Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

Kulit merupakan organ tubuh terbesar yang terletak paling luar dan
membungkus permukaan tubuh. Sebesar 15% dari berat badan manusia
merupakan kulit.1 Kulit terbagi menjadi tiga lapisan utama yaitu epidermis,
dermis dan hipodermis atau subkutan.2 Epidermis merupakan lapisan kulit
paling luar, dermis merupakan lapisan kulit dibawah epidermis sedangkan
subkutan merupakan lapisan kulit paling bawah yang terdiri dari jaringan
lemak.
Pada lapisan epidermis terdapat tiga macam jenis sel, salah satunya adalah
melanosit yang terletak pada stratum basalis epidermis. Melanosit berfungsi
untuk memproduksi pigmen penghasil warna kulit yang disebut melanin. Salah
satu penyakit pada kulit yang berkaitan dengan melanosit adalah vitiligo.
Vitiligo adalah kehilangan melanosit secara progresif dan idiopatik dari lapisan
epidermis sehingga menyebabkan terjadinya depigmentasi pada kulit yang
memberikan gambaran bercak putih pada kulit.3
Vitiligo merupakan kelainan warna kulit yang paling sering terjadi di seluruh
dunia pada semua ras, usia dan jenis kelamin. Prevalensi vitiligo di seluruh
dunia adalah sebanyak 0.06%-2.28%.4 Berdasarkan penelitian yang dilakukan
di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Dr. Soetomo Surabaya pada periode
2012-2014 didapatkan prevalensi vitiligo adalah sebanyak 188 pasien.5 Tidak
ada data prevalensi vitiligo di Bali namun berdasarkan laporan kasus oleh
Rumah Sakit Indera Provinsi Bali pada tahun 2012, vitiligo merupakan
penyakit yang termasuk di urutan 10 besar penyakit kulit dengan jumlah pasien
adalah 111 orang.6
Etiologi vitiligo belum diketahui secara pasti namun peranan autoimun,
genetik dan faktor intrinsik diduga berperan sebagai etiologi vitiligo. Gejala
klinis vitiligo adalah makula sampai patch berwarna putih, simetrik atau

1
asimetrik dengan daerah predileksi adalah pada daerah yang paling sering
terpapar matahari seperti wajah, tibialis anterior dan pergelangan tangan bagian
fleksor.2 Diagnosis vitiligo dapat langsung ditegakkan apabila gambaran klinis
jelas terlihat. Beberapa pemeriksaan penunjang juga dapat dilakukan untuk
mendiagnosis vitiligo. Terdapat beberapa pengobatan yang dapat diberikan
kepada penderita vitiligo.
Vitiligo merupakan kelainan warna kulit yang termasuk dalam standar
kompetensi 3A dimana sebagai dokter umum harus dapat melakukan diagnosis,
penatalaksanaan awal, hingga melakukan perujukan terhadap kasus tersebut.
Sehingga sebagai dokter umum diperlukan pengetahuan yang berkaitan dengan
vitiligo untuk dapat memenuhi standar kompetensi tersebut.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Vitiligo adalah kelainan kulit kronis akibat hipomelanosis atau kehilangan
melanosit progresif dan idiopatik pada seluruh tubuh yang mengandung
melanosit ditandai dengan makula berwarna putih yang dapat meluas.2, 3
2.2 Epidemiologi
Vitiligo merupakan acquired depigmentary disorder yang sering terjadi di
seluruh dunia tanpa mengenal ras, jenis kelamin dan usia. Prevalensi
vitiligo di seluruh dunia adalah sebesar 0.06%-2.28%. 4 Penelitian yang
dilakukan di China pada tahun 2013, prevalensi vitiligo adalah 0,56%.7
Hipomelanosis yang terjadi pada vitiligo bisa terjadi pada semua umur
namun onset vitiligo paling sering terjadi pada usia 10-30 tahun yang 70%-
80% terjadi sebelum usia 30 tahun. Onset vitiligo pada wanita biasanya
dimulai pada usia sampai dengan 30 tahun sedangkan laki-laki pada usia
31-60 tahun.4 Sebanyak 10-38% penderita vitiligo memiliki riwayat
keluarga.9
Penelitian yang dilakukan di RSUD Dr. Soetomo Surabaya, penderita
vitiligo pada tahun 2012-2014 adalah sebanyak 188 pasien atau 0,2% dari
total kunjungan dengan pasien terbanyak adalah usia 25-44 tahun yaitu 61
pasien dan jenis kelamin wanita sebanyak 128 pasien. 5 Data yang
dilaporkan oleh Rumah Sakit Indera Provinsi Bali tahun, pasien yang
terdiagnosis vitiligo adalah sebanyak 111 pasien dimana vitiligo merupakan
10 penyakit terbanyak di Poliklinik Kulit Rumah Sakit Indera Provinsi Bali
tahun 2012.6

