Industri Retail

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 13

Bisnis Ritel adalah salah satu jenis bisnis yang paling umum.

Mekanisme
sederhananya, seorang pedagang ritel membeli produk baik dari produsen ataupun
distributor dan menjualnya langsung kepada konsumen untuk mendapat
keuntungan. Swalayan, minimarket, toko kelontong, dan lainnya merupakan contoh
daripada bisnis ritel. Sebagian besar bisnis ini menjual barang-barang keperluan
sehari-hari seperti bahan makanan, pakaian, peralatan rumah tangga.
Ditambah lagi, internet telah membuat bisnis ritel semakin berkembang dan mudah
dibangun dengan modal yang kecil. Salah satunya adalah strategi Drop-
Shipping. Drop–Shipping adalah strategi di mana penjual ritel menjual suatu produk
yang tidak dimiliki dalam daftar persediaannya. Ketika konsumen membeli suatu
produk secara online melalui web bisnis ritel Anda, Anda kemudian memesan produk
tersebut kepada pihak ketiga dan pihak ketiga tersebut mengirimkan langsung
barang yang dipesan kepada konsumen. Ini berarti bahwa Bisnis Ritel Anda akan
menghemat persediaan yang dimiliki dan mudah untuk dikelola. Sehingga strategi ini
juga mampu membantu perkembangan Bisnis Ritel Anda.

Rasio Keuangan yang Berguna untuk Keperluan Analisa


Bisnis Ritel
1. Rasio Lancar (Current Ratio)
Rasio Lancar diukur dengan membagi Aset Lancar perusahaan dengan Liabilitas
atau Kewajiban Lancar. Fungsi utama metrik ini adalah untuk mengukur
kemampuan perusahaan dalam melunasi kewajiban jangka pendeknya. Angka Rasio
Lancar lebih besar dari satu menunjukkan bahwa perusahaan dapat menutupi
liabilitas jangka pendeknya dengan aset yang paling likuid (Aset Lancar). Bagi seorang
investor, Rasio Lancar digunakan untuk mengukur likuiditas dan stabilitas jangka
pendek suatu perusahaan selama fluktuasi musiman yang berpotensi terjadi pada
suatu Bisnis Ritel.

2. Rasio Cepat (Quick Ratio)


Rasio Cepat dihitung dengan membagi jumlah Kas dan Piutang
Usaha dengan Kewajiban atau Liabilitas Lancar. Jenis rasio ini hampir mirip
dengan Rasio Lancar. Akan tetapi, Rasio Cepat lebih ketat dalam menilai kemampuan
Aset Lancar untuk melunasi liabilitas jangka pendek bisnis. Untuk alasan ini, Rasio
Cepat menjadi ukuran yang lebih baik. Jika sebuah perusahaan berada di kondisi
terpaksa melikuidasi asetnya untuk membayar tagihan, perusahaan dengan nilai
Rasio Cepat yang tinggi hanya membutuhkan lebih sedikit aset untuk dilikuidasi. Dari
sudut pandang investor, Rasio Cepat memberikan wawasan tentang stabilitas posisi
likuiditas langsung perusahaan.

3. Marjin Laba Kotor (Gross Profit Margin)


Margin Laba Kotor adalah rasio profitabilitas yang dihitung dalam dua langkah.
Pertama, nilai Laba Kotor dihitung dari Pendapatan Bersih dikurangi nilai Harga
Pokok Penjualan (HPP). Kemudian, nilai Laba Kotor tersebut dibagi
dengan Pendapatan Bersih. Metrik ini berguna bagi manajemen dan juga investor
terkait analisa kenaikan profit yang diperoleh dari penjualan produk langsung. Dari
sudut pandang investor, Margin Laba Kotor yang lebih tinggi akan lebih disukai.
Karena sepotong inventaris atau persediaan yang dimiliki akan menghasilkan lebih
banyak pendapatan ketika dijual diiringi dengan nilai laba kotor yang lebih tinggi.\
Dengan nilai Margin Laba Kotor, bisnis juga bisa menakar berapa nilai HPP yang
harus dihasilkan dalam suatu periode agar bisa mencetak nilai Laba kotor yang tinggi.
Karena Bisnis Ritel menjual semua produk dari semua persediaan yang dimiliki,
Margin Laba Kotor menjadi rasio yang paling efektif dan efisien dalam menilai
aktivitas penjualan produk.

4. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)


Dihitung dengan membagi Penjualan Bersih untuk suatu periode dengan nilai
saldo Rata-Rata Persediaan untuk periode yang sama. Perputaran Persediaan
adalah pengukuran efisiensi manajemen persediaan. Perusahaan Ritel
memiliki persediaan yang selain untuk dijual juga harus dikelola dengan baik.
Persediaan yang tersimpan dalam jangka waktu lebih lama mungkin akan menjadi
kedaluwarsa atau tak layak jual lagi. Karena alasan ini, nilai Perputaran Persediaan
yang lebih tinggi akan menguntungkan bagi manajemen maupun investor. Karena itu
berarti perusahaan bisa menjual persediaannya dengan cepat kepada pelanggan.
Sebaliknya, Perputaran Persediaan yang rendah menunjukkan bahwa suatu
perusahaan tidak memiliki permintaan pasar yang tinggi sehingga penjualan
menurun drastis.

5. Pengembalian Aset (Return on Assets atau ROA)


Sederhananya, Pengembalian Aset (ROA) adalah pengukuran profitabilitas yang
mengukur seberapa baik perusahaan menggunakan asetnya untuk menghasilkan
pendapatan. Rasio keuangan dihitung dengan membagi total Laba
Bersih perusahaan dengan total asetnya. Seorang investor dapat membandingkan
ROA suatu perusahaan ritel dengan rata-rata ROA kelompok industri Ritel sejenis
untuk memahami seberapa efektif perusahaan dalam menentukan harga barang dan
membalik inventarisnya.
Misalnya, kelompok industri pakaian eceran melaporkan rata-rata ROA 19,39% pada
kuartal ketiga 2015. Jika suatu perusahaan dalam industri ini mencetak rasio ROA
10%, perusahaan tersebut mungkin membeli terlalu banyak Aset secara tidak efisien
atau tidak menerapkan harga jual yang bisa “bersaing” dibandingkan dengan
kompetitor lain.

6. Margin Laba Sebelum Bunga dan Pajak (EBIT)


Margin EBIT mengukur rasio EBIT terhadap Penjualan Bersih yang diperoleh untuk
suatu periode. Perusahaan dapat memanfaatkan rasio keuangan ini untuk
menentukan profitabilitas barang yang dijual tanpa harus memperhitungkan biaya
yang tidak secara langsung mempengaruhi produk. Biaya-biaya tersebut adalah biaya
bunga dan pajak. Dari sudut pandang investor, margin EBIT memberikan indikasi
kemampuan perusahaan untuk memperoleh pendapatan.

Contoh Laporan Keuangan Retail

1. Contoh Laporan Keuangan Retail – Laba Rugi

Laporan yang harus dibuat pertama kali dan paling utama dari serangkaian proses akuntansi
pembukuan yang harus Anda lakukan adalah laporan laba rugi. Laporan keuangan ritel yang satu
ini dibuat pada periode-periode tertentu saja dengan menghitung semua pendapatan dan
dikurangi dengan biaya seperti biaya operasional, biaya penyusutan, biaya administrasi dan biaya
lain yang wajib di keluarkan oleh perusahaan dalam rangka mendapatkan pendapatan tersebut.

Pada perusahaan ritel, karena kegiatan utamanya adalah menjual barang, maka akun pendapatan
terdiri dari semua penjualan. Apabila jumlah pendapatan lebih banyak dari total biaya, maka di
laporan keuangan ritel dicatat sebagai laba. Namun jika jumlah pendapatan lebih kecil di
bandingkan dengan biaya yang harus dikeluarkan, maka perusahaan tersebut sedang mengalami
kerugian, dan dalam laporan keuangan ritel tercatat sebagai rugi.

