Anda di halaman 1dari 30

Seminar Akuntansi Keuangan

IAS 2 - INVENTORY

Oleh :

Andreas Ade Surya Pratama 1811070156

Bella Fernanda 1811070102

Haani Nur Jihan 1811070103

INSTITUT KEUANGAN PERBANKAN DAN INFORMATIKA ASIA


(ASIA BANKING FINANACE AND INFORMATICS INSTITUTE)
PERBANAS INSTITUTE
JAKARTA
PROGRAM STUDI S1 INTENSIF AKUNTANSI
2019
I. PENDAHULUAN
Persediaan merupakan salah satu aktiva yang paling aktif dalam operasi
kegiatan perusahaaan dagang. Sebagaian besar sumber daya perusahaan yang
diinvestasikan dalam bentuk barang- barang yang dibeli atau diproduksi.
Biaya barang – barang ini harus dicatat, dikelompokan, dan diikhtisarkan
selama periode akuntansi. Pada akhir periode, biaya dialokasikan diantara
aktivitas periode berjalan dan aktivitas periode mendatang yaitu diantara
barang-barang yang berada dalam persediaan untuk dijual periode
mendatang.
Persediaan juga merupakan aktiva lancar terbesar dari perusahaan
manufaktur maupun dagang. Pengaruh persediaan terhadap laba lebih mudah
terlihat ketika kegiatan bisnis berfluktuasi. Selama iklim usaha baik,
penjualan menjadi tinggi dan persediaan bergerak lebih cepat dari pembelian
ke penjualan. Namun ketika kondisi ekonomi menurun, tingkat penjualan
juga menjadi menurun, persediaan bertumpuk dan perlu dilakukan penjualan
meskipun mengalami kerugian.
Pengertian persediaan menurut Skousen, Stice dan Stice (2004:653)
adalah sebagai berikut : “ Kata persediaan ditujukan untuk barang- barang
yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan bisnis normal, dan dalam kasus
perusahaan manufaktur, maka kata ini ditujukan untuk proses produksi atau
yang ditempatkan dalam kegiatan produksi“.
IAS 2 merupakan standard akuntansi keuangan international yang
mengatur mengenai persediaan. Tujuan dari IAS 2 adalah untuk menentukan
perlakuan akuntansi untuk persediaan. IAS 2 memberikan panduan untuk
menentukan biaya persediaan dan untuk selanjutnya mengakui beban,
termasuk setiap penurunan-down menjadi nilai realisasi bersih. Hal ini juga
memberikan panduan rumus biaya yang digunakan untuk menentukan biaya
persediaan. IAS 2 menyatakan dasar penentuan dan akuntansi untuk
persediaan sebagai suatu aset, hingga pendapatan yang terkait diakui.
Standar juga memberikan pedoman mengenai penilaian persediaan dan
konsekuensi penghapusannya sebagai suatu beban (expense), dan perlakuan
yang harus di adopsi atas pendapatan terkait yang di akui.
Persediaan harus diukur pada nilai yang lebih rendah antara biaya dan
nilai realisasi neto. Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam
kegiatan usaha normal dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi
biaya yang dibutuhkan untuk melakukan penjualan. Biaya persediaan
meliputi semua biaya pembelian, biaya konversi dan biaya lain yang timbul
untuk membawa persediaan ke dalam kondisi dan lokasi saat ini. Biaya
persediaan harus dihitung dengan menggunakan rumus biaya masuk pertama
keluar pertama (MPKP) atau rata-rata tertimbang.
Entitas harus menggunakan rumus biaya yang sama untuk semua
persediaan yang memiliki sifat dan kegunaan yang sama bagi entitas. Untuk
persediaan yan memiliki sifat dan kegunaan yang berbeda, rumus biaya yang
berbeda boleh digunakan. Namun, biaya untuk persediaan yang secara umum
tidak dapat ditukarkan dengan persediaan lain dan barang atau jasa yang
dihasilkan dan dipisahkan untuk proyek tertentu harus diperhitungkan
berdasarkan identifikasi khusus terhadap biayanya masing-masing.
Saat persediaan terjual, nilai tercatat persediaan tersebut harus diakui
sebagai beban pada periode diakuinya pendapatan atas penjualan persediaan
tersebut. Setiap penurunan nilai persediaan menjadi nilai realisasi neto dan
seluruh kerugian persediaan harus diakui sebagai beban pada periode
terjadinya penurunan nilai atau kerugian tersebut. Setiap pemulihan kembali
penurunan nilai persediaan karena peningkatan kembali nilai realisasi neto,
harus diakui sebagai pengurangan terhadap jumlah beban persediaan pada
periode terjadinya pemulihan nilai tersebut.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai persediaan berdasarkan IAS
2, yaitu ruang lingkup, dasar penilaian, pengukuran biaya perolehan, dan
pengungkapan.
II. KLASIFIKASI PERSEDIAAN
Persediaan adalah barang aset yang dimiliki perusahaan untuk dijual
dalam kegiatan bisnis biasa, atau barang yang akan digunakan atau
dikonsumsi dalam produksi barang yang akan dijual. Deskripsi dan
pengukuran inventaris membutuhkan perhatian yang cermat. Investasi
dalam inventaris sering kali merupakan aset lancar merchandising (ritel) dan
bisnis manufaktur. Masalah dagang, seperti Carrefour (FRA), biasanya
membeli barang dagangannya dalam bentuk yang siap dijual. Ini
melaporkan biaya yang ditetapkan untuk unit yang tidak terjual yang tersisa
sebagai persediaan barang dagangan. Hanya satu akun inventaris,
Inventaris, yang muncul dalam laporan keuangan. Kekhawatiran
manufaktur, di sisi lain, memproduksi barang untuk dijual ke perusahaan
dagang.
Banyak bisnis terbesar adalah produsen, seperti China Petroleum &
Chemical Corp (CHN), Toyota Motor Corp (JPN), Royal Dutch Shell
(NLD), Procter & Gamble (AS), George Weston Ltd. (CAN), dan Nokia
(FIN). Meskipun produk yang mereka hasilkan mungkin berbeda,
manufaktur biasanya memiliki tiga akun persediaan; (1) Bahan Baku, (2)
Barang dalam Proses, dan (3) Barang Jadi. Sebuah perusahaan melaporkan
biaya yang ditetapkan untuk barang dan bahan di tangan tetapi belum
dimasukkan ke dalam produksi sebagai persediaan bahan baku. Bahan baku
termasuk kayu untuk membuat tongkat basseball atau baja untuk membuat
mobil. Bahan-bahan ini dapat dilacak langsung ke produk akhir. Pada titik
mana pun dalam proses produksi berkelanjutan, beberapa unit hanya
diproses sebagian. Biaya bahan baku untuk unit-unit yang belum selesai ini,
ditambah biaya tenaga kerja langsung yang diterapkan secara khusus untuk
bahan ini dan pangsa biaya overhead pabrik yang dapat diterima, merupakan
pekerjaan dalam inventaris proses. Perusahaan melaporkan biaya yang
diidentifikasi dengan unit yang selesai tetapi tidak terjual pada akhir periode
fiskal sebagai persediaan barang jadi.
Contoh ilustrasi balance sheet Riteil dan Manufaktur
1. Retail / Marchandising

