Anda di halaman 1dari 9

Bhineka Tunggal Ika

Secara etimologi atau asal-usul bahasa, kata-kata Bhinneka Tunggal Ika berasal dari
bahasa Jawa Kuno yang bila dipisahkan menjadi Bhinneka = beragam atau beraneka,
Tunggal = satu, dan Ika = itu. Artinya, secara harfiah, jika diartikan menjadi beraneka
satu itu. Maknanya, bisa dikatakan bahwa beraneka ragam tetapi masih satu jua.
Semoboyan ini diambil dari kitab atau kakawin Sutasoma karangan Empu Tantular,
yang hidup pada masa Kerajaan majapahit sekitar abad ke-14 M.

Hal ini menunjukkan persatuan dan kesatuan yang terjadi diwilayah Indonesia, dengan
keberagaman penduduk Indonesia yang terdiri dari bermacam-macam suku, bahasa
daerah, ras, agama, dan kepercayaan, lantas tidak membuat Indonesia menjadi
terpecah-belah. Melalui semboyan ini, Indonesia bisa dipersatukan dan semua
keberagaman tersebut menjadi satu bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI).

Sejarah Bhineka Tunggal Ika

Sebelumnya semboyan yang dijadikan semboyan resmi Negara Indonesia sangat


panjang yaitu Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Semboyan Bhineka
Tunggal Ika dikenal untuk pertama kalinya pada masa Majapahit era kepemimpinan
Wisnuwardhana. Perumusan semboyan Bhineka Tunggl Ika ini dilakukan oleh Mpu
Tantular dalam kitab Sutasoma. Perumuan semboyan ini pada dasarnya merupakan
pernyataan kreatif dalam usaha mengatasi keanekaragaman kepercayaan dan
keagamaan. Hal itu dilakukan sehubungan usaha bina Negara kerajaan Majapahit saat
itu.

Semboyan Negara Indonesia ini telah memberikan nilai-nilai inspiratif terhadap system
pemerintahan pada masa kemerdekaan. Bhineka Tunggal Ika pun telah menumbuhkan
semangat persatuan dan kesatuan Negara Kesatuan Republik Indoesia. Dalam kitab
Sutosoma, definisi Bhineka Tunggal Ika lebih ditekankan pada perbedaan dalam hal
kepercayaan dan keaneragaman agama yang ada di kalangan masyarakat Majapahit.

Namun, sebagai semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia, konsep Bhineka


Tunggal Ika bukan hanya perbedaan agama dan kepercayaan menjadi fokus, tetapi
pengertiannya lebih luas. Bhineka Tunggal Ika sebagai semboyan Negara memiliki
cakupan lebih luas, seperti perbedaan suku, bangsa, budaya (adat-istiadat), beda
pulau, dan tentunya agama dan kepercayaan yang menuju persatuan dan kesatuan
Negara.
Seluruh perbedaan yang ada di Indonesia menuju tujuan yang satu atau sama, yaitu
bangsa dan Negara Indonesia. Berbicara mengenai Lambang Negara Kesatuan
Republik Indonesia, lambang Garuda Pancasila dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika
ditetapkan secara resmi menjadi bagian dari Negara Indonesia melalui Peraturan
Pemerintahan Nomor 66 Tahun 1951 pada 17 Oktober 1951 dan di undang –
undangkan pada 28 Oktober 1951 sebagai Lambang Negara. Usaha pada masa
Majapahit maupun pada masa pemerintahan Indonesia berlandaskan pada pandangan
yang sama, yaitu pandangan mengenai semangat rasa persatuan, kesatuan, dan
kebersamaan sebagai modal dasar untuk menegakkan Negara. Sementara itu,
semboyan “Tan Hana Darma Mangrwa” dipakai sebagai motto lambang Lembaga
Pertahanan Nasional. Makna dari semboyan itu adalah “tidak ada kebenaran yang
bermuka dua”.

Namun, Lemhanas kemudian mengubah semboyan tersebut menjadi yang lebih praktis
dan ringkas yaitu “bertahan karena benar”. Makna “tidak ada kebenaran yang bermuka
dua” sebenarnya memiliki pengertian agar hendaknya manusia senantiasa berpegang
dan berlandaskan pada kebenaran yang satu. Semboyan “Bhineka Tunggal Ika Tan
Hana Darma Mangrwa” adalah ungkapan yang memaknai kebenaran aneka unsur
kepercayaan pada Majapahit. Tdak hanya Siwa dan Budha, tetapi sejumlah aliran yang
sejak awal telah dikenal terlebih dulu sebagian besar anggota masyarakat Majapahit
yang memiliki sifat majemuk.

