Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN
1. Pengertian Fiqih Ibadah
Menurut bahasa, kata ibadah berarti patuh (al-tha’ah) dan tunduk (al-khudlu). Menurut al-
Azhari, kata ibadah tidak dapat disebutkan kecuali untuk kepatuhan kepada Allah.
Ibadah adalah bahasa arab yang secara etimologi berasal dari akat kata ً‫ ِع َبادَة‬-‫ َع ْبدٌا‬-َ‫َع ِب ًد‬
-ُ‫ يَ ْعبُ ًد‬yang berarti taat, tunduk, patuh, merendahkan diri (kepada Allah), artinya mengikuti semua
perintah Allah SWT dan menjauhi semua larangan yang dikehendaki oleh Allah SWT. Karena
makna asli ibadah adalah menghamba, dapat pula diartikan sebagai bentuk perbuatan yang
menghambakan diri sepenuhnya kepada Allah SWT. Dalam kitab Al-Hidayah jilid ke satu
dikatakan makna ibadah adalah :
ُ ‫بًنوهي ِهًوالعمالًُبماًأذَنًب ِهًالشر‬
ً‫ع‬ ِ ‫العبادةًهيًالتقربُ ًالىًهللاًتعالىًبإِمتثا ِلًاوامرهًِواجْ تشنا‬
ّ

Artinya : “Ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT. Dengan cara melaksanakan semua
perintah-Nya dan menjauhi semua larangan-Nya, serta beramal sesuai izin dari pembuat syariat
(Al-Hkim,Allah)”

Konsep ibadah menurut Abdul Wahab adalah konsep tentang seluruh perbuatan lahiriah
maupun batiniah, jasmani dan rohani yang di cintai dan di ridhoi oleh Allah SWT. Ibadah juga
diartikan sebagai hubungan manusia dengan yang diyakini kebesaran dan kekuasaannya. Artinya,
jika yang diyakini kebesarannya adalah Allah, maka menghambakan diri kepada Allah. Dalam
surat Al-Fatihah ayat 5 Allah SWT berfirman :
ُ ‫إِيَّاكَ ًنَ ْعبُدًُوإِيَّاكَ ًنَ ْست َ ِع‬
ً‫ين‬
Artinya : “Hanya kepada engkaulah kami menyembah, dan hanya kepada Engkaulah kami mohon
pertolongan.” (Al-Fatihah : 5)

Dari sisi keagamaan, ibadah adalah ketundukan atau penghambaan diri kepada Allah.
Ibadah meliputi semua bentuk perbuatan manusia di dunia, yang dilakukan dengan niat mengabdi
dan menghamba hanya kepada Allah SWT. Semua tindakan orang mukmin yang dilandasi dengan
niat yang tulus untuk mencapai ridho Allah SWT dipandang sebagai ibadah. Sesuai dengan Firman
Allah SWT :
َ ‫ًوا ْ ِْل‬
ِ ‫نسً ِإ ََّّلً ِل َي ْعبُد‬
ً‫ُون‬ ْ ُ‫َو َماً َخلَ ْقت‬
َ ‫ًال ِج َّن‬
Artinya :” Tidaklah ku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk mengabdi kepada
ku.” (al-Dza-riyat : 56)
Beberapa pendapat mengenai ibadah adalah sebagai berikut :
1. Ulama tauhid mengartikan ibadah dengan beberapa pengertian yaitu :
a. Ibadah dapat diartikan sebagai tujuan kehidupan manusia sebagai bentuk dan cara manusia
berterimakasih kepada pencipta.
b. Ibadah diartikan sebagai bentuk mengesakan Allah, dan tidak ada sesuatu yang
meyerupainya sehingga kepada Allah beribadah. Sebagaimana terdapat dalam surat An-
Nahl ayat 36
ً‫ًو ِم ْن ُهمً َّم ْن‬ ّ َ‫وتًفَ ِم ْن ُهمً َّم ْنً َهد‬
َ ُ‫ىًّللا‬ َ ‫غ‬ َّ ْ‫اجت َ ِنبُوا‬
ُ ‫ًالطا‬ ْ ‫ًو‬ ّ ْ‫سوَّلًأ َ ِنًا ْعبُد ُوا‬
َ َ‫ًّللا‬ َّ ‫َولَقَدًْ َبعَثْنَاًفِيً ُك ِّلًأ ُ َّمة‬
ُ ‫ًٍر‬
ْ ُ‫عا ِق َبة‬
–ً َ‫ًال ُم َك ِذّ ِبين‬ َ ‫ظ ُرواًْ َكي‬
َ ً َ‫ْفً َكان‬ ُ ‫ضًفَان‬ ِ ‫ِيرواًْ ِفيًاأل َ ْر‬ُ ‫علَ ْي ِهًالضَّاللَةًُفَس‬ َ ً‫ت‬ ْ َّ‫َحق‬
Artinya : “Dan sungguh, Kami telah Mengutus seorang rasul untuk setiap umat (untuk
menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah thaghut.” kemudian di antara mereka ada
yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah
kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-
rasul)”.(QS. An-Nahl :36)
c. Ibadah diartikan sebagai upaya menjauhkan diri dari perbuatan syirik, sebagaimana firman
Allah SWT. Dalam surat Al-Isra’ ayat 23 :
َ ‫ًوبِ ْال َوا ِلدًَْي ِنً ِإ ْح‬
ً‫سانا‬ َ ُ‫ىًرب َُّكًأََّلًَّتَ ْعبُدُواًْ ِإَّلًَّ ِإيَّاه‬
َ ‫ض‬ َ َ‫َوق‬
Artinya :”dan tuhan telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain dia dan
hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak”. (QS. Al-Isra’ :23)
d. Ibadah artinya membedakan kehidupan ilahiah dengan penganut agama selain Islam dan
dengan orang-orang musyrik, sebagaimana disebutkan dalam surat Al-Kafirun ayat 3 :
٣-ًُ ‫عا ِبد ُونَ ً َماًأ َ ْعبُد‬
َ ً‫ َو ََّلًأَنت ُ ْم‬-
Artinya :”Dan kamu bukan penyembah apa yang aku sembah”. (QS. Al-Kafirun :3)