2. Manufaktur
III.RUANG LINGKUP
Sebelum tahun 2005 IAS 2 membolehkan penggunaan tiga alternatif
pengukuran kas persediaan, yaitu metode FIFO dan rata-rata tertimbang
yang oleh IAS 2 disebut sebagai benchmark treatments, serta satu lagi
metode yang oleh IAS 2 disebut sebagai allowed alternative treatments yaitu
metode LIFO. Namun efektif mulai 1 Januari 2005 IFRS tidak
membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga metode pengukuran kas
yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode Rata-rata Tertimbang.
Pembatasan penggunakan metode akuntansi semacam ini merupakan
indikasi bahwa IFRS pada dasarnya tidak sepenuhnya menggunakan
principles-based, bahkan dalam kasus akuntansi persediaan menjadi lebih
rules-based dibanding US GAAP.
Tujuan Pernyataan ini adalah mengatur perlakuan akuntansi untuk
persediaan. Permasalahan pokok dalam akuntansi persediaan adalah
penentuan jumlah biaya yang diakui sebagai aset dan perlakuan akuntansi
selanjutnya atas aset tersebut sampai pendapatan terkait diakui. Pernyataan
ini menyediakan panduan dalam menentuan biaya dan pengakuan
selanjutnya sebagai beban, termasuk setiap penurunan menjadi nilai
realisasi neto. Pernyataan ini juga memberikan panduan rumus biaya yang
digunakan untuk menentukan biaya persediaan.
Persediaan adalah salah satu aset lancar signifikan bagi perusahaan
pada umumnya, terutama perusahaan dagang, manufaktur, pertanian,
kehutanan, pertambangan, kontraktor bangunan, dan penjual jasa tertentu.
Hal ini menyebabkan akuntansi untuk persediaan menjadi suatu masalah
penting bagi perusahaan-perusahaan tersebut. Menurut IAS No.2 inventory
atau persediaan adalah :
 Tersedia untuk dijual dalam kegiatan usaha normal
 Dalam proses produksi untuk penjualan tersebut, atau
 Dalam bentuk bahan atau perlengkapan (supplies) untuk digunakan
dalam proses produksi atau pemberian jasa
Terdapat beberapa poin penting terkait dengan definisi tersebut diatas :
a. Persediaan merupakan aset yang tersedia untuk dijual dalam kegiatan
usaha normal. Ini berarti aset yang dikelompokkan sebagai persediaan
adalah aset yang memang selalu dimaksudkan untuk dijual atau
digunakan dalam proses produksi atau pemberian jasa.
b. Perlengkapan yang dimaksudkan sebagai persediaan adalah
perlengkapan yang digunakan dalam proses produksi, sehingga
perlengkpan kantor (seperti alat tulis kantor) dengan tujuan untuk
digunakan administrasi kantor dan bukan untuk dijual, bukanlah bagian
dari persediaan.
c. Perlengkapan tersebut juga harus merupakan perlengkapan yang
digunakan secara regular dalam proses produksi dan bukan
perlengkapan yang hanya bisa digunakan bersamaan dengan aset tetap.

