Oleh:
Muhammad Dirman Rasyid
80600216003
Dosen Pemandu:
Dr. Syarifuddin Jurdi, M.Si.
PASCASARJANA
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
fitrah manusia.1 Selain itu, pemahaman terhadap agama dibutuhkan agar fungsi agama
sebagai media yang akan mengantarkan manusia kepada kebahagiaan dunia dan akhirat
tidak terbatas pada tataran konsep dan ide semata. Tapi, bagaimana fungsi tersebut
dihadapi manusia.
Sebab ruang lingkup agama sangatlah luas dan kehidupan manusia juga begitu
menjadi sulit untuk dipahami masyarakat, tidak fungsional dan akhirnya masyarakat
mencari pemecahan masalah kepada selain agama dan hal ini tidak boleh terjadi2. Jika
demikian yang terjadi, maka agama akan ditinggalkan atau hanya sebagai pelengkap
identitas semata.
1
Lihat, QS. Al- Ru>m/30: 30.
2
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, edisi revisi (Cet. XIX; Jakarta: Rajawali Pers, 2012),
h. 27.
1
2
memahami agama adalah cara pandang atau paradigma 4 yang terdapat dalam suatu
bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.5 Jadi, pendekatan-
pendekatan tersebut bisa kita ilustrasikan sebagai kacamata yang digunakan dalam
memahami agama.
B. Rumusan Masalah
3
Ajahari, “Memahami Islam Perspektif Metodologis”, Jurnal Tarbiyatuna Pendidikan Agama
Islam 1, no. 1 (Desember 2011): h. 4.
4
Paradigma dalam Kamus Bahasa Indonesia berarti 1) Model dl teori ilmu pengetahuan; 2)
kerangka berpikir. Lihat Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), h. 1123.
5
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 28.
BAB II
PEMBAHASAN
Secara etimologi pendekatan terbentuk dari kata dasar dekat, yang artinya tidak
jauh (jaraknya atau antaranya), 6 setelah mendapat awalan pe- dan akhiran –an maka
artinya (a) proses, perbuatan, cara mendekati (b) usaha dalam rangka aktivitas
penelitian untuk mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti atau metode-
pengertian bahwa pendekatan adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat dalam
memahami agama, cara untuk mengkaji, mempelajari serta memahami agama dengan
menggunakan pola pikir, cara pandang atau paradigma dalam bidang ilmu tertentu.
Tentunya, hal ini akan memperkaya pemahaman serta pengetahuan kita akan agama
dan keberagamaan. Dengan berbagai macamnya disiplin ilmu yang digunakan sebagai
6
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), h.
332.
7
Syarifuddin Ondeng, Teori-Teori Pedekatan Metodologi Studi Islam (Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2013), h. 151.
8
Sitti Aisyah Chalik, Pendekatan Linguistik dalam Penafsiran al-Qur’an (Cet. I; Makassar:
Alauddin University Press, 2014), h. 8.
9
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 28.
3
4
pendekatan di dalam memahami agama, maka studi agama akan dinamis dan menarik,
dari suatu agama. Secara etimologis teologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri dari
dua kata, yaitu; “theos” yang berarti Tuhan dan “logos” yang berarti ilmu. Jadi, teologi
adalah adalah ilmu tentang Tuhan atau ilmu yang membincang tentang Tuhan.
Sedangkan secara terminologis, teologi berarti disiplin ilmu yang membahas tentang
Tuhan (atau realitas Tuhan) dan hubungan Tuhan dengan dunia.10 Sementara itu, dalam
Islam, teologi dikenal dengan istilah tauhid, suatu ilmu yang membahasa tentang wujud
Allah swt. sifat-sifat wajib, “ja>’iz” artinya boleh, dan mustahil yang ada pada-Nya.
menggunakan teologi atau Ilmu Ketuhanan sebagai paradigma dalam memahami suatu
agama. Pendekatan teologis, menggunakan cara berpikir deduktif, yaitu cara berpikir
yang berawal dari keyakinan yang diyakini benar dan mutlak adanya, karena ajaran
berasal dari Tuhan, sudah pasti benar, sehingga tidak perlu dipertanyakan lebih dahulu
melainkan dimulai dari keyakinan yang selanjutnya diperkuat dengan dalil-dalil dan
10
Alwi Bani Rakhman, “Teologi Sosial; Keniscayaan Keberagamaan yang Islami Berbasis
Kemanusiaan”, Esensia 14, no. 2 (Oktober 2013): h. 166.
