guru dalam
memberikan pemahaman kepada peserta didik mengenai pentingnya
penilaian kapasitas yang mereka miliki dalam menghadapi bencana.
3.4.3 Evaluasi Hasil Kesiapsiagaan
Hasil penilaian tingkat kesiapsiagaan kemudian dianalisis oleh pihak
sekolah secara seksama dan menyeluruh terhadap seluruh populasi peserta
didik dalam kajian ini. Hasil yang telah ada kemudian dikaji mengenai
parameter-parameter yang lemah dan faktor-faktor yang menjadi penghambat
pencapaian kesiapsiagaan peserta didik. Kemudian hasil yang telah
didapatkan dilaporkan kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Dinas
Pendidikan, Badan Penanggulangan Bencana Daerah dan wali peserta didik.
15

3.4.4 Proses Peningkatan Kesiapsiagaan


Berdasarkan analisis penilaian kesiapsiagaan akan ditemukan
kelemahan-kelemahan peserta didik dalam capaian parameter maupun
variabel-variabel kesiapsiagaan. Merupakan tugas pemerintah, lembaga
kebencanaan (BNPB dan BPBD), orang tua dan pihak sekolah untuk
mengupayakan peningkatan kesiapsiagaan sehingga pada akhirnya peserta
didik dalam usaha pengurangan risiko bencana secara berkelanjutan pada
sistem pendidikan.
3.4.5 Monitoring dan Evaluasi Lanjutan
Selama semester berlangsung kegiatan peningkatan kesiapsiagaan juga
dilakukan dan pada semester selanjutnya tingkat kesiapsiagaan peserta didik
kembali diuji. Diharapkan terjadi peningkatan kesiapsiagaan dalam selang
waktu satu semester. Pihak sekolah juga harus melakukan evaluasi
kesiapsiagaan pada kapasitas yang dimiliki sekolah seperti analisis risiko
bencana, sistem pendidikan kebancanaan, menejemen sumber daya serta
panduan dan kebijakan dalam menghadapi bencana yang sewaktu-waktu
dapat terjadi.
Integrasi kesiapsiagaan menghadapi bencana melalui kegiatan
ekstrakurikuler mitigasi bencana pada akhirnya menjadi sebuah siklus dalam
monitoring dan evaluasi tingkat kesiapsiagaan peserta didik. Adapun
siklusnya adalah sebagai berikut:

Penilaian Tingkat
Kesiapsiagaan

Monitoring
Perkembangan Analisis Hasil
Kesiapsiagaan Penilaian

Evaluasi
Peningkatan Peningkatan
Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan

Gambar 3.2 Siklus Sistem Penilaian Kesiapsiagaan


16

BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

Pengurangan risiko bencana pada bidang pendidikan melalui kegiatan


ekstrakurikuler mitigasi bencana dilakukan dengan mitigasi struktural dan
peningkatan kesiapsiaaan. Keikutsertaan dalam melakukan mitigasi dan tingkat
kesiapsiagaan setiap individu dapat diukur dan dianalisis sehingga dapat dilakukan
pengkajian dan perbaikan dimasa yang akan datang. Model kegiatan
ekstrakurikuler yaitu terdiri atas kurikulum untuk siswa SD dan SMP. Kurikulum
yang dirancang sesuai dengan kemampuan peserta didik dan menggunakan strategi
yang efisien seperti simulasi. Pembina merupakan guru dan fasilitator dari BNPB,
BPBD, PMI, serta melibatkan relawan pada bidang kebencanaan yang terlatih dan
telah tersertifikasi. Bentuk mitigasi dilingkungan sekolah berupa pembersihan
selokan, pembuatan selokan, pengamanan perabotan di kelas, dan pembuatan jalur
evakuasi. Penerapan integrasi kesiapsigaan dalam kegiatan ekstrakurikuler mitigasi
bencana menjadi suatu siklus penilaian kesiapsiagaan. Siklus ini dialami oleh
peserta didik dan diharapkan peserta didik siap menghadapi berbagai macam
potensi bencana di wilayah Indonesia dimanapun mereka berada.
Penerapan ekstrakurikuler mitigasi bencana memerlukan sistem yang
terencana dalam capaian mitigasi kesiapsiagaan pada setiap jenjang pendidikan.
Instrumen penilaian harus tervalidasi dan mencakup materi-materi seluruh potensi
kebencanaan di wilayah Indonesia. Penerapannya juga memerlukan unsur
pendukung dan kerjasama berbagai pihak terkait (stakeholder) seperti, Dinas
Pendidikan, BNPB, PMI, BPBD, Non-Governmental Organization (NGO), instansi
swasta, masyarakat dan komunitas sekolah. Pengintergarasian kesiapsiagaan dalam
sistem pendidikan di Indonesia bisa terlaksana apabila seluruh unsur pendukung
telah siap dalam memberlakukan kebijakan ini dan pada akhirnya diharapakan
perkembangan kesiapsiagaan peserta didik di Indonesia menjadi lebih baik
sehingga akan mengurangi dampak korban bencana pada generasi muda/anak-anak.
17

