Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tujuan
Tujuan dari praktikum ini adalah:
1. Merancang dan menjelaskan eksperimen
2. Membuat dan menganalisis kurva kesetimbangan uap-cair

1.2 Dasar Teori


1.2.1 Definisi Kesetimbangan
Kesetimbangan merupakan suatu keadaan dimana tidak terjadi perubahan
sifat makroskopis dari sistem terhadap waktu. Untuk material dalam jumlah
tertentu, hal tersebut dapat diartikan tidak ada perubahan sifat material tersebut
terhadap waktu. Keadaan setimbang yang sebenarnya barangkali tidak pernah
tercapai. Suatu proses berlangsung karena adanya penggerak dan selalu menuju ke
titik kesetimbangan. Gaya ini merupakan selisih antara potensi pada keadaan
seketika dan keadaan setimbang semakin dekat keadaan sistem dengan titik
kesetimbangan, semakin kecil gaya penggerak proses semakin kecil pula laju
proses dan akhirnya sama dengan nol bila titik kesetimbangan sudah tercapai.
Titik kesetimbangan hanya bisa tercapai secara teoritis dalam waktu yang
tak terhingga. Pada prakteknya di dalam pekerjaan ilmiah suatu kesetimbangan
dianggap tercapai bila tidak ada lagi perubahan sifat atau keadaan seperti yang
ditunjukkan oleh alat pengukur yang digunakan. Didalam masalah rekayasa
kesetimbangan dianggap ada, jika sifat yang ditunjukkan oleh praktikan sama
dengan sifat yang dihtung berdasarkan metoda yang menggunakan anggapan
kesetimbangan. Sebagai contoh perbandingan komposisi pelat distilasi dengan
pelat teoritis.
Perubahan suhu (T), tekanan (P), konsentrasi (C), dan entalpi (H) selama
proses pemisahan dapat dianalisa berdasarkan konsep kesetimbangan
termodinamika. Persamaan ini sesuai dengan kaidah fase Gibbs:
F = C – P + 2..................................................... (1.1)
Dimana:
F = Variabel intensif/bebas
C = spesies atau komponen dalam sistem
P = Jumlah fase dalam sistem

1.2.2 Kriteria Kesetimbangan


Kriteria kesetimbangan bukan hanya pada suhu dan mekanikal, melainkan
pembatasan-pembatasan termodinamika pada sistem dengan fasa banyak dan
komponen banyak yang mengalami kesetimbangan. Meskipun terjadinya
kesetimbangan suhu dan mekanikal dalam sistem, masih dimungkinkan terjadinya
perpindahan massa antar fasa. Sehingga kriteria kesetimbangan dalam hal ini juga
mengamati kesetimbangan antar fasa dengan meninjau dari segi kemungkinan
perppindahan antar fasa tersebut. Kriteria ini pertama kali dikemukaan oleh
Gibbs.
Suatu sistem multi komponen yang tertutup terdiri dari sejumlah fasa
mempunyai temperatur dan tekanan yang sama, tetapi pada keadaan awal sistem
ini tidak setimbang jika ditinjau dari segi perpindahan massa. Setiap perubahan
yang terjadi harusnya bersifat irreversible, yang mendekatkan sistem pada
keadaan setimbang. Dalam hal ini, sistem dimisalkan dalam keadaan setimbang
secara suhu dan mekanikal (meskipun perubahan terjadi dalam sistem). Karena
pertukaran panas dan pemuaian kerja antar sistem dan sekelilingnya terjadi,
sehingga untuk keadaan perubahan entropi dari sekeliling sistem mengikuti
persamaan:

dQsur
dS sur 
Tsur ........................................................... (1.2)