11
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam (Cet. I;
Jakarta: Rajawali Pers, 2015), h. 107.
5
tersebut sehingga pendekatan teologis ini menunjukkan adanya kekurangan antara lain
bersifat eksklusif, dogmatis, tidak mau mengakui kebenaran agama lain dan
seseorang akan memiliki sikap militansi dalam beragama, yakni berpegang teguh
kepada agama yang diyakininya sebagai yang benar, tanpa memandang dan
asli dari Tuhan yang di dalamnya belum terdapat penalaran pemikiran manusia. 13
Sementara itu, defenisi yang lebih akurat mengenai pendekatan normatif menurut
pendekatan normatif adalah sebuah pendekatan yang lebih menekankan aspek norma-
norma dalam ajaran Islam sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan Sunnah.14
Dalam pendekatan teologis ini agama dilihat sebagai suatu kebenaran mutlak
dari Tuhan, tidak ada kekurangan sedikitpun dan tampak bersikap ideal. Dalam kaitan
ini agama tampil sangat prima dengan seperangkat cirinya yang khas. Islam misalnya,
secara normatif pasti benar serta menjunjung nilai-nilai yang luhur. Dalam bidang
12
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 34.
13
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 34.
14
Syarifuddin Ondeng, Teori-teori Pedekatan Metodologi Studi Islam, h. 153-154.
6
pula dalam bidang-bidang lainnya, bahkan Islam hadir dengan sangat ideal dan mantap
keimanan suatu kaum yang terlindas arus modernitas agar bangkit dan percaya dengan
menyatukan non muslim yang berorientasi negatif tentang orang muslim, dengan
hilangnya prasangka, perlawanan dan saling menghina. 15 Pendekatan model kedua dan
ketiga ini sebagaimana yang banyak dilakukan para ulama, sarjana dan cendekiawan
muslim dewasa ini, seperti Syed Naquib al-Attas dengan gagasannya “Islamic
2. Pendekatan Antropologis
Antropologi berasal dari kata antropos (manusia) dan logos (ilmu), secara
harfiah antropologi berarti ilmu tentang manusia. Secara istilah, antropologi atau “ilmu
15
Syarifuddin Ondeng, Teori-teori Pedekatan Metodologi Studi Islam, h. 154.
7
tentang manusia” pada awalnya mempunyai makna lain, yaitu “ilmu tentang ciri-ciri
tubuh manusia. Dalam fase ketiga perkembangan antropologi, istilah ini terutama
mulai dipakai di Inggris dan Amerika dengan arti yang sama seperti ethnology pada
meliputi bagian-bagian fisik maupun sosial dari “ilmu tentang manusia”. Di Eropa
Barat dan Eropa Timur istilah antropologi hanya diartikan sebagai “ilmu tentang ras-
ras manusia dipandang dari ciri-ciri fisiknya”.16
Dari uraian yang telah disebutkan, maka kita dapat memberikan pengertian
bahwa antropologi adalah ilmu yang mempelajari tentang manusia baik dari segi fisik
dilakukan para pengkaji sosial budaya di wilayah barat, dan pada gilirannya
memahami agama.
cara-cara yang digunakan disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah dalam
memahami agama.
16
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I (Cet. I; Jakarta: Rineka Cipta, 1996), h. 8.
17
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 35.
8
banyak persoalan-persoalan dan ajaran-ajaran agama yang nanti bisa dijelaskan secara
Salah satu kunci terpenting dalam antropologi modern adalah holisme, yakni
pandangan bahwa praktik-praktik sosial harus diteliti dalam konteks dan secara
esensial dilihat sebagai praktik yang berkaitan dengan yang lain dalam masyarakat
yang sedang diteliti.18 Maka, dalam upaya memahami agama melalui pendekatan
antropologis, agama tidak bisa dilihat secara otonom yang terpisah dan tidak terparung
sosiologis.19
Clifford Geertz, adalah salah satu contoh yang menarik dalam bidang ini, sebagaimana
kebudayaan Jawanya yang akulturatif dan agama yang sinkretik, yang terdiri atas sub
18
Peter Connolly, ed. Aneka Pendekatan Studi Agama (Cet. I; Yogyakarta: IRCiSoD, 2016), h.