Sehubungan dengan semboyan Bhineka Tunggal Ika, cikal bakal dari Singasari, yakni
pada masa Wisnuwardhana sang dhinarmeng ring Jajaghu (Candi Jago), semboyan
tersebut dan candi Jago disempurnakan pada masa Kerajaan Majapahit. Oleh karena
itu, kedua simbol tersebut lebih dikenal sebagai hasil perdaban masa Kerajaan
Majapahit. Dari segi agama dan kepercayaan, masyarakat Majapahit merupakan
masyarakat yang majemuk.

Selain adanya beberapa aliran agama dan kepercayaan yang berdiri sendiri, muncul
juga gejala sinkretisme yang sangat menonjol antara Siwa dan Budha serta pemujaan
terhadap roh leluhur. Namun, kepercayaan pribumi tetap bertahan. Bahkan,
kepercayaan pribumi memiliki peranan tertinggi dan terbanyak di kalangan mayoritas
masyarakat. Pada saat itu, masyarakat Majapahit terbagi menjadi beberapa golongan.
Pertama, golongan orang-orang islam yang datang dari barat dan menetap di
Majapahit. Kedua, golongan orang-orang China yang mayoritas berasal dari Canton,
Chang-chou, dan Fukien yang kemudian bermukim di daerah Majapahit. Namun,
banyak dari mereka masuk agama Islam dan ikut menyiarkan agama Islam.\\

 Pembentuk jati diri bangsa

Sejak Negara Republik Indonesia ini merdeka, para pendiri bangsa mencantumkan
kalimat Bhinneka Tunggal Ika sebagai semboyan pada lambang negara Garuda
Pancasila. Kalimat itu sendiri diambil dari falsafah Nusantara yang sejak jaman
Kerajaan Majapahit yang juga sudah dipakai sebagai motto pemersatu Nusantara, yang
diikrarkan oleh Patih Gajah

Mada dalam Kakawin Sutasoma, karya Mpu Tantular:

Rwāneka dhātu winuwus wara Buddha Wiśwa,

bhinnêki rakwa ring apan kěna parwanosěn,

mangka ng Jinatwa kalawan Śiwatatwa tunggal,

bhinnêka tunggal ika tan hana dharmma mangrwa (Pupuh 139: 5).

Terjemahan:

Konon dikatakan bahwa Wujud Buddha dan Siwa itu berbeda. Mereka memang

berbeda. Namun, bagaimana kita bisa mengenali perbedaannya dalam selintas

pandang? Karena kebenaran yang diajarkan Buddha dan Siwa itu sesungguhnya satu
jua. Mereka memang berbeda-beda, namun hakikatnya sama. Karena tidak ada
kebenaran yang mendua. (Bhineka Tunggal ika tan Hana Dharma Mangrwa).

Frasa tersebut berasal dari bahasa Jawa Kuna dan diterjemahkan dengan kalimat
berbeda-beda tetapi tetap satu. Kemudian terbentuklah Bhineka Tunggal Ika menjadi
jati diri bangsa Indonesia. Ini artinya, bahwa sudah sejak dulu hingga saat ini kesadaran
akan hidup bersama di dalam keberagaman sudah tumbuh dan menjadi jiwa serta
semangat bangsa di negeri ini. Munandar (2004:24) dalam Tjahjopurnomo S.J.
mengungkapkan bahwa sumpah palapa secara esensial, isinya mengandung makna
tentang upaya untuk mempersatukan nusantara. Sumpah Palapa Gajah Mada hingga
kini tetap menjadi acuan, sebab Sumpah Palapa itu bukan hanya berkenaan dengan
diri seseorang, namun berkenaan dengan kejayaan eksistensi suatu kerajaan. Oleh
karena itu, sumpah palapa merupakan aspek penting dalam pembentukan Jati Diri
Bangsa Indonesia.

Menurut Pradipta (2009), pentingnya Sumpah Palapa karena di dalamnya terdapat


pernyataan suci yang diucapkan oleh Gajah Mada yang berisi ungkapan “lamun huwus
kalah nusantara isun amukti palapa” (kalau telah menguasai Nusantara, saya
melepaskan puasa/tirakatnya). Naskah Nusantara yang mendukung cita-cita tersebut di
atas adalah Serat Pararaton. Kitab tersebut mempunyai peran yang strategis, karena di
dalamnya terdapat teks Sumpah Palapa. Kata sumpah itu sendiri tidak terdapat di
dalam kitab Pararaton, hanya secara tradisional dan konvensional para ahli Jawa Kuno
menyebutnya sebagai Sumpah Palapa. Bunyi selengkapnya teks Sumpah Palapa
menurut Pararaton edisi Brandes (1897 : 36) adalah sebagai berikut:

Sira Gajah Mada Patih Amangkubhumi tan ayun amuktia palapa,

sira Gajah Mada: “Lamun huwus kalah nusantara isun amukti

palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seran, Tanjung Pura, ring

Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang,

Tumasik, samana isun amukti palapa”.