Ditinjau dari sistem panas yang berpindah adalah –dQ yang mempunyai

harga numerik mutlak sama dengan dQsur. Selanjutnya Tsur = T dari sistem

mempunyai harga setimbang secara termal. Maka:


dQsur  dQ
dS sur  
Tsur T ................................................ (1.3)
Menurut hukum ke-dua termodinamika bahwa:

dS t  dS sur  0
........................................................... (1.4)
Dimana St merupakan entropi total dari sistem. Sehingga jika digabungkan antara
persamaan (1.2) dengan persamaan (1.3) menjadi:

dS t 
dQ
0 dQ  TdS t ......................... (1.5)
T atau
Menurut hukum pertama termodinamika:
dU t  dQ  dW  dQ  PdV t

dQ  dU t  PdV t

Jadi dU t  PdV  TdS t

Atau dU t  PdV t  TdS t  0

dS t
U t ,V t 0
.............................................................. (1.6)
Suatu sistem yang terisolasi memiliki syarat bahwa energi internal dan
volume adalah tetap. Maka untuk sistem yang terisolasi tersebut berlaku hukum
ke-dua termodinamika. Dari persamaan dUt + PdVt – TdSt ≤ 0 berlaku untuk T
dan P yang tetap. Persamaan tersebut dapat ditulis secara metematis sebagai
berikut:
dU t T , P  dPV t  T ,P 
 dTS t T ,P 0

Atau

d U t  PV  TS t 
T ,P 0
............................................ (1.7)
Keadaan setimbang dari sistem tertutup adalah keadaan yang energi bebas
Gibbs totalnya adalah minimum jika ditinjau dari perubahan T dan P pada saat
tertentu. Pada keadaan setimbang, variasi dalam kadar differensial dapat terjadi
didalam sistem pada T dan P yang tetap, tanpa mengakibatkan perubahan Gt,
sehingga:
dG t
T ,P 0
............................................................... (1.8)
Untuk penerapan kriteria ini terhadap kesetimbangan fasa, sebaiknya
ditinjau kembali untuk sistem tertutup yang terdiri dari dua fasa, A dan B. Setiap
fasa dapat dianggap sebagai ststem terbuka yang memungkinkan terjadinya
perpindahan massa dari fasa satu ke fasa yang lain. Untuk masing-masing fasa
berlaku persamaan:
nG   nS  dT  nV  dP   i dni ............... (1.9a)
nG   nS  dT  nV  dP   i  dni   .............. (1.9b)
Karena T dan P tetap maka penjumlahan ke dua persamaan menghasilkan:
nG  t
T ,P 
  i dni   i dni
 
   
 ........................ (1.10)
Didalam sistem tertutup berlaku persamaan:
 
dni  dni .............................................................. (1.11)

Jadi,

  
  
i  i dni  0
................................................ (1.12)
Karena dniα sembarang dan bebas maka penyelesaian untuk mendapatkan
persamaan akhir sama dengan 0 adalah:
i  i  .................................................................... (1.13)

Adapun persamaan untuk sistem multi komponen sebagai berikut:


i  i   ...  i i  1,2,3...N  .............................. (1.14)

bahwa:
6
di  RTd ln f i (T tetap)

Atau
^
i  RT ln fi  
Dengan Θ merupakan tetapan integrasi harganya hanya tergantung pada T. Karena
kesetimbangan fasa pada umumnya berada pada T yang sama, maka syarat diatas
dapat diganti dengan persamaan:
^ ^ ^
  
fi  fi  ...  fi .................................................... (1.15)
1.2.3 Konsep Kesetimbangan
Konsep kesetimbangan uap dan cair dapat ditinjau dari sistem kontak uap
dan cair campuran Adan B, sebagai berikut:

Gambar 1.1 sistem kontak uap dna cair campuran A dan B


Keterangan gambar:
x = fraksi mol pada fasa cair.
y = fraksi mol pada fasa uap.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa, pada keadaan seimbang tidak ada perubahan
temperatur, tekanan dan fraksi-fraksi dalam sistem, dan akan tercapai:
1. Kesetimbangan Termal : perpindahan panas netto = 0, atau tidak ada
perpindahan panas (∆ T=0), maka: T V = T L, dengan Tv = suhu uap, TL =
suhu cairan.
2. Kesetimbangan mekanis = kesetimbangan semua gaya=gaya: Pv = PL.
3. Kesetimbangan potensi kimia: ( µ i)V = ( µ i)L

