Anda di halaman 1dari 6

Naskah Akademik Rancangan Undang-Undang Tentang Penghapusan Kekerasan

Seksual terhadap anak

A. Identifikasi Masalah
Pemenntah telah melakukan berbagai upaya dalam memberikan
perhatian pada persoalan-persoalan anak. Pengakuan tentang pentingnya
pmlindungan terhadap
anak sudah menjadi kesepakatan intemational melalui penandatanganan
Konvensi Hak Anak (KHA). Konstitusi Indonesia secara eksplisit juga
memberikan pengakuan terhadap hak anak. Hal ini seperti yang tercantum
dalam Pasal 28B ayat (2) UUD 1945 yang menyatakan “Setiap anak
berhak atas kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak
atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi'.
Langkah maju dalam perlindungan anak dilakukan Indonesia dengan
mengesahkan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 te.ng Perlindungan
Anak. Berbagai UU yang relevan sebagai instrumen perundangan nasional
yang juga menmat perl indungan anak. Dari analisis perundang-undangan
yang disajikan di atas, terdapat berbagai persoalan terkait dengan
pengaturan perundang-undangan khusus anak. Beberapa pennasalahan
adalalt: I. Saling tumpang tindih dan tidak sink ron sehingga menyulitkan
dalam apli kas inya. 2. Belum secara detail mengurailmn mengenai
perlindungan anak dari kekerasan, ekspbitasi, penelantaran, dan perlakuan
salah lainnya. 3. Sesuai muatannya, UUPA diharapkan mampu
mewujudIcan komitmen Indonesia untuk melindungi analc. Namun dalam
perjalanannya UUPA belum secara jelas menciptakan sistem perlindungan
anak yang holistik dan komprehensif termasuk layanannya dari tingkat
preventif (pencegahan dini), pengurangan risiko, sampai pada penanganan
kasus. Oleh karena itu, daerah seharusnya memiliki payung hukum berupa
Perda yang mampu mengakomodir senma isu terkait perlindungan anak,
mampu membertkan layanan secara holi.ik dan komprehensif, dan secara
tegas memberikan mandat kepada lembaga u.k melakukan koordinasi
kebijakan dan pengawasan, dan mandat kepada lembaga untuk
memberikan la,anan. Selain itu, Perda yang akan disusun harus dapat
membuka keterlibatan institusi non pemerintah dan masyarakat untuk
berperan secara luas. C. Tujuan dan Kegunaan Naskah Akademik Sesuai
dengan ruang lingkup identifikasi masalah yang dikemukakan di atas,
tujuan penyusunan Naskah Akademik Raperda PA dirumuskan sebagai
berikut : I. Meningkatkan upaya perlindungan anak dengan membangun
sistem perlindungan anak yang komprehensif. Sistem ini harus mampu
mendeteksi dan merespon kerentanan anak dan keluarganya.
1. Apakah Peraturan Daerah yang mengatur Tentang Perlindungan
Anak dibutuhkan keberdaannya?
2. Apa sasaran utama dibentuknya Peraturan Daerah Tentang
Perlindungan Anak?
B. Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis
1. Landsan Filosofis
Perlindungan anak dapat ditemukan berseumber pada sila dari
pancasila terutama sila kedua dan kelima. Sila kedua adalah kemanusia
yang adil dan beradab, sila kelima adalah keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. Oleh karena itu sila-sila tersebut berkaitan dengan
upaya perlindungan anak dan perlindungan anak juga tercantum dalam
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Perubahan Atas Undang-
undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Pasal 1
yang berbunyi Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasaan dan diskriminasi. Oleh karena itu Pemerintah Kota
Singakawang sedang merealisasikan Kota Layak Anak. Kota Layak
Anak merupakan salah satu indikator tolak ukur secara nasional
keberhasilan pembangunan suatu Pemerintahan benar-benar
berorientasi pada kepentingan sumber daya manusia pada masa dini.
Kepedulian tersebut bermkna pada kesungguhan upaya untuk
mendukung pemenuhan hal-hal yang dibutuhkan untuk bertahan hidup
dan tumbuh kembang secara optimal seperti pemenuhan kebutuhan
dasae, kualitas pengasuhan dalam lingkungan keluarga, kesempatan
pendidikan yang berkualitas, serta kesempatan untuk belajar menjadi
bagian dari proses didalam masyarakat.
2. Landasan Yuridis
Secara yuridis NKRI telah berusaha memberika Perlindungan
kepada Anak sesuai dengan ketententuan internasional, yaitu dengan
diratifikasinya berbagai konvensi internasional salah satunya konvensi
