Anda di halaman 1dari 19

1

MAKALAH KIMIA LANJUT


Pengaruh Asam Air Laut Terhadap Kinerja
Lataston

Kelompok 4
Ananda Putri S 1606907165
Gari Mauramdha 1606870420
Nadila Mentari 1606870446
Pandu Anugerah 1606870370
Yosef Benedictus 1606907373

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK 2018

Universitas Indonesia
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya
sehingga makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini dibuat dengan
tujuan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Kimia Lanjut yang diajar oleh
Bapak Dr. Eng. Mochamad Adhiraga dan Ibu Rina Resnawati. Serta, kami
ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada teman-teman dan keluarga
yang sudah mendukung dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami masih menyadari terdapat kekurangan pada isi makalah kali ini. Hal
ini dikarenakan keterbatasan literature/data yang didapat oleh penulis. Untuk itu,
penulis mengharapkan saran dan kritikan yang bersifat membangun dari pembaca
agar nantinya dapat diperbaiki oleh penulis. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
baik untuk penulis maupun masyarakat.

Depok, 31 Mei 2018

Penulis

Universitas Indonesia
3

ABSTRAK
Sebagian besar jalan di Indonesia, terutama yang terletak di daerah pantai,
seperti Semarang, biasanya dibanjiri oleh pasang surut air laut yang sangat asam
(‘rob’). Dalam beberapa tahun terakhir, daerah Semarang, yang dibanjiri oleh 'rob'
semakin lebar. Beberapa jalan perkerasan lentur, yang dibanjiri oleh 'rob', rusak.
Mengenai fenomena ini, penting untuk melakukan studi tentang pengaruh pasang
surut air laut (‘rob’) terhadap kinerja campuran aspal panas - spesifikasi terbaru
dari Lataston HRS-WC (2001).
Analisis bahan sampel, jumlah agregat dan aspal, serta gradasi campuran
HRS-WC memenuhi persyaratan spesifikasi terbaru. Metode Marshall diterapkan
pada langkah pertama untuk menemukan Optimum Asphalt Content (OAC).
Langkah kedua bertujuan untuk menemukan nilai Marshall pada kondisi standar
(2 x 75 pukulan), dan nilai densitas penolakan (2 x 400 pukulan) yang bertujuan
untuk menemukan VIM, VMA, VFA, densitas, stabilitas, aliran, MQ, dan IRS
pencelupan standar. Modifikasi imersi diterapkan untuk menemukan nilai pertama
indeks ketahanan (r, R) dan nilai indeks durabilitas kedua (Sa, SA). Empat sampel
air, yaitu air yang diambil dari laboratorium, 'rob' air dari LIK Semarang, dari
jalan Ronggowarsito, dan dari jalan Mpu Tantular, digunakan dalam tes imersi.
Sampel air diperiksa warna, bau, pH, tingkat klorida, tingkat sulfat, total nilai
alkalinitas dan nilai total keasaman.
Langkah pertama menemukan bahwa nilai OAC bervariasi dari 7% hingga
7,5% dan OAC 7,25% dipilih sebagai bahan sampel. Penelitian jangka kedua
menunjukkan bahwa ada korelasi antara nilai Marshall dan waktu imersi, hasil
analisis hampa memenuhi persyaratan pada tingkat kepadatan standar (2x75
pukulan). Pada tingkat kepadatan penolakan (2x400 pukulan), nilai VIM dari
empat sampel air rob tidak memenuhi persyaratan pada 24 jam pencelupan. Nilai
uji stabilitas, aliran dan MQ, pada kondisi standar dan pada kondisi penolakan
untuk semua waktu perendaman dan asam total memenuhi standar yang
diperlukan. Nilai IRS pada kondisi standar dan penolakan untuk waktu
perendaman dan nilai asam total memenuhi standar yang dibutuhkan pada 72 jam
pencelupan. Sementara itu, pada waktu pencelupan 120 jam dan 168 jam, nilai