34.
19
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 35.
9
Jawa yang masing-masing merupakan struktur sosial yang berlaianan, yakni : Abangan
perdagangan atau pasar) dan priyayi (yang intinya berpusat di kota, kantor
beragama Islam, sesungguhnya memiliki variasi dalam kepercayaan, nilai dan upacara
yang berkaitan dengan struktur sosial tersebut. 20 Dalam ritual keagamaan abangan
Selain itu, melalui pendekatan antropologis kita juga dapat melihat adanya
korelasi agama dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat.
Demikian juga hubungan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Golongan
masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin pada umumnya tertarik dengan
tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya (para pemilik modal)
lebih untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi
lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya. Karl Marx (1818-1883), sebagai contoh,
melihat agama sebagai candu masyarakat tertentu sehingga mendorongnya
memperkenalkan teori konflik atau yang biasa disebut teori pertentangan kelas.
menurutnya, agama disalah fungsikan oleh kalangan tertentu untuk mendukung sistem
kapitalisme modern.21
20
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 173.
21
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 36.
10
hubungan agama dengan berbagai masalah kehidupan manusia, dan dengan itu pula
agama terlihat akrab dan fungsional dengan berbagai fenomena kehidupan manusia.
agama Islam karena konsep manusia sebagai khalifah (wakil Tuhan) di bumi, misalnya,
3. Pendekatan Sosiologis
Sosiologi merupakan bagian dari ilmu-ilmu sosial, secara etimologi sosiologi
berasal dari bahasa latin yang terdiri dari kata socius yang berarti teman dan logos yang
berarti berkata atau teman bicara. Jadi sosiologi artinya berbicara tentang manusia yang
Warren, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam
macam gejala sosial; ii. hubungan dan pengaruh timbal-balik antara gejala sosial
gejala-gejala non-sosial; iii. ciri-ciri umum semua jenis gejala sosial. 24 Sementara itu,
22
Hasan Baharun, dkk,. Metodologi Studi Islam: Percikan Pemikiran Tokoh dalam
Membumikan Agama (Cet. I; Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 234.
23
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 154.
24
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, Edisi Baru 4 (Cet. XXII; Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 1996), h. 20.
11
sosiologi adalah ilmu sosial yang kategoris, murni, abstrak, berusaha mencari
bahwa sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang masyarakat, keadaannya,
strukturnya, lapisannya dan segala dinamika serta gejala sosial yang terjadi di
dalamnya.
fenomena sosial keagamaan serta pengaruh suatu fenomena dengan fenomena yang
lainnya.26 Pendekatan sosiologis dalam suatu penelitian tidak hanya melihat perilaku
manusia dari yang tampak saja, tetapi secara eksplisit dan implisit. 27 Dalam pendekatan
25
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, h. 25.
26
Ajahari, “Memahami Islam Perspektif Metodologis”, h. 9.
27
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 159.
12
c. Teori konflik yakni teori yang kepercayaan bahwa setiap masyarakat mempunyai
kepenringan (interst) dan kekuasaan (power) yang merupakan pusat dari segala
hubungan sosial. Menurut pemegang aliran ini nilai dan gagasan-gagasan selalu
pendekatan dalam memahami agama. Hal demikian tentu dapat dimengerti, mengingat
banyaknya kajian agama yang baru dapat dipahami secara proporsional dan tepat
apabila menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi.
masyarakat. Terbukti dalam al- Qur’an begitu banyak ayat-ayat yang berkaitan dengan
masalah-masalah sosial dan muamalah. Apalagi Islam memang hadir sebagai bentuk
4. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata philo (pecinta, pencari) dan sophia
(hikmah, kebijaksanaan atau pengetahuan). Selain itu, filsafat dapat juga diartikan
mencari hakikat seseatu, berusaha menautkan sebab dan akibat serta berusaha
adalah berpikir secara mendalam, sistematik, radikal dan universal dalam rangka
mencari kebenaran, inti, hikmah atau hakikat mengenai segala seseatu yang ada. 29
28
M. Arif Khoiruddin, “Pendekatan Sosiologi dalam Studi Islam”, Tribakti 25, no. 2 (September
2014): h. 399-400.