1.2.4 Kesetimbangan Uap Cair


Jumlah derajat kebebasan pada kesetimbangan merupakan perbedaan antara
jumlah variabel yang diperlukan untuk karakterisasi keadaan intensif sistem
dengan jumlah persamaan bebas yang menyatakan hubungan variabel-variabel
tersebut. Didalam Kesetimbangan Uap Cair dengan jumlah komponen n dan
jumlah fasa 2 terdapat variabel T, P, N-1 fraksi mol dalam cairan dan N-1 fraksi
mol dalam uap, jadi jumlah variabel adalah 2N. Persamaan Gibbs-Duhem secara
sistematis dapat ditulis sebagai berikut:

𝒇̂𝑽𝒊 = 𝒇̂𝑳𝒊 ( i = 1, 2, ..., N) ............................................ (1.16)


Dimana N merupakan persamaan bebas sehingga jumlah variabel yang
harus ditetapkan untuk fixing sistem adalah N, y.i, T atau P dan N-1 fraksi mol
cairan dan N-1 fraksi mol uap. Untuk nilai N variabel yang lain dapat dihitung,
digunakan persamaan:
̂ 𝑽𝒊 = 𝜣
f i v   iv y i P 𝒇 ̂ 𝑽𝒊 𝒚𝒊 𝑷 .......................................... (1.17)

Dan
f i v   iv xi P ......................................................... (1.18)
Gabungan persamaan (1.14), (1.15) dan (1.17):

 iL xi   iv y i
......................................................... (1.19)

Persamaan terakhir xi dan yi tidak bernilai explisit mengingat baik  iL

maupun  iv adalah fungsi dari T, P dan komposisi. Hubungan tersebut

merupakan hubungan yang kompleks. Menyatakan hubungan antara  i dengan T,


P dan komposisi memerlukan persamaan keadaan yang menggambarkan secara
teliti keadaan masing-masing campuran uap dan cairan. Beberapa kesukaran yang
dihadapi dalam kaitan ini:
1. Data biasanya tersedia untuk zat murni dan tidak ada aturan-aturan yang
berlaku secara umum untuk campuran.
2. Tidak ada persamaan keadaan yang secara umum berlaku untuk fasa cairan.

Hasil yang paling sederhana diperoleh jika diasumsikan fasa uap bersifat
gas ideal dan fasa cairan merupakan larutan ideal, maka:
1. Bila fasa uap bersifat gas ideal:
̂ 𝑽𝒊 = 𝟏  iv  1
𝜣 ......................................................... (1.20)
2. Bila fasa cairan merupakan larutan ideal:
f i L xi f i L fiL
 L
i  
xi P xi P P ........................................... (1.21)
3. Bila fugasitas cairan tidak peka terhadap tekanan:

𝒇̂𝑳𝒊 = 𝒇𝒔𝒂𝒕
𝒊 f i L  f i sat ................................................... (1.22)

Jika ; f i L  f i sat

𝒇̂𝑳𝒊 = 𝒇𝒔𝒂𝒕
𝒊 f i L  f i sat

P sat
 iL 
P
Hasil secara keseluruhan:
P sat
xi  yi
P ......................................................... (1.23)
Pi = yi P = xiPsat ......................................................... (1.24)

Persamaan terakhir merupakan rumus hukum Raoult. Persamaan tidak


realistik, disebabkan karena asumsi kedua yang biasanya tidak berlaku, kecuali
sistemnya terdiri dari komponen yang serupa secara kimiawi dan dalam ukuran
molekul. Tahap penyelesaian untuk persamaan akhir dikenal dengan bilangan
koefisien aktifitas. Berikut ini diturunkan persamaan yang umum:
f i v  y i Vi P untuk fasa uap dan

f i L  xi  i f i o untuk fasa cair


Maka:
xi  i f i o  Vi y i P
........................................................ (1.25)