Contoh laporan keuangan perusahaan ritel laba rugi bisa saja seperti “Laporan Laba Rugi bulan
Juni” atau “Laporan Laba Rugi per 31 Desember”.

Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Ritel (Laba Rugi) yang disusun dengan
menggunakan Software Akuntansi Zahir Online.
2. Contoh Laporan Keuangan Retail – Neraca

Apabila Anda telah selesai menyusun laporan laba rugi, maka hal selanjutnya yang harus Anda
lakukan yaitu memindahkan akun-akun tersebut ke neraca laporan keuangan ritel.

Akun-akun tersebut nantinya akan di golongkan menjadi dua bagian : debit dan kredit, dan
jumlah nominal dari keduanya harus seimbang (balance). Apabila neraca yang telah Anda buat
memiliki jumlah antara debit dan kredit tidak seimbang, berarti terdapat kesalahan di dalam
mencatat nominal ataupun peletakan akun dari buku besar Anda.

Dengan membuat laporan neraca perusahaan ritel, maka Anda tentunya akan menjadi tahu
mengenai kondisi asset, utang, piutang, serta modal yang ada saat ini.

Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Ritel (Neraca) yang disusun dengan
menggunakan Software Akuntansi Zahir Online.
3. Contoh Laporan Keuangan Retail – Arus Kas (Cash Flow)

Sebagai upaya dalam memantau kondisi perusahaan ritel yang sedang Anda jalankan, Anda perlu
untuk membuat laporan arus kas atau biasa disebut laporan cash flow.

Dari laporan keuangan ritel tersebut, tentunya Anda dapat mengetahui berapa banyak jumlah kas
yang masuk dan kas yang keluar.

Laporan arus kas atau laporan cash flow berpengaruh dalam hal yang berhubungan dengan
penambahan modal atau investasi. Fungsi Laporan arus kas atau laporan cash flow untuk
eksternal biasanya bagi perusahaan yang akan melakukan peminjaman modal, mereka harus
memiliki arus kas yang pastinya dapat menyakinkan para investor agar bisa membantunya.

Sedangkan fungsi dari laporan arus kas secara internal adalah guna mengetahui jumlah
penerimaan serta pengeluaran kas perusahaan secara lebih detail.

Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Ritel (Arus Kas/ Cash Flow) yang disusun
dengan menggunakan Software Akuntansi Zahir Online.
4. Contoh Laporan Keuangan Retail – Perubahan Modal atau Ekuitas Pemilik

Selanjutnya dalam laporan keuangan ada juga yang disebut dengan laporan ekuitas pemilik atau
perubahan modal. Laporan ini menunjukkan posisi pergerakan modal pemilik usaha ritel dalam
jangka waktu tertentu. Sehingga pemodal mengetahui berapa posisi modal yang telah disetorkan
kepada perusahaan selama ini.

Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Ritel (Perubahan Modal/ Ekuitas Pemilik)

5. Contoh Laporan Keuangan Retail – Buku Besar

Secara umum, Buku Besar berisikan mengenai kondisi keuangan perusahaan seperti tanggal,
nomor referensi, keterangan, debet, kredit dan lainnya.

Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Perusahaan Ritel (Buku Besar) yang disusun dengan
menggunakan Software Akuntansi Zahir Online.
6. Contoh Laporan Keuangan Retail – Kartu Stok

Jika Anda menggunakan Zahir Online, ada juga modul kartu stok yang langsung dapat
digunakan dalam melihat stok gudang Anda, sehingga sangat memudahkan dalam mengontrol
stok persediaan barang Anda. Berikut ini Contoh Laporan Keuangan Ritel (Kartu Stok) yang
disusun dengan menggunakan Software Akuntansi Zahir Online.

Anda mungkin juga menyukai