29
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 42.
13
tetapi merenung bukalah melamun, juga bukan berpikir secara kebetulan yang sifatnya
universal. Mendalam artinya dilakukan sedemikian rupa hingga dicari sampai ke batas
di mana akal tidak sanggup lagi. Radikal artinya sampai akar-akarnya sampai tidak ada
lagi yang tersisa. Sistematik maksudnya adalah dilakukan secara teratur dengan
menggunakan metode berpikir tertentu. Dan universal maksdunya tidak dibatasi hanya
pada suatu kepentingan kelompok tertentu, tetapi untuk seluruhnya. 30
fundamental tentang kehidupan, eksistensi dan watak ada (being). Ketiga yang
menitiberatkan paa apa yang dapat kita ketahui dan bagaiman kita mengetahui.
Keempat adalah etika, yang secara harfiah berarti studi tentag “perilaku”. Etika
Cara berpikir secara filososfis ini kemudian dapat digunakan dalam memahami
agama. Sehingga diketahui hikmah, inti atau hakikat dari suatu ajaran agama itu. Pada
dasarnya pendekatan ini sudah banyak dilakukan para ahli, khususnya kaum sufi. Para
kaum sufi selalu berusaha mencari tahu apa arti dan hikmah dari ajaran-ajaran agama.
30
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 43.
31
Lihat, Peter Connolly, ed. Aneka Pendekatan Studi Agama, h. 170-176.
14
ajaran agama Islam. Misalnya, ajaran Islam menganjurkan agar shalat berjamaah,
tujuannya antara lain agar seseorang merasakan indahnya hidup secara berdampingan
filososif pada tafsirnya. Al- Tustari mencoba menyingkap hikmah-hikmah dari teks,
pengamalan agama yang bersifat formalistik tetapi juga menyadari dan merasakan
nilai-nilai spriritual dan hikmah di balik pengamalan-pengamalan agama tersebut.
5. Pendekatan Historis
Sejarah atau histori secara leksikal merupakan pengetahuan atau uraian tentang
Sedangkan secara terminologi, sejarah adalah kisah dan peristiwa masa lampau umat
manusia, baik yang berhubungan dengan peristiwa politik, sosial, ekonomi maupun
gejala alam. Menurut Ibnu Khaldun, sejarah tidak hanya dipahami sebagai suatu
rekaman peristiwa masa lalu, tetapi juga penalaran kritis untuk menemukan kebenaran
suatu peristiwa pada masa lampau. Dengan demikian, unsur penting sejarah merupakan
adanya peristiwa, tempat, waktu, objek, latar belakang dan pelaku (manusia) dari
merekonstruksi masa lalu umat manusia yang melihat suatu peristiwa dari segi
32
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 43.
33
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 133.
15
kesadaran sosial yang mendukungnya. Pendekatan ini lebih populer disebut “sejarah
Melalui pendekatan sejarah seseorang diajak menukik dari alam idealis ke alam
yang bersifat empiris dan mendunia. Dari keadaan ini seseorang akan melihat adanya
kesenjangan atau keserasian antara yang terdapat dalam alam idealis dengan yang ada
di alam empiris dan historis.35
sebuah sejarah dipengaruhi oleh banyak faktor, sejarah dipengaruhi oleh masa dan cara
berpikir pada masa itu, dan sebagainya.36 Pendekatan historis ini tentu sangat
dibutuhkan dalam memahami agama, sebab agama turun pada suatu situasi yang
Dalam al- Qur’an, ada beberapa ayat atau surat yang turun sebagai respon
terhadap problematika masyarakat pada waktu itu. Agar dapat memahami ayat tersebut
secara tepat dan komprehensif, diperlukan pengetahuan tentang kondisi sosio-historis
masyarakat ketika ayat tersebut turun. Pengetahuan itulah kemudian merupakan bagian
dari ilmu asba>b al-nuzu>l, yang intinya berisi sejarah yang melatar belakangi turunnya
suatu ayat. Demikian pula pada hadis, yang dikenal dengan istilah asba>b al-wuru>d.