Hak-hak anak/CRC, diratifikasi melalui Keputusan Presiden Nomor 36
tahun 1990.
Meskipun telah memuat banyak Peraturan peundang-undangan
untuk memenuhi dan melindungi hak anak, tapi Perlindungan anak di
Kota Singkawang dalam kenyataannya belum memadai. Berdasarkan
data-data yang didapat, masih banyak terjadi berbagai bentuk
diskriminasi, tindak kekerasaan, pelecehan seksual, penyalahgunaan
narkotika, dan anak terlantar. Oleh Karen itu, Kota Singkawang sangat
memerlukan adanya Peraturan Daerah Kota Singkawang Tentang
Perlindungan Anak.
3. Landasan Sosiologis
Perlindungan Anak sangat dibutuhkan oleh Pemerintah Kota
Singkawang. Karena berbagai masalah yang berhubungan dengan anak
semakin hari semakin bertambah dan tidak adanya payung hukum
untuk melindungi mereka. Misalnya anak yang ditelantarkan,
diperlakukan salah baik secara ekonomi maupun seksual. Selain itu
perkembangan masyarakat yang semakin kompleks telah memberikan
pengaruh dan perawatan anak dan bentuk-bentuk pelanggaran lainnya.
NASKAH AKADEMIK RANCANGAN PERATURAN DESA
TENTANG PENYELESAIAN KONFLIK BATAS DESA
A. Identifikasi Masalah :
Apabila batas daerah tidak jelas akan menyebabkan dua akibat negatif.
Pertama, suatu bagian wilayah dapat diabaikan oleh masing-masing
daerah karena merasa itu bukan daerahnya atau dengan kata lain masing-
masing daerah saling melempar tanggung jawab dalam
menyelenggarakan pemerintahan, pelayanan masyarakat maupun
pembangunan di bagian wilayah tersebut. Kedua, daerah yang satu dapat
dianggap melampaui batas kewenangan daerah yang lain sehingga
berpotensi timbulnya konflik antar daerah. Kekaburan batas daerah juga
dapat menimbulkan dampak negatif yang lebih luas lagi dari sekedar
potensi konflik antar daerah karena potensi strategis dan ekonomis suatu
bagian wilayah, seperti dampak pada kehidupan sosial dan
penyelenggaraan administrasi pemerintahan bahkan juga menimbulkan
dampak politis khususnya di daerah-daerah perbatasan.
Dengan demikian, naskah akademik ini merumuskan beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara mengetahui penyelesaian konflik dalam
penegasan batas daerah/desa.
2. Apakah faktor-faktor penghambat dalam penyelesaian Konflik di
perbatasan desa
B. Landasan Filosofis, Yuridis, dan Sosiologis
a. Landasan Filosofis
Menurut Permendagri Nomor 27 Tahun 2006, desa
didefinisikan sebagai kesatuan masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas wilayah. Batas-batas wilayah yurisdiksi
pemisah wilayah penyelenggaraan urusan pemerintah yang
menjadi kewenangan suatu desa. Oleh karena itu, kegiatan
penetapan dan penegasan batas desa perlu dilakukan untuk
memberikan kepastian hukum terhadap batas-batas desa.
Batas desa adalah batas pemisah wilayah antar desa saling
bersebelahan. Batas pemisah tersebut dapat berupa batas
alam maupun batas buatan manusia. Unsur-unsur yang alam
yang sering digunakan sebagai batas pemisah wilayah desa
antara lain sungai,watershed,danau sedangkan buatan
manusia antara lain pilar batas, jalan, rel kereta api, saluran
irigasi.
b. Landasan Yuridis
Secara garis besar penetapan dan penegasan batas Desa
dilakukan melalui tahap, yaitu penetapan batas desa dan
penegasan batas desa. Penetapan batas desa dilakukan
melalui serangkaian tahapan penelitian dokumen batas,
penentuan peta dasar, dan delineasi garis batas secara
kartometik di atas peta dasar. Penegasan batas desa dilakukan
melalui tahapan penentuan dokumen penetapan batas,
pelacakan garis batas, pemasangan pilar batas, pengukuran
batas dan pilar batas, penentuan koordinat titik-titik batas dan
pilar batas serta pembuatan peta batas wilayah desa.
c. Landasan Sosiologis
Batas desa merupakan batas wilayah yurisdiksi pemisah
wilayah penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan suatu desa dengan desa lain (Permendagri No.
27/2006 : Pasal 1 ayat 9 ). Untuk memberikan kepastian
hukum yang bersifat tegas terhadap batas-batas desa
diperlukan penetapan dan penegasan batas desa (Permendagri
No. 27/2006 : Pasal 2). Agar penetapan dan penegasan batas
desa dapat berjalan tertib, terkoordinasi dan benar maka
dalam pelaksanaannya harus mengacu pada Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 27 Tahun 2006.

Anda mungkin juga menyukai