Daftar Pustaka

Ahmad, Barry Aditya, dkk. 2009. Muhammadiyah dalam Kesiapsigaan Bencana.


Bandung: Risalah MDMC.
Ahmad, Widhyanto Muttaqin dan Barry Aditya Ahmad. 2009. Anak Siaga
Bencana. Jakarta: Risalah MDMC, hal: 49.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Data Kejadian Bencana Indonesia
periode Tahun 1815-2015. www.dibi.bnpb.go.id.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2015. Indeks Risiko Bencana Indonesia
Tahun 2013. Jakarta: Direktorat Pengurangan Risiko Bencana Deputi
Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan, Hal: 4.
Gwee, Qiru, Yukiko Takeuchi, Jet-Chau Wen and Rajib Shaw. 2011. Disaster
Education System in Yunlin County, Taiwan. Asian Journal of
Environment and Disaster Management (AJEDM) Focusing on Pro-active
Risk Reduction in Asia. ISSN: 1793-9259, Volume: 3, Issue: 2 (2011:196)
Hidayati, Deny, Widayatun, Puji Hartana, Triyono, Titik Kusumawati. 2011.
Panduan Mengukur Tingkat Kesiapsiagaan Masyarakat dan Komunitas
Sekolah. Jakarta: LIPI Press, hal: 41-44.
Koswara, Asep dan Triyono. 2012. Panduan Monitoring dan Evaluasi Sekolah
Siaga Bencana. Jakarta: LIPI Press, hal: 24-26.
Nurchayat, Nuray Anggraini. 2014. “Perbedaan Kesiapsiagaan Menghadapi
Bencana Gempa Bumi antara Kelompok Siswa Sekolah Dasar yang
dikelola dengan Strategi Pedagogi dan Andragogi”. Skripsi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.
Peraturan Pemerintah No.19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Shiwaku, Koichi. 2011. School Based Disaster Education System in Maiko High
School, Japan. Asian Journal of Environment and Disaster Management.
Vol. 3, No. 2 (2011) 243–258.
Sopaheluawakan, Jan, Deny Hidayati, Haryadi Permana Krisna Pribadi, dkk. 2006.
Kajian Kesiapsiagaan Masyarakat dalam Bencana Gempa Bumi &
Tsunami. Jakarta: LIPI Press.
18

Sunarhadi, Amin. Musiyam, M. Susilawati, Siti Azizah., dan Diniyati, Ari. 2012.
Integrasi Pengetahuan Mitigasi Bencana Dalam Kurikulum Sekolah
Menengah di Kabupaten Sukoharjo. Seminar Nasional Penginderaan Jauh
dan Sisitem Informasi Geografis. Fakutas Geografi UMS. Surakarta.
Sunarhadi, Amin dan Teguh Setyawan. 2012. Melek Geografi SMA 7 Surakarta
dan MA Al Islam di Kecamatan Serengan dalam Mengenal Bencana
Banjir dan Lingkungan. Disampaikan pada Seminar Nasional Geografi
Fakultas Geografi, Universitas Muhammadiyah Surakarta, 19 Juni 2014.
Tebe, Yusra, Handoko dan Fredrika Rambu. 2014. Pengalaman Implementasi
Program Sekolah Aman di Wilayah Pedesaan dan Perkotaan. Jakarta:
Plan Indonesia, hal: 5-9.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Upaya Penanggulangan Bencana
di Indonesia.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional.
UNICEF. 2009. Sinchuan Earthquake One Year Report May 2009. Beijing:
UNICEF, hal: 3.
Zaennudin, Akhmad. 2009. “Bencana Letusan Gunung Api” dalam “Perangkat
Diagnosa Kesiapsiagaan Bencana Indonesia (PASTI) Ancaman 7. Jakarta
Pusat: Humanitarian Forum Indonesia, hal: 175–180.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai