Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang
merupakan membran mukosa tipis yang membatasi permukaan dalam dari kelopak mata dan
melipat ke belakang membungkus permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di
tengah-tengah mata (kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah
saat terjadi inflamasi.. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel
goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea
1
1. Konjungtiva palpebralis : menutupi permukaan posterior dari palpebra dan
dapat dibagi menjadi marginal, tarsal, dan orbital konjungtiva.
a. Marginal konjungtiva memanjang dari tepi kelopak mata sampai sekitar
2mm di belakang kelopak mata menuju lengkung dangkal, sulkus
subtarsalis. Sesungguhnya merupakan zona transisi antara kulit dan
konjungtiva sesungguhnya.
b. Tarsal konjungtiva bersifat tipis, transparan, dan sangat vaskuler.
Menempel ketat pada seluruh tarsal plate pada kelopak mata atas. Pada
kelopak mata bawah, hanya menempel setengah lebar tarsus. Kelenjar
tarsal terlihat lewat struktur ini sebagai garis kuning.
c. Orbital konjungtiva berada diantara tarsal plate dan forniks.
2. Konjungtiva bulbaris : menutupi sebagian permukaan anterior bola mata.
Terpisah dari sklera anterior oleh jaringan episklera dan kapsula Tenon. Tepian
sepanjang 3mm dari konjungtiva bulbar disekitar kornea disebut dengan
konjungtiva limbal. Pada area limbus, konjungtiva, kapsula Tenon, dan jaringan
episklera bergabung menjadi jaringan padat yang terikat secara kuat pada
pertemuan korneosklera di bawahnya. Pada limbus, epitel konjungtiva menjadi
berlanjut seperti yang ada pada kornea. konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di
dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu
komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi
nutrisi bagi kornea.
2
Gambar 2. Struktur anatomi dari conjungtiva
Dikutip dari Khurana AK. Disease of The Conjunctiva. Dalam: Comprehensive Ophthalmology. 4th edition. New Delhi: New
Age International(P) Limited; 2007
Lapisan epitel konjungtiva tediri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder
bertingkat,superfisial dan basal. Sel epitel superfisial mengandung sel goblet bulat atau oval
yang mensekresi mukus. Mukus yang mendorong inti sel goblet ke tepi dan diperlukan untuk
dispersi lapisan air mata secara merata diseluruh prekornea. Stroma konjungtiva dibagi
menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundal). Lapisan
adenoid mengandung jaringan limfoid dan dibeberapa tempat dapat mengandung struktur
semacam folikel tanpa stratum germativum.
3
b. Tarsal konjungtiva mempunyai 2 lapis epitelium: lapisan superfisial dari sel silindris
dan lapisan dalam dari sel pipih.
c. Forniks dan bulbar konjungtiva mempunyai 3 lais epitelium: lapisan superfisial sel
silindris, lapisan tengan polihedral sel dan lapisan dalam sel kuboid.
d. Limbal konjungtiva sekali lagi mempunyai banyak lapisan (5-6 lapis) epitelium
stratified skuamous
- Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superficial) dan satu lapisan
fibrosa (profundus).
a. Lapisan adenoid disebut dengan lapisan limfoid dan terdiri dari jaringan ikat retikulum
yang terkait satu sama lain dan terdapat limfosit diantaranya. Lapisan ini paling berkembang
di forniks. Tidak terdapat mulai dari lahir tetapu berkembang setelah 3-4 bulan pertama
kehidupan. Untuk alasan ini, inflamasi konjungtiva pada bayi baru lahir tidak
memperlihatkan reaksi folikuler.
b. Lapisan fibrosa Terdiri dari jaringan fiber elastik dan kolagen. Lebih tebal daripada lapisan
adenoid, kecuali di regio konjungtiva tarsal dimana pada tempat tersebut struktur ini sangat
tipis. Lapisan ini mengandung pembuluh darah dan saraf konjungtiva. Bergabung dengan
kapsula tenon pada regio konjungtiva bulbar.
4
pembuluh darah: arteri konjungtiva posterior yang merupakan cabang dari arcade
arteri kelopak mata; dan arteri konjungtiva anterior yang merupakan cabang dari arteri
siliaris anterior. Cabang terminal dari arteri konjungtiva posterior beranastomose
dengan arteri konjungtiva anterior untuk membentuk pleksus perikornea.
Patofisiologi
Di samping itu tear film juga mengandung beta lysin, lysozym, IgA, IgG yang berfungsi
untung menghambat pertumbuhan kuman. Apabila ada mikroorganisme patogeen yang
mampu menembus pertahanan tersebut hingga terjadi infeksi konjungtiva yang disebut
konjungtivitis.
Etiologi
5
untuk diferensial diagnosa. Seseorang juga dapat membedakan konjungtivitis dari kelainan
lain seperti skleritis atau keratitis berdasar pada injeksinya. Tipe-tipe injeksi dibedakan
menjadi:
● Injeksi konjungtiva (merah terang, pembuluh darah yang distended bergerak bersama
dengan konjungtiva, semakin menurun jumlahnya saat menuju ke arah limbus).
● Injeksi perikornea (pembuluh darah superfisial, sirkuler atau cirkumcribed pada tepi
limbus).
● Injeksi siliar (tidak terlihat dengan jelas, pembuluh darah berwarna terang dan tidak
bergerak pada episklera di dekat limbus).
● Injeksi komposit(sering).
Dilatasi perilimbal atau siliar menandakan inflamasi dari kornea atau struktus
yang lebih dalam. Warna yang benar-benar merah menandakan konjungtivitis
bakterial, dan penampakan merah susu menandakan konjungtivitis alergik. Hiperemia
tanpa infiltrasi selular menandakan iritasi dari sebab fisik, seperti angin, matahari,
asap, dan sebagainya, tetapi mungkin juda didapatkan pada penyakit terkait dengan
instabilitas vaskuler(contoh, acne rosacea).
6
2.Discharge ( sekret ). Berasal dari eksudasi sel-sel radang. Kualitas dan sifat alamiah
eksudat(mukoid, purulen, berair, ropy, atau berdarah) tergantung dari etiologinya.
3.Chemosis ( edema conjunctiva ). Adanya Chemosis mengarahkan kita secara kuat pada
konjungtivitis alergik akut tetapi dapat juga muncul pada konjungtivitis gonokokkal akut atau
konjungtivitis meningokokkal, dan terutama pada konjungtivitis adenoviral. Chemosis dari
konjungtiva bulbar dapat dilihat pada pasien dengan trikinosis. Meskipun jarang, chemosis
mungkin timbul sebelum adanya infiltrasi atau eksudasi seluler gross.
7
kasus konjungtivitis toksik diinduksi oleh medikasi topikal seperti idoxuridine, dipiverin, dan
miotik. Folikel pada forniks inferior dan pada batas tarsal mempunyai nilai diagnostik yang
terbatas, tetapi ketika diketemukan terletak pada tarsus(terutama tarsus superior), harus
dicurigai adanya konjungtivitis klamidial, viral, atau toksik (mengikuti medikasi topikal).
.
7.Hipertrofi papiler. Adalah reaksi konjungtiva non spesifik yang muncul karena
konjungtiva terikat pada tarsus atau limbus di dasarnya oleh fibril. Ketika pembuluh darah
yang membentuk substansi dari papilla(bersama dengan elemen selular dan eksudat)
mencapai membran basement epitel, pembuluh darah tersebut akan bercabang menutupi
papila seperti kerangka dari sebuah payung. Eksudat inflamasi akan terakumulasi diantara
fibril, membentuk konjungtiva seperti sebuah gundukan. Pada kelainan yang menyebabkan
nekrosis(contoh,trakoma), eksudat dapat digantikan oleh jaringan granulasi atau jaringan ikat.
Ketika papila berukuran kecil, konjungtiva biasanya mempunyai penampilan yang halus dan
merah normal. Konjungtiva dengan papila berwarna merah sekali menandakan kelainan
disebabkan bakteri atau klamidia(contoh, konjungtiva tarsal yang berwarna merah sekali
merupakan karakteristik dari trakoma akut). Injeksi yang ditandai pada tarsus superior,
menandakan keratokunjungtivitis vernal dan konjungtivitis giant papillary dengan
sensitivitas terhadap lensa kontak; pada tarsal inferior, gejala tersebut menandakan
keratokonjungtivitis atopik. Papila yang berukuran besar juga dapat muncul pada limbus,
terutama pada area yang secara normal dapat terekspos ketika mata sedang terbuka(antara
8
jam 2 dan 4 serta antara jam 8 dan 10). Di situ gejala nampak sebagai gundukan gelatin yang
dapat mencapai kornea. Papila limbal adalah tanda khas dari keratokonjungtivitis vernal tapi
langka pada keratokonjungtivitis atopik.
9
Gambar 7. Bentukan pseudomembran yang diangkat
Dikutip dari http://www.rootatlas.com/wordpress/wp-content/uploads/2007/08/pseudomembrane-eye.jpg
9.Phylctenules. Menggambarkan manifestasi lokal pada limbus karena alergi terhadap toxin
yang dihasilkan mikroorganisme. Phlyctenules d ari konjungtiva pada mulanya terdiri dari
perivaskulitis dengan pengikatan limfositik pada pembuluh darah. Ketika berkembang
menjadi ulserasi dari konjungtiva, dasar ulkus mempunyai banyak leukosit polimorfonuklear.
Dikutip dari Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81
11. Granuloma. Adalah nodus stroma konjungtiva yang meradang dengan area bulat merah
dan terdapat injeksi vaskular. Tanda ini dapat muncul pada kelainan sistemik seperti
tuberkulosis atau sarkoidosis atau mungkin faktor eksogen seperti granuloma jahitan
postoperasi atau granuloma benda asing lainnya. Granuloma muncul bersamaan dengan
bengkaknya nodus limfatikus preaurikular dan submandibular pada kelainan seperti sindroma
okuloglandular Parinaud.
10
Gambar 9 Granuloma konjungtiva disertai dengan folikel pada sindroma okuloglandular Parinaud.
dikutip dari
Kanski JK. Conjunctiva. Dalam: Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. 5th edition. hal. 63-81
12. Nodus limfatikus yang membengkak. Sistem limfatik dari regio mata berjalan menuju
nodus limfatikus di preaurikular dan submandibular. Nodus limfatikus yang membengkak
mempunyai arti penting dan seringkali dihadapi sebagai tanda diagnostik dari konjungtivitis
viral. 12
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan secara langsung dari kerokan atau getah mata setelah bahan tersebut
dibuat sediaan yang dicat dengan pengecatan gram atau giemsa dapat dijumpai sel-sel radang
polimorfonuklear,sel-sel morfonuklear,juga bakteri atau jamur pnyebab konjungtivitis dapat
diidentifikasi dari pengecatan ini.
Pada konjungtivitis yang disebabkan oleh alergi pada pengecatan giemsa akan
didapatkan sel-sel eosinofil.
Diagnosis
11
ditemukan adanya hyfe, sedangkan pada konjungtivitis karena alergi ditemukan sel-sel
eosinofil.
Penatalaksanaan
Konjungtivitis karena jamur sangat jarang. Dapat diberi Amphoterichin B 0.1% yang
efektif untuk Aspergillus dan Candida. Konjungtivitis karena virus, pengobatan terutama
ditujukan untuk mencgah terjadinya infeksi sekunder dengan antibiotik. Beberapa virus yang
sering menyebabkan konjungtivitis adalah Adenovirus type 3 dan 7 yang mnyebabkan
demam pharingokonjungtiva. Adenovirus 8 dan 19 menyebabkan epidemik
keratokonjungtivitis. Enterovirus 70 menyebabkan konjungtivitis hemoragi akut. Pengobatan
dengan antivirus tidak efektik. Pengobatan utama adalah suportif. Berikan kompres hangat
atau dingin, bersihkan sekret dan dapat memakai air mata buatan. Pemberian kortikosteroid
tidak dianjurkan untuk pemakaian rutin.
Prognosis
Konjungtivitis pada umumnya self limited disease artinya dapat sembuh sendiri. Tanpa
pengobatan biasanya sembuh dalam 10-14 hari. Bila diobati sembuh dalam 1-3 hari.
Konjungtivitis karena stafilokokus sering kali menjadi kronis.5
Klasifikasi
12
A. Konjungtivitis Karena agen infeksi:
● Konjungtivitis Bakterial
Terdapat dua bentuk konjungtivitis bacterial: akut (dan subakut) dan menahun.
Penyebab konjungtivitis bakteri paling sering adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
onjungtivitis bacterial akut dapat sembuh sendiri bila disebabkan
dan Haemophilus. K
mikroorganisme seperti Haemophilus influenza. Lamanya penyakit dapat mencapai 2
minggu jika tidak diobati dengan memadai.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari
sekian antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa
hari. Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria
meningitides dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini
A. Tanda dan Gejala
- Iritasi mata,
- Mata merah,
- Sekret mata,
- Palpebra terasa lengket saat bangun tidur
- Kadang-kadang edema palpebra
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke mata sebelahnya melalui tangan.
Infeksi dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman
seperti seprei, kain, dll.
13
B. Pemeriksaan Laboratorium
Pada kebanyakan kasus konjungtivitis bacterial, organism dapat diketahui
dengan pemeriksaan mikroskopik terhadap kerokan konjungtiva yang dipulas dengan
pulasan Gram atau Giemsa; pemeriksaan ini mengungkapkan banyak neutrofil
polimorfonuklear. Kerokan konjungtiva untuk pemeriksaan mikroskopik dan biakan
disarankan untuk semua kasus dan diharuskan jika penyakit itu purulen, bermembran
atau berpseudomembran. Studi sensitivitas antibiotika juga baik, namun sebaiknya
harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil sensitifitas antibiotika telah ada,
tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
D. Terapi
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen
mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat mulai dengan
terapi topical antimikroba. Pada setiap konjungtivitis purulen, harus dipilih
antibiotika yang cocok untuk mengobati infeksi N gonorroeae, d an N meningitides.
Terapi topical dan sistemik harus segera dilkasanakan setelah materi untuk
pemeriksaan laboratorium telah diperoleh.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus
dibilas dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk
mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan
secara khusus hygiene perorangan.
14
E. Perjalanan dan Prognosis
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat
berlangsung selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali
konjungtivitis stafilokokus (yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan
memasuki tahap mnehun) dan konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati
dapat berakibat perforasi kornea dan endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat
menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke dalam darah dan meninges, hasil
akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan meningitis.
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi masalah
pengobatan yang menyulitkan.
Definisi
15
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan konjungtivitis purulen,
hiperemi konjungtiva, edema kelopak,hipertrofi papil.
Konjungtivitis akut dapat menjadi menahun. Pengobatan dengan salah satu dari sekian
antibacterial yang tersedia biasanya mengenai keadaan ini dalam beberapa hari.
Konjungtivitis purulen yang disebabkan Neisseria gonorroeae atau Neisseria meningitides
dapat menimbulkan komplikasi berat bila tidak diobati secara dini, 4
Diagnosis :
● Hiperemi Konjungtiva
● Edema kelopak dengan kornea yang jernih
● Kemosis : pembengkakan konjungtiva
● Mukopurulen atau Purulen
Pemeriksaan
● Pemeriksaan tajam penglihatan
● Pemeriksaan segmen anterior bola mata
● Sediaan langsung (swab konjungtiva untuk pewarnaan garam) untuk
mengindentifikasi bakteri, jamur dan sitologinya.
Infeksi biasanya mulai pada satu mata dan menular ke sebelah oleh tangan. Infeksi
dapat menyebar ke orang lain melalui bahan yang dapat menyebarkan kuman seperti seprei,
kain, dll.
Pemeriksaan Laboratorium
16
antibiotika juga baik, namun sebaiknya harus dimulai terapi antibiotika empiric. Bila hasil
sensitifitas antibiotika telah ada, tetapi antibiotika spesifik dapat diteruskan.
Terapi
Prinsip terapi dengan obat topical spectrum luas. Pada 24 jam pertama obat diteteskan
tiap 2 jam kemudian pada hari berikutnya diberikan 4 kali sehari selama 1 minggu. Pada
malam harinya diberikan salep mata untuk mencegah belekan di pagi hari dan mempercepat
penyembuhan
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen akut, saccus konjungtiva harus dibilas
dengan larutan garam agar dapat menghilangkan secret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan secara khusus hygiene
perorangan.
Konjungtivitis bakteri akut hampir selalu sembuh sendiri, infeksi dapat berlangsung
selama 10-14 hari; jika diobati dengan memadai, 1-3 hari, kecuali konjungtivitis stafilokokus
(yang dapat berlanjut menjadi blefarokonjungtivitis dan memasuki tahap mnehun) dan
konjungtivitis gonokokus (yang bila tidak diobati dapat berakibat perforasi kornea dan
endoftalmitis). Karena konjungtiva dapat menjadi gerbang masuk bagi meningokokus ke
dalam darah dan meninges, hasil akhir konjungtivitis meningokokus adalah septicemia dan
meningitis.
Konjungtivitis bacterial menahun mungkin tidak dapat sembuh sendiri dan menjadi
masalah pengobatan yang menyulitkan.
17
Pencegahan
Konjungtivitis Gonore
Merupakan radang konjungtiva akut dan hebat disertai dengan sekret purulen.
Gonokok/Neisseria Gonorrhoea merupakan kuman yang sangat patogen, virulen dan bersifat
invasif, sehingga reaksi radang terhadap kuman ini sangat berat.
Infeksi pada neonatus terjadi pada saat berada pada jalan kelahiran, sedang pada bayi
penyakit ini ditularkan oleh ibu yang menderita penyakit tersebut. Sedang pada orang dewasa
didapatkan penularan dari penyakit kelamin sendiri. Masa inkubasi 12-5 hari disertai
pendarahan subkonjungtiva dan konjungtivitis kemotik.
18
● Konjungtivitis gonore infantum ( usia lebih dari 10 hari )
● Konjungtivitis gonore adultorum
Gejala :
● Kerokan getah mata yang purulen dicat dengan pengecatan Gram dan diperiksa
dibawah mikroskop. Didapatkan sel-sel polimorfonuklear dalam jumlah yang banyak.
Pengobatan
Tanpa penyulit :
19
Dengan penyulit pada kornea:
● Topikal : Ciprofloxacin 0.3% dgn cara pemberian,hari 1 : 1-2 tetes setiap 15 menit
selama 6jam selanjutnya 2 tetes setiap 30 menit, hari 2 : 2 tetes tiap 1 jam, hari 3 : 2
tetes tiap 4 jam. Obat-obatan topikal lain, Bacitracin, Vancomycin, Chepaloridin,
Gentamycin.
● Dapat diberikan siklopegik (Scopolamin 0.25%) 2-3x setiap hari untuk
menghilangkan nyeri karena spasme siliar dan mencegah sinekia.
● Apabila ada bahaya perforasi yang mengancam ( descemetocele ) dapat dilakukan
oprasi flap konjungtiva “ partial conjunctivall bridge flap”
Komplikasi
Konjungtivitis Angular
Gambar 13 Konjungtivitis Angular
20
Gejala :
Pengobatan
Komplikasi
Blefaritis
Gejala
● Hiperemi konjungtiva
● Sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak mata melekat terutama saat
bangun pagi.
● Terdapat gambaran halo ( dibedakan dengan halo pada glaukoma)
Komplikasi
Bila samp hari ke 3 dan tidak diobati akan berjalan kronis. Dapat timbul ulkus kataral
marginal pada kornea atau keratitis superfisial.
Pengobatan
21
B. Konjungtivitis Virus:
Laboratorium
Demam faringokonjungtival umumnya disebabkan oleh adenovirus tipe 3 dan
kadang – kadang oleh tipe 4 dan 7. Virus itu dapat dibiakkan dalam sel HeLa dan
ditetapkan oleh tes netralisasi. Dengan berkembangnya penyakit, virus ini dapat juga
didiagnosis secara serologic dengan meningkatnya titer antibody penetral virus.
Diagnosis klinis adalah hal mudah dan jelas lebih praktis.1,3,6
22
Kerokan konjungtiva terutama mengandung sel mononuclear, dan tak ada bakteri yang
tumbuh pada biakan. Keadaan ini lebih sering pada anak-anak daripada orang dewasa
dan sukar menular di kolam renang berchlor. 1,3,6
Terapi
Tidak ada pengobatan spesifik. Konjungtivitisnya sembuh sendiri, umumnya dalam sekitar 10
hari1.Pengobatan hanya suportif diberikan kompres,astringen, lubrikasi. Pengobatan
biasanya simtomatik dan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder.