2.3 Etiologi

3
Etiologi dari vitiligo adalah produksi pigmen melanin yang berkurang
akibat jumlah melanosit yang sedikit. Penyebab vitiligo sampai saat ini
masih belum diketahui secara jelas. Namun diduga etiologi vitiligo
berkaitan dengan faktor genetik, autoimun dan menurunnya kemampuan
hidup melanosit akibat pajanan faktor intrinsik.4
2.4 Patogenesis
Vitiligo merupakan penyakit dengan patofisiologi yang belum diketahui
secara pasti namun terdapat beberapa hipotesis yang diduga terlibat pada
vitiligo. Vitiligo diduga berkaitan dengan faktor genetik disebabkan oleh
10-38% pasien memiliki riwayat keluarga.8 Faktor genetik yang berperan
dalam perkembangan vitiligo adalah Melanocyte proliferating gene 1
( MYG1). MYG1 adalah gen kandidat vitiligo karena gen ini memiliki
fungsi spesifik pada melanosit. Pada penderita vitiligo, MYG1 meningkat
pada kulit penderita. Selain itu, keterlibatan gen lain yaitu PTPN22 dan
NALP berasosiasi dengan vitiligo. PTPN22 merpakan gen yang mengkode
lymphoid protein tyrosine phosphatase, dimana tyrosine adalah enzim
penting dalam sintesis melanin.8
Hipotesis lain terjadinya vitiligo adalah gangguan homeostasis
melanosit. Gangguan homeostasis dapat disebabkan oleh produk metabolis
sintesis melanin, akumulasi prekursor melanin yang toksis di melanosit
(seperti: DOPA). Peningkatan DOPA akan menyebabkan akumulasi dari
H2O2 di epidermis yang menyebabkan kerusakan mitokondria yang
mempengaruhi produksi melanocyte growth factors dan sitokin yang
meregulasi ketahanan melanosit.8 Faktor biokimia seperti meningkatnya
sintesis hydrobiopterin, yang merupakan kofaktor hidroksilase tirosin yang
menyebabkan peningkatan katekolamin dan reactive oxygen species (ROS)
yang bersifat toksit untuk melanosit.8
Hipotesis lain adalah berkaitan dengan teori neurogenik. Apabila terjadi
gangguan pada pelepasan katekolamin dari ujung saraf yang akan

4
menyebabkan timbulnya aksi sitotoksik langsung oleh katekolamin pada
melanosit. Selain itu, dari beberapa penelitian yang dilakukan, beberapa
virus seperti Cytomegalovirus (CMV) dan Epstein-Barr virus (EBV) juga
dapat menyebabkan kerusakan pada melanosit yang diinduksi oleh virus
tersebut. Diinfeksi virus akan menyebabkan respon autoimun karena
molecular mimicry dari sekuens peptide virus engaktivasi subset T-Cells.8
Teori lain yang berkaitan dengan vitiligo adalah teori autoimun. Teori ini
muncul akibat beberapa pasien dengan vitiligo dan keluarganya mengalami
penyakit autoimun seperti lupus eritematosus, psoriasis, alopesia areata,
autoimmune thyroid diseases, pengobatan dengan immunosuppresan dan
pengobatan kotikosteroid oral. Terapi dengan kortikosteroid akan
menurunkan antibodi yang mencegah sitoksikasi pada melanosit pada
penderita vitiligo.11
2.5 Gejala
Vitiligo bermanifestasi sebagai perubahan warna kulit yaitu bercak putih
pucat, berbatas tegas dan umumnya berdiameter 0,5-5 cm. Pasien dengan
vitiligo juga dapat disertai gatal atau panas, namun karena sifat vitiligo
merupakan penyakit kronis sehingga pasien terutama mengeluhkan
problem kosmetik.8 Perubahan warna kulit pada vitiligo biasanya dimulai
pada daerah terbuka dan daerah yang sering terpajan matahari seperti
wajah, jari-jari atau punggung tangan.
Berdasarkan klinisnya, vitiligo diklasifikasikan menjadi tiga yaitu
vitiligo lokalisata, vitiligo generalisata dan vitiligo universalis:10
- Vitiligo Lokalisata, terbagi menjadi fokalis (satu makula atau lebih
dengan distribusi sederhana), unilateral ( satu makula atau lebih di salah
satu bagisan tubuh dengan ciri khas adalah lesi akan berhenti mendadak
pada garis tegah tubuh), mucosal ( hanya mnegenai mukuso membran).
- Vitiligo Generalisata, terbagi menjadi tiga yaitu vulgaris ( bercak putih
tersebar), akrofasialis ( bercak putih terlokalisir pada ekstrimitas distal
dan wajah) serta campuran ( bentuk vulgaris dan akrofasialis).
- Vitiligo Universalis, lesi sepenuhnya atau menutupi seluruh permukaan