Dengan persamaan terakhir penyelesaian Kesetimbangan Uap Cair


dilaksanakan melalui beberapa pendekatan antara lain:
1. Untuk fasa uap digunakan konsep koefisien fugasitas yang dihitung dengan
menggunakan PVT data.
Vi  ( P, T , y i ,....., y N 1 )
......................................... (1.26)
2. Untuk fasa cair menggunakan konsep koefisien aktifitas. Konsep ini
menggantikan konsep koefisien fugasitas yang tidak bisa diterapkan karena
tidak ada persamaan keadaan yang berlaku secara untuk cairan.
 i   ( P, T , xi , x2 ,...., x N 1 ) ....................................... (1.27)

Ke-dua konsep tersebut terpisah satu sama lain. Dalam arti kata  Vi tidak

dipengaruhi oleh komposisi cairan dan sebaliknya 𝜸𝒊 tidak dipengaruhi oleh


komposisi uap.
Telah diuraikan bahwa untuk sistem N merupakan komponen dan pada dua
fasa ada bilangan N merupakan derajat kebebasan, artinya N variabel dapat
ditentukan secara bebas sedang N variabel yang lain merupakan variabel tidak
bebas dan dapat dihitung. Beberapa bentuk persoalan dalam Kesetimbangan Uap-
Cair:
1. Menghitung T dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan P dan xi(i =
1,2,...N-1).
2. Menghitung P dan yi pada titik gelembung, bila ditentukan T dan xi( i =
1,2,...N-1).
3. Menghitung T dan xi pada titik embun, bila ditentukan P dan yi
( i = 1,2,...N-1)
4. Menghitung P dan xi pada titik embun, bila ditentukan T dan yi
( i = 1,2,...N-1)

Untuk menentukan tekanan uap murni komponen dapat didekati dengan


persamaan Antoine yaitu:
𝐁
𝐥𝐧 𝐏 𝐬𝐚𝐭 = 𝐀 − 𝐓+𝐂 ...................................................... (1.28)

Untuk memprediksikan tekanan uap etanol:


3803.98
InP sat  18.9119 
T  41.68 .................................... (1.28a)
Untuk memprediksikan tekanan uap air:
3816.44
InP sat  18.3036  .................................... (1.28b)
T  46.13
Psat dan T pada persamaan (1.28a) dan (1.28b) dalam satuan mmHg dan
derajat kelvin. Konstanta kesetimbangan uap cair dapat ditentukan dari persamaan
Hukum Raoult:
Pi sat yi
K 
P xi ......................................................... (1.29)

Dalam sebuah campuran dua fasa uap-cair pada kesetimbangan, suatu


komponen dalam fasa berada dalam kesetimbangan dengan komponen yang sama
dalam fasa lain. Hubungan kesetimbangan tergantung kepada suhu, tekanan, dan
komposisi campuran tersebut.

1.2.5 Fugasitas di Fasa Uap


Fugasitas di fasa uap dinyatakan dalam bentuk koefisien fugasitas yang
didefinisikan sebagai perbandingan antara fugasitas di fasa uap dan tekanan
parsial komponen. Berdasarkan definisi ni, hubungan antara fugasitas dan
koefisien fugasitas di fasa uap dinyatakan sebagai:

fi V = θiV .yiP ............................................................. (1.30)

dimana θ adalah koefisien fugasitas, y adalah fraksi mol komponen di fasa uap
dan P adalah tekanan total.

Koefisien fugasitas dihitung berdasarkan data volumetrik dengan cara


sebagai berikut:

1  V RT 
P

RT 0  ni T , P ,ni


ln  i     dP
P 
  ......................... (1.31)

atau

1  V RT 
P

RT 0  ni T , P ,ni


ln  i     dV  ln z
P 
  ............... (1.32)
dimana T adalah temperatur, v adalah volume parsial, n adalah jumlah mol, z
adalah faktor pemampatan (compressibility factor) dan R adalah konstanta gas.