Universitas Indonesia
4

IRS tidak memenuhi nilai yang diperlukan, karena kemampuan aspal untuk
mempertahankan kohesi dan adhesi antara agregat melemah.
Modifikasi uji immersi menemukan Durability I Index, dimana waktu
perendaman menyebabkan meningkatnya skor indeks (r dan R) pada kondisi
standar dan kondisi kepadatan penolakan. Ini menunjukkan bahwa HRS-WC
kehilangan kekuatannya. Modifikasi pencelupan juga menemukan indeks
Durability II, di mana waktu perendaman menyebabkan skor indeks stabilitas
residual (Sa) menurun baik pada kondisi densitas standar dan kepadatan
penolakan. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat durasi HRS-WC semakin
rendah. Ini juga menunjukkan bahwa semakin lama HRS-WC direndam dalam air
rob dan semakin tinggi tingkat asam dari air rob mengakibatkan penurunan tingkat
kerapatan campuran dan menurunkan kemampuan aspal dalam mempertahankan
kohesi dan adhesi agregat.
Analisis hampa menunjukkan bahwa kadar aspal optimum 7,25% (Median
7% dan 7,5%) belum menghasilkan kinerja terbaik HRS-WC. Diperkirakan kadar
aspal optimum adalah antara 7% dan 7,25%.
HRS-WC direndam dalam air netral (pH mendekati 7) memiliki kinerja
yang lebih baik dibandingkan dengan yang direndam dalam air asam 'rob' atau
dalam air 'rob'. Tidak dapat disimpulkan secara khusus bahwa tingkat klorida
mempengaruhi kinerja HRS-WC karena ditemukan bahwa nilai total keasaman
bertanggung jawab atas penurunan kinerja HRS-WC. Juga ditemukan bahwa
kadar sulfat dari air 'rob' menyebabkan penurunan kinerja HRS-WC. Ini terjadi
pada sampel dengan kadar sulfat 53 mg / l karena kadar sulfat lebih dari 53 mg / l
dapat menetralisir asam air perampok (temuan menunjukkan bahwa semakin
tinggi kadar sulfat menyebabkan semakin rendah nilai total asam). Dalam kondisi
itu, kinerja HRS-WC semakin membaik.
Dapat disimpulkan bahwa tingginya tingkat asam pasang surut air laut (rob)
dapat mengurangi durasi pembangunan trotoar HRS-WC. Landasan HRS-WC
hanya dapat bertahan selama 72 jam di dalam air 'rob'.

Universitas Indonesia
5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................... 2

ABSTRAK ............................................................................................................. 3

DAFTAR ISI .......................................................................................................... 3

PENDAHULUAN .................................................................................................. 3

LATAR BELAKANG .......................................................................................... 4


POKOK PERMASALAHAN ................................................................................. 4
TUJUAN PENULISAN ........................................................................................ 4
BATASAN MASALAH ....................................................................................... 4
MANFAAT KAJIAN .......................................................................................... 4
SISTEMATIKA PENULISAN ............................................................................... 4

LATASTON DAN AIR LAUT PASANG ........................................................... 3

DEFINISI ......................................................................................................... 4
KANDUNGAN................................................................................................... 6

METODE PENGUJIAN....................................................................................... 4

METODE PENGUJIAN PERENDAMAN STANDAR ................................................ 4


METODE PENGUJIAN PERENDAMAN MODIFIKASI ............................................ 6

HASIL PENGAMATAN ...................................................................................... 4

KONDISI BANGUNAN BERTINGKAT 2 LANTAI .................................................. 4

PENUTUP ............................................................................................................ 18

KESIMPULAN ................................................................................................... 4
SARAN............................................................................................................. 6