2. Ulama akhlah Hasbi Ash-Shidiqie mengartikan ibadah sebagai berikut :


a. Melaksanakan semua perintah Allah SWT dalam praktek ibadah jasmaniah dan rohaniah
dengan berpegang teguh pada syariat Islam yang benar.
b. Ibadah diartikan sebagai pencarian harta duniawi yang halal.
3. Ulama tasawuf mengartikan ibadah sebagai berikut :
a. Ketundukan mutlak kepada Allah dan menjauhkan diri dari ketundukan pada hawa nafsu.
b. Ibadah diartikan perbuatan yang menepati janji, menjaga perbuatan yang melewati batas-
batas syari’at Allah dan bersabar menghadap musibah.
c. Beribadah berarti mengharapkan keridhaan Allah, mengharapka pahalanya dan
menghindarkan diri dari siksanya.
d. Ibadah diartikan sebagai upaya mewujudkan kemuliaan rohani yang diciptakan dalam
keadaan suci
e. Ibadah dalam arti menjalankan kewajiban karena Allah berhak disembah tanpa ada pamrih
sedikitpun.
4. Pengertian menurut fuqaha
Para fuqaha mengartikan ibadah sebagai berikut :
a. Ketaatan hamba Allah yang mukallaf yang dikerjakan untuk mencapai keridhaan Allah dan
mengharap pahala-Nya di akhirat.
b. Ibadah adalah melaksanakan segala hak Allah.
Dari pengertian-pengertian dia atas, dapat di simpulkan bahwa makna ibadah adalah
ketundukan manusia kepada Allah yang dilaksanakan atas dasar keimanan yang kuat dengan
melaksanakan semua perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya dengan tujuan
mengharapkan keridaan Allah, pahala surga dan ampunannya.
Dengan demikian pengertian fiqh ibadah adalah pemahaman ulama terhadap nash-nash
yang berkaitan dengan ibada hamba Allah dengan segala bentuk hukumnya, yang mempermudah
pelaksanakan ibadah, baik yang bersifat perintah, larangan maupun pilihan-pilihan yang disajikan
oleh Allah dan Rasulullah Saw.
Ibadah juga dapat berupa ucapan (lafzhiyyah) atau tindakan (‘amaliyyah). Ibadah lafal
adalah rangkaian kalimat dan dzikir yang diucapkan dengan lidah. Sedangkan ibadah amal adalah
seperti rukuk dan sujud dalam shalat, wukuf di padang arafah dan tawaf.

2. Bidang Fiqh ‘Ibadah


Al-Qur’an surat Al-Dzariyat [51] ayat 56 menyatakan:

Artinya: “Tidak aku ciptakan jin dan manusia kecuali semata-mata untuk beribadah kepada-Ku”.
Dari ayat di atas, jelas sekali bahwa manusia dalam hidupnya mengemban amanah ibadah,
baik dalam hubungannya dengan Allah, sesama manusia, maupun alam dan lingkungannya.
Pengaturan hubungan manusia dengan Allah telah diatur dengan secukupnya, terutama
sekali dalam Sunnah Nabi, sehingga tidak mungkin berubah sepanjang masa. Hubungan manusia
dengan Allah merupakan ibadah yang langsung dan sering disebut dengan ‘Ibadah Mahdhah.
Penggunaan istilah bidang ‘Ibadah Mahdhah dan bidang ‘Ibadah Ghair Mahdhah atau bidang
‘Ibadah dan bidang Muamalah, tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan kedua bidang tersebut,
tetapi hanya membedakan yang diperlukan dalam sistematika pembahasan ilmu. Baik ‘Ibadah
Mahdhah maupun Muamalah dalam arti luas, kedua-duanya dilaksanakan dalam rangka mencari
mardhatillah.
Bidang Fiqh Ibadah ini meliputi:
1. Pembahasan Taharah, baik Taharah dari najis maupun Taharah dari hadas, yaitu wudhu’,
mandi dan tayamum. Shalat: dengan segala macam rukun dan tata cara shalat serta hal-hal
yang berhubungan dengan shalat, termasuk didalamnya shalat jenazah.
2. Pembahasan sekitar Zakat. Tentang wajib zakat, harta-harta yang wajib dizakati, nisab,
haul dan mustahik zakat serta zakat fitrah.
3. Pembahasan sekitar Shiyam, puasa wajib dan Sunnah, rukunnya dan hal-hal lain sekitar
Shiyam.
4. Pembahasan tentang iktikaf, cara, dan adab susila ber-i’ktikaf.
5. Pembahasan tentang Ibadah Haji. Dibicarakan tentang hukum dan syarat-syarat haji,
perbuatan-perbuatan yang dilakukan dan yang ditinggalkan pada waktu melakukan Ibadah
haji dan hal-hal yang berhubungan dengan ibadah haji.
6. Pembahasan sekitar jihad, dibicarakan tentang hukumnya, cara-caranya, syarat-syaratnya,
tentang perdamaian, tentang harta ghanimah, fay’, dan jizyah.
7. Pembahasan tentang sumpah, macam-macam sumpah, kafarah sumpah dan lain-lain
sekitar sumpah.
8. Pembahasan tentang nazar, macam-macam nazar, dan akibat hukum nazar.
9. Pembahasan tentang Kurban, hukumnya, macamnya binatang untuk kurban, umur binatang
yang dikurbankan, dan jumlahnya serta hukum tentang daging kurban.
10. Pembahasan tentang sembelihan yang meliputi; binatang yang di sembelih, cara-cara
menyembelih binatang dan syarat-syaratnya.
11. Pembahasan tentang berburu, hukum berburu dan hal-hal yang berkenaan dengan binatang
yang diburu.
12. Pembahasan tentang aqiqah, hukumnya, umur binatangnya, aqiqah untuk siapa, waktu
aqiqah, dan hukum dagingnya.
13. Pembahasan tentang makanan dan minuman, dibicarakan tentang yang halal dimakan dan
yang haram dimakan.