IAS 2 diterapkan untuk semua persediaan, kecuali :


a. Barang dalam proses yang timbul menurut kontrak konstruksi (IAS 11
mengenai kontrak konstruksi)
b. Instrumen keuangan (misal saham, surat hutang, obligasi) yang dimiliki
sebagai persediaan (IAS 32 mengenai instrumen keuangan)
c. Aset biologis dan memproduksi yang terkait dengan aktivitas pertanian
(IAS 41 mengenai pertanian).

IAS 2 ini tidak berlaku untuk pengukuran persediaan bagi pialang-


pedagang komoditi yang mengukur persediaannya pada nilai wajar setelah
dikurangi biaya untuk menjual, sesuai dengan praktik yang berlaku pada
industri. Ketika persediaan tersebut diukur pada nilai wajar setelah
dikurangi biaya untuk menjual, maka perubahan nilai wajar setelah
dikurangi biaya untuk menjual diakui dalam laporan laba rugi pada periode
terjadinya .
IV. DASAR PENILAIAN
Berikut hal-hal yang perlu dipertimbangkan bilamana menentukan biaya
perolehan dan nilai realisasi neto:
1. Biaya perolehan (cost) meliputi biaya perolehan atas pembelian
persediaan dan semua biaya perolehan lainnya yang langsung
diatribusikan kepada akuisisi persediaan dan mewujudkan persediaan
tersebut kepada lokasi dan kondisi sekarang seperti bea pajak, beban
transpor dan penangan.
2. Biaya konversi meliputi biaya perolehan yang langsung terkait dengan
produksi seperti tenaga kerja langsung, dan lokasi sistematis overhead
pabrik tetap dan variabel yang terjadi untuk mengkonversikan bahan
baku dan barang jadi.
3. Biaya perolehan (cost) tidak termasuk biaya umum dan administrasi,
biaya penjualan dan distribusi, pemborosan abnormal dan biaya
penyimpananan atau gudang (jika tidak terkait dengan proses
produksi).
4. Biaya perolehan (cost) tidak termasuk biaya bunga dan biaya pinjaman
lainnya, kecuali bila persediaan merupakan sebuah aset kualifikasi.
5. Fluktuasi kurs mata uang asing aatas persediaan yang dibeli dalam
mata uang asing tidak termasuk dalam biaya perolehan atas pembelian
persediaan.
6. Selisih antara biaya perolehan atas pembelian persediaan menurut
ketentuan kredit normal dan jumlah terutang menurut ketentuan
penyelesaian yang ditangguhkan tidak termasuk sebagai biaya
perolehan (cost).

V. PENGUKURAN BIAYA PEROLEHAN


1. METODE PENILAIAN PERSEDIAAN
Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2005:235), ada tiga metode yang
dapat digunakan untuk menilai persediaan, yaitu :
1. First-in, first out (FIFO)
2. Last-in, first-out (LIFO)
3. Average cost.

Seperti yang sudah dibahas diawal, bahwa pada tanggal 1 Januari 2005
IAS 2 sudah tidak membolehkan penggunaan metode LIFO, sehingga
metode pengukuran kas yang berlaku tinggal metode FIFO dan metode
Rata-rata Tertimbang.
1. Metode First-in, First Out (FIFO).
Metode FIFO mengasumsikan persediaan yang dibeli pertama kali
akan dijual terlebih dahulu. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel
(2005:236) pengakuan cost of goods sold dengan menggunakan metode
FIFO adalah sebagai berikut : “Under the FIFO method, the costs of the
earliest goods purchased are the first to be recognized as cost of goods
sold”.
Sedangkan, untuk perhitungan persediaan akhir (ending inventory)
dengan menggunakan metode FIFO menurut Weygandt, Kieso dan
Kimmel (2005:236) adalah sebagai berikut : “Under FIFO, the cost of
ending inventory is found by taking the unit cost of the most recent
purchase and working backward until all units of inventory are costed”.
Dengan menggunakan metode FIFO, perusahaan akan menghasilkan
laba yang lebih besar dibandingkan dengan menggunakan metode LIFO
maupun metode rata-rata karena biaya unit yang lebih rendah dari
pembelian persediaan pertama kali. Tetapi, dengan laba yang besar,
maka perusahaan juga akan membayar pajak yang lebih besar sehingga
tidak dapat dilakukan penghematan pajak jika menggunakan metode
FIFO. Manajemen perusahaan akan lebih memilih untuk menggunakan
metode FIFO karena dengan nilai laba perusahaan yang besar akan
menunjukkan bahwa kinerja manajemen perusahaan tersebut bagus dan
manajemen akan mendapatkan kompensasi berupa bonus yang cukup
besar dari perusahaan. Perusahaan yang menggunakan metode FIFO
pada saat terjadi inflasi akan menghasilkan laba yang besar sedangkan
pada saat terjadi deflasi, perusahaan yang menggunakan metode FIF
akan menghasilkan laba yang kecil.
2. Metode Rata-Rata Tertimbang – AVERAGE
Metode rata-rata mengasumsikan persediaan yang tersedia untuk
dijual memiliki rata-rata biaya per unitnya sama. Menurut Weygandt,
Kieso, dan Kimmel (2005:238) perhitungan unit cost berdasarkan
formula rata-rata tertimbang adalah sebagai berikut : “Under this
method, the cost of goods available for sale is allocated on the basis
of the weighted-average unit cost”.
Berikut adalah formula perhitungan unit cost berdasarkan metode
rata-rata tertimbang (weighted-average method) :
Setelah dilakukannya perhitungan unit cost, selanjutnya menurut
Weygandt, Kieso, dan Kimmel (2005:238) untuk mengetahui nilai
biaya dari persediaan akhir adalah sebagai berikut : “The weighted-
average unit cost is then applied to the units on hand. This
computation determines the cost of the ending inventory”.
Pada sistem periodik, metode rata-rata disebut metode rata-rata
tertimbang (weighted average method) dan pada sistem perpetua
disebut dengan metode rata-rata bergerak (moving average method),
dengan menggunakan metode rata-rata, perusahaan akan dapat
melakukan penghematan pajak (tax saving) dikarenakan laba yang di
dapat perusahaan dengan menggunakan metode tersebut akan lebih
kecil. Tetapi, pada saat menggunakan metode rata-rata akan dapat
menghasilkan nilai akhir persediaan di antara FIFO dan LIFO.
3. Metode Last In First Out (LIFO)
Metode LIFO mengasumsikan persediaan yang terakhir dibeli
akan dijual terlebih dahulu. Weygandt, Kieso dan Kimmel
(2005:237) menyatakan bahwa pengakuan cost of goods sold dengan
menggunakan metode LIFO adalah sebagai berikut : “Under the
LIFO method, the costs of the latest goods purchases are the first to
be assigned to cost of goods sold”.
Sedangkan, untuk mengetahui nilai persediaan akhir (ending
inventory) dengan menggunakan metode LIFO adalah sebagai
berikut : “Under the LIFO method, the cost of ending inventory is
found by taking the unit cost of the oldest goods and working forward
until all units of inventory are costed”.
Dengan menggunakan metode LIFO, perusahaan akan
menghasilkan laba yang kecil sehingga dapat melakukan
penghematan pajak. Pada saat inflasi, perhitungan harga beli terakhir
dibebankan ke operasi dalam periode kenaikan harga sehingga
mengurangi laba dan menghasilkan pengurangan pajak.