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 18

LAMPIRAN ......................................................................................................... 18

Universitas Indonesia
6

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Beberapa ruas jalan di Indonesia yang terletak di daerah yang
berhubungan dengan pantai (khususnya Kota Semarang) digenangi oleh air
rob, yang kandungan keasamannya tinggi. Dalam beberapa tahun terakhir rob
yang melanda Kota Semarang genangannya makin lama semakin luas.
Beberapa ruas jalan seperti Empu Tantular, Ronggowarsito, Lingkungan
Industri Kecil (LIK) dan beberapa jalan disekitar daerah tersebut terkena
genangan rob.
Banyak hal yang menyebabkan kerusakan konstruksi jalan, namun ada
suatu anekdot yang menyatakan bahwa 3 (tiga) musuh utama jalan dengan
perkerasan aspal adalah yang pertama air, kedua air dan ketiga juga air. Dari
hal tersebut dapat dikatakan bahwa (genangan) air menyebabkan kerusakan
atau mengurangi keawetan konstruksi jalan dengan perkerasan aspal.
Berdasarkan permasalahan tersebut perlu dilakukan penelitian dengan uji
laboratorium tentang pengaruh genangan/ rendaman air (khususnya yang
bersifat asam) terhadap kualitas campuran beraspal panas. Desain campuran
yang dipakai adalah desain untuk jenis campuran Lataston Lapis Aus atau
dikenal dengan istilah Hot Rolled Sheet-Wearing Course (HRS-WC) yang
mengacu pada Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas Tahun 2001.

B. Pokok Permasalahan
Penelitian ini dilaksanakan dengan maksud untuk mengetahui /
mendapatkan beberapa hal, antara lain :
 Mengetahui perilaku campuran beraspal panas yang terendam
dalam air yang bersifat asam dan membandingkannya dengan
campuran beraspal yang terendam dalam air standard dalam
campuran beraspal (Campuran Beraspal yang dibuat sesuai
Pedoman Perencanan Beraspal Panas).
 Memberi gambaran sejauh mana pengaruh konsentrasi tingkat
keasaman dan lama perendaman terhadap stabilitas dan keawetan

Universitas Indonesia
7

campuran beraspal panas HRS-WC.

C. Tujuan Penulisan
Melihat korelasi antara kadar keasaman pada air rob terhadap sifat
Marshall dan durabilitas dari HRS-WC pada beberapa variasi lama
perendaman.

D. Batasan Masalah
Batasan Masalah untuk makalah ini dibatasi oleh beberapa hal.
Diantaranya:
 Uji Marsall
 Uji Durabilitas Modifikasi

E. Manfaat Kajian
Manfaat kajian pada makalah ini adalah nantinya hasil pengamatan dan
analisis yang telah dibuat bisa mejadi bacaan untuk masyrakat dalam
memperhitungkan pembuatan jalan di daerah dekat pantai.

F. Sistematika Penulisan
Makalah disusun dengan urutan sebagai berikut :
 Bab I Pendahuluan, Menjelaskan tentang latar belakang, pokok
permasalahan, tujuan penulisan, batasan masalah, manfaat kajian,
dan sistematika penulisan.
 Bab II Lataston, Menjelaskan definisi dan kandungannya.
 Bab III Air Laut Pasang, Menjelaskan tentang definisi dan
kandungannya.
 Bab IV Metode Pengujian. Menjelaskan metode pengujian
perendaman standar dan modifikasi
 Bab V Hasil Pengamatan, Menjelaskan.

Universitas Indonesia
8

BAB II
LATASTON DAN AIR LAUT PASANG

A. Definisi

a. Lataston
Laston merupakan suatu lapisan pada kontruksi jalan yang terdiri
dari campuran aspal keras dan agregat yang mempunyai gradasi
menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan pada suhu tertentu.
Fungsi Laston / AC adalah sebagai berikut :
1. Sebagai pendukung beban lalu lintas.
2. Sebagai pelindung kontruksi dibawahnya.
3. Sebagai lapisan aus.
Menyediakan permukaan jalan yang rata dan tidak licin. Adapun
sifat – sifat Laston / AC adalah sebagai berikut :
1. Kedap air.
2. Tahan terhadap keausan akibat lalu lintas.
3. Mempunyai nilai struktural.
4. Mempunyai stabilitas yang tinggi.
5. Peka terhadap penyimpangan perencanaan dan
pelaksanaan.

b. Air Laut Pasang


Laut atau bahari adalah kumpulan air asin yang luas dan
berhubungan dengan samudra. Air di laut merupakan campuran dari
96,5% air murni dan 3,5% material lainnya seperti garam-garaman,
gas-gas terlarut, bahan-bahan organik dan partikel-partikel tak terlarut.
Sifat-sifat fisis utama air laut ditentukan oleh 96,5% air murni.