5
kulit
2.6 Diagnosis Banding
Diagnosis banding pada vitiligo adalah:
-
Pitriasis versikolor: infeksi kulit superfisial yang disebabkan oleh jamur
Malassezia furfur.10 Diagnosis pitriasis versikolor dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada anamnesis, pasien biasanya mengeluhkan rasa gatal terutama pada
saat berkeringat. Pada pemeriksaan fisik, ditemukan makula putih
dengan skuama halus diatasnya serta berbatas tegas terutama pada
daerah yang lembab atau daerah yang tertutup pakaian. Pemeriksaan
penunjang pada pitriasis versikolor adalah dengan KOH yang akan
menunjukkan gambaran hifa pendek dengan spora bulat (spaggeti
meatball appearance). Selain itu, pemeriksaan dengan lampu wood
akan menunjukkan pancaran cahaya kuning keemasan.2
-
Pitriasis Alba: penyakit kulit nonspesifik ditandai dengan mackla-patch
hipopigmentasi berbentuk bulat-oval dengan predileksi paling sering
terdapat di wajah. Pitriasis alba sering menyerang anak-anak terutama
pada usia 3-16 tahun. Lesi awal yang ditemukan biasanya berwarna
merah muda atau sesuai dengan warna kulit dengan skuama halus.
Setelah eritema menghilang lesi akan berubah menjadi depigmentasi
dengan skuama halus.2
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pasien dengan vitiligo akan memberikan gambaran khas yang mudah
dikenali namun untuk menyingkirakan kemungkinan diagnosis banding,
pasien dengan vitiligo disarankan untuk melakukan beberapa pemeriksaan
laboratorium seperti screening T4, thyroid stimulating hormone (TSH),
gula darah puasa, hitung darah lengkap atas indikasi anemia perniosa.
Pemeriksaan gula darah pada pasien dengan vitiligo dilakukan mengingat
pasien berisiko menderita diabetes mellitus.8

6
Vitiligo generalisata diperlukan pengukuran kadar tirotropin setiap
tahun terutama pada penderita antibodi terhadap thyroid peroxidase pada
screening awal.8 Dapat dilakukan pemeriksaan berupa fotografi untuk
pemantauan repigmentasi dan bila mungkin fotografi yang diambil di
bawah sinar ultraviolet.8 Fotografi dilakukan juga untuk mengevaluasi
perkembangan hasil pengobatan atau keparahan klinis. 10
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan
dengan lampu wood. Lampu wood akan memberikan hasil berupa warna
putih atau putih kebiruan. Pemeriksaan histopatologi dengan pewarnaan
hematoksilin eosin (HE) akan menghasilkan melanosit yang tidak
ditemukan pada daerah depigmentasi tetapi meningkat pada daerah yang
hiperpigmentasi.2
2.8 Diagnosis
Diagnosis vitiligo dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan klinis
dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis, pasien akan mengeluhkan
munculnya bercak putih pada daerah yang sering terpapar matahari. Selain
itu, pasien juga dapat mengeluhkan adanya nyeri pada bercaak tersebut.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, 88% pasien juga memiliki riwayat
keluarga yang memiliki keluhan yang sama. Efflorensi yang ditemukan
pada pasien vitiligo adalah makula hingga patch hipopigmentasi yang
dikelilingi oleh kulit normal.12
Pemeriksaan dengan lampu wood dan pemeriksaan histopatologi juga
dapat membantu dalam mendiagnosis pasien vitiligo. Berdarsarkan Britsh
Association of Dermatologist diagnosis vitiligo ditegakkan secara langsung
apabila gambaran klinis sudah terlihat jelas, vitiligo pada orang dewasa
diperlukan pemeriksaan darah untuk mengevaluasi fungsi tiroid.12
2.9 Penatalaksanaan
Pengobatan pada vitiligo yang dapat diberikan adalah obat golongan
kortikosteroid seperti triamcinolone, hidorkortison atau prednison. Obat ini
dipakai untuk menghentikan penyebaran vitiligo dan menyempurnakan

7
pembentukan kembali pigmen kulit. Pengobatan sistemik dengan
dexametason oral tidak direkomedasikan untuk menahan progresivitas
vitiligo. Efek samping penggunaan kortikosteroid adalah rosacea, atrofi
kulit, acneiform, erythema dan telengiektasis.8
Secara topikal, dapat diberikan psoralen 1-5% krim yang digunakan
bersamaan paparan ultraviolet-A (UVA), penghambat calcineurin topikal
seperti pimecrolimus atau tacrolimus ointment 0.03-0.1%. Pimecrolimus
bekerja dengan menghambat aktivasi T-cell, sehingga lebih efektif
diberikan pada lesi yang aktif karena pada lesi aktif vitiigo ditemukan
kehadiran CD25+ T-cell. Inhibitor calcineurin topikal biasanya lebih
disukai untuk lesi pada wajah dan leher karena tidak menyebabkan atrofi
kulit dan dapat meningkatkan repigmentasi tanpa menekan sistemn
kekebalan tubuh alamiah.8
Terapi topikal lain yang dapat diberikan adalah prostaglandin E (PGE2).
PGE2 diberikan dengan pertimbangan bahwa sinar ultraviolet akan
menginduksi melanogenesis akibat meningkatnya produksi prostaglandin
yang berperan penting dalam mengaktivasi proses repigmentasi. 8
Pengobatan lain yang dapat diberikan adalah NB-UVB atau narrowband
ultraviolet B. NB-UVB bekerja dengan menstimulasi melanosit sehingga
menyebabkan repigmentasi.10 Terapi pembedahan juga dapat dilakukan
pada pasien vitiligo. Terapi ini dapat dilakukan apabila penyakit telah
inactive selama 6-12 bulan. terdapat beberapa teknik pembedahan yang
digunakan, namun teknik split-skin grafting merupaka pilihan yang terbaik.
Apabila lesi vitiligo luas, terapi yang direkomendasikan adalah
bleaching atau depigmentation dengan menggunakan krim hidrokuinon.
Efek samping penggunaan krim ini adalah kulit yang sensitif terhadap tabir
surya sehingga dianjurkan untuk memakai tabir surya dengan sun
protection factor (SPF) 30 atau lebih. Selain itu, untuk menutupi cacat atau
kerusakan kulit secara temporer, semipermanen atau permanen dapat

8
digunakan agen selt-tanning. Dihydrocyacetone (DHA) merupaka agen
self-tanning yang sering digunakan.8
2.10 Prognosis
Lesi pada vitiligo dapat muncul sebagai lesi baru dan dapat menghilang
dalam waktu beberapa tahun. Repigmentasi pada vitiligo biasanya
berlangsung lambat, tidak sempurna dan tidak permanen. Pada anak-anak,
repigmentasi dapat terjadi secara spontan namun dapat tidak
menghilangkan secara sempurna terutama pada daerah yang terpajan
matahari. 10

9
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas pasien


Nama : IGBSWS
Umur : 18 Tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Pengaji, Payangan
Pekerjaan : Mahasiswa
Agama : Hindu
No RM : 651342
Tanggal pemeriksaan : Kamis, 09 Mei 2019
3.2 Anamnesis
a. Riwayat penyakit sekarang
Keluhan utama: Timbul bercak berwarna putih
Pasien datang pada tanggal 09 Mei 2019 pukul 09:45 WITA ke
Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Sanjiwani Gianyar dengan keluhan
timbul bercak berwarna putih pada jari-jari tangan, kaki, dahi bibir dan
dada. Keluhan dirasakan muncul sudah sejak lama, Ibu pasien
mengatakan muncul sudah sejak usia 5 tahun pada bagian kepala,
namun sudah menghilang dengan diberikan salep dari dokter spesialis
kulit, namun keluhan muncul kembali sejak SMP. Pasien juga
mengeluhkan bercak putih semakin meluas setiap harinya. Tidak ada
faktor yang memperingan dan memperberat keluhan.

b. Riwayat penyakit terdahulu


Pada saat usia 5 tahun pasien sempat menggunakan salep yang diberikan
dokter spesialis kulit untuk mengobati keluhan yang ada di kepala, dan
keluhan tersebut sudah membaik. Riwayat penyakit kronis pada dan
alergi obat maupun makanan disangkal oleh pasien.

c. Riwayat pengobatan
Pasien belum pernah melakukan pengobatan untuk keluhannya saat ini.