Sistematika di atas adalah sistematika dari Ibn Rusyd di dalam kitabnya Bidayah al-
Mujtahid wa nihay’ah al-Muqtasid. Tidak semua kitab sama persis sistematikanya, adakalanya
pembahasan tentang Jihad masuk dalam bidang Jinayah. Ketidaksamaan penyusunan sistematika
antara lain disebabkan perbedaan tinjauan dan penekanan terhadap masalah tertentu. Namun ada
kecenderungan umum para ulama memasukkan ke dalam bidang Fiqh ‘Ibadah, masalah-masalah
taharah, shalat, shiyam, hajji, iktikaf, nazar, kurban, sembelihan, aqiqah, berburu dan makanan.
3. Bidang Muamalah dalam Arti Luas

1. Bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah


Bidang al-Ahwal al-Syakhsiyah yaitu hukum keluarga, yaitu yang mengatur hubungan
antara suami istri, anak, dan keluarganya. Pokok kajiannya meliputi: a) Fiqh Munakahat,
b) Fiqh Mawaris, c)Washiyat, dan d)Wakaf. Tentang wakaf ini ada kemungkinan masuk
bidang ibadah apabila dilihat dari maksud orang mewakafkan, ada kemungkinan masuk al-
Ahwal al-Syakhsiyah apabila wakaf itu wakaf dzuri yaitu wakaf untuk keluarga.
1. Pernikahan adalah: Akad yang menghalalkan pergaulan antara seorang laki-laki
dan seorang perempuan serta menetapkan hak-hak dan kewajiban diantara
keduanya. Pembahasan Fiqh Munakahat, meliputi topik-topik hukum nikah,
meminang, akad nikah, wali nikah, saksi nikah, mahar (maskawin), wanita-wanita
yang haram dinikahi baik haram karena nasab, mushaharah (persemandaan) dan
radha’ah (persesusuan) dan hadanah. Soal-soal yang berkaitan dengan putusnya
pernikahan, dengan idah, ruju, hakamain, ila, dzihar, lian, nafkah dan ihdad yaitu
berkabung dan masa berkabung.
Di Indonesia, masalah-masalah yang berkaitan dengan masalah pernikahan ini telah
diatur di dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 9 Tahun 1975 tentang pelaksanaan
Undang-undang No.1 Tahun 1974 serta peraturan lainnya, seperti Peraturan
Menteri Agama No.1 Tahun 1952 dan No.4 Tahun 1952, kedua-duanya tentang
wali hakim.
2. Mawaris mengandung pengertian tentang hak dan kewajiban ahli waris terhadap
harta warisan, menentukan siapa saja yang berhak terhadap warisan, bagaimana
cara pembagiannya masing-masing, Fiqh Mawaris disebut juga ilmu Faraidh,
karena berbicara tentang bagian-bagian tertentu yang menjadi hak ahli waris.
Pembahasan Fiqh Mawaris, meliputi masalah-masalah tazhij yatu pengurusan
mayat, pembayaran hutang dan wasiat, kemudian tentang pembagian harta.
Dibahas pula tentang halangan-halangan mendapat warisan. Kemudian di
bicarakan tentang orang-orang yang mendapat bagian-bagian tertentu dari harta
waris yang disebut Ashhabul Furudh, tentang ashabah, hijab pewarisan dzawil
arkam, hak anak di dalam kandungan, masalah mafqud/orang yang hilang, anak
hasil zina dan lian, serta masalah-masalah khusus, seperi aul, masalah musyawarah,
tsulusul Baqi, dan lain sebagainya.
Di Mesir pengaturan tentang warisan telah dituangkan di dalam undang-undang
No.77 tahun 1943, yang terdiri dari delapan bab, berisi 48 pasal.
3. Wasiat adalah pesan seseorang terhadap sebagian hartanya yang diberikan kepada
orang lain atau lembaga tertentu, sedangkan pelaksanaannya ditangguhkan setelah
ia meninggal dunia. Dalam wasiat dibicarakan tentang orang yang berwasiat serta
syarat-syaratnya dan bagaimana hukumnya apabila yang diberi wasiat itu
membunuh pemberi wasiat. Dibicarakan pula tentang harta yang diwasiatkan dan
bagaimana apabila yang diwasiatkan itu berupa manfaat, serta hubungan antara
wasiat dan harta waris. Tentang lafal wasiat yang disyaratkan dengan kalimat yang
dapat dipahamkan untuk wasiat. Di mesir tentang wasiat ini telah dituangkan pula
dalam Undang-undang No 71 tahun 1946 yang terdiri dari 82 pasal termasuk di
dalamnya wasiat wajibah.
4. Wakaf adalah penyisihan sebagian harta benda yang kekal zatnya dan mungkin
diambil manfaatnya untuk maksud kebaikan. Dalam kitab-kitab fiqh dikenal
adanya waqaf dzuri (keluarga) dan wakaf khairi yaitu wakaf untuk kepentingan
umum, dibahas pula tentang orang yang mewakafkan serta syarat-syaratnya, barang
yang diwakafkan dan syarat-syaratnya, orang yang menerima wakaf dan syarat-
syaratnya, shigat atau ucapan yang mewakafkan dan syarat-syaratnya. Kemudian
dibicarakan tentang macam-macam wakaf dan siapa yang mengatur barang wakaf,
serta kewajiban dan hak-haknya.
Di Indonesia hukum nasional, munakahat, waris, wasiat, hibah, wakaf khairi telah
diatur dalam Instruksi Presiden RI Nomor 1 tahun 1991 yang dikenal dengan
Kompilasi Hukum Islam (KHI) dan sedang diusahakan menjadi undang-undang.