Contoh ilustrasi dari metode penilaian persediaan

CV Mulia melaporkan transaksi berikut pada 2004:


Tanggal Pembelian Biaya beli
12 Mei 100 unit $1.000
14 Aug 200 unit 2.200
18 Sep 120 unit 1.800
420 unit $5.000
Pada 31 Des, perusahaan memiliki 20 unit di tangan dan
menggunakan sistem persediaan periodik.
Berapa nilai HPP dan persediaan akhir?
1. METODE FIFO

Jawab :

Biaya Barang HPP


Siap Jual = $4.700

$5,000
Persediaan Akhir
= 20 * $15 = $300

2. METODE AVERAGE

Data tersedia:
Tanggal Pembelian Biaya
Mei 12 100 unit $1.000
Aug 14 200 unit $2.200
Sep 18 120 unit $1.800
420 unit $5.000

Jawab :

Langkah:
1. Hitung biaya rata-rata per unit : $5.000/420 = $11.905
2. Aplikasikan biaya rata-rata per unit pada jumlah yang terjual untuk
memperoleh HPP: (420-20) x $11.905 = $4.762
3. Aplikasikan biaya rata-rata per unit pada jumlah yang tersisa di
persediaan untuk menentukan Persediaan Akhir: 20 x $11,91 = $238
3. METODE LIFO

Harga Pokok Penjualan (LIFO)


Data diberikan:
Tanggal Pembelian Biaya
$ 800 (80 terjual; 20 sisa)
Mei 12 100 unit @ $10 $1.000 $2.200 (200 terjual)
Aug 14 200 unit @ $11 $2.200 $1.800 (120 terjual)
Sep 18 120 unit @ $15 $1.800 $4.800
420 $5.000

Jawab :

Biaya Barang
Siap Jual

Harga Pokok Penjualan


$5.000 = $4.800

Persediaan Akhir
= 20 * $10 = $200

2. SISTEM PENCATATAN PERSEDIAAN


Adapun sistem pencatatan persediaan dapat digolongkan ke dalam dua
cara yaitu:
a. Sistem Periodic Atau Fisik (Physical Method)
Menurut Epstein dan Jermakowicz (2007:p176), Sistem periodik
ialah sistem persediaan di mana jumlah yang ditentukan hanya berkala
oleh perhitungan fisik. Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel
(2007:p2461), dalam sistem persediaan periodik, rincian catatan
persediaan barang yang dimiliki tidak disesuaikan secara terus
menerus dalam satu periode. Harga pokok penjualan barang
ditentukan hanya pada akhir periode akuntansi.
Menurut sistem ini setiap pembelian atau pemasukan maupun
penjualan (pengeluaran) persediaan tidak dicatat atau dibukukan
kedalam perkiraan persediaan. Pembelian barang dibukukan
keperkiraan-keperkiraan pembelian dan beberapa perkiraan lain
seperti potongan pembelian dan pengembalian pembelian. Penjualan
dibukukan ke perkiraan penjualan. Dengan sistem ini jumlah
persediaan akhir diketahui setelah dilakukan perhitungan fisik
(invertory taking) terhadap barang yang ada digudang. Selanjutnya
setelah perhitungan fisik maka perlu dilakukan closing (penutup)
terhadap persediaan awal. Jadi dalam buku besar persediaan hanya
terdapat jumlah persediaan awan dan persediaan akhir. Bagi
perusahaan dagang jika menggunakan metode ini maka sistem
pencatatannya adalah sebagai berikut:
Saat Pembelian:
Pembelian Rp xxx
Utang usaha / Kas Rp xxx
Saat Mencatat Penjualan :
Piutang Usaha / Kas Rp xxx
Penjualan Rp xxx
Saat Akhir Periode:
Persediaan akhir Rp xxx
Harga Pokok Penjualan Rp xxx
Persediaan awal Rp xxx
Pemebalian Rp xxx

b. Sistem Perpetual atau Kontinyu (Perpetual Method)