10
d. Riwayat penyakit keluarga
Keluhan yang sama pada keluarga disangkal pasien. Penyakit kronis
seperti diabetes, hipertensi, penyakit jantung dan asthma pada keluarga
disangkal oleh pasien.

e. Riwayat sosial
Pasien merupakan seorang mahasiswa. Pasien tidak memiliki kebiasaan
merokok dan minum alkohol.

3.3 Pemeriksaan fisik


Status Present
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : E4 M5 V6
Laju Pernafasan : 16 x/menit
Denyut Nadi : 64 x/menit
Suhu Axilla : 36 °C
Tekanan darah : 110/70 mmHg
Status Generalis
Kesan dalam batas normal

Status Dermatologis
Lokasi : Regio Frontalis, Region Labialis, Region Thoraks
Anterior, Region Genu, Rwgio Digiti Manus I-V, Region
Digiti Pedis I-V, Plantar Pedis D et S

11
Effloresensi : Makula Hipopigmentasi multiple, berbatas tegas, bentuk
geografika, berukuran gutata hingga plakat, distribusi
regional.
3.4
D
i
a
g
n
o
s
i
s

banding

12
- Vitiligo
- Pitriasis Versikolor
- Pitriasi Alba
3.5 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan namun dapat diusulkan
pemeriksaan dengan lampu wood, KOH dan histopatologi.
3.6 Diagnosis kerja
Vitiligo
3.7 Penatalaksanaan
- Desoxymetasone cream 0,25% 2x sehari
- Fototeraphy 150 mj
- SOD Caps 1x1

13
BAB IV
PEMBAHASAN

Vitiligo adalah kelainan warna kulit kronis akibat hipomelanosis atau


kehilangan melanosit secara progresif yang menyebabkan timbulnya bercak
putih pada tubuh. Penyebab hilangnya pigmen melanin akibat berkurangnya
jumlah melanosit belum diketahui secara jelas. Beberapa hipotesis mengatakan
bahwa vitiligo berhubungan dengan beberapa faktor seperti faktor genetik,
autoimun dan biokimia. Vitiligo dapat menyerang semua ras, umur dan jenis
kelamin.
Pada kasus, pasien adalah seorang laki-laki usia 18 tahun sehingga sesuai
dengan epediomologi yaitu vitiligo dapat menyerang semua usia dan jenis
kelamin. Pasien sudah menderita bercak putih sejak usia 5 tahun namun sempat
menghilang dan muncul kembali sejak pasien bersekolah SMP, sehingga sesuai
dengan definisi dari vitiligo yaitu perubahan warna kulit menjadi putih dan
bersifat kronis. Penyebab dari vitiligo pada pasien belum jelas dan tidak
memiliki keluarga dengan keluhan yang sama.
Makula hipopigmentasi yang timbul pada tubuh juga dapat timbul pada
penyakit lain. Makula hipopigmentasi yang timbul pada vitiligo biasanya
muncul pada daerah yang lebih sering terpapar matahari seperti wajah, bagian
dorsal telapak tangan dan dapat terjadi pada tibialis posterior. Beberapa
penderita vitiligo biasanya akan merasakan nyeri pada daerah lesi dan makula
depigmentasi yang muncul dapat berubah ukuran menjadi patch depigmentasi.
Penyakit lain yang menimbulkan bercak putih adalah pitriasis versikolor dan
pitriasis alba. Pada pitriasis versikolor, makula hipopigmentasi akan ditutupi
dengan skuama halus dengan batas tegas terutama di badan. Sedangkan pitriasis
alba adalah penyakit kulit nonspesifik ditandai dengan macula hingga patch