23
Penyebaran
Transmisi nosokomial selama pemeriksaan mata sangat sering terjadi melalui
jari-jari tangan dokter, alat-alat pemeriksaan mata yang kurang steril, atau pemakaian
larutan yang terkontaminasi. Larutan mata, terutama anestetika topical, mungkin
terkontaminasi saat ujung penetes obat menyedot materi terinfeksi dari konjungtiva
atau silia. Virus itu dapat bertahan dalam larutan itu, yang menjadi sumber
penyebaran. 1,3
Pencegahan
Bahaya kontaminasi botol larutan dapat dihindari dengan dengan memakai
penetes steril pribadi atau memakai tetes mata dengan kemasan unit-dose. Cuci tangan
secara teratur di antara pemeriksaan dan pembersihan serta sterilisasi alat-alat yang
menyentuh mata khususnya tonometer juga suatu keharusan. Tonometer aplanasi
harus dibersihkan dengan alcohol atau hipoklorit, kemudian dibilas dengan air steril
dan dikeringkan dengan hati-hati. 4,6
Terapi
Sekarang ini belum ada terapi spesifik, namun kompres dingin akan
mengurangi beberapa gejala. kortikosteroid selama konjungtivitis akut dapat
memperpanjang keterlibatan kornea sehingga harus dihindari. Agen antibakteri harus
diberikan jika terjadi superinfeksi bacterial. 1
24
Tanda dan gejala
Konjungtivitis virus herpes simplex biasanya merupakan penyakit anak kecil,
adalah keadaan yang luar biasa yang ditandai pelebaran pembuluh darah unilateral,
iritasi, sekret mukoid, sakit, dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi-lesi
epithelial tersendiri yang umumnya menyatu membentuk satu ulkus atau ulkus-ulkus
epithelial yang bercabang banyak (dendritik). Konjungtivitisnya folikuler. Vesikel
herpes kadang-kadang muncul di palpebra dan tepian palpebra, disertai edema hebat
pada palpebra. Khas terdapat sebuah nodus preaurikuler yang terasa nyeri jika
ditekan. 1,3
Laboratorium
Tidak ditemukan bakteri di dalam kerokan atau dalam biakan. Jika
konjungtivitisnya folikuler, reaksi radangnya terutama mononuclear, namun jika
pseudomembran, reaksinya terutama polimorfonuklear akibat kemotaksis dari tempat
nekrosis. Inklusi intranuklear tampak dalam sel konjungtiva dan kornea, jika dipakai
fiksasi Bouin dan pulasan Papanicolaou, tetapi tidak terlihat dengan pulasan Giemsa.
Ditemukannya sel – sel epithelial raksasa multinuclear mempunyai nilai diagnostic.3
Virus mudah diisolasi dengan mengusapkan sebuah aplikator berujung kain kering di atas
konjungtiva dan memindahkan sel-sel terinfeksi ke jaringan biakan.3
Terapi
Jika konjungtivitis terdapat pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa,
umunya sembuh sendiri dan mungkin tidak perlu terapi. Namun, antivirus local
maupun sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea. Untuk ulkus
kornea mungkin diperlukan debridemen kornea dengan hati-hati yakni dengan
mengusap ulkus dengan kain kering, meneteskan obat antivirus, dan menutupkan
mata selama 24 jam. Antivirus topical sendiri harus diberikan 7 – 10 hari: trifluridine
setiap 2 jam sewaktu bangun atau salep vida rabine lima kali sehari, atau idoxuridine
0,1 %, 1 tetes setiap jam sewaktu bangun dan 1 tetes setiap 2 jam di waktu malam.
Keratitis herpes dapat pula diobati dengan salep acyclovir 3% lima kali sehari selama
10 hari atau dengan acyclovir oral, 400 mg lima kali sehari selama 7 hari.
Untuk ulkus kornea, debridmen kornea dapat dilakukan. Lebih jarang adalah
pemakaian vidarabine atau idoxuridine. Antivirus topical harus dipakai 7-10 hari.
25
Penggunaan kortikosteroid dikontraindikasikan, karena makin memperburuk infeksi
herpes simplex dan mengkonversi penyakit dari proses sembuh sendiri yang singkat
menjadi infeksi yang sangat panjang dan berat.
Konjungtivitis Hemoragika Akut
Epidemiologi
Semua benua dan kebanyakan pulau di dunia pernah mengalami epidemic
besar konjungtivitis konjungtivitis hemoregika akut ini. Pertama kali diketahui di
Ghana dalam tahun 1969. Konjungtivitis ini disebabkan oleh coxackie virus A24.
Masa inkubasi virus ini pendek (8-48 jam) dan berlangsung singkat (5-7 hari).
Tanda dan Gejala
Kedua mata terasa sakit, fotofobia, sensasi benda asing, banyak mengeluarkan
air mata, merah, edema palpebra, dan hemoragi subkonjungtival, sekret seromukus.
Kadang-kadang terjadi kemosis. Hemoragi subkonjungtiva umumnya difus, namun
dapat berupa bintik-bintik pada awalnya, dimulai di konjungtiva bulbi superior dan
menyebar ke bawah. Kebanyaka pasien mengalami limfadenopati preaurikuler, folikel
konjungtiva, dan keratitis epithelial. Uveitis anterior pernah dilaporkan, demam,
malaise, mialgia, umum pada 25% kasus.
Penyebaran
Virus ini ditularkan melalui kontak erat dari orang ke orang dan oleh fomite seperti sprei,
alat-alat optic yang terkontaminasi, dan air. Penyembuhan terjadi dalam 5-7 hari
Terapi
Tidak ada pengobatan yang pasti. Penyakit ini dapat sembuh sendiri sehingga pengobatan
hanya simtomatik. Antibiotika spektrum luas, sulfasetamid dapat digunakan untuk
mencegah infeksi sekunder. Pencegahan adalah dengan mengatur kebersihan.
Konjungtivitis Inklusi
Merupakan konjungitivis yang disebabkan oleh infkesi klamidia yang merupakan penyakit
kelamin.
Epidemiologi
26
Masa inkubasi 5-10 hari. Klamidia menetap beberapa tahun sehingga mudah terjadi infeksi
ulang. Penyakit ini dapat bersifat epidemik karena merupakan swimming pool
konjungtivitis. Pada bayi timbul 3-5 hari setelah lahir.