Menurut Weygandt, Kieso dan Kimmel (2007:p2461), Dalam
sistem persediaan perpetual, rincian catatan mengenai setiap
pembelian dan penjualan persediaan disimpan. Sistem ini secara terus
menerus menunjukkan persediaan yang harus dimiliki untuk setiap
jenis barang. Berdasarkan sistem persediaan perpetual, harga pokok
penjual ditentukan setiap kali terjadi penjualan. Menurut Epstein dan
Jermakowicz (2007:p176), Sistem perpetual ialah sistem persediaan
di mana pembaruan catatan jumlah persediaan selalu dilakukan dan
disimpan.
Menurut sistem ini, setiap saat harus dilakukan pencatatan atas
penambahan atau pun pengurangan persediaan akibat adanya
pembelian, pemakaian bahan baku dan penjualan sehingga jumlah
maupun nilai persediaan dapat diketahui sewaktu-waktu tanpa
melakukan perhitungan fisik. Untuk perusahaan dagang, pencatatan
yang dilakukan menurut metode ini adalah sebagai berikut:

Saat Mencatat Pembelian:


Persediaan Rp. xxx
Utang Usaha/Kas Rp. xxx
Saat Mencatat Penjualan:
Piutang Usaha Rp. xxx
Penjualan Rp. xxx
Harga Pokok Penjualan Rp. xxx
Persediaan Rp. xxx

Karena sistem perpetual dicatat setiap ada perubahan dalam


persediaan, maka saldo dalam perkiraan yang ada di neraca saldo
adalah saldo perkiraan persediaan akhir, sehingga tidak diperlukan
ayat jurnal penyesuaian.
Berikut contoh soal dari sistem pencatatan persediaan :
Soal :
Persediaan awal 100 unit @ $6 Pembelian 900 unit @ $6
Penjualan 600 unit @ $12 Persediaan akhir 400 unit @ $6
Jawab :
Periodic
Perpetual
Pembeliaan :
Pembeliaan :
Pembeliaan 5400
Persediaan 5400
Kas 5400
Kas 5400
Penjualan :
Penjualan :
Kas 7200
Kas 7200
Penjualan 7200
Penjualan 7200
Harga Pokok Penjualan 3600
Akhir periode :
Persediaan 3600
Persediaan akhir 2400
Harga pokok penjualan 3600
Persediaan awal 5400
Pembeliaan 600
3. Barang yang Termasuk Persediaan
1. Goods in Transit
Contoh ilustrasi :
LG (KOR) menentukan kepemilikan dengan menerapkan aturan
“lintas jabatan”. :
 Jika pemasok mengirimkan barang ke LG f.o.b. titik
pengiriman, hak berpindah ke LG ketika pemasok
mengirimkan barang ke operator umum, yang bertindak
sebagai agen untuk LG.
 Jika pemasok mengirimkan barang f.o.b. tujuan, hak
berpindah ke LG hanya ketika menerima barang dari operator
umum.
"Titik pengiriman" dan "tujuan" sering ditunjuk oleh lokasi tertentu,
misalnya, f.o.b. Seoul
2. Consigned Goods
Contoh ilustrasi :
Williams Art Gallery (pengirim) mengirimkan berbagai barang seni
ke Sotheby's Holdings (AS) (penerima), yang bertindak sebagai agen
Williams dalam menjual barang-barang yang dikirim.
 Sotheby setuju untuk menerima barang tanpa kewajiban apa
pun, kecuali untuk melakukan perawatan yang wajar dan
perlindungan yang wajar dari kehilangan atau kerusakan,
hingga barang tersebut dijual kepada pihak ketiga.
 Ketika Sotheby menjual barang, itu mengirimkan pendapatan,
dikurangi komisi penjualan dan biaya yang dikeluarkan, ke
Williams.
Barang yang keluar saat pengiriman tetap menjadi milik pengirim
barang (Williams).
3. Sales with Repurchase Agreements
Contoh Ilustrasi :
Hill Enterprises mentransfer (“menjual”) inventaris ke Chase, Inc. dan
secara bersamaan setuju untuk membeli kembali barang dagangan ini
dengan harga tertentu selama periode waktu tertentu. Chase kemudian
menggunakan inventaris sebagai jaminan dan meminjamnya.
 Inti dari transaksi adalah bahwa Hill Enterprises membiayai
inventarisnya — dan tetap memegang kendali inventaris itu —
meskipun ia ditransfer ke Chase untuk mendapatkan hak
hukum teknis atas barang dagangannya.
 Sering digambarkan dalam praktik sebagai "transaksi parkir."
 Hill harus melaporkan inventaris dan kewajiban terkait pada
pembukuannya.
4. Sales with Rights of Return
Contoh ilustrasi :
Perusahaan Penerbitan Berkualitas menjual buku teks ke Toko Buku
Kampus dengan perjanjian bahwa Kampus dapat mengembalikan
dengan kredit penuh setiap buku yang tidak terjual. Penerbitan yang
berkualitas harus dikenali
 Pendapatan dari buku teks yang dijual yang diharapkan tidak
akan dikembalikan.
 Tanggung jawab pengembalian uang untuk estimasi buku
yang akan dikembalikan.
 Aset untuk pembukuan yang diperkirakan dikembalikan yang
mengurangi harga pokok penjualan.
Jika Penerbitan Kualitas tidak dapat memperkirakan tingkat
pengembalian, ia tidak boleh melaporkan pendapatan apa pun sampai
pengembalian menjadi prediksi
VI. NILAI REALISASI NETO