2. Bidang Fiqh Mu’amalah ( dalam Arti Sempit) Al-Ahkam Al-Madaniyah


Bidang ini membahas tentang jual beli (bayi), membeli barang yang belum jadi, dengan
disebutkan sifat-sifatnya, dan jenisnya (sallam) gadai (ar-Rahn), kapailitan (taflis),
pengampunan (hajru), perdamaian (al-sulh), pemindahan utang (al-hiwalah), jaminan
utang (ad-dhaman al-kafalah), perseroan dagang (syarikah), perwakilan (wikalah), titipan
(al-wadi’ah) dan pinjam meminjam (al-ariyah).
Apabila kita lihat sistematika pembahasan Hukum Perdata yang terdiri dari: Hukum
orang pribadi dan hukum keluarga, hukum benda dan hukum waris, hukum perikatan, bukti
dan kadaluwarsa, maka materi-materi tersebut dalam hukum Islam terdapat dalam al-ahwal
al-syakhsiyah, Mu’amalah dan qadha. Oleh karena itu, tidak tepat mempersamakan bidang
fiqh Mu’amalah dengan hukum perdata.
3. Bidang Fiqh Jinayah atau Al-Ahkam Al-Jinayah

Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara menjaga dan melindungi hak Allah.
Hak masyarakat dan hak individu dari tindakan-tindakan yang tidak dibenarkan menurut
hukum.
Sistematika pembahasan yang baik tentang Fiqh Jinayah telah dibuat oleh Abdul Kadir
Audah dalam bukunya al-Tasyiri Al-Jina’I Al-Islami muqaranan bi al-qanun al-wadh’I .
Dalam asas-asas Hukum Islam dibicarakan tentang pengertian tindakan pidana
(jarimah), macam jarimah, unsur-unsur jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan
pidana dan pelaku pidana. Kemudian dibahas tentang sumber-sumber aturan pidana Islam,
kaidah-kaidah dalam penafsiran hukum, asas legalitas, masa berlakunya aturan pidana dan
lingkungan berlakunya aturan pidana.
Adapun materi Fiqh Jinayah meliputi pembunuhan sengaja, semi sengaja, dan
kesalahan disertai dengan rukun dan syaratnya. Ada satu hal lagi yang belum dibahas
secara mendalam oleh Dr. Abdul Kadir Audah yaitu tentang jarimah takzir. Jarimah takzir
ini telah dibahas oleh Dr. Abdul Aziz Amir secara luas dalam bukunya al-Taizir fi al-
Syari’ah al-Islamiyah yang meliputi: Ta’zir terhadap jarimah qishash, diyat dana tau
jarimah hudu yang tidak memenuhi persyaratan untuk dijatuhi hukuman qishash, diyat atau
had. Takzir terhadap saksi palsu, spionase, uang suap, penghinaan, tidak melaksanakan
amanah, dan lain sebagainya.
Pengertian ta’zir adalah sanksi yang dibuat oleh Ulil Amri yang memiliki daya
preventif dan represif (al-radd wa al-jazm) yang diancamkan kepada kejahatan-kejahatan
hudud, qishash, dan diyat yang tidak memenuhi syarat, kejahatan yang ditentukan di dalam
al-Qur’an dan Hadits yang ditentukan di dalam al-Qur’an atau hadits yang tidak disebutkan
sanksinya, seperti penghinaan, tidak melaksanakan amakan, dan kejahatan-kejahatan yang
ditentukan oleh Ulil Amri untuk kemaslahatan umum, seperti aturan lalu lintas.
4. Bidang Qadha atau Al-Ahkam Al-Murafaat
Fiqh Qadha ini membahas tentang proses penyelesaian perkara di pengadilan. Oleh
karena itu, unsur pokok yang dibahas adalah tentang hakim, putusan yang dijatuhkan, hak
yang dilanggar, penggugat dalam kasus perdata atau penguasa dalam kasus pidana dan
tergugat dalam kasus perdata atau tersangka dalam kasus pidana.
Pembahasan selanjutnya antara lain syarat-syarat seorang hakim dan hal-hal lain yang
berkaitan dengan hakim; tentang pembuktian, seperti pengakuan, keterangan dan saksi,
sumpah, qarinah, keputusan hakim yang mujtahid, keputusan hakim mutabi, keputusan
hakim dengan mengikuti mazhab tertentu.
Di dalam Fiqh Islam selain qadha’ ada juga lembaga yang disebut tahkim atau hakam
atau pengadilan juri (juri arbriter). Di dalam tahkim atau arbritase, hakam boleh ditunjuk
oleh masing-masing penggugat atau tergugat. Keputusan mereka harus diambil dengan
kesepakatan (suara bulat) dan keputusan mereka sah serta dapat dilaksanakan secara
hukum bagi para pihak yang telah mengangkatnya dan hanya untuk perkara yang telah