34
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 134.
35
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 47.
36
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 135.
16
Al- Qur’an juga tidak memberikan porsi yang sedikit dalam berbicara masalah
kisah-kisah dan peristiwa masa lampau. Dalam hal ini, Kuntowijoyo sebagaimana
dikutip Nata berkesimpulan setelah melakukan studi yang mendalam terhadap al-
Qur’an, bahwa pada dasarnya al- Qur’an itu terbagi menjadi dua bagian. Pertama,
berisi konsep-konsep dan yang kedua, berisi kisah-kisah sejarah dan perumpaan.37
komprhensif mengenai nilai dan ajaran Islam, dan pada bagian kedua yang berisikan
kisah-kisah, al- Qur’an mengajak dilakukanya perenungan untuk memperoleh hikmah
dari kisah-kisah yang diceritakan al- Qur’an. Kisah-kisah dalam al- Qur’an dapat
dibagi kepada tiga bagian. Pertama, kisah-kisah para nabi dan rasul serta orang-orang
shaleh. Kedua, kisah tentang para pendurhaka. Ketiga, kisah tentang penciptaan alam
6. Pendekatan Kebudayaan
merupakan bentuk plural dari budhi yang berarti budi atau akal. Dalam bahasa asing,
kebudayaan disebut culture yang berasal dari bahasa Latin colere yang berarti
bertani.39 Jadi secara umum, kebudayaan dapat diartikan sebagai segaka seseatu yang
dihasilkan oleh akal budi (pikiran) manusia degan tujuan mengolah tanah atau tempat
37
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 47.
38
Lihat, Abdul Karim Zaidan, Al- Mustafa>d min Qas{as{ al- Qur’an li al- Da‘wah wa al- Du‘a>h
(Cet: I; Beirut: Mu’assasah al- Risa>lah, 1998), h. 5-9.
39
Koentjaraningrat, Pengantar Antropologi I, h. 73.
17
tinggalnya. Atau dapat juga diartikan segala usaha manusia untuk dapat
kebiasaan yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Dengan kata
lain, definisi ini menyatakan bahwa kebudayaan segala seseatu yang didapatkan dan
dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat. Sementara itu, Sutan Takdir
dan perbuatan, dan dapat diungkapkan pada basis dan cara berpikir, perasaan serta
maksud pikiran.41
sebagai pranata yang secara terus menerus dipelihara oleh para pembentuknya dan
dipahami sebagai cara memahami agama dengan melihat wujud agama pada tataran
40
Widyo Nugroho dan Achmad Munchi, Ilmu Budaya Dasar (Cet. I; Jakarta: Gunadarma,
1994), h. 20.
41
Widyo Nugroho dan Achmad Munchi, Ilmu Budaya Dasar, h. 20-21.
42
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 49.
18
empiris atau wujud praktek keagamaan yang tumbuh dan berkembang dalam suatu
penganutnya dari sumber agama, yaitu wahyu melalui penalaran. Kita misalnya
membaca kitab fiqih, yang merupakan manifestasi dari teks al- Qur’an maupun hadis
sudah melibatkan unsur penalaran dan kemapuan manusia. Dengan demikian, agama
dan yang kedua, lanjutan dari yang pertama yaitu mengarahkan dan menambah
keyakinan agama yang dipunyai oleh para warga masyarakat tersebut sesuai dengan
ajaran yang benar menurut agama tersebut, jika ternyata dalam masyarakat tersebut
jelas. Sebagai contoh, masjid, sajadah, peci, sarung adalah produk budaya.
7. Pendekatan Psikologis
berasal dari bahasa Yunani psyche yang berarti jiwa (soul, mind) dan logos yang berarti
43
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 49-50.
44
Khaerisa Affiani, “Pendekatan Pokok dalam Studi Budaya”, Sampurasun.
http://kaffiani.blogspot.co.id/2013/02/pendekatan-pokok-dalam-studi-budaya.html (15 oktober 2016).
