IAS 2 - INVENTORY
Oleh :
2. Manufaktur
III.RUANG LINGKUP
Sebelum tahun 2005 IAS 2 membolehkan penggunaan tiga alternatif
pengukuran kas persediaan, yaitu metode FIFO dan rata-rata tertimbang
yang oleh IAS 2 disebut sebagai benchmark treatments, serta satu lagi
metode yang oleh IAS 2 disebut sebagai allowed alternative treatments yaitu
metode LIFO. Namun efektif mulai 1 Januari 2005 IFRS tidak
membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga metode pengukuran kas
yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang.
Pembatasan penggunakan metode akuntansi semacam ini merupakan
indikasi bahwa IFRS pada dasarnya tidak sepenuhnya menggunakan
principles-based, bahkan dalam kasus akuntansi persediaan menjadi lebih
rules-based dibanding US GAAP.
Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk
persediaan. Permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan adalah
penentuan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi
selanjutnya atas aset tersebut sampai pendapatan terkait diakui. Pernyataan
ini menyediakan panduan dalam menentuan biaya dan pengakuan
selanjutnya sebagai beban, termasuk setiap penurunan menjadi nilai
realisasi neto. Pernyataan ini juga memberikan panduan rumus biaya yang
digunakan untuk menentukan biaya persediaan.
Persediaan adalah salah satu aset lancar signifikan bagi perusahaan
pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian,
kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa tertentu.
Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan menjadi suatu masalah
penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut IAS No.2 inventory
atau persediaan adalah :
Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau
Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa
Terdapat beberapa poin penting terkait dengan definisi tersebut diatas :
a. Persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal. Ini berarti aset yang dikelompokkan sebagai persediaan
adalah aset yang memang selalu dimaksudkan untuk dijual atau
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
b. Perlengkapan yang dimaksudkan sebagai persediaan adalah
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, sehingga
perlengkpan kantor (seperti alat tulis kantor) dengan tujuan untuk
digunakan administrasi kantor dan bukan untuk dijual, bukanlah bagian
dari persediaan.
c. Perlengkapan tersebut juga harus merupakan perlengkapan yang
digunakan secara regular dalam proses produksi dan bukan
perlengkapan yang hanya bisa digunakan bersamaan dengan aset tetap.
Seperti yang sudah dibahas diawal, bahwa pada tanggal 1 Januari 2005
IAS 2 sudah tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga
metode pengukuran kas yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode
Rata-rata Tertimbang.
1. Metode First-in, First Out (FIFO).
Metode FIFO mengasumsikan persediaan yang dibeli pertama kali
akan dijual terlebih dahulu. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel
(2005:236) pengakuan cost of goods sold dengan menggunakan metode
FIFO adalah sebagai berikut : “Under the FIFO method, the costs of the
earliest goods purchased are the first to be recognized as cost of goods
sold”.
Sedangkan, untuk perhitungan persediaan akhir (ending inventory)
dengan menggunakan metode FIFO menurut Weygandt, Kieso dan
Kimmel (2005:236) adalah sebagai berikut : “Under FIFO, the cost of
ending inventory is found by taking the unit cost of the most recent
purchase and working backward until all units of inventory are costed”.
Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menghasilkan
laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode LIFO
maupun metode rata-rata karena biaya unit yang lebih rendah dari
pembelian persediaan pertama kali. Tetapi, dengan laba yang besar,
maka perusahaan juga akan membayar pajak yang lebih besar sehingga
tidak dapat dilakukan penghematan pajak jika menggunakan metode
FIFO. Manajemen perusahaan akan lebih memilih untuk menggunakan
metode FIFO karena dengan nilai laba perusahaan yang besar akan
menunjukkan bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut bagus dan
manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa bonus yang cukup
besar dari perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO
pada saat terjadi inflasi akan menghasilkan laba yang besar sedangkan
pada saat terjadi deflasi, perusahaan yang menggunakan metode FIF
akan menghasilkan laba yang kecil.
2. Metode Rata-Rata Tertimbang – AVERAGE
Metode rata-rata mengasumsikan persediaan yang tersedia untuk
dijual memiliki rata-rata biaya per unitnya sama. Menurut Weygandt,
Kieso, dan Kimmel (2005:238) perhitungan unit cost berdasarkan
formula rata-rata tertimbang adalah sebagai berikut : “Under this
method, the cost of goods available for sale is allocated on the basis
of the weighted-average unit cost”.
Berikut adalah formula perhitungan unit cost berdasarkan metode
rata-rata tertimbang (weighted-average method) :
Setelah dilakukannya perhitungan unit cost, selanjutnya menurut
Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:238) untuk mengetahui nilai
biaya dari persediaan akhir adalah sebagai berikut : “The weighted-
average unit cost is then applied to the units on hand. This
computation determines the cost of the ending inventory”.
Pada sistem periodik, metode rata-rata disebut metode rata-rata
tertimbang (weighted average method) dan pada sistem perpetua
disebut dengan metode rata-rata bergerak (moving average method),
dengan menggunakan metode rata-rata, perusahaan akan dapat
melakukan penghematan pajak (tax saving) dikarenakan laba yang di
dapat perusahaan dengan menggunakan metode tersebut akan lebih
kecil. Tetapi, pada saat menggunakan metode rata-rata akan dapat
menghasilkan nilai akhir persediaan di antara FIFO dan LIFO.