diminta untuk diselesaikan. Dasar hukum arbiatse dalam Al-Qur’an adalah surat al-Hujurat
ayat 9 dan surat al-Nisa ayat 35.
Lembaga tahkim atau arbitase ini semakin terasa penting, terutama setelah
berkembangnya lembaga-lembaga ekonomi syariah yang menghendaki penyelesaian yang
lebih cepat, sederhana, dan lebih baik daripada melalu pengadilan biasa. Undang-undang
tentang arbritase yang sudah ada di Indonesia, yaitu UU No. 30 Tahun 1999, sedangkan
arbritase syari’ah masih sedang diusahakan.
5. Bidang Fiqh Siyasah
Fiqh Siyasah membahas tentang hubungan antara seseorang pemimpin dengan yang
dipimpinnya atau antara lembaga-lembaga kekuasaan di dalam masyarakat dengan
rakyatnya. Oleh karena itu, pembahasan Fiqh Siyasah ini luas sekali, yang meliputi antara
lain soal : Hak dan kewajiban Imam, bai’ah, wuzarah ahl al-halli wal aqdi, hak dan
kewajiban rakyat, kekuasaan peradilan, pengaturan orang-orang yang pergi haji, kekuasaan
yang berhubungan dengan pengaturan ekonomi, fai, ghanimah, jizyah, kharaj, baitulmal,
hubungan muslim dan nonmuslim dalam akad, hubungan muslim dan nonmuslim dalam
kasus pidana, hubungan internasional dalam keadaan perang dan damai, perjanjian
internasional, penyerahan penjahat, perwakilan-perwakilan asing serta tamu-tamu asing.
Fiqh Siyasah ini tampaknya mulai mendapat perhatian kembali setelah dunia Islam
lepas dari penjajahan dan dibahas baik oleh ulama-ulama di Mesir seperti : Diauddin al-
Rays, Abu Zahrah, Yusuf Musa, Abdul Kadir Audah, atau di Pakistan seperti: Muhammad
Iqbal, Abdul ‘Ala al-Maududi, atau juga di Indonesia seperti: Z.A.Ahmad dan Hasbi Ash-
Shiddieqy.

3. Ruang Lingkup Fiqih Ibadah


Sebagaimana yang telah dijelaskan bahwa semua kehidupan hamba Allah yang
dilaksanakan dengan niat mengharap keridhaan Allah SWT bernilai ibadah. Hanya saja ada ibadah
yang sifatnya langsung berhubungan dengan Allah tanpa ada perantara yang merupakan bagian
dari ritual formal atau hablum minallah dan ada ibadah yang secara tidak langsung, yakni semua
yang berkaitan dengan masalah muamalah, yang disebut dengan hablum minannas (hubungan
antar manusia).
Secara umum bentuk ibadah kepada Allah dibagi menjadi dua yaitu :
1. Ibadah mahdhah
Ibadah mahdhah adalah ibadah yang perintah dan larangannya sudah jelas secara dzahir
dan tidak memerlukan penambahan atau pengurangan. Ibadah ini di tetapkan oleh dalil-
dalil yang kuat (qad’I ad-dilalah), misalnya perintah shalat, zakat, puasa, ibadah haji dan
bersuci dari hadas kecil dan besar.
a. Shalat
Secara etimologi berarti doa, rahmat dan istighfar (meminta ampun). Menurut syara
artinya bentuk ibadah yang terdiri atas perkataan dan perbuatan yang dimulai
dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Firman Allah SWT :
٤٥-‫َاءًو ْال ُمن َك ًِر‬ ْ ‫ص َالة ًَت َ ْن َهىً َع ِن‬
َ ‫ًالفَ ْحش‬ َّ ‫ َوأَقِ ِمًال‬-
َّ ‫ص َالة ًَ ِإ َّنًال‬
Artinya :“Dan laksanakanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari
(perbuatan) keji dan mungkar”. (QS. Al-‘Ankabut :45)
b. Puasa
Secara bahasa, puasa adalah menahan dari segala sesuatu, dari makan, minum,
nafsu dan lain sebagainya. Secara istilah yaitu menahan diri dari segala sesuatu
yang membatalkannya, mulai dari terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari
dengan niat dan beberapa syarat. Firman Allah SWT :
١٨٣–ً َ‫ًمنًقَ ْب ِل ُك ْمًلَ َعلَّ ُك ْمًتَتَّقُون‬
ِ َ‫علَىًالَّذِين‬
َ ً‫ب‬ ّ ِ ‫علَ ْي ُك ُمًال‬
َ ِ‫صيَا ُمً َك َماً ُكت‬ َ ِ‫يَاًأَيُّ َهاًالَّذِينَ ًآ َمنُواًْ ُكت‬-
َ ً‫ب‬
Artinya :“Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”. (QS.Al-
Baqarah :183)

c. Zakat
Secara bahasa, zakat artinya membersihkan. Sedangkan secara istilah agama islam
adalah kadar harta yang tertentu yang di berikan kepada yang berhak menerimanya
dengan beberapa syarat. Firman Allah SWT :