B. Kandungan

a. Lataston
Lapis aspal beton (Laston) merupakan jenis tertinggi dari
perkerasan bitumen bergradasi menerus dan cocok untuk jalan yang
banyak dilalui kendaraan berat. Aspal beton biasanya dicampur dan

Universitas Indonesia
9

dihamparkan pada termperatur tinggi dan membutuhkan bahan


pengikat aspal semen. Agregat minimal yang digunakan yang
berkualitas tinggi dan menurut proporsi didalam batasan yang ketat.
Spesifikasi untuk pencampuran, penghamparan kepadatan akhir dan
kepadatan akhir penyelesaian akhir permukaan memerlukan
pengawasan yang ketat atas seluruh tahap kontruksi.
Lapisan aspal beton terdiri dari campuran aspal keras dan agregat
yang mempunyai gradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan
pada suhu tertentu. Bahan Laston terdiri dari agregat kasar, agregat
halus, filler (jika diperlukan) dan aspal keras. Bahan harus terlebih
diteliti mutu dan gradasinya. Penggunaan hasil pencampuran aspal dari
beberapa pabrik yang berbeda tidak dibenarkan walaupun jenis aspal
sama.
 Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon. Struktur molekul
aspal sangatlah kompleks yang merupakan koordinasi dari 3
(tiga) jenis struktur dasar molekul hidrokarbon, yaitu alifatik,
siklis dan aromatis. Struktur alifatik berbentuk linier, ataupun
tiga dimensi. Struktur molekul ini menyebabkan aspal
kelihatan seperti minyak ataupun lilin (wax). Struktur molekul
siklis adalah ikatan / rantai kabon jenuh tiga dimensi yang
mampu mengikat beberapa unsur ataupun radikal. Sedangkan
struktur molekul ini memberikan bau yang khas pada aspal.
Ikatan kimia (inter molecular bonding) pada aspal sangatlah
mudah terlepas dan aspal akan mencair (Suhwadi dan
Suhardjo Poertadji, 2005).
Pengujian aspal sebagai bahan pengikat pada beton aspal
dapat ditentukan dengan pengujian Penetration Test, Titik
Lembek, Titik Nyala dan Titik Bakar, Kehilangan Berat,
Kelarutan Bitumen, Daktalitas, Berat Jenis. Dengan pengujian
Penetration Test, spesifikasi aspal dapat dibedakan
berdasarkan angka kekerasannya / angka penetrasi. Jenis –