19
ilmu pengetahuan. Dengan demikian, psikologi berarti ilmu yang mempelajari tentang
jiwa45 atau biasa disebut dengan ilmu jiwa. Para pengkaji psikologi tidak terlalu
(psikologi merupakan kajian ilmiah tentang tingkah laku dan proses mental). Tingkah
laku merupakan segala seseatu/kegiatan yang dapat diamati, sedangkan proses mental
jiwa manusia tidak dapat diamati secara langsung, maka objek materilnya merupakan
sikap dan tingkah laku manusia yang merupakan cerminan atau perwujudan dari jiwa
Selanjutnya, ilmu psikologi juga dapat digunakan sebagai salah satu metode
yang menggunakan cara pandang ilmu psikologi. Karena ilmu psikologi merupakan
ilmu yang mempelajari jiwa manusia, maka pendekatan psikologi membatasi diri pada
kajian tentang jiwa manusia. Jika agama didekati oleh pendekatan psikologis, maka
objek kajiannya adalah jiwa manusia yang dilihat dalam hubungannya dengan agama.
keadaan jiwa pribadi-pribadi yang beragama. Dalam pendekatan ini, yang menarik bagi
peneliti merupakan keadaan jiwa manusia dalam hubungannya dengan agama. Lebih
45
Abdul Rahman Shaleh, Psikologi: Suatu Pengantar dalam Perspektif Islam (Cet. IV; Jakarta:
Kencana, 2009), h. 1.
46
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 177.
47
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 177-178.
20
karena dipengaruhi oleh keyakinan yang dianutnya. Seseorang ketika berjumpa saling
mengucapkan salam, hormat kepada kedua orang tua, kepada guru, menutup aurat, rela
dapat dijelaskan melalui ilmu jiwa agama (psikologi agama). Ilmu jiwa agama,
menurut Zakiah Daradjat, tidak mempersoalkan benar tidaknya suatu agama yang
beriman dan bertakwa kepada Allah swt. sebagai orang saleh, orang yang berbuat baik,
jujur, dan sebagainya. Semua itu adalah gejala-gejala kejiwaan yang berkaitan dengan
agama.49
Sebagai disiplin ilmu yang otonom, maka psikologi agama juga memiliki
untuk mempelajari bagaiaman agama dapat berfungsi atau berpengaruh pada tingkah
48
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 179.
49
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 50.
21
penyakit-penyakit jiwa.50
dihayati, dipahami, dan diamalkan seseorang. Selain itu, dapat juga digunakan sebagai
alat untuk memasukkan nilai-nilai dan ajaran agama ke dalam jiwa seseorang sesuai
dengan tingkat usinya. Dengan menggunakan ilmu ini, agama akan menemukan cara
yang tepat dan cocok menanankan nilai dan ajarannya. Misalnya, kita dapat
mengetahui pengaruh dari salat, puasa, zakat, haji dan ibadah lainnya melalui ilmu
50
Faisal Ananda Arfa, dkk., Metode Studi Islam: Jalan Tengah Memahami Islam, h. 179-180.
51
Abuddin Nata, Metodologi Studi Islam, h. 51.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
memahami agama melalui sudut pandang berbagai disiplin ilmu. Hal ini sangat penting
mengingat agama dan ajaran yang terkandung di dalamnya sangat kompleks. Sebab
itulah, diperlukan berbagai macam pendekatan untuk memahami agama agar terhindar
pendekatan psikologis.
tersebut dapat dilihat bahwa agama dapat dipahami melalui berbagai pendekatan.
sosiolog, antopolog, budayawan, psikolog pun dapat memahami agama dengan benar
memberikan kita gambaran akan agama secara komprehensif dan mempertegas bahwa
agama –khususnya Islam- merupakan agama yang sesuai pada tiap waktu dan tempat.
22
23
B. Saran
Dengan sangat menyadari bahwa makalah kami masih jauh dari kesempurnaan,
sebab tidak ada satu tulisan di muka bumi ini yang terhindar dari kecacatan selain al-
Qur’an. Untuk itu kami menyarankan kepada pembaca untuk memberikan sumbang
saran serta kritikan yang konstruktif demi kesempurnaan makalah kami untuk yang
akan datang.
DAFTAR PUSTAKA
24