Kedua persamaan di atas menunjukkan bahwa koefisien fugasitas dapat


dihitung dengan menggunakan persamaan keadaan, persamaan yang
menghubungkan tekanan, temperatur, volume dan/atau komposisi. Persamaan
dengan fungsi dP dipakai apabila persamaan keadaan yang ada berupa fungsi
eksplisit dalam volume, temperatur, dan komposisi. Sedangkan persamaan dengan
fungsi dv dipakai bila persamaan keadaan yangada berupa fungsi eksplisit dalam
tekanan, temperatur, dan komposisi.

1.2.6 Fugasitas di Fasa Cair


Fugasitas di fasa cair umumnya dinyatakan dalam bentuk koefisien aktifitas
yang didefinisikan sebagai perbandingan antara fugasitas di fasa cair dan hasil
kali antara fraksi mol komponen di fasa cair dan fugasitas komponen pada
keadaan standar dalam perhitungan-perhitungan koefisien aktifitas adalah kondisi
cairan murni.
1. Jika keadaan cairan murni dipakai sebagai keadaan standar, koefisien
aktifitas dinyatakan sebagai: fi L
= γi xifi OL
dimana γ adalah koefisien
aktifitas, x adalah fraksi mol komponen di fasa cair, fOL adalah fugasitas
cairan murni.
2. Koefisien fugasitas dapat dihitung berdasarkan data energi bebas Gibs
berlebih (excess Gibbs energy). Persamaan-persamaan untuk menghitung
koefisien aktivitas anatara lain Persamaan Van Laar, persamaan Margules,
persamaan Wilson, dan sebagainya. Koefisien aktivitas juga dapat dihitung
dengan menggunakan metoda kelompok (group method).

Suku eksponen dalam persamaan di atas dinamakan faktor koreksi Poynting


(Poynting correction). Jika cairan bersifat tidak termampatkan dan uap komponen
pada keadaan jenuhnya dapat dianggap sebagai gas ideal, persamaan di atas dapat
disederhanakan menjadi:
 Pi V OL ( P  P S ) 
 
(T , P )  Pi exp

OL S i i
fi
 V RT 
 Pi  .................... (1.33)

Jika faktor koreksi Poynting mendekati 1, maka :

 i
OL SV S
fi (T , P ) Pi ...................................................... (1.34)

Fugasitas di fasa cair juga sering dinyatakan dalam bentuk koefisien fugasitas.
Dalam hal ini fugasitas dinyatakan sebagai :

 i xi P ........................................................... (1.35)
L SV
fi

Cara di atas memungkinkan masalah kesetimbangan uap-cair dapat


diselesaikan dengan menggunakan sebuah persamaan keadaan.

1.2.7 Hukum Henry


Digunakan untuk komponen yang fraksi molnya mendekati nol, seperti fas
encer yang dilarutkan sebagai cairan :

Pi  Hi.xi ................................................................... (1.36)

Untuk Pi adalah tekanan dalam fase gas dari komponen encer pada
kesetimbangan pada suatu suhu, dan Hi adalah konstanta hukum Henry. Catat
bahwa dalam limit dimana xi=0. Pi=0. Nilai Hi dapt ditentukan dalam referensi.
Perhitungan tekanan parsial suatu gas dalam fase gas yang berada dalam
kesetimbangan dengan gas terlarut dalam fase cair jika Hukum Henry berlaku
sungguh sederhana.

1.2.8 Hukum Raoult


Digunakan untuk komponen yang fraksi molnya mendekati satu atau larutan
dari komponen-komponen yang benar-benar mirip dalam sifat kimia, seperti
rantai lurus hidrokarbon. Misalnya i menunjukkan komponen, Pi tekanan parsial
dari komponen i dalam fase gas yi fraksi mol gas-gas dan xi fraksi mol fase cair.
Maka :

Pi  Pi.xi ................................................................... (1.37)

Dimana: xi = 1 : Pi=Pi .

Dengan menggunakan persamaan diatas dan mengasumsikan bahwa Hukum


Dalton berlaku untuk fasa gas (Pi=Ptot .yi) maka didapatkan persamaan untuk
Konstanta Kesetimbangan, yakni :

yi Pi
Ki  
xi Ptot
.......................................................... (1.38)

Anda mungkin juga menyukai