Nilai realisasi neto adalah estimasi harga jual dalam kegiatan usaha
biasa dikurangi estimasi biaya penyelesaian dan estimasi biaya yang
diperlukan untuk membuat penjualan. Nilai realisasi neto mengacu kepada
jumlah neto yang entitas berharap untuk direalisasi dari penjualan
persediaan dalam kegiatan usaha biasa. Nilai wajar mencerminkan suatu
jumlah di mana persediaan yang sama dapat dipertukarkan antara pembeli
dan penjual yang berpengetahuan dan berkeinginan di pasar. Nilai realisasi
neto adalah nilai khusus entitas sedangkan nilai wajar tidak tergantung pada
nilai khusus entitas. Nilai realisasi neto untuk persediaan bisa tidak sama
denga nilai wajar dikurangi biaya untuk menjual.
IAS 2 menyatakan bahwa estimasi net realizable value harus diterapan
untuk setiap jenis persediaan atau item demi item, kecuali terdapat
sekelompok persediaan yang sejenis dan dapat dinilai secara tepat per
kelompok jenis persediaan. Sebagai pedoman umum, penilaian harus
dilakukan untuk setiap jenis persediaan untuk mencegah kemungikan
terjadinya kompensasi unrealized gain dengan unrealized loss kelompok
persediaan lain, sehingga menurunkan jumlah rugi yang harus diakui, hal
ini penting untuk diperhatikan mengingat IFRS melarang pengakuan
unrealized gain pada laporan rugi-laba. Dikatakan bahwa evaluasi
penurunan nilai persediaan yang dilakukan atas sekelompok persediaan,
tidak atas item per item persediaan, adalah merupakan mekanisme tidak
langsung atau backdoor mechanism untuk mengakui unrealized gain yang
seharusnya tidak diakui, sehingga perlu ditegaskan bahwa tuntutan dasar
evaluasi penurunan nilai persediaan adalah diterapkan atas item demi item
persediaan. Paparan dalam dua paragraf di atas menegaskan bahwa. IAS 2
sangat mengatur penerapan net realizable value, yaitu harus diterapkan item
untuk mencegah potensi pengakuan unrealized gain secara tidak langsung,
di sisi lain US GAAP tidak mengatur hingga sedetil ini, sehingga dapat
disimpulkan bahwa IFRS ternyata justru lebih condong ke rules-based dan
bukannya berbasis pada konsep principles-based.
Recoveries of previously recognized losses. Untuk kasus terjadinya
kenaikan kembali nilai persediaan, IAS 2 mendeskripsikan bahwa
pengukuran net realizable value harus dilakukan pada setiap periode
pelaporan keuangan, dan pada saat tidak terdapat lagi fakta adanya
penurunan nilai persediaan, misalnya karena nilai persediaan mengalami
kenaikan kembali, maka penurunan nilai persediaan harus dibatalkan
dengan membuat jurnal koreksi, dan karena penurunan nilai persediaan
telah dimasukkan ke dalam laporan rugi-laba, maka jurnal koreksi atas
penurunan nilai persediaan juga harus direfleksikan dalam laporan rugi-
laba. Juga ditegaskan bahwa jurnal koreksi atau recovery hanya
diperkenankan maksimum sebesar penurunan nilai yang telah diakui pada
periode sebelumnya. Dalam kasus ini perbedaannya dengan US GAAP
adalah bahwa dalam US GAAP penurunan nilai persediaan yang telah
diakui pada periode sebelumnya tidak boleh ditutup dengan kenaikan nilai
pada periode berikutnya. Dari sudut pandang istilah konsep principles-
based dan ruled-based, ternyata untuk kasus inipun keduanya lebih bisa
dikatakan sama-sama menggunakan ruled-based.