14
hipopigmentasi berbentuk bulat atau oval dengan predileksi paling sering
terdapat di wajah dan sering menyerang anak-anak terutama pada usia 3-14
tahun. Pada kasus ini, pasien datang dengan keluhan timbul bercak berwarna
putih pada jari-jari tangan, kaki, dahi, bibir dan dada. Maka dari itu, pasien
yang ditemukan sesuai teori vitiligo.
Pengobatan pada vitiligo adalah dapat berupa topikal, oral, pembedahan atau
terapi tambahan. Terapi topikal yang bisa diberikan adalah kortikosteroid.
Kortikosteroid topikal digunakan sebagai antiinflmasi dan efek
immunomodulasi. memiliki keberhasilan repigmentasi sebesar 75% pada
daerah lesi terutama wajah dan leher. Penghambat kalsineurin topikal seperti
takrolimus dan pimecrolimus juga dapat diberikan kepada pasie dengan vitiligo.
Kortikosteroid topikal dan penghambat kalsineurin topikal merupakan first line
pada vitiligo. Selain itu, phototerapi seperi NB-UVB dan pembedahan juga
merupakan tatalaksana untuk vitiligo. 13
Penatalaksanaan yang diberikan pada kasus ini adalah pengobatan topikal
berupa Desoxymetasone cream 0,25% 2x sehari, Fototeraphy 150 mj dan SOD
Caps 1x1, sehingga penatalaksanaan pada kasus sudah sesuai dengan teori
penatalaksanaan pada vitiligo.

15
BAB V

PENUTUP
5.1. Simpulan
Telah dilaporkan kasus Vitiligo pada tanggal 09 Mei 2019. Pada kasus ini,
pasien merupakan seorang laki-laki usia 18 tahun bertempat tinggal di Pengaji,
Payangan. Pasien datang dengan keluhan dengan keluhan timbul bercak
berwarna putih pada jari-jari tangan, kaki, dahi bibir dan dada. Keluhan
dirasakan muncul sudah sejak lama, Ibu pasien mengatakan muncul sudah sejak
usia 5 tahun pada bagian kepala, namun sudah menghilang dengan diberikan
salep dari dokter spesialis kulit, namun keluhan muncul kembali sejak SMP.
Pasien tidak memiliki riwayat alergi dan penyakit kronis, pada keluarga tidak
memiliki riwayat keluhan yang sama dengan pasien. Status dermatologis pasien
adalah lokasi pada Regio Frontalis, Region Labialis, Region Thoraks Anterior,
Region Genu, Rwgio Digiti Manus I-V, Region Digiti Pedis I-V, Plantar Pedis
D et S dengan effloresensi berupa makula hipopigmentasi multiple, berbatas
tegas, bentuk geografika, berukuran gutata hingga plakat, distribusi regional.
Pasien didiagnosis dengan vitiligo berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan untuk pasien. Penatalaksanaan
yang diberikan pada kasus ini adalah pengobatan topikal berupa
Desoxymetasone cream 0,25% 2x sehari, Fototeraphy 150 mj dan SOD Caps
1x1.

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Kolarsick P, Kolarsick M, Goodwin C. Anatomy and Physiology of the Skin.


2011: p. 1-10.
2. Hamzah M, Siti A. Ilmu Penyakit Kulit dan kelamin. Edisi keenam. Jakarata:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: 2010: p.296-
298.
3. Yaghoobi R, Omidian M Bagherani N. Vitiligo: A review of the published
work. The Journal of Dematology. 2011: p. 419-431.
4. Karelson M. Vitiligo: clinical aspects, quality of life and the role of
melanocortin system in pathogenesis. Department of Dermatology and
Venereology University of Tartu. 2013: 12-17.
5. Rahmayanti N, Rahmadewi. A Retrospective Study: The Profile of New
Patient with Vitiligo. Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga. 2016.
28(2): p. 1-7.
6. Laporan Tahun 2012 RS Indera Provinsi Bali. p.21-22
7. Wang X, Du J, Wang T, Zhou C, Shen Y, Ding X, Ding X. Prevalence and
Cljnicial Profile of Vitiligo in China; A Community Based Study in Six Cities.
2013. Acta Dermatology Venereologica. 93: p. 62-65.
8. Anurogo D, Ikrar T. Vitiligo. 2014. 41(9): p. 666-673.
9. Sandika W, Novarina R, Setyaningrum T. Pemeriksaan Imunohistokimia
untuk Mengungkap Patogenesis Vitiligo. Fakultas Kedokteran Universitas
Airlangga. 2016. 43(10): p. 742-743.
10. Sri AS, RetnoWS. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi ketujuh. Jakarta:
Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2015.
11. Tarle R, Mira M, Nascimento L, Castro C. Vitiligo-Part. Brazil. 2014. 89(3):
p. 461-470.
12. Alikhan A, Felsten L, Daly M, Rosic V. Vitiligo: A comprehensive
Overview. American Academy of Dermatology. 2011. 65(3): p. 473-485.

17
13. Taieb A, et al. Guideline for the management of vitiligo: the European
Dermatology Forum consensus. 2012. British Association of Dermatologist.
p. 5-19

18

Anda mungkin juga menyukai