Tanda dan Gejala
Konjungtiva hiperemia, kemosis, psudomembran, hipertrofi folikel, hipertrofi papil,
pembesaran kelenjar preaurikuler.
Terapi
Pengobatan sistemik dengan eritromisin lebih efektif daripada topikal.
Sebuah nodul molluscum pada tepian atau kulit palpebra dan alis mata dapat
menimbulkan konjungtivitis folikuler menahun unilateral, keratitis superior, dan
pannus superior, dan mungkin menyerupai trachoma. Reaksi radang yang
mononuclear (berbeda dengan reaksi pada trachoma), dengan lesi bulat,
berombak, putih mutiara, non-radang dengan bagian pusat, adalah khas
molluscum kontagiosum. Biopsy menampakkan inklusi sitoplasma eosinofilik,
yang memenuhi seluruh sitoplasma sel yang membesar, mendesak inti ke satu sisi.
Eksisi, insisi sederhana nodul yang memungkinkan darah tepi memasukinya, atau krioterapi
akan menyembuhkan konjungtivitisnya
27
folikel, pseudomembran, dan vesikel temporer, yang kemudian berulserasi.
Limfonodus preaurikuler yang nyeri tekan terdapat pada awal penyakit. parut pada
palpebra, entropion, dan bulu mata salah arah adalah sekuele.
Laboratorium
Komplikasi
Terapi
Pengobatan dengan kompres dingin. Acyclovir oral dosis tinggi (800 mg oral
lima kali sehari selama 10 hari), jika diberi pada awal perjalanan penyakit,
agaknya akan mengurangi dan menghambat penyakit. 1 Pada 2 minggu pertama
dapat diberikan analgesik untuk menghilangkan rasa sakit. Pada komplikasi dapat
diberikan steroid, antiglaukoma dan tetrasiklin.
Pada awal penyakit, konjungtiva tampak mirip kaca yang aneh, yang dalam
beberapa hari diikuti pembengkakan lipatan semiluner. Beberapa hari sebelum
erupsi kulit, timbul konjungtivitis eksudatif dengan secret mukopurulen, dan saat
muncul erupsi kulit, timbul bercak-bercak Koplik pada konjungtiva dan
kadang-kadang pada carunculus.
28
Pada pasien imunokompeten, keratokonjungtivitis campak hanya
meninggalkan sedikit atau sama sekali tanpa sekuel, namun pada pasien kurang
gizi atau imunokompeten, penyakit mata ini seringkali disertai infeksi HSV atau
infeksi bacterial sekunder oleh S pneumonia, H influenza, d an organism lain.
Agen ini dapat menimbulkan konjungtivitis purulen yang disertai ulserasi kornea
dan penurunan penglihatan yang berat. Infeksi herpes dapat menimbulkan
ulserasi kornea berat dengan perforasi dan kehilangan penglihatan pada
anak-anak kurang gizi di Negara berkembang.
Etiologi
Chlamydia trachomatis serotipe A,B,Ba, atau C. 2Infeksi ini menyebar melalui
kontak langsung dengan sekret kotoran mata penderita trakoma atau melalui
alat-alat kebutuhan sehari-hari seperti handuk, alat-alat kecantikan dan lain-lain.
Penyakit ini sangat menular dan biasanya menyerang kedua mata.
29
Gambar 17. etiologi dan patofisiologi dari trakoma
Dikutip dari http://cartercenter.org/images/BLINDch_web.gif
30
trakoma sering mirip dengan konjungtivitis bakterial lainnya, tanda dan gejala
biasanya terdiri dari produksi air mata berlebih, fotofobia, nyeri, eksudasi, edema
pada kelopak mata, chemosis pada konjungtiva bulbar, hiperemia, hipertrofi papiler,
folikel tarsal dan limbal, keratitis superios, formasi pannus, dan tonjolan kecil dan
nyeri dari nodus preaurikular.
Pada trakoma yang sudah benar-benar matang, juga mungkin terdapat keratitis
epitelial superior, keratitis subepitelial, pannus, atau folikel limbal superior, dan
akhirnya terbentuk peninggalan sikatrikal yang patognomonik dari folikel tersebut,
yang dikenal dengan nama Herbert’s pits dengan bentuk depresi kecil dari jaringan
ikat pada partemuan limbokorneal ditutupi oleh epitel. Pannus yang terkait adalah
membran fibrovaskular naik dari limbus, dengan lengkung vaskular memanjang ke
kornea. Semua tanda dari trakoma lebih parah pada konjungtiva dan kornea superior
dibandingkan dengan bagian inferior. 2 Pada sikatrik yang berat dapat terjadi “Tear
Deficiency Syndrome”
31
3. Folikel limbal atau sekuelnya(Herbert’s pits).
4. Ekstensi atau perpanjangan pembuluh darah ke arah kornea, paling
sering tampak pada limbus superior.
Ketika beberapa individu akan memenuhi kriteria ini, secara luas distribusi
tanda ini pada keluarga individu dan komunitas tersebut diidentifikasi dengan
trakoma.
