Bidang Fiqh
Bidang Fiqh
PEMBAHASAN
1. Pengertian Fiqih Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah) dan tunduk (al-khudlu). Menurut al-
Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Ibadah adalah bahasa arab yang secara etimologi berasal dari akat kata ً ِع َبادَة- َع ْبدٌا-ََع ِب ًد
-ُ يَ ْعبُ ًدyang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada Allah), artinya mengikuti semua
perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Karena
makna asli ibadah adalah menghamba, dapat pula diartikan sebagai bentuk perbuatan yang
menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Dalam kitab Al-Hidayah jilid ke satu
dikatakan makna ibadah adalah :
ُ بًنوهي ِهًوالعمالًُبماًأذَنًب ِهًالشر
ًع ِ العبادةًهيًالتقربُ ًالىًهللاًتعالىًبإِمتثا ِلًاوامرهًِواجْ تشنا
ّ
Artinya : “Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara melaksanakan semua
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta beramal sesuai izin dari pembuat syariat
(Al-Hkim,Allah)”
Konsep ibadah menurut Abdul Wahab adalah konsep tentang seluruh perbuatan lahiriah
maupun batiniah, jasmani dan rohani yang di cintai dan di ridhoi oleh Allah SWT. Ibadah juga
diartikan sebagai hubungan manusia dengan yang diyakini kebesaran dan kekuasaannya. Artinya,
jika yang diyakini kebesarannya adalah Allah, maka menghambakan diri kepada Allah. Dalam
surat Al-Fatihah ayat 5 Allah SWT berfirman :
ُ إِيَّاكَ ًنَ ْعبُدًُوإِيَّاكَ ًنَ ْست َ ِع
ًين
Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (Al-Fatihah : 5)
Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah.
Ibadah meliputi semua bentuk perbuatan manusia di dunia, yang dilakukan dengan niat mengabdi
dan menghamba hanya kepada Allah SWT. Semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan
niat yang tulus untuk mencapai ridho Allah SWT dipandang sebagai ibadah. Sesuai dengan Firman
Allah SWT :
َ ًوا ْ ِْل
ِ نسً ِإ ََّّلً ِل َي ْعبُد
ًُون ْ َُو َماً َخلَ ْقت
َ ًال ِج َّن
Artinya :” Tidaklah ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada
ku.” (al-Dza-riyat : 56)
Beberapa pendapat mengenai ibadah adalah sebagai berikut :
1. Ulama tauhid mengartikan ibadah dengan beberapa pengertian yaitu :
a. Ibadah dapat diartikan sebagai tujuan kehidupan manusia sebagai bentuk dan cara manusia
berterimakasih kepada pencipta.
b. Ibadah diartikan sebagai bentuk mengesakan Allah, dan tidak ada sesuatu yang
meyerupainya sehingga kepada Allah beribadah. Sebagaimana terdapat dalam surat An-
Nahl ayat 36
ًًو ِم ْن ُهمً َّم ْن ّ َوتًفَ ِم ْن ُهمً َّم ْنً َهد
َ ُىًّللا َ غ َّ ْاجت َ ِنبُوا
ُ ًالطا ْ ًو ّ ْسوَّلًأ َ ِنًا ْعبُد ُوا
َ ًَّللا َّ َولَقَدًْ َبعَثْنَاًفِيً ُك ِّلًأ ُ َّمة
ُ ًٍر
ْ ُعا ِق َبة
–ً ًَال ُم َك ِذّ ِبين َ ظ ُرواًْ َكي
َ ً َْفً َكان ُ ضًفَان ِ ِيرواًْ ِفيًاأل َ ْرُ علَ ْي ِهًالضَّاللَةًُفَس َ ًت ْ ََّحق
Artinya : “Dan sungguh, Kami telah Mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.” kemudian di antara mereka ada
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah
kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-
rasul)”.(QS. An-Nahl :36)
c. Ibadah diartikan sebagai upaya menjauhkan diri dari perbuatan syirik, sebagaimana firman
Allah SWT. Dalam surat Al-Isra’ ayat 23 :
َ ًوبِ ْال َوا ِلدًَْي ِنً ِإ ْح
ًسانا َ ُىًرب َُّكًأََّلًَّتَ ْعبُدُواًْ ِإَّلًَّ ِإيَّاه
َ ض َ ََوق
Artinya :”dan tuhan telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak”. (QS. Al-Isra’ :23)
d. Ibadah artinya membedakan kehidupan ilahiah dengan penganut agama selain Islam dan
dengan orang-orang musyrik, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Kafirun ayat 3 :
٣-ًُ عا ِبد ُونَ ً َماًأ َ ْعبُد
َ ً َو ََّلًأَنت ُ ْم-
Artinya :”Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”. (QS. Al-Kafirun :3)
Artinya: “Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali semata-mata untuk beribadah kepada-Ku”.