Contoh Ilustrasi LCNRV :


VII. PENGAKUAN BEBAN
Nilai tercatat persediaan harus diakui sebagai beban (expense)
didalam suatu periode dimana persediaan dijual dan pendapatan yang terkait
diakui. Bilamana biaya perolehan persediaan pada tanggal perolehan lebih
rendah daripada nilai realisasi, atau suatu kerugian persediaan terjadi,
jumlah penurunan atau kerugian persediaan harus diakui sebagai suatu
beban (expense) di dalam periode yang sama sebaimana penurunan
penurunan atau kerugian yang terjadi.
Jika nilai realisasi neto persediaan yang diturunkan lebih
awal,meningkatkan atau melibihi nilai yang dinyatakan, jumlah pemulihan
dari penurunan harus diakui sebagai suatu pengurangan didalam jumlah
persediaan yang dianggap beban didalam periode dimaa pemulihan tersebut
terjadi.
VIII. PENGENDALIAAN
Perencanaan persediaan bahan baku dimulai pada saat timbul
gagasan atau pemikiran untuk menghasilkan suatu produk, baik
itu produksi massal atau berdasarkan pesanan. Tahap perencanaan
proses produksi dimulaidari mempelajari usul, desain dan perincian
lainnya, kemudian disusun daftar kebutuhan produksi yang didasarkan
atas pertimbangan banyaknya produk yang akan diproduksi, kondisi
perekonomian dan kebutuhan serta kondisi perusahaan Carter dan Usry
(2004:300).
Menurut Carter dan Usry (2004:299) mengemukakan Prinsip-
prinsip dalam menyusun kebijakan perusahaan dalam hal persediaan
adalah:
1. Menyediakan pasokan bahan baku yang diperlukan untuk operasi
yang efisien dan tidak terganggu.
2. Menyediakan cukup persediaan dalam periode dimana pasokan
kecil (musiman, siklus, atau pemogokan kerja) dan mengantisipasi
perubahan harga.
3. Menyimpan bahan baku dengan waktu penanganan dan biaya
minimum serta melindungi bahan baku tersebut dari kehilangan
akibat kebakaran, pencurian, cuaca dan kerusakan akibat
penanganan.
4. Meminimalkan item-item yang tidak aktif, kelebihan atau
usang dengan melaporkan perubahan produk yang mempengaruhi
bahan baku.
5. Memastika persediaan yang cukup untuk pengiriman segera ke
pelanggan.
6. Menjaga agar jumlah modal yang diinvestasikan dalam
persediaan berada ditingkat yang konsisten dengan kebutuhan
operasi dan rencana manajemen.
Untuk melaksanakan hal-hal tersebut diatas manajemen
memerlukan teknik dan prosedur yang dapat memberikan
informasi dan berdasarkan informasi tersebut manajemen dapat
mengambil keputusan mengenai keperluan persediaan untuk
kegiatan sehari-hari perusahaan. Untuk merencanakan kebutuhan
bahan baku di suatu perusahaan akan dapat dilaksanakan dengan
perhitungan atas dasar persediaan bahan baku digudang diatur
sedemikian rupa agar baik kelebihan maupun kekurangan bahan
baku tersebut dapat dihindari. Informasi tentang jumlah tercatat
yang disajikan dalam berbagai klasifikasi persediaan dan tingkat
perubahannya masing-masing berguna bagi pemakai laporan
keuangan. Klasifikasi persediaan yang biasa digunakan adalah
barang dagangan, perlengkapan produksi, bahan, barang dalam
penyelesaian, dan barang jadi. Persediaan dalam pemberi jasa
biasanya disebut pekerjaan dalam penyelesaian.
Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode,
seringkali disebut sebagai beban pokok penjualan, meliputi biaya-
biaya yang sebelumnya diperhitungkan dalam pengukuran
persediaan yang saat ini telah dijual, overhead produksi yang tidak
teralokasi, dan jumlah biaya produksi persediaan yang tidak normal.
Kondisi tertentu dari entitas juga memungkinkan untuk
memasukkan biaya lainnya, seperti biaya distribusi.
Beberapa entitas mengadopsi suatu format laporan laba rugi
yang mengakibatkan jumlah yang diungkapkan adalah selain biaya
persediaan yang diakui sebagai beban selama periode yang
bersangkutan. Dalam format ini, entitas menyajikan analisa beban
menggunakan klasifikasi berdasarkan sifat dari beban. Dalam kasus
ini, entitas mengungkapkan biaya yang diakui sebagai beban untuk
bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga kerja, dan biaya
lainnya bersama-sama dengan jumlah perubahan neto persediaan
pada periode tersebut.
1. Tujuan Pengendaliaan atas Persediaan
1. Memastikan bahwa persediaan yang diterima daripemasok
sesuai dengan kebutuhan perusahaan baik darisisi kuantitas,
kualitas, maupun jenis.
2. Memastikan bahwa persediaan yang ada digudang layak
untuk dijual / dikirim ke bagian produksi.
3. Memastikan saldo persediaan di buku besar /neraca cocok
dengan saldo persediaan yang ada di kartugudang.
4. Memastikan keakuratan perhitungan persediaanyang
dilakukan secara manual dan sistematis.
2. Manfaat Pengendalian Internal atas Persedian
1. Persediaan barang dagang menjadi aman
2. Persediaan barang dagang dilaporkan dalam laporan
keuangan dengan benar
3. Persediaan barang dagang tersedia dengan cukup
3. Cara Pengendalian atas Persediaan
Pengendalian internal untuk persediaan barang dagangan dapat
dilakukan dengan cara:
1. Setiap pembelian barang diterima bagian penerimaan barang
dan dibuat laporan penerimaan barang untuk dicocokkan
dengan pesanan pembelian. Demikian pula harga yang
tercantum dalam surat pesanan barang harus cocok dengan
harga pada waktu penagihan yang tercantum dalam faktur.
Setelah cocok barulah utang dan persediaan di catat dalam
catatan akuntansi.
2. Harus dibentuk tenaga keamanan untuk mencegah kerusakan
persediaan atau pencurian persediaan. Persediaan harus
disimpan di gudang dan tidak semua orang bias keluar masuk
gudang, kecuali petugas yang berwenang serta setiap
pengeluaran dari gudang harus menggunakan formulir
permintaan barang yang di sah kan petugas yang berwenang.
3. Untuk toko eceran bias menggunakan cermin dua arah,
kamera dan petugas keamanan. Barang dagang yang mahal
harganya di simpan dalam lemari kaca, pakaian yang mahal
di tempeli dengan alarm plastik.
4. Sistem pencatatan untuk persediaan yang mahal harganya
bias menggunakan system perpetual.
5. Harus dilakukan perhitungan secara fisik untuk mengecek
kebenaran persediaan barang dagangan dengan cara
membandingkan persediaan barang dagangan secra fisik
dengan catatan perusahaan sehingga bisa diketahui besarnya
penyusutan ataupun kekurangan.