Klasifikasi trakoma
Untuk tujuan kontrol, WHO pada tahun 1987 telah mengembangkan metode
ringkas untuk menggambarkan penyakit Trakoma. Klasifikasi FISTO tersebut
adalah:
- TF: Five or more follicles on the upper tarsal conjunctiva( Lima atau lebih
folikel pada konjungtiva tarsal atas dengan ukuran tiap-tiap diameter
folikel >0,5mm atau lebih). 2,11
32
Gambar 19. stadium trakoma
Dikutip dari http://www.pyroenergen.com/articles/images/trachoma3.jpeg
33
Gambar 20. pembagian stadium trakoma menurut WHO
Dikutip dari http://www.who.int/blindness/publications/trachoma_english1.jpg
Diagnosa
Inklusi klamidia dapat diketemukan pada kerokan konjungtiva yang diwarnai
dengan pengecatan giemsa, tetapi tidak selalu ditemuka. Inklusi muncul pada
preparasi Giemsa sebagai massa sitoplasma berwarna ungu gelap atau biru yang
tampak seperti topi yang menutupi nukleus dari sel epitel. Pengecatan antibodi
fluoresensi dan tres immunoassay enzim tersedia secara komersil dan sering dipakai
34
secara luas pada laboratorium klinis. Tes-tes tersebut dan tes baru lainnya termasuk
PCR, telah menggantikan pengecatan giemsa pada smear konjungtiva dan isolasi
agen klamidia pada kultur sel.
Komplikasi
Jaringan parut pada konjungtiva merupakan komplikasi yang sering timbul dan
dapat menghancurkan glandula lakrimalis dan meng-obliterasi duktula glandula
lakrimalis. Keadaan tersebut dapat mengurangi secara drastis komponen akueus
pada tear film prekorneal, dan komponen mukus film mungkin tereduksi oleh karena
hilangnya sel goblet. Jaringan parut juga dapat menyebabkan distorsi kelopak mata
atas dengan deviasi dari bulu mata ke arah dalam(trikiasis) atau keseluruhan
pinggiran kelopak mata(enteropion), jadi bulu mata secara kontan mengabrasi
kornea. Hal ini sering menyebabkan ulserasi kornea, infeksi bakteri korneal, dan
jaringan parut kornea. 2
Terapi
Perkembangan klinis yang mencenggangkan dapat diperoleh dengan
memberikan tetrasiklin, 1-1,5g per hari secara oral terbagi dalam empat dosis untuk
tiga sampai empat minggu; doksisiklin, 100mg secara oral dua kali sehari selama
tiga minggu; atau eritromisin, 1g per hari dalam empat dosis terbagi untuk tiga
sampai empat minggu. Sistemik tetrasiklin tidak boleh diberikan pada anak berumur
di bawah tujuh tahun atau pada wanita hamil, karena tetrasiklin mengikat kalsium
sehingga mempengaruhi pertumbuhan gigi dan tulang serta dapat mengakibatkan
kelainan kongenital berupa perubahan warna gigi dan skeletal(contoh, klavikula)
menjadi warna kuning permanen. Studi terakhir pada negara berkembang telah
menunjukkan azitromisin merupakan terapi yang efektif untuk trakoma, diberikan
oral 1g pada anak-anak. Karena efek samping yang minimal dan kemudahan
pemberian, antibiotik makrolid ini telahmenjadi obat pilihan untuk kampanye terapi
masal.
35
Ointment topikal atau tetes mata, termasuk preparat sulfonamid, tetrasiklin,
eritromisin, dan rifampisin, digunakan empat kali sehari selama enam minggu
ternyata mempunyai efektivitas yang sama kuat.
Dari pertama kali terapi diberikan, efek maksimum biasanya tidak dapat diapai
untuk sepuluh samapai 12 minggu. Persistensi folikel pada tarsal atas untuk
beberapa minggu setelah pemberian terapi tidak seharusnya menjadi pertanda
kegagalan proses terapi.
Koreksi pembedahan pada bulu mata yang masuk ke dalam esensial untuk mencegah
pembentukan jaringan parut dari trakoma lanjut pada negara berkembang.
Perjalanan penyakit
Jika dibiarkan, kelainan ini berjalan melewati empat tipe(McCallan, 1908):
Stadium Nama Gejala
papilar minimal
tarsal atas
yang menonjol
dibawah hipertrofi
atas, permulaan
trikiasis, entropion
36
um IV ma sembuh ktif, tak ada hipertrofi
derajat variasi
37
Gambar 22 KonjungtivitisVernalis
Definisi
Penyakit ini, juga dikenal sebagai “konjungtivitis musiman” atau
“konjungtivitis musim kemarau”, adalah penyakit alergi bilateral yang jarang.1,3
Penyakit ini lebih jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah dingin.
Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim
gugur daripada musim dingin.
Insiden
Biasanya mulai dalam tahun-tahun prapubertas dan berlangsung 5 – 10 tahun.
Penyakit ini lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. 5
Tanda dan gejala
Pasien mengeluh gatal-gatal yang sangat dan bersekret berserat-serat.
Biasanya terdapat riwayat keluarga alergi (demam jerami, eczema, dan lainnya).
Konjungtiva tampak putih seperti susu, dan terdapat banyak papilla halus di
konjungtiva tarsalis inferior. Konjungtiva palpebra superior sering memiliki papilla
raksasa mirip batu kali. Setiap papilla raksasa berbentuk polygonal, dengan atap rata,
dan mengandung berkas kapiler. Kompliasi Shiled Ulcer 1,2,3
Laboratorium
c. Konjungtivitis Atopik
Tanda dan gejala
Sensasi terbakar, mata berlendir, merah, dan fotofobia. Tepian palpebra
eritemosa, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papilla halus, namun
papilla raksasa tidak berkembang seperti pada keratokonjungtivitis vernal, dan lebih
sering terdapat di tarsus inferior. Berbeda dengan papilla raksasa pada
keratokonjungtivitis vernal, yang terdapat di tarsus superior. Tanda-tanda kornea
yang berat muncul pada perjalanan lanjut penyakit setelah eksaserbasi konjungtivitis
terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superficial yang diikuti dengan
vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur dan bervaskularisasi,
dan ketajaman penglihatan.