Terjemahan:

Beliau Gajah Mada Patih Amangkubumi tidak ingin melepaskan

puasa (nya). Beliau Gajah Mada: Jika telah mengalahkan

nusantara, saya (baru) melepaskan puasa, jika (berhasil)

mengalahkan Gurun, Seram, Tanjung Pura, Haru, Pahang, Dompo,

Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, demikianlah saya (baru)

melepaskan puasa (saya)


Kemudian dilanjutkan dengan adanya Sumpah Pemuda yang tidak kalah penting dalam
sejarah perkembangan pembentukan Jati Diri Bangsa ini. Tjahjopurnomo (2004)
menyatakan bahwa Sumpah Pemuda yang diikrarkan pada 28 Oktober 1928 secara
historis merupakan rangkaian kesinambungan dari Sumpah Palapa yang terkenal itu,
karena pada intinya berkenaan dengan persatuan, dan hal ini disadari oleh para
pemuda yang mengucapkan ikrar tersebut, yakni terdapatnya kata sejarah dalam isi
putusan Kongres Pemuda Kedua.

Sumpah Pemuda merupakan peristiwa yang maha penting bagi bangsa Indonesia,
setelah Sumpah Palapa. Para pemuda pada waktu itu dengan tidak memperhatikan
latar kesukuannya dan budaya sukunya berkemauan dan berkesungguhan hati merasa
memiliki bangsa yang satu, bangsa Indonesia. Ini menandakan bukti tentang kearifan
para pemuda pada waktu itu. Dengan dikumandangkannya Sumpah Pemuda, maka
sudah tidak ada lagi ide kesukuan atau ide kepulauan, atau ide propinsialisme atau ide
federaslisme. Daerah-daerah adalah bagian yang tidak bisa dipisah-pisahkan dari satu
tubuh, yaitu tanah Air Indonesia, bangsa Indonesia, dan bahasa Indonesia. Sumpah
Pemuda adalah ide kebangsaan Indonesia yang bulat dan bersatu, serta telah
mengantarkan kita ke alam kemerdekaan, yang pada intinya didorong oleh kekuatan
persatuan Indonesia yang bulat dan bersatu itu.

Pada saat kemerdekaan diproklamirkan, 17 Agustus 1945 yang didengungkan oleh


Soekarno-Hatta, kebutuhan akan kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia tampil
mengemuka dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar Negara
RI. Sejak waktu itu, Sumpah Palapa dirasakan eksistensi dan perannya untuk menjaga
kesinambungan sejarah bangsa Indonesia yang utuh dan menyeluruh. Seandainya
tidak ada Sumpah Palapa, NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) akan dikoyak-
koyak sendiri oleh suku-suku bangsa Nusantara yang merasa dirinya bisa memisahkan
diri dengan pemahaman federalisme dan otonomi daerah yang berlebihan.

Gagasan-gagasan memisahkan diri sungguh merupakan gagasan dari orang-orang


yang tidak tahu diri dan tidak mengerti sejarah bangsanya, bahkan tidak tahu tentang
“jantraning alam” (putaran zaman) Indonesia, yang harus kita lakukan adalah, dengan
kesadaran baru yang ada pada tingkat kecerdasan, keintelektualan, serta kemajuan kita
sekarang ini, bahwa bangsa ini dibangun dengan pilar bernama Bhinneka Tunggal Ika
yang telah mengantarkan kita sampai hari ini menjadi sebuah bangsa yang terus
semakin besar di antara bangsa-bangsa lain di atas bumi ini, yaitu bangsa Indonesia,
meskipun berbeda-beda (suku bangsa) tetapi satu (bangsa Indonesia).
Dan dikuatkan dengan pilar Sumpah Palapa diikuti oleh Sumpah Pemuda yang
mengikrarkan persatuan dan kesatuan Nusantara / bangsa Indonesia, serta proklamasi
kemerdekaan dalam kesatuan dan persatuan bangsa Indonesia yang utuh dan
menyeluruh. Hal itu tidak terlepas dari pembentukan jati diri daerah sebagai dasar
pembentuk jati diri bangsa.