Dari ayat di atas, jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah ibadah,
baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun alam dan lingkungannya.
Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan secukupnya, terutama
sekali dalam Sunnah Nabi, sehingga tidak mungkin berubah sepanjang masa. Hubungan manusia
dengan Allah merupakan ibadah yang langsung dan sering disebut dengan ‘Ibadah Mahdhah.
Penggunaan istilah bidang ‘Ibadah Mahdhah dan bidang ‘Ibadah Ghair Mahdhah atau bidang
‘Ibadah dan bidang Muamalah, tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan kedua bidang tersebut,
tetapi hanya membedakan yang diperlukan dalam sistematika pembahasan ilmu. Baik ‘Ibadah
Mahdhah maupun Muamalah dalam arti luas, kedua-duanya dilaksanakan dalam rangka mencari
mardhatillah.
Bidang Fiqh Ibadah ini meliputi:
1. Pembahasan Taharah, baik Taharah dari najis maupun Taharah dari hadas, yaitu wudhu’,
mandi dan tayamum. Shalat: dengan segala macam rukun dan tata cara shalat serta hal-hal
yang berhubungan dengan shalat, termasuk didalamnya shalat jenazah.
2. Pembahasan sekitar Zakat. Tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab,
haul dan mustahik zakat serta zakat fitrah.
3. Pembahasan sekitar Shiyam, puasa wajib dan Sunnah, rukunnya dan hal-hal lain sekitar
Shiyam.
4. Pembahasan tentang iktikaf, cara, dan adab susila ber-i’ktikaf.
5. Pembahasan tentang Ibadah Haji. Dibicarakan tentang hukum dan syarat-syarat haji,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dan yang ditinggalkan pada waktu melakukan Ibadah
haji dan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji.
6. Pembahasan sekitar jihad, dibicarakan tentang hukumnya, cara-caranya, syarat-syaratnya,
tentang perdamaian, tentang harta ghanimah, fay’, dan jizyah.
7. Pembahasan tentang sumpah, macam-macam sumpah, kafarah sumpah dan lain-lain
sekitar sumpah.
8. Pembahasan tentang nazar, macam-macam nazar, dan akibat hukum nazar.
9. Pembahasan tentang Kurban, hukumnya, macamnya binatang untuk kurban, umur binatang
yang dikurbankan, dan jumlahnya serta hukum tentang daging kurban.
10. Pembahasan tentang sembelihan yang meliputi; binatang yang di sembelih, cara-cara
menyembelih binatang dan syarat-syaratnya.
11. Pembahasan tentang berburu, hukum berburu dan hal-hal yang berkenaan dengan binatang
yang diburu.
12. Pembahasan tentang aqiqah, hukumnya, umur binatangnya, aqiqah untuk siapa, waktu
aqiqah, dan hukum dagingnya.
13. Pembahasan tentang makanan dan minuman, dibicarakan tentang yang halal dimakan dan
yang haram dimakan.
Sistematika di atas adalah sistematika dari Ibn Rusyd di dalam kitabnya Bidayah al-
Mujtahid wa nihay’ah al-Muqtasid. Tidak semua kitab sama persis sistematikanya, adakalanya
pembahasan tentang Jihad masuk dalam bidang Jinayah. Ketidaksamaan penyusunan sistematika
antara lain disebabkan perbedaan tinjauan dan penekanan terhadap masalah tertentu. Namun ada
kecenderungan umum para ulama memasukkan ke dalam bidang Fiqh ‘Ibadah, masalah-masalah
taharah, shalat, shiyam, hajji, iktikaf, nazar, kurban, sembelihan, aqiqah, berburu dan makanan.
3. Bidang Muamalah dalam Arti Luas
Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah.
Hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut
hukum.
Sistematika pembahasan yang baik tentang Fiqh Jinayah telah dibuat oleh Abdul Kadir
Audah dalam bukunya al-Tasyiri Al-Jina’I Al-Islami muqaranan bi al-qanun al-wadh’I .
Dalam asas-asas Hukum Islam dibicarakan tentang pengertian tindakan pidana
(jarimah), macam jarimah, unsur-unsur jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan
pidana dan pelaku pidana. Kemudian dibahas tentang sumber-sumber aturan pidana Islam,
kaidah-kaidah dalam penafsiran hukum, asas legalitas, masa berlakunya aturan pidana dan
lingkungan berlakunya aturan pidana.
Adapun materi Fiqh Jinayah meliputi pembunuhan sengaja, semi sengaja, dan
kesalahan disertai dengan rukun dan syaratnya. Ada satu hal lagi yang belum dibahas
secara mendalam oleh Dr. Abdul Kadir Audah yaitu tentang jarimah takzir. Jarimah takzir
ini telah dibahas oleh Dr. Abdul Aziz Amir secara luas dalam bukunya al-Taizir fi al-
Syari’ah al-Islamiyah yang meliputi: Ta’zir terhadap jarimah qishash, diyat dana tau
jarimah hudu yang tidak memenuhi persyaratan untuk dijatuhi hukuman qishash, diyat atau
had. Takzir terhadap saksi palsu, spionase, uang suap, penghinaan, tidak melaksanakan
amanah, dan lain sebagainya.
Pengertian ta’zir adalah sanksi yang dibuat oleh Ulil Amri yang memiliki daya
preventif dan represif (al-radd wa al-jazm) yang diancamkan kepada kejahatan-kejahatan
hudud, qishash, dan diyat yang tidak memenuhi syarat, kejahatan yang ditentukan di dalam
al-Qur’an dan Hadits yang ditentukan di dalam al-Qur’an atau hadits yang tidak disebutkan
sanksinya, seperti penghinaan, tidak melaksanakan amakan, dan kejahatan-kejahatan yang
ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum, seperti aturan lalu lintas.
4. Bidang Qadha atau Al-Ahkam Al-Murafaat
Fiqh Qadha ini membahas tentang proses penyelesaian perkara di pengadilan. Oleh
karena itu, unsur pokok yang dibahas adalah tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, hak
yang dilanggar, penggugat dalam kasus perdata atau penguasa dalam kasus pidana dan
tergugat dalam kasus perdata atau tersangka dalam kasus pidana.
Pembahasan selanjutnya antara lain syarat-syarat seorang hakim dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan hakim; tentang pembuktian, seperti pengakuan, keterangan dan saksi,
sumpah, qarinah, keputusan hakim yang mujtahid, keputusan hakim mutabi, keputusan
hakim dengan mengikuti mazhab tertentu.
Di dalam Fiqh Islam selain qadha’ ada juga lembaga yang disebut tahkim atau hakam
atau pengadilan juri (juri arbriter). Di dalam tahkim atau arbritase, hakam boleh ditunjuk
oleh masing-masing penggugat atau tergugat. Keputusan mereka harus diambil dengan
kesepakatan (suara bulat) dan keputusan mereka sah serta dapat dilaksanakan secara
hukum bagi para pihak yang telah mengangkatnya dan hanya untuk perkara yang telah
diminta untuk diselesaikan. Dasar hukum arbiatse dalam Al-Qur’an adalah surat al-Hujurat
ayat 9 dan surat al-Nisa ayat 35.
Lembaga tahkim atau arbitase ini semakin terasa penting, terutama setelah
berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi syariah yang menghendaki penyelesaian yang
lebih cepat, sederhana, dan lebih baik daripada melalu pengadilan biasa. Undang-undang
tentang arbritase yang sudah ada di Indonesia, yaitu UU No. 30 Tahun 1999, sedangkan
arbritase syari’ah masih sedang diusahakan.