َ ‫علَ ْي ِه ْم‬
ً‫ًوَّلًَ ُه ْم‬ ٌ ‫ًوَّلًَخ َْو‬
َ ً‫ف‬ َ َ‫ًالز َكاة ًَلَ ُه ْمًأَجْ ُر ُه ْمً ِعند‬
ًَ ‫ًرًِبّ ِه ْم‬ َّ ‫ًِوأَقَا ُمواًْال‬
َّ ْ‫صالَة ًََوآت َُوا‬ َّ ‫ع ِملُواًْال‬
َ ‫صا ِل َحات‬ َ ْ‫إِ َّنًالَّذِينَ ًآ َمنُوا‬
َ ‫ًو‬
٢٧٧-ً َ‫ َيحْ زَ نُون‬-
Artinya : “Sungguh, orang-orang yang beriman, mengerjakan kebajikan,
melaksanakan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi
Tuhan-nya. Tidak ada rasa takut pada mereka dan mereka tidak bersedih hati” (QS.
Al-Baqarah :277)

d. Haji
Haji asal maknanya adalah menyengaja sesuatu sedangkan menurut syara’ adalah
sengaja mengunjungi baitullah untuk melakukan beberapa amal ibadah dengan
syarat-syarat tertentu. Firman Allah :
َ ً‫عًإِلَ ْي ِه‬
٩٧–ً‫سبِيال‬ َ ‫طا‬ ْ ‫ًح ُّج‬
َ َ ‫ًالبَ ْيتًِ َم ِنًا ْست‬ ً ِ َّ‫علَىًالن‬
ِ ‫اس‬ َ ًِ‫ َو ِ ّلِل‬-
Artinya : “mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi)
orang yang snggup mengadakan diri kejalan Allahh. (QS. AL-Baqarah : 970)

e. Thaharah
1) Pengertian Thaharah

Thaharah secara bahasa adalah bersih dari kotoran, sedangkan menurut istilah
adalah menghilangkan hadats, najis atau perbuatan yang searti dengan keduanya.
Seperti mandi, wudhu dan tayamum. Allah berfirman :
٢٢٢-ً َ‫ط ِ ّه ِرين‬ ًْ ُّ‫ًوي ُِحب‬
َ َ ‫ًال ُمت‬ َ َ‫ًّللاًَي ُِحبُّ ًالت َّ َّوابِين‬
ّ ‫ِإ َّن‬
Artinya :“sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan yang
mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah :222).
Thaharah dari hadats ada tiga macam yakni mandi, wudhu, dan tayammum. Alat
yang digunakan untuk mandi dan wudhu adalah air dan tanah (debu) untuk
tayammum.
2) Syarat Wajib Thaharah
Setiap mukmin mempunyai syarat wajib untuk melakukan thaharah. Ada hal-
hal yang harus diperhatikan sebagai syarat sahnya berthaharah sebelum melakukan
perintah Allah SWT. Syarat wajib tersebut adalah :
1. Islam
2. Berakal
3. Baligh
4. Masuk waktu (untuk mendirikan shalat fardhu)
5. Tidak lupa
6. Tidak dipaksa
7. Berhenti darah haid dan nifas
8. Ada air atau debu tanah yang suci

3) Bentuk-bentuk thaharah
Thaharah terbagi menjadi dua bagian yaitu lahir dan bathin. Thaharah lahir
adalah thaharah atau suci dari najis dan hadas yang dapat hilang dicuci dengan air
mutlak (suci menyucikan) dengan wudhu, mandi dan tayamum. Thaharah bathin
adalah membersihkan jiwa dari pengaruh-pengaruh dosa dan maksiat seperti
dengki, iri, penipu, sombong, ujub dan ria.
Sedangkan berdasarkan cara melakukan thaharah, ada beberapa macam bentuk
yaitu wudhu, tayamum, mandi wajib dan istinjak.
1. Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti bersih. Menurut istilah syara’ berarti
membasuh anggota badan tertentu dengan air suci yang menyucikan (air
mutlak) dengan tujuan menghilangkan hadas kecil sesuai syarat dan
rukunnya.
2. Tayamum
Tayamum secara bahasa adalah berwudhu dengan debu (pasir,tanah) yang
suci karena tidak ada air atau adanya halangan memakai air. Tayamum
menurut istilah adalah menyapakan tanah atau debu yang suci ke muka dan
kedua tangan sampai siku dengan memenuhi syarat dan rukunnya sebagai
pengganti dari wudhu atau mandi wajib karena tidak adanya air atau
dilarang menggunakan air disebabkan sakit.
3. Mandi wajib
Mandi wajib disebut juga mandi besar, mandi junub, atau mandi janabat.
Mandi wajib adalah menyiram air ke seluruh tubuh mulai dari ujung rambut
sampai ujung kaki dengan disertai niat mandi wajib di dalam hati.
4. Istinja’
Istinja’ menurut bahasa berarti terlepas atau bebas. Sedangkan menurut
istilah ialah membersihkan kedua pintu alat kelamin manusia yaitu dubur
dan qubul(anus dan penis) dari kotoran dan cairan (selain mani) yang keluar
dari keduanya.
4) Fungsi Thaharah
Dalam kehidupan sehari-hari, thaharah memiliki fungsi yaitu :
a) Membiasakan hidup bersih dan sehat
b) Membiasakan hidup yang selektif
c) Sebagai sarana untuk berkomunikasi dengan Allah SWT melalui shalat
d) Sebagai sarana untuk menuju surge
e) Menjadikan kita dicintai oleh Allah SWT