Fungsi Bhinneka Tunggal Ika

Bangsa Indonesai sudah lama hidup di dalam keaneka ragaman, tetapi hal ini tidak
pernah menampilkan perseteruan antar rakyat Indonesia. Keberagaman yang ada
dipakai untuk membentuk suatu Negara yang besar. Keberagaman yang terjadi baik itu
di dalam segi kepercayaan, warna kulit, suku bangsa, agama, bahasa, menjadikan
Bangsa Indonesia merupakan suatu bangsa yang besar dan berdaulat. Sejarah
mencatat bahwasanya semua anak bangsa yang tergabung dalam berbagai macam
suku turut serta memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia dengan mengambil
peran masing-masing.

Para tokoh bangsa yang bergerak dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia


sudah menyadari tantangan yang harus dihadapi oleh karena kemajemukan yang ada
di dalam bangsa ini. Keberagaman menjadi sebuah realitas yang tidak bisa dihindari di
dalam negeri ini. Pemikiran dan tindakan yang diperbuat tidak lain dan tidak bukan
hanya untuk menunjukkan pada dunia bahwa cita-cita bangsa akan terwujud dengan
keanekaragaman itu. Ke-bhinneka-an adalah sebuah hakikat realitas yang sudah ada
dalam bangsa Indonesia, sedangkan ke-Tunggal-Ika-an adalah sebuah cita-cita
kebangsaan. Semboyan inilah yang menjadi jembatan emas penghubung menuju
pembentukan Negara berdaulat serta menunjukkan kebesarannya di mata dunia.

Konsep Bhinneka Tunggal Ika adalah sebuah semboyan yang dijadikan dasar Negara
Indonesia. Oleh sebab itu, Bhinneka Tunggal Ika patut dijadikan sebagai landasan
untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan di dalam bangsa Indonesia. Kita sebagai
generasi selanjutnya yang bisa menikmati kemerdekaan dengan mudah, haruslah
bersungguh-sungguh dalam menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kita
dapat saling menghargai dengan masyarakat tanpa saling memikirkan percampuran
suku bangsa, ras, agama, bahasa, dan keaneka ragaman lainnya. Tanpa adanya
kesadaran di dalam diri rakyat Indonesia, maka pantaslah Indonesia akan hancur dan
terpecah belah.

Prinsip Bhinneka Tunggal Ika

 1. Common Denominator

Di Indonesia, berbagai macam keaneka ragaman yang ada tidaklah membuat bangsa
ini menjadi pecah. Terdapat 5 agama yang ada di Indonesia, dan hal tersebut tidak
membuat agama-agama tersebut untuk saling mencela. Maka sesuai dengan prinsip
pertama dari Bhinneka Tunggal Ika, maka perbedaan-perbedaan di dalam agama
tersebut haruslah dicari common denominatornya, atau dengan kata lain kita haruslah
mencari sebuah persamaan dalam perbedaan itu, sehingga semua rakyat yang hidup di
Indonesia dapat hidup di dalam keanekaragaman dan kedamaian dengan adanya
kesamaan di dalam perbedaan tersebut.

Begitu juga halnya dengan dengan aspek lain yang mempunyai perbedaan di
Indonesia, seperti adat dan kebudayaan yang terdapat di setiap daerah. Semua macam
adat dan budaya itu tetap diakui konsistensinya sebagai adat dan budaya yang sah di
Indonesia, tapi segala macam perbedaan tersebut tetap bersatu di dalam bingkai
Negara kesatuan republik Indonesia.

 2. Tidak Bersifat Sektarian dan Enklusif

Makna yang terkandung di dalam prinsip ini yakni semua rakyat Indonesia dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara tidak dibenarkan menganggap bahwa dirinya atau
kelompoknya adalah yang paling benar, paling hebat, atau paling diakui oleh yang lain.
Pandangan-pandangan sectarian dan enklusif haruslah dihilangkan pada segenap
tumpah darah Indonesia, karena ketika sifat sectarian dan enklusif sudah terbentuk,
maka akan banyak suatu konflik yang terjadi dikarenakan kecemburuan, kecurigaan,
sikap yang berlebihan, dan kurang memperhitungkan keberadaan kelompok atau
pribadi lain.

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya inklusif, dengan kata lain segala kelompok yang ada
haruslah saling memupuk rasa persaudaraan, kelompok mayoritas tidak
memperlakukan sebuah kelompok minoritas ke dalam posisi terbawah, tetapi haruslah
hidup berdampingan satu sama lain. Kelompok mayoritas juga tidak harus
memaksakan kehendaknya kepada kelompok lain.

 3. Tidak Bersifat Formalistis


Bhinneka Tunggal Ika tidak bersifat formalistis, yang hanya menunjukkan sebuah
perilaku semu dan kaku. Tetapi, Bhinneka Tunggal Ika sifatnya universal dan
menyeluruh. Hal ini dliandasi oleh adanya rasa cinta mencintai, rasa hormat
menghormati, saling percaya mempercayai, dan saling rukun antar sesame. Karena
dengan cara inilah, keanekaragaman bisa disatukan dalam bingkai ke-Indonesiaan.

 4. Bersifat Konvergen

Bhinneka Tunggal Ika sifatnya konvergen dan tidak divergen. Segala macam keaneka
ragaman yang ada bila terjadi masalah, bukan untuk dibesar-besarkan, tetapi haruslah
dicari satu titik temu yang bisa membuat segala macam kepentingan menjadi satu. Hal
ini bisa dicapai bila terdapatnya sikap toleran, saling percaya, rukun, non sectarian, dan
inklusif.

Implementasi Bhinneka Tunggal Ika

Implementasi terhadap Bhinneka Tunggal Ika bisa tercapai bila rakyat dan seluruh
komponen mematuhi prinsip-prinsip yang sudah disebutkankan di atas. Yakni :

 1. Perilaku Inklusif

Seseorang haruslah menganggap bahwa dirinya sedang berada di dalam suatu


populasi yang luas, sehingga dia tidak melihat dirinya melebihi dari yang lain. Begitu
juga dengan kelompok. Kepentingan bersama lebih diutamakan daripada sebuah
keuntungan pribadi atau kelompoknya. Kepentingan bersama bisa membuat segala
komponen merasa puas dan senang. Masing-masing kelompok mempunyai peranan
masing-masing di dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

 2. Mengakomodasi Sifat Prulalistik

Ditinjau dari keanekaragaman yang ada di dalam negeri ini, maka sepantasnyalah bila
Indonesia adalah bangsa dengan tinglat prulalistik terbesar di dunia. Hal inilah yang
membuat bangsa kita disegani oleh bangsa lain. Tapi, bila hal ini tidak
bisa dipergunakan dengan baik, maka sangat mungkin akan terjadi disintegrasi di
dalam bangsa.

Agama, ras, suku bangsa, bahasa, adat dan budaya yang ada di Indonesia
mempunyai jumlah yang tidak sedikit. Sikap saling toleran, saling menghormati, saling
mencintai, dan saling menyayangi menjadi hal mutlak yang dibutuhkan oleh segenap
rakyat Indonesia, supaya terciptanya masyarakat yang tenteram dan damai.

 3. Tidak Mencari Menangnya Sendiri


Perbedaan pendapat adalah hal yang lumrah terjadi pada zaman sekarang. Apalagi
ditambah dengan diberlakukannya sistem demokrasi yang menuntut segenap rakyat
bebas untuk mengungkapkan pendapatnya masing-masing. Oleh sebab itu, untuk
mencapai prinsip ke-Bhinneka-an, maka seseorang haruslah saling menghormati antar
satu pendapat dengan pendapat yang lain. Perbedaan ini tidak untuk dibesar-besarkan,
tetapi untuk dicari suatu titik temu dengan mementingkan suatu kepentingan bersama.
Sifatnya konvergen haruslah benar-benar dinyatakan di dalam hidup berbangsa dan
bernegara, jauhkan sifat divergen.

 4. Musyawarah untuk Mufakat

Perbedaan pendapat antar kelompok dan pribadi haruslah dicari solusi bersama
dengan diberlakukannya musyawarah. Segala macam perbedaan direntangkan untuk
mencapai satu kepentingan. Prinsip common denominator atau mencari inti kesamaan
haruslah diterapkan di dalam musyawarah. Dalam musyawarah, segala macam
gagasan yang timbul akan diakomodasikan dalam kesepakatan. Sehingga kesepakatan
itu yang mencapai mufakat antar pribadi atau kelompok.

 5. Dilandasi Rasa Kasih Sayang dan Rela Berkorban

Sesuai dengan pedoman sebaik-baik manusia yaitu yang bermanfaat bagi manusia
lainnya, rasa rela berkorban haruslah diterapkan di dalam kehidupan sehari-hari. Rasa
rela berkorban ini akan terbentuk dengan dilandasi oleh rasa salin kasih mangasihi, dan
sayang menyayangi. Jauhilah rasa benci karena hanya akan menimbulkan konflik di
dalam kehidupan.

Itulah ulasan tentang Bhinneka Tunggal Ika : Pengertian, Fungsi, Dan Makna
Beserta Sejarahnya Secara Lengkap Semoga apa yang diulas diatas bermanfaat bagi
embaca. Sekian dan terimakasih.

Anda mungkin juga menyukai