Universitas Indonesia
10

jenis aspal dapat diklasifikasikan : aspal Pen 40/50, Pen 60/70


dsb. Dengan pengujian Titik lembek, yaitu menentukan titik
lembek aspal (30 – 200º C) dimana suhu saat bola baja
mendesak turun lapisan aspal yang tertahan dalam cincin
hingga menyentuh pelat dasar akibat pemanasan. Pengujian
Titik Nyala dan Titik Bakar yaitu untuk menentukan titik
nyala dan tititk bakar, dimana suhu pada saat terlihat nyala
singkat pada suatu titik di atas permukaan aspal. Hasil titik
nyala : Pen 40 = min. 200º C, Pen 60 = min. 200º C, Pen 80 =
min. 225º C. Pengujian Daktalitas Aspal, maksudnya
mengukur jarak terpanjang yang dapat ditarik antara 2 cetakan
berisi aspal pada suhu dan kecepatan tarik tertentu (25º C, 5
cm/menit). Pengujian Pelarutan Bitumen dalam CCL4 / CS2
yaitu bertujuan untuk menentukan kadar bitumen yang larut
dalam karbon tetraklorida (CCL4) / karbonbisulfida (CS2).
Pengujian Berat jenis Bitumen, yaitu menentukan berat jenis
aspal dengan piknometer, perbandingan berat bitumen dengan
berat air suling dengan isi yang sama pada suhu 25º C.
 Agregat Kasar
Fraksi agregat kasar yaitu tertahan pada saringan #8
(2,36mm), fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut :
o Memberikan stabilitas campuran dari kondisi saling
mengunci dari masing – masing agregat kasar dan
dari tahanan gesek terhadap suatu aksi perpindahan.
o Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur
permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).
 Agregat Halus
Fraksi agregat halus yaitu lolos saringan #8 dan tertahan
#200, fungsi agregat halus adalah sebagai berikut :
o Menambah stabilitas dari campuran dengan
memperkokoh sifat saling
o mengunci dari agregat kasar dan juga untuk

Universitas Indonesia
11

mengurangi rongga udara agregat kasar.


o Semakin kasar tekstur permukaan agregat halus
akan menambah stabilitas campuran dan menambah
kekasaran permukaan.
o Agregat halus pada #8 sampai dengan #30 penting
dalam memberikan kekasaran yang baik untuk
kendaraan pada permukaan aspal.
o Pada Gap Graded, agregat halus pada #8 sampai
dengan #30 dikurangi agar diperoleh rongga udara
yang memadai untuk jumlah aspal tertentu,
sehingga permukaan Gap Graded cenderung halus.
o Agregat halus pada #30 sampai dengan #200
penting untuk menaikkan kadar aspal, akibatnya
campuran akan lebih awet.
o Keseimbangan proporsi penggunaan agregat kasar
dan halus penting agar diperoleh permukaan yang
tidak licin dengan jumlah kadar aspal yang
diinginkan.
 Bahan Pengisi (Filler)
Fungsinya adalah sebagai pengisi rongga udara pada
material sehingga memperkaku lapisan aspal. Apabila
campuran agregat kasar dan halus masih belum masuk dalam
spesifikasi yang telah ditentukan, maka pada campuran Laston
perlu ditambah dengan filler. Sebagai filler dapat digunakan
debu batu kapur, debu dolomite atau semen Portland. Filler
yang baik adalah yang tidak tercampur dengan kotoran atau
bahan lain yang tidak dikehendaki dan dalam keadaan kering
(kadar air maks. 1 %).
 Campuran Aspal Panas (Hotmix)
Campuran aspal panas dibedakan menjadi 2 (dua) macam,
yaitu Campuran aspal panas dengan agregat bergradasi

Universitas Indonesia
12

senjang (Gap Graded Aggregate Mix) dan agregat bergradasi


menerus (Continuous Graded Aggregate Mix).
Pengujian untuk campuran aspal panas (Hot mix) dengan
Asphalt Marshall, bertujuan untuk menentukan ketahanan
(stabilitas) terhadap kelelehan plastis (flow) dari campuran
aspal. Ketahanan stabilitas adalah kemampuan campuran aspal
untuk menerima beban sampai terjadi kelelehan plastis (dalam
Kg), yaitu keadaan dimana terjadi perubahan bentuk campuran
aspal akibat beban sampai batas runtuh (dalam mm).

b. Air Laut Pasang


Air laut adalah larutan yang memiliki kandungan berbagi garam-
garaman. Unsur kimia yang tergabung dalam larutan air laut itu ialah
Khlor (Cl) 55%, Natrium (Na) 31%, kemudian Magnesium
(Mg), Kalsium (Ca), Belerang (S), dan Kalium (K). Selain itu, dalam
jumlah kecil terdapat juga Bromium (Br), Karbon (C), Strontium (Sr),
Barium (Ba), Silikon (Si), dan Fluorium (F). Kandungan air laut juga
terdiri dari berbagai gas seperti Oksigen (O2) dan gas asam arang
(CO2) yang merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan vegetasi dan
hewan laut. Bentuk kandungan garam-garaman air laut dikenal dengan
sebutan kadar garam atau salinitas. Kadar garam air laut yang normal
ialah 3,5%. Air laut di daerah tropis pada umumnya memiliki
kandungan garam rendah karena curah hujan yang tinggi.

Universitas Indonesia
13

BAB III
METODE PENGUJIAN
Potensi keawetan dari campuran aspal dapat didifinisikan sebagai ketahanan
campuran terhadap kelanjutan dan pengaruh kerusakan kombinasi akibat air dan
suhu (CRAUS, J. et al, 1981).
Rendahnya keawetan lapisan permukaan dan lapisan aspal adalah merupakan
salah satu penyebab utama rusak dan gagalnya pelayanan jalan perkerasan
fleksibel. Tingginya keawetan biasanya memenuhi sifat – sifat mekanik dari
campuran dan akan memberikan umur pelayanan yang lebih lama. Ada beberapa
metode yang digunakan dalam mengevaluasi pengaruh air terhadap campuran
aspal, seperti dijelaskan dibawah ini.

A. Metode Pengujian Perendaman Standar


Salah satu metode yang digunakan dalam mengevaluasi pengaruh air
terhadap campuran perkerasan aspal adalah pengujian Perendaman Marshall
yang mana stabilitas dari benda uji ditentukan setelah satu hari perendaman di
dalam air pada suhu 60 oC.
AASHTO (1993) menggambarkan sebuah prosedur yang berdasarkan
kepada pengukuran kehilangan dari hasil sebuah kekuatan tekan dari aksi air
pada pemadatan campuran aspal. Suatu indeks numerik dari berkurangnya
kekuatan tekan diperoleh dengan membandingkan kekuatan tekan benda uji
yang telah direndam di dalam air selama 24 jam pada suhu 60 + 1 o C dan 30
menit di dalam air pada suhu 25 + 1 oC di bawah kondisi yang ditentukan.
Spesifikasi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah untuk
mengevaluasi keawetan campuran adalah pengujian Marshall perendaman di
dalam air pada suhu 60 oC selama 24 jam. Perbandingan stabilitas yang
direndam dengan stabilitas standar, dinyatakan sebagai persen, dan disebut
Indeks Stabilitas Sisa (IRS), dan dihitung sebagai berikut:
𝑀𝑆𝑖
𝐼𝑅𝑆 = × 100%
𝑀𝑆𝑠
Spesifikasi Baru Beton Aspal Campuran Panas mensyaratkan IRS harus
lebih besar dari 80 %.

Universitas Indonesia
14

B. Metode Pengujian Perendaman Modifikasi.


Kriteria Perendaman 24 Jam ( satu hari ) tidak selalu menggambarkan sifat
keawetan campuran setelah masa perendaman yang lebih lama ( CRAUS, J. et
al, 1981 ). Peneliti – peneliti ini memeriksa keawetan benda uji dari material
aspal yang direndam di dalam air untuk waktu yang lebih lama dan dicari
suatu parameter kuantitatif tunggal yang akan memberikan ciri kepada seluruh
kurva keawetan. Kriteria - kriteria berikut dinilai memenuhi “indek keawetan”
yaitu :
1. Harus rasional dan didefinisikan secara fisik.
2. Harus mengambarkan kekuatan menahan dan nilainya absolut.
3. Harus menunjukkan potensi keawetan untuk suatu rentang yang fleksibel
dari masa perendaman.
4. Harus dengan tepat memberikan gambaran dari perbedaan perubahan
waktu perendaman dari kurva keawetan.
Dua indek telah diperoleh yang paling memenuhi kriteria di atas.

a. Indeks Durabilitas pertama


Indeks pertama didefinisikan sebagai jumlah kelandaian yang
berurutan dari kurva keawetan. Berdasarkan Gambar 1, indeks ( r )
dinyatakan sebagai berikut :
𝑛=1
𝑆𝑖 − 𝑆𝑖 + 1
r=∑
𝑡𝑖 + 1 − 𝑡𝑖
𝑖=0

b. Indeks Durabilitas Kedua


Indeks kekuatan kedua didefinisikan sebagai luas kehilangan
kekuatan rata -rata antara kurva keawetan dengan garis So = 100
persen. Berdasarkan Gambar 1, indeks (a) ini dinyatakan sebagai
berikut :
Indeks keawetan kedua juga dinyatakan sebagai suatu kehilangan
kekuatan satu hari. Nilai positif dari (a) menunjukkan kehilangan
kekuatan, sedangkan nilai negatif sebagai peningkatan kekuatan.

Universitas Indonesia
15

Menurut definisinya, a<100. Karena itu, memungkinkan untuk


menyatakan persentase kekuatan sisa satu hari ( Sa ) sebagai berikut :

Universitas Indonesia
16

BAB IV
HASIL PENGAMATAN
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan didapatkan beberapa
kesimpulan, yaitu:
 Berdasarkan uji Marshall, Kadar Aspal Optimum (KAO) berada
pada rentang 7 % - 7,5 %. Pada penelitian ini dipakai KAO 7,25 %,
hasilnya VIM terlalu kecil dan VFA terlalu besar. Ini menunjukkan
KAO berada pada rentang 7 % - 7,25 %.
 Semakin tinggi tingkat keasaman air yang merendam, semakin
merusak HRS-WC.
 Semakin lama terendam HRS-WC semakin cepat rusak.
 Nilai pH mendekati netral (pH=7), kinerja HRS-WC semakin baik.
 Kadar chlorida optimum yang tertinggi adalah 36,31 mg/lt (Total
Keasaman paling rendah = 7,46 mg.lt)
 Kadar sulfat optimum yang menghasilkan kinerja HRS-WC tertinggi
adalah 53 mg/lt (Total Keasaman paling rendah = 7,46 mg.lt).
B. Saran
Sehingga didapat beberapa saran yang dapat dilakukan terkait hal yang
terjadi, diantaranya:
 Konstruksi HRS-WC jangan terendam lebih dari 3 hari (72 jam)
 Permasalahan Rob diatasi secara komprehensif & berkelanjutan
 Penelitian uji permeabilitas, campuran bergradasi rapat dgn aspal
polimer yang punya daya lengket lebih tinggi
 Dicari formula/ rekayasa campuran aspal panas yang lebih tahan
terhadap unsur kimia (chlorida, sulfat, merkuri, arsen dll)
 Standar spesifikasi khusus perkerasan lentur di daerah genangan
rob

Universitas Indonesia
17

DAFTAR PUSTAKA
 AUSTROADS, (1997), Pavement Design, Sydney 1992
 Bagus Priyatno, (2001), Metode Perencanaan Campuran Beraspal Panas
Dengan Pendekatan Kepadatan Mutlak (PRD) Berdasarkan Spesifikasi
Yang Disempurnakan, Dalam Penataran dan Pelatihan Dosen Teknik Sipil
Perguruan Tinggi Swasta Kopertis Wilayah VI, Oktober 2001.
 Siswosoebrotho, Syafruddin, Budiman, (2002), Karakteristik Pasir dan
Bahan Pengisi dari laut serta pengaruhnya terhadap Durabilitas Campuran
Beraspal Jenis Hot Rolled Sheet, Magister Sistem dan Teknik Jalan Raya
ITB, Bandung
 Y. Martono Hadi, (2003), Permeabilitas dan Pengaruhnya Terhadap
Durabilitas Campuran Beraspal, Makalah Konferensi Nasional Teknik
Jalan ke-7 Himpunan Pengembangan Jalan Indonesia, Jakarta

Universitas Indonesia
18

LAMPIRAN

Universitas Indonesia
19

Universitas Indonesia

Anda mungkin juga menyukai