5) Empat keadaan air dalam thaharah


Para ulama telah membagi air ini menjadi beberapa keadaan, terkait dengan
hukumnya untuk digunakan bersuci. Kebanyakan yang kita dapat di dalam kitab fiqih
mereka membaginya menjadi 4 macam yaitu :
1. Air mutlaq
Air mutlaq adalah keadaan air yang belum mengalami proses apapun. Air itu
masih asli, dalam arti belum digunakan untuk bersuci, tidak tercampur benda
suci ataupun benda najis. Air mutlaq ini hukumnya suci dan sah untuk
digunakan bersuci, yaitu untuk berwudhu’ dan mandi janabah. Air yang suci itu
banyak sekali, namun tidak semua air yang suci itu bisa digunakan untuk
mensucikan. Diantara air-air yang termasuk dalam kelompok suci dan
mensucikan ini antara lain adalah :
a. Air hujan
b. Salju
c. Embun
d. Air laut
e. Air zam-zam
f. Air sumur atau mata air
g. Air sungai
2. Air musta’mal
Jenis yang kedua dari pembagian air adalah air yang telah digunakan untuk
bersuci. Baik air yang menetes dari sisa bekas wudhu’ di tubuh seseorang atau
sisa juga air bekas andi janabah. Air bekas dipakai bersuci bisa saja kemudian
masuk lagi ke dalam penampungan. Para ulama seringkali menyebut air jenis
ini air musta’mal. Kata musta’mal berasal dari dasar ista’mala, yasta’milu yang
bermakna menggunakan. Maka air musta’mal maksudnya adalah air yang
sudah digunakan untuk melakukan thaharah yaitu berwudhu atau mandi
janabah.
3. Air yang tercampur dengan barang yang suci
Jenis air yang ketiga adalah air yang tercampur dengan barang suci atau barang
yang bukan najis. Hukumnya tetap suci. Seperti air yang tercampur dengan
sabun, kapur barus, tepung dan lainnya. Selama nama air itu masih melekat
padanya, namun bila air telah keluar dari karakternya sebagai air mutlak atau
murni, air itu hukumnya suci namun tidak mensucikan. Misalnya air dicampur
dengan susu, meski air itu suci dan susu juga benda suci, tetapi campuran antara
air dan susu sudah menghilangkan sifat utama air murni menjadi larutan susu.
Air yang seperti ini tidak bisa lagi dikatakan air mutlak, sehingga secara hukum
tidak sah kalau digunakan untuk berwudhu atau mandi janabah.
4. Air Mutanajjis
Air mutanajjis adalah air yang tercampur dengan barang atau benda yang najis.
Air yang tercampur dengan benda najis itu bisa memiliki dua kemungkinan
hukum, bisa menjadi najis juga atau sebaliknya yang ikut tidak menjadi najis.
Keduanya tergantung dari apakah air itu mengalai perubahan atau tidak setelah
tercampur benda yang najis. Dan perubahan itu sangat erat kaitannya dengan
perbandingan jumlah air dan besarnya noda najis.

6) Pengertian hadas dan najis


a. Hadas
Hadas menurut bahasa adalah berlaku atau terjadi. Menurut istilah, hadas adalah
sesuatu yang terjadi atau berlaku yang mengharuskan bersuci atau
membersihkan diri sehingga sah untuk melaksanakan ibadah.
Menurut fiqih, hadas dibagi menjadi dua yaitu :
1. Hadas kecil, adalah adanya sesuatu yang terjadi dan mengharuskan
seseorang berwudhu apabila henda melaksanakan shalat. Contoh hadas
kecil adalah sebagai berikut :
a. Keluarnya sesuatu dari kubul dan dubur
b. Tidur nyenyak dalam kondisi tidak duduk
c. Menyentuk kubul atau dubur dengan telapak tangan tanpa pembatas
d. Hilang akal karena sakit atau mabuk
2. Hadas besar, adalah sesuatu yang keluar atau terjadi sehingga mewajibkan
mandi besar atau junub. Contoh-contoh terjadinya hadas besar adalah
sebagai berikut :
a. Bersetubuh (hubungan suami istri)
b. Keluar mani, baik karena mimpi maupun hal lain
c. Keluar darah haid
d. Nifas
e. Meninggal dunia
b. Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang kotor. Sedangkan menurut istilah
adalah sesuatu yang dipandang kotor atau menjijikkan yang harus disucikan.
Macam-macam najis dan cara mensucikannya :
1. Najis mukhafafah, adalah najis ringan. Yang tergolong najis mukhafafah
yaitu air kencing bayi laki-laki yang berumur tidak lebih dua tahun dan
belum makan apa-apa kecuali air susu ibunya. Cara mensucikan najis
mukhafafah cukup dengan mengusapkan atau memercikkan air pada benda
yang terkena najis.
2. Najis mutawasittah, adalah najis sedang. Termasuk najis mutawasitah
antara lain air kencing, darah, nanah, dan kotoran hewan. Najis mutawasitah
tebagi menjadi dua bagian yaitu :
a. Najis hukmiah, adalah najis yang diyakini adanya, tetapi zat, bau, warna
dan rasanya tidak nyata. Misalnya air kencing yang telah mongering.
Cara mensucikannya cukup dengan mengalirkan air pada benda yang
terkena najis tersebut.
b. Najis ainiyah, adalah najis yang nyata zat, warna, rasa, dan baunya. Cara
mensucikannya dengan menyiramkan air hingga hilang zat, warna, rasa
dan baunya.
3. Najis Mugalazah, adalah najis berat, seperti najisnya anjing dan babi. Cara
mensucikannya adalah dengan menyiramkan air suci yang mensucikan (air
mutlak) atau membasuh benda atau tempat yang terkena najis sampai tujuh
kali. Kali yang pertama dicampur dengan tanah atau debu sehingga hilang
zat, warna, ras dan baunya.

2. Ibadah ghairu mahdhah


Ibadah ghairu mahdhah adalah ibadah yang cara pelaksanaannya dapat direkayasa oleh
manusia, artinya bentuknya dapat beragam dan mengikuti situasi dan kondisi, tetapi
substansi ibadahnya tetap terjaga. Misalnya perintah melaksanakan perdagangan dengan
cara yang halal dan bersih, larangan perdagangan perdagangan yang gharar, mengandung
unsur penipuan dan sebagainya.
Ibadah merupakan bentuk pengakuan yang hakiki dari hamba Allah bahwa dirinya
adalah alam yang akan binasa, dirinya tiada berarti, dirinya lemah, dirinya kotor dan tidak
berdaya upaya. Oleh karena itu, beribadah kepada Allah merupakan upaya agar Allah
memberikan kekuatannya, melimpahkan rahmat, melimpahkan kasih sayangnya serta
membersihkan jiwa yang kotor.

4. Macam-Macam Fiqih Ibadah


Beberaapa macam-macam ibadah dilihat dari berbagai tinjauan, antara lain :
1. Dilihat dari segi umum dan khusus, ibadah dibagi menjadi dua, yaitu:
a. Ibadah umum, ialah ibadah yang mencakup semua aspek, misalnya kehidupan.
b. Ibadah khusus, ialah ibadah yang macam dan cara melaksanakannya ditentukan
dalam syara’. Ibadah khusus inilah yang bersifat khusus dan mutlak. Contohnya,
bersuci untuk mengerjakan shalat di lakukan menggunakan air.
2. Dilihat dari tata cara melaksanakannya, ibadah dibagi menjadi lima, yaitu :
a. Ibadah badaniyyah (dzatiyyah), contohnya adalah shalat
b. Ibadah maaliyah, contohnya adalah zakat
c. Ibadah ijtima’iyyah, contohnya adalah haji, shalat berjamaah, shalat idul fitri, idul
adha, dan shalat jum’at.
d. Ibadah ijabiyah, contohnya adalah tawaf
e. Ibadah salbiyah, contohnya adalah meninggalkan sesuatu yang diharamkan ketika
sedang berikhram.
3. Dilihat dari niat melaksanakannya, ibadah dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
a. ibadah hakiki, yaitu ibadah yang dilakukan sepenuh-penuhnya untuk ibadah
semata. Misalnya, berdoa kepada Allah SWT, ibadah hakiki bersifat ghair
ma’qulatil-ma’na, artinya maknanya tidak fahami secara ma’qul, tidak jelas
maksud dan hikmahnya. Semua perbuatan dimaksudkan hanya semata-mata
ta’abudi, sebagai bentuk memperbudak diri hanya kepada Allah.
b. Ibadah sifat, yaitu yang memperbuatnya memiliki nilai-nilai ibadah. Ibadah seperti
ini jelas sifat-sifatnya atau ma’qulatul ma’na. semua urusan ibadah sosial atau
bernilai duniawi yang mengandung unsur ukrawi dalam pelaksanaanya memiliki
hukum asal mubah dan tidak mutlak harus dilaksanakan.
Dengan dua macam ibadah tersebut, ibadah itu berhubungan secara langsung
dengan Allah, artinya, tidak ada satupun ibadah yang keluar dari komunikasi hamba
dengan Allah. Adapun tekniknya ada dua macam yaitu :
1. Ibadah yang pelaksanaannya langsung dengan Allah, seperti shalat, puasa, haji,
dan berdo’a.
2. Ibadah yang dilaksanakan secara tidak langsung, melainkan hubungan manusia
dengan manusia lainnya, seperti zakat, menuntut ilmu, inbfaq, sedekah dan lain
sebagainya.
Adapun syarat-syarat diterimanya ibadah adalah sebagai berikut :
a. Ikhlas, yakni dilaksanakan dengan mengharapkan keridhaan Allah Swt., hanya
pamrih atas nama Allah dan karena perinahnya.
b. Ibadah dilaksanakan sesuai syari’at islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan
As-Sunnah.

Anda mungkin juga menyukai