IX. PENGUNGKAPAN
Menurut standard akuntansi keuangan IAS 2, dalam hal penyajian
persediaan pada laporan keuangan perlu diungkapkan beberapa hal
berikut ini :
a. Kebijakan akuntansi yang digunakan dalam pengukuran persediaan,
termasuk rumus biaya yang digunakan;
b. Total jumlah tercatat persediaan dan jumlah nilai tercatat menurut
klasifikasi yang sesuai bagi entitas
c. Jumlah tercatat persediaan yang dicatat dengan nilai wajar dikurangi
biaya untuk menjual;
d. Jumlah persediaan yang diakui sebagai beban selama periode
berjalan;
e. Jumlah setiap penurunan nilai yang diakui sebagai pengurang
jumlah persediaan yang diakui sebagai beban dalam periode berjalan
sebagaimana dijelaskan pada paragraf 32;
f. Jumlah dari setiap pemulihan dari setiap penurunan nilai yang diakui
sebagai pengurang jumlah persediaan yang diakui sebagai
beban dalam periode berjalan sebagaimana dijelaskan pada
paragraf 32;
g. Kondisi atau peristiwa penyebab terjadinya pemulihan nilai
persediaan yang diturunkan sebagaimana dijelaskan pada paragraf
32; dan
h. Nilai tercatat persediaan yang diperuntukkan sebagai jaminan
kewajiban.

IAS 2 mengakui bahwa beberapa perusahaan


mengklasifikasikan biaya laporan laba rugi oleh alam (bahan, tenaga
kerja, dan sebagainya) bukan oleh fungsi (harga pokok penjualan,
beban penjualan, dan sebagainya. Dengan demikian, sebagai alternatif
untuk mengungkapkan beban pokok penjualan, IAS 2 memungkinkan
entitas untuk mengungkapkan biaya operasi diakui selama periode
oleh alam dari biaya (bahan baku dan bahan habis pakai, biaya tenaga
kerja, biaya operasi lainnya) dan jumlah bersih mengubah
persediaan untuk periode.
Informasi tentang jumlah tercatat yang disajikan dalam berbagai
klasifikasi persediaan dan tingkat perubahannya masing-masing berguna
bagi pemakai laporan keuangan. Klasifikasi persediaan yang biasa
digunakan adalah barang dagangan, perlengkapan produksi, bahan,
barang dalam penyelesaian, dan barang jadi. Persediaan dalam pemberi
jasa biasanya disebut pekerjaan dalam penyelesaian.
Biaya persediaan yang diakui sebagai beban selama periode,
seringkali disebut sebagai beban pokok penjualan, meliputi biaya-biaya
yang sebelumnya diperhitungkan dalam pengukuran persediaan yang
saat ini telah dijual, overhead produksi yang tidak teralokasi, dan jumlah
biaya produksi persediaan yang tidak normal. Kondisi tertentu dari
entitas juga memungkinkan untuk memasukkan biaya lainnya, seperti
biaya distribusi.
Beberapa entitas mengadopsi suatu format laporan laba rugi yang
mengakibatkan jumlah yang diungkapkan adalah selain biaya persediaan
yang diakui sebagai beban selama periode yang bersangkutan. Dalam
format ini, entitas menyajikan analisa beban menggunakan klasifikasi
berdasarkan sifat dari beban.
LAMPIRAN

Annual Report 2018 Philips

Anda mungkin juga menyukai

  • Ifrs 5
    Ifrs 5
    Dokumen11 halaman
    Ifrs 5
    Haani Nur Jihan
    Belum ada peringkat
  • Ifrs 2
    Ifrs 2
    Dokumen10 halaman
    Ifrs 2
    Haani Nur Jihan
    Belum ada peringkat
  • Ias 1
    Ias 1
    Dokumen17 halaman
    Ias 1
    Haani Nur Jihan
    Belum ada peringkat
  • Tugas Makalah Audit
    Tugas Makalah Audit
    Dokumen11 halaman
    Tugas Makalah Audit
    Haani Nur Jihan
    Belum ada peringkat