Biasanya ada riwayat alergi (demam jerami, asma, atau eczema) pada pasien
atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermatitis atopic sejak bayi.
Parut pada lipatan-lipatan fleksura lipat siku dan pergelangan tangan dan lutut sering
ditemukan. Seperti dermatitisnya, keratokonjungtivitis atopic berlangsung
berlarut-larut dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti
keratokonjungtivitis vernal, penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah
berusia 50 tahun.
Laboratorium
Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang
terlihat sebanyak pada keratokonjungtivitis vernal.
Terapi
39
Antihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg
empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200 mg)
ternyata bermanfaat. Obat-obat antiradang non-steroid yang lebih baru, seperti
ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.
Pada kasus berat, plasmaferesis merupakan terapi tambahan. Pada kasus lanjut
dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk
mengembalikan ketajaman penglihatannya.
● Reaksi Hipersensitivitas Tipe Lambat
Phlyctenulosis
Definisi
Keratokonjungtivitis phlcytenularis adalah respon hipersensitivitas lambat
terhadap protein mikroba, termasuk protein dari basil tuberkel, Staphylococcus spp,
Candida albicans, Coccidioides immitis, Haemophilus aegyptus, dan Chlamydia
trachomatis serotype L1, L2, dan L3.
40
Phlyctenulosis sering dipicu oleh blefaritis aktif, konjungtivitis bacterial akut, dan
defisiensi diet.
Terapi
Phlyctenulosis yang diinduksi oleh tuberkuloprotein dan protein dari infeksi
sistemik lain berespon secara dramatis terhadap kortikosteroid topical. Terjadi
reduksi sebagian besar gejala dalam 24 jam dan lesi hilang dalam 24 jam berikutnya.
Antibiotika topical hendaknya ditambahkan untuk blefarikonjungtivitis stafilokokus
aktif. Pengobatan hendaknya ditujukan terhadap penyakit penyebab, dan steroid bila
efektif, hendaknya hanya dipakai untuk mengatasi gejala akut dan parut kornea yang
menetap. Parut kornea berat mungkin memerlukan tranplantasi. 1
41
miotika, idoxuridine, neomycin, dan obat-obat lain yang disiapkan dalam
bahanpengawet atau vehikel toksik atau yang menimbulakan iritasi. Perak nitrat yang
diteteskan ke dalam saccus conjingtiva saat lahir sering menjadi penyebab
konjungtivitis kimia ringan. Jika produksi air mata berkurang akibat iritasi yang
kontinyu, konjungtiva kemudian akan cedera karena tidak ada pengenceran terhadap
agen yang merusak saat diteteskan kedalam saccus conjungtivae.
Kerokan konjungtiva sering mengandung sel-sel epitel berkeratin, beberapa
neutrofil polimorfonuklear, dan sesekali ada sel berbentuk aneh. Pengobatan terdiri
atas menghentikan agen penyebab dan memakai tetesan yang lembut atau lunak, atau
sama sekali tanpa tetesan. Sering reaksi konjungtiva menetap sampai
berminggu-minggu atau berbulan-bulan lamanya setelah penyebabnya dihilangkan.
Asam, alkali, asap, angin, dan hampir setiap substansi iritan yang masuk ke
saccus conjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa iritan umum adalah
pupuk, sabun, deodorant, spray rambut, tembakau, bahan-bahan make-up, dan
berbagai asam dan alkali. Di daerah tertentu,asbut (campuran asap dan kabut) menjadi
penyebab utama konjungtivitis kimia ringan. Iritan spesifik dalam asbut belum dapat
ditetapkan secara positif, dan pengobatannya non-spesifik. Tidak ada efek pada mata
yang permanen, namun mata yang terkena seringkali merah dan terasa mengganggu
secara menahun.
Pada luka karena asam, asam itu mengubah sifat protein jaringan dan efek
langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat menyusup
kedalam jaringan dan menetap di dalam jaringan konjungtiva. Disini mereka terus
menerus merusak selama berjam-jam atau berhari-hari lamanya, tergantung
konsentrasi molar alkali tersebut dan jumlah yang masuk. Perlekatan antara
konjungtiva bulbi dan palpebra dan leokoma kornea lebih besar kemungkinan terjadi
jika agen penyebabnya adalah alkali. Pada kejadian manapun, gejala utama luka
42
bahan kimia adalah sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Riwayat kejadian pemicu biasanya dapat diungkapkan.
Hemoragi + + - - -
Folikel - + - + +
43
Nodus + ++ - - +/-
preaurikuler
Pannus - - - (kecuali - +
vernal)
44
KESIMPULAN
45
konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga yang memerlukan
pengobatan.
- Konjungtivitis dibagi dalam beberapa bentuk diantaranya adalah:
➢ Konjungtivitis karena infeksi
➢ Konjungtivitis imunologik (alergik)
➢ Konjungtivitis kimia atau iritatif
➢ Konjungtivitis akibat penyakit autoimun
- Penting artinya untuk mengetahui setiap ciri khas kelainan konjungtivitis karena pengobatan
dengan tiap etiologi yang berbeda memerlukan terapi yang berbeda pula.
- Pengobatan yang tidak adekuat dari konjungtivitis tipe tertentu seperti trakoma akan dapat
memberikan prognosa yang buruk(mengakibatkan kebutaan).
46