3. Metode Last In First Out (LIFO)
Metode LIFO mengasumsikan persediaan yang terakhir dibeli
akan dijual terlebih dahulu. Weygandt, Kieso dan Kimmel
(2005:237) menyatakan bahwa pengakuan cost of goods sold dengan
menggunakan metode LIFO adalah sebagai berikut : “Under the
LIFO method, the costs of the latest goods purchases are the first to
be assigned to cost of goods sold”.
Sedangkan, untuk mengetahui nilai persediaan akhir (ending
inventory) dengan menggunakan metode LIFO adalah sebagai
berikut : “Under the LIFO method, the cost of ending inventory is
found by taking the unit cost of the oldest goods and working forward
until all units of inventory are costed”.
Dengan menggunakan metode LIFO, perusahaan akan
menghasilkan laba yang kecil sehingga dapat melakukan
penghematan pajak. Pada saat inflasi, perhitungan harga beli terakhir
dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga sehingga
mengurangi laba dan menghasilkan pengurangan pajak.
Jawab :
$5,000
Persediaan Akhir
= 20 * $15 = $300
2. METODE AVERAGE
Data tersedia:
Tanggal Pembelian Biaya
Mei 12 100 unit $1.000
Aug 14 200 unit $2.200
Sep 18 120 unit $1.800
420 unit $5.000
Jawab :
Langkah:
1. Hitung biaya rata-rata per unit : $5.000/420 = $11.905
2. Aplikasikan biaya rata-rata per unit pada jumlah yang terjual untuk
memperoleh HPP: (420-20) x $11.905 = $4.762
3. Aplikasikan biaya rata-rata per unit pada jumlah yang tersisa di
persediaan untuk menentukan Persediaan Akhir: 20 x $11,91 = $238
3. METODE LIFO
Jawab :
Biaya Barang
Siap Jual
Persediaan Akhir
= 20 * $10 = $200
Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha
biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk membuat penjualan. Nilai realisasi neto mengacu kepada
jumlah neto yang entitas berharap untuk direalisasi dari penjualan
persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai wajar mencerminkan suatu
jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan antara pembeli
dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai realisasi
neto adalah nilai khusus entitas sedangkan nilai wajar tidak tergantung pada
nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama
denga nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapan
untuk setiap jenis persediaan atau item demi item, kecuali terdapat
sekelompok persediaan yang sejenis dan dapat dinilai secara tepat per
kelompok jenis persediaan. Sebagai pedoman umum, penilaian harus
dilakukan untuk setiap jenis persediaan untuk mencegah kemungikan
terjadinya kompensasi unrealized gain dengan unrealized loss kelompok
persediaan lain, sehingga menurunkan jumlah rugi yang harus diakui, hal
ini penting untuk diperhatikan mengingat IFRS melarang pengakuan
unrealized gain pada laporan rugi-laba. Dikatakan bahwa evaluasi
penurunan nilai persediaan yang dilakukan atas sekelompok persediaan,
tidak atas item per item persediaan, adalah merupakan mekanisme tidak
langsung atau backdoor mechanism untuk mengakui unrealized gain yang
seharusnya tidak diakui, sehingga perlu ditegaskan bahwa tuntutan dasar
evaluasi penurunan nilai persediaan adalah diterapkan atas item demi item
persediaan. Paparan dalam dua paragraf di atas menegaskan bahwa. IAS 2
sangat mengatur penerapan net realizable value, yaitu harus diterapkan item
untuk mencegah potensi pengakuan unrealized gain secara tidak langsung,
di sisi lain US GAAP tidak mengatur hingga sedetil ini, sehingga dapat
disimpulkan bahwa IFRS ternyata justru lebih condong ke rules-based dan
bukannya berbasis pada konsep principles-based.
Recoveries of previously recognized losses. Untuk kasus terjadinya
kenaikan kembali nilai persediaan, IAS 2 mendeskripsikan bahwa
pengukuran net realizable value harus dilakukan pada setiap periode
pelaporan keuangan, dan pada saat tidak terdapat lagi fakta adanya
penurunan nilai persediaan, misalnya karena nilai persediaan mengalami
kenaikan kembali, maka penurunan nilai persediaan harus dibatalkan
dengan membuat jurnal koreksi, dan karena penurunan nilai persediaan
telah dimasukkan ke dalam laporan rugi-laba, maka jurnal koreksi atas
penurunan nilai persediaan juga harus direfleksikan dalam laporan rugi-
laba. Juga ditegaskan bahwa jurnal koreksi atau recovery hanya
diperkenankan maksimum sebesar penurunan nilai yang telah diakui pada
periode sebelumnya. Dalam kasus ini perbedaannya dengan US GAAP
adalah bahwa dalam US GAAP penurunan nilai persediaan yang telah
diakui pada periode sebelumnya tidak boleh ditutup dengan kenaikan nilai
pada periode berikutnya. Dari sudut pandang istilah konsep principles-
based dan ruled-based, ternyata untuk kasus inipun keduanya lebih bisa
dikatakan sama-sama menggunakan ruled-based.
IX. PENGUNGKAPAN
Menurut standard akuntansi keuangan IAS 2, dalam hal penyajian
persediaan pada laporan keuangan perlu diungkapkan beberapa hal
berikut ini :
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan,
termasuk rumus biaya yang digunakan;
b. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut
klasifikasi yang sesuai bagi entitas
c. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual;
d. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode
berjalan;
e. Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang
jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan
sebagaimana dijelaskan pada paragraf 32;
f. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui
sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai
beban dalam periode berjalan sebagaimana dijelaskan pada
paragraf 32;
g. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai
persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf
32; dan
h. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan
kewajiban.