5. Bidang Fiqh Siyasah
Fiqh Siyasah membahas tentang hubungan antara seseorang pemimpin dengan yang
dipimpinnya atau antara lembaga-lembaga kekuasaan di dalam masyarakat dengan
rakyatnya. Oleh karena itu, pembahasan Fiqh Siyasah ini luas sekali, yang meliputi antara
lain soal : Hak dan kewajiban Imam, bai’ah, wuzarah ahl al-halli wal aqdi, hak dan
kewajiban rakyat, kekuasaan peradilan, pengaturan orang-orang yang pergi haji, kekuasaan
yang berhubungan dengan pengaturan ekonomi, fai, ghanimah, jizyah, kharaj, baitulmal,
hubungan muslim dan nonmuslim dalam akad, hubungan muslim dan nonmuslim dalam
kasus pidana, hubungan internasional dalam keadaan perang dan damai, perjanjian
internasional, penyerahan penjahat, perwakilan-perwakilan asing serta tamu-tamu asing.
Fiqh Siyasah ini tampaknya mulai mendapat perhatian kembali setelah dunia Islam
lepas dari penjajahan dan dibahas baik oleh ulama-ulama di Mesir seperti : Diauddin al-
Rays, Abu Zahrah, Yusuf Musa, Abdul Kadir Audah, atau di Pakistan seperti: Muhammad
Iqbal, Abdul ‘Ala al-Maududi, atau juga di Indonesia seperti: Z.A.Ahmad dan Hasbi Ash-
Shiddieqy.
c. Zakat
Secara bahasa, zakat artinya membersihkan. Sedangkan secara istilah agama islam
adalah kadar harta yang tertentu yang di berikan kepada yang berhak menerimanya
dengan beberapa syarat. Firman Allah SWT :
َ علَ ْي ِه ْم
ًًوَّلًَ ُه ْم ٌ ًوَّلًَخ َْو
َ ًف َ ًَالز َكاة ًَلَ ُه ْمًأَجْ ُر ُه ْمً ِعند
ًَ ًرًِبّ ِه ْم َّ ًِوأَقَا ُمواًْال
َّ ْصالَة ًََوآت َُوا َّ ع ِملُواًْال
َ صا ِل َحات َ ْإِ َّنًالَّذِينَ ًآ َمنُوا
َ ًو
٢٧٧-ً َ َيحْ زَ نُون-
Artinya : “Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan,
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhan-nya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS.
Al-Baqarah :277)
d. Haji
Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu sedangkan menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi baitullah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan
syarat-syarat tertentu. Firman Allah :
َ ًعًإِلَ ْي ِه
٩٧–ًسبِيال َ طا ْ ًح ُّج
َ َ ًالبَ ْيتًِ َم ِنًا ْست ً ِ َّعلَىًالن
ِ اس َ ًِ َو ِ ّلِل-
Artinya : “mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang snggup mengadakan diri kejalan Allahh. (QS. AL-Baqarah : 970)
e. Thaharah
1) Pengertian Thaharah
Thaharah secara bahasa adalah bersih dari kotoran, sedangkan menurut istilah
adalah menghilangkan hadats, najis atau perbuatan yang searti dengan keduanya.
Seperti mandi, wudhu dan tayamum. Allah berfirman :
٢٢٢-ً َط ِ ّه ِرين ًْ ًُّوي ُِحب
َ َ ًال ُمت َ ًَّللاًَي ُِحبُّ ًالت َّ َّوابِين
ّ ِإ َّن
Artinya :“sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan yang
mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah :222).
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat
yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah (debu) untuk
tayammum.
2) Syarat Wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-
hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sahnya berthaharah sebelum melakukan
perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut adalah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu (untuk mendirikan shalat fardhu)
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci
3) Bentuk-bentuk thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan bathin. Thaharah lahir
adalah thaharah atau suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudhu, mandi dan tayamum. Thaharah bathin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat seperti
dengki, iri, penipu, sombong, ujub dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk
yaitu wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak.
1. Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti
membasuh anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air
mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan
rukunnya.
2. Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudhu dengan debu (pasir,tanah) yang
suci karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum
menurut istilah adalah menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka dan
kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat dan rukunnya sebagai
pengganti dari wudhu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau
dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
3. Mandi wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat.
Mandi wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
4. Istinja’
Istinja’ menurut bahasa berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut
istilah ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur
dan qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar
dari keduanya.
4) Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
a) Membiasakan hidup bersih dan sehat
b) Membiasakan hidup yang selektif
c) Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui shalat
d) Sebagai sarana untuk menuju surge
e) Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT