DISUSUN OLEH :
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TANJUNGPURA
Prosedur Melahirkan Lengan di Atas Kepala atau di Belakang Leher (Manuver Lovset)
1. Pegang janin pada pinggulnya (perhatikan cara pegang yang benar.
2. Putarlah badan bayi setengah lingkaran dengan arah putaran mengupayakan punggung yang
berada di atas (anterior).
3. Sambil melakukan gerakan memutar, lakukan traksi ke bawah sehingga lengan posterior
berubah menjadi anterior, dan melahirkannya dengan menggunakan dua jari penolong di
lengan atas bayi.
4. Putar kembali badan janin kea rat berlawanan (punggung tetapi berada di atas) sambil
melakukn traksi kea rah bawah. Dengan demikian, lengan yang awalnya adalah anterior
kembali lagi kea rah bawah. Dengan demikian, lengan yang awalnya adalah anterior kembali
lagi ke posisi anterior untuk dilahirkan dengan cara yang sama.
Referensi:
Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2016.
Syarat-syarat Pemberian MgSO4
1. Harus tersedia antidotum MgSO4 bila terjadi intoksikasi yaitu kalsium glukonas 10% = 1 g
(10% dalam 10 cc) diberikan IV 3 menit.
2. Reflex patella (+) kuat.
3. Frekuensi pernapasan > 16 kali/menit, tidak ada tanda-tanda distress napas.
Referensi:
Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2016.
Plasenta Previa
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim demikian
rupa sehingga menutupi seluruh atau sebagian dari ostium uteri internum.
Ciri yang menonjol pada plasenta previa adalah perdarahan uterus keluar melalui vagina
tanpa rasa nyeri. Perdarahan biasanya baru terjadi pada akhir trimester kedua ke atas. Perdarahan
pertama berlangsung tidak banyak dan berhenti sendiri. Perdarahan kembali terjadi tanpa sesuatu
sebab yang jelas setelah beberapa waktu kemudian, jadi berulang. Pada setiap pengulangan
terjadi perdarahan yang lebih banyak bahkan seperti mengalir. Pada plasenta letak rendah
perdarahan baru terjadi pad waktu mulai persalinan; perdarahan bisa sedikit sampai banyak mirip
pada solusio plasenta. Perdarahan diperhebat berhubung segmen bawah rahim tidak mampu
berkontraksi sekuat segmen atas rahim. Dengan demikian,perdarahan bisa berlangsung sampai
pascapersalinan.Perdarahan bisa juga bertambah disebabkan serviks dan segmen bawah rahim
pada plasenta previa lebih rapuh dan mudah mengalami robekan.
Berhubung plasenta terketak pada bagian bawah, maka pada palpasi abdomen sering
ditemui bagian terbawah janin masih tinggi di atas simfisis dengan letak janin tidak dalam letak
memanjang. Palpasi abdomen tidak membuat ibu hamil merasa nyeri dan perut tidak tegang.
Referensi:
Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2016.
Solusio Plasenta
Solusio plasenta adalah terlepasnya sebagian atau seluruh permukaan maternal plasenta
dari tempat implantasinya yang normal pada lapisan desidua endometrium sebelum waktunya.
Gambaran klinik penderita solusio plasenta bervariasi sesuai dengan berat ringannya atau
luas permukaan maternal plasenta yang terlepas. Gejala dan tanda klinis yang klasik dari solusio
plasenta adalah terjadinya perdarahan yang berwarna tua keluar melalui vagina, rasa nyeri perut
dan uterus tegang terus-menerus mirip his partus prematurus. Sejumlah penderita bahkan tidak
menunjukkan tanda atau gejala klasik, gejala yang lahir mirip tanda persalinan premature saja.
Referensi:
Prawiroharjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi 5. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo;
2016.
Sindroma HELLP
Sindroma hemolisis, elevated liver enzymes and low platelet adalah suatu komplikasi
pada preeklampsia – eklampsia berat. Kehamilan yang dikomplikasikan dengan sindroma
HELLP juga sering dikaitkan dengan keadaan – keadaan yang mengancam terjadinya kematian
ibu, termasuk DIC, oedema pulmonaris, ARF, dan berbagai komplikasi hemoragik. Insiden
terjadinya sindroma ini sebanyak 9,7 % dari kehamilan yang mengalami komplikasi
preeklampsia – eklampsia. Sindroma ini dapat muncul pada masa antepartum (70 %) dan juga
post partum (30 %). Ciri – ciri dari HELLP syndrome adalah:
Nyeri ulu hati
Mual dan muntah
Sakit kepala
Tekanan darah diastolik 110 mmHg
Menampakkan adanya oedema
Penanganan sindroma HELLP pada dasarnya sama dengan pengobatan pada
preeklampsia – eklampsia berat, ditambah dengan pemberian kortikosteroid dosis tinggi yang
secara teoritis dapat berguna untuk :
1. Dapat meningkatkan angka keberhasilan induksi persalinan dengan memberikan temporarisasi
singkat dari status klinis maternal.
2. Dapat meningkatkan jumlah trombosit dan mempertahankannya secara konvensional agar
dapat dilakukan anestesi regional untuk persalinan vaginal maupun abdominal.
Dosis yang digunakan untuk antepartum adalah dexametasone 2 x 10 mg sampai
persalinan. Sedangkan untuk post partum adalah 2 x 10 mg sebanyak 2 kali, dilanjutkan dengan
2 x 5 mg sebanyak 2 kali, setelah itu dihentikan.
Refrensi:
Cunningham, FG et.al. Hypertensive Disorder in Pregnancy. Williams Obstetrics, 24th ed.
Prentice Hall International Inc.Appleton and Lange. Connecticut. 2014.
Versi Luar
Secara umum, versi luar dicoba sebelum persalinan pada wanita yang usia kehamilannya
mencapai 36 minggu dengan janin letak sungsang. Versi di kontraindikasikan jika persalinan
pervaginam bukan pilihan untuk dilakukan. Contohnya pada plasenta previa, kontraindikasi lain
rupture membrane, malformasi uterus, kehamilan multifetal, dan perdarahan uterus.
Versi luar sebaiknya dilakukan pada tempat yang memiliki akses yang dilengkapi dengan
emergensi sesaria. Pemeriksaan sonografi dilakukan untuk mengkonfirmasi presentasi non-
verteks, volume cairan amnion yang adekuat, mengeksklusikan kelainan pada janin, dan
mengidentifikasi letak plasenta. Monitoring dilakukan untuk menilai aktivitas denyut jantung
janin.
Gulungan janin ke depan biasanya dilakukan terlebih dahulu. Masing-masing tangan
menekuk satu kutub janin, dan bokong janin diangkat dari panggul ibu dan dipindahkan ke
lateral. Bokong diarahkan ke fundus, sedangkan kepala diarahkan ke panggul. jika gulungan ke
depan tidak berhasil, maka flip mundur akan dicoba.
Referensi:
Cunningham, FG et.al. Williams Obstetrics, 24th ed. Prentice Hall International
Inc.Appleton and Lange. Connecticut. 2014.
Vaksin Ca Cervix
Vaksin Gardasil 9 memberikan proteksi terhadap virus HPV tipe 6, 11, 16, 18, 31, 33, 45, 52,
dan 58.
Gardasil disuntikkan pada otot lengan secara intramuskular. Diberikan 2-3 kali.
Usia 9 – 14 tahun. Gardasil 9 bisa diberikan 2 atau 3 dosis. Untuk jadwal pemberian 2 dosis,
pemberian kedua diberikan setelah 6-12 bulan setelah pemberian pertama. Jika pemberian
kedua disuntikkan kurang dari 5 bulan setelah pemberian pertama, pemberian ketiga harus
diberikan paling lambat 4 bulan setelah pemberian kedua.
Untuk jadwal pemberian 3 kali, pemberian kedua dilakukan 2 bulan setelah pemberian
pertama dan pemberian ketiga diberikan 6 bulan setelah pemberian pertama.
Usia 15 – 45 tahun. Gardasil 9 diberikan dalam 3 dosis; pemberian kedua diberika 2 bulan
setelah bulan pertama dan pemerian ketiga 6 bulan setelah pemberian pertama.
Teori Patogenesis Preeklampsi
a. Peran Prostasiklin dan Tromboksan
Pada preeklampsia dan eklampsia didapatkan kerusakan pada endotel vaskuler, sehingga
sekresi vasodilatator prostasiklin oleh sel-sel endotelial plasenta berkurang, sedangkan pada
kehamilan normal, prostasiklin meningkat. Sekresi tromboksan oleh trombosit bertambah
sehingga timbul vasokonstriksi generalisata dan sekresi aldosteron menurun. Akibat
perubahan ini menyebabkan pengurangan perfusi plasenta sebanyak 50%, hipertensi dan
penurunan volume plasma.
Distosia Bahu
Distosia terjadi karena beberapa faktor, yaitu kelainan power, passage, dan passanger :
a) Kelainan Power
Power adalah kekuatan ibu mendorong janin, yaitu kekuatan his dan kekuatan ibu dalam
mengejan. His normal yaitu his yang timbul dominan pada fundus uteri, simetris, kekuatannya
semakin lama semakin kuat dan sering serta mengalami fase relaksasi yang baik. Kelainan his
ini dapat berupa inersia uteri hipertonik atau inersia uteri hipotonik. Kontraksi uterus atau his
secara normal terjadi pada awal persalinan yakni pada kala 1, pada awal kala 1 his yang
timbul masih jarang yaitu 1 kali dalam 15 menit dengan kekuatan 20 detik, his ini semakin
lama akan timbul semakin cepat dan sering yakni interval 2 sampai 3 kali dalam 10 menit
dengan kekuatan 50 sampai 100 detik. Apabila kontraksi tidak adekuat, maka serviks tidak
akan mengalami pembukaan, sehingga pada kondisi tersebut dilakukan induksi persalinan,
dan apabila tidak ada kemajuan persalinan maka dilakukan seksio sesaria, namun pada
persalinan kala II apabila ibu mengalami kelelahan maka persalinan dilakukan dengan
menggunakan vacum ekstraksi. Persalinan kala III yaitu melahirkan plasenta, apabila plasenta
belum lahir dalam waktu 30 menit maka hal ini terjadi karena tidak ada kontraksi uterus atau
karena adanya perlengketan sehingga merangsang uterus maka di berikan pemberian induksi
dan melakukan massase uterus.
b) Kelainan Passage
Distosia karena adanya kelainan Passage yaitu karena adanya kelainan pada jalan lahir,
jalan lahir sendiri terbagi atas jalan lahir lunak dan jalan lahir keras. Jalan lahir keras atau
tulang panggul dapat berupa kelainan bentuk panggul, dan kelainan ukuran panggul.
Sedangkan jalan lahir lunak yang sering dijumpai karena adanya tumor ovarium yang
menghalangi jalan lahir dan adanya edema pada jalan lahir yang dipaksakan.
Jenis kelainan pada jalan lahir keras berupa kelainan bentuk yaitu bentuk panggul yang
tidak normal, diantaranya gynecoid, antropoid, android, dan platipeloid. Terutama pada
panggul android distosia sulit diatasi, selain itu terdapat kelainan panggul yang disertai
dengan perubahan bentuk karena pertumbuhan intrauterine yaitu panggul Naegele, robert,
split pelvis dan panggul asimilasi. Perubahan bentuk panggul juga dapat terjadi karena adanya
penyakit seperti riketsia, osteomalasia, neoplasma, fraktur, maupun penyakit pada sendi
sakroiliaka dan sendi sakrokoksigea. Penyakit tulang belakang seperti kifosis, skoliosis dan
spondilolistesis serta penyakit pada kaki seperti koksiis, luksasio koksa dan atrofi atau
kelumpuhan satu kaki merupakan termasuk penyulit dalam proses persalinan pervaginam.
c) Kelainan Passanger
Kelainan passanger merupakan kelainan pada letak, ukuran ataupun bentuk janin,
kelainan letak ini termasuk dalam kelainan presentasi dan kelainan posisi, pada kondisi
normal, kepala memasuki pintu atas panggul dengan sutura sagitalis dalam keadaan melintang
atau oblik sehingga ubun-ubun kecil berada dikanan atau dikiri lintang atau dikanan atau kiri
belakang, setelah kepala memasuki bidang tengah panggul (Hodge III), kepala akan memutar
ke depan akibat terbentur spina ischiadika sehingga ubun-ubun kecil berada didepan (putaran
paksi dalam), namun terkadang tidak terjadi putaran sehingga ubun-ubun kecil tetap berada
dibelakang atau melintang, keadaaan ini disebut dengan deep transvere arrest, oksipitalis
posterior persisten atau oksipitalis transversus persisten, keadaan ini akan mempersulit
persalinan.
Presentasi muka merupakan salah satu kelainan janin, diagnosis presentasi muka
berdasarkan pemeriksaan luar yakni dada akan teraba seperti punggung, bagian belakang
kepala berlawanan dengan bagian dada, dan daerah dada ada bagian kecil denyut jantung janin
terdengan jelas, dan berdasarkan pemeriksaan dalam umumnya teraba mata, hidung, mulut
dan dagu atau tepi orbita. Pada presentasi dahi pada umumnya merupakan kedudukan
sementara sehingga biasanya dapat menjadi presentasi belakang kepala dan presentasi muka.
Letak sungsang merupakan keadaan dimana letak janin memanjang dengan kepala
dibagian fundus uteri dan bokong dibagian bawah cavum uteri hal ini pula merupakan
penyulit dalam persalinan. Selain letak sungsang, letak lintang pula cukup sering terjadi,
presentasi ini merupakan presentasi yang tidak baik sama sekali dan tidak mungkin dilahirkan
pervaginam kecuali pada keadaan janin yang sangat kecil atau telah mati dalam waktu yang
cukup lama.
Beberapa kelainan dalam bentuk janin yaitu karena adanya pertumbuhan janin yang
berlebihan, berat neonatus pada umunya adalah 4000 gram, makrosomia atau bayi besar
apabila lebih dari 4000 gram, umumnya hal ini karena adanya faktor genetik, kehamilan
dengan diabetes mellitus, kehamilan post matur atau pada grande multipara. Hidrocephalus
pula merupakan kelainan bentuk janin, hal ini merupakan keadaan dimana cairan
serebrospinal dalam ventrikel janin berlebih sehingga kepala janin menjadi besar dan keadaan
ini dapat menyebabkan cephalo pelvic disproportion.
Referensi:
Cunningham, FG et.al. Williams Obstetrics, 24th ed. Prentice Hall International
Inc.Appleton and Lange. Connecticut. 2014.
Missed Abortion
Juga disebut gagalnya atau hilangnya pada kehamilan awal. Secara historis, istilah ini
digunakan untuk menggambarkan hasil konsepsi yang mati yang disimpan selama berhari-hari,
berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan di dalam rahim dengan serviks tertutup.
Kehamilan awal tampak normal dengan amenore, mual dan muntah, perubahan payudara, dan
pertumbuhan uterus.
Referensi:
Cunningham, FG et.al. Williams Obstetrics, 24th ed. Prentice Hall International
Inc.Appleton and Lange. Connecticut. 2014.
Mioma Uteri
Mioma Uteri adalah suatu tumor jinak, berbatas tegas, tidak berkapsul, yang berasal
dariotot polos dan jaringan ikat fibrous. Biasa juga disebut fibromioma uteri, leiomioma uteriatau
uterine fibroid. Tumor jinak ini merupakan neoplasma jinak yang paling seringditemukan pada
traktus genitalia wanita,terutama wanita usai produktif. Walaupun tidaksering, disfungsi
reproduksi yang dikaitkan dengan mioma mencakup infertilitas, abortus spontan, persalinan
prematur, dan malpresentasi.
Walaupun myoma uteri ditemukan terjadi tanpa penyebab yang pasti, namun dari hasil
penelitian Miller dan Lipschlutz dikatakan bahwa myoma uteri terjadi tergantung pada sel-sel
otot imatur yang terdapat pada “Cell Nest” yang selanjutnya dapat dirangsang terus-menerus oleh
hormon estrogen. Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil setelah
menopause jarang ditemukan sebelum menarke.
Lokalisai mioma uteri:
a. Mioma intramural ; Apabila tumor itu dalam pertumbuhannya tetap tinggal dalam dinding
uterus.
b. Mioma Submukosum ; Mioma yang tumbuh ke arah kavum uteri dan menonjol dalam kavum
itu.
c. Mioma Subserosum ; Mioma yang tumbuh ke arah luar dan menonjol pada permukaan
uterus.
Terapi harus memperhatikan usia, paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi,
keadaan umum, dan gejala yang ditimbulkan. Bila kondisi pasien sangat buruk, lakukan upaya
perbaikan yang diperlkan termasuk nutrisi, suplementasi zat esensial, ataupun transfuse. Pada
keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdominal akut, siapkan tindakan bedah gawat
darurat untuk menyelamatkan penderita. Pilihan prosedur bedah terkait dengan mioma uteri
adalah miomektomi atau histerektomi.
Referensi:
Anwarr M, Baziad A, Prabowo P, Ilmu Kandungan, Edisi 3, Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono; 2017.
Pil Kontrasepsi
Pil kontraspsi kombinasi yang sekarang digunakan tidak berisi estrogen dan progesterone
alamiah, melainkan steroid sintetik. Ada dua jenis progesterone sintetik yang dipakai, yaitu yang
berasal dari 19 nor-testosteron, dan yang berasal dari 17 alfa-asetoksi-progesteron. Yang berasal
dari 17 alfa-asetoksi-progesteron, akhir-akhir ini di Amerika Serikat tidak dipergunakan lagi
untuk pil kontrasepsi oleh karena pada binatang percobaan (anjing) pil yang mengandung zat ini,
bila diperginakan dalam waktu yang lama, dapat menimbulkan tumor mamma. Derivate dari 19
nor-testostero yang sekarang banyak dipergunakan untuk pil kontrasepsi ialah noretinodrel,
norethindron asetat, etinodiol diasetat, dan norgestrel.
Estrogen yang banyak dipakai untuk pil kontrasepsi ialah etinil estradiol dan mestranol.
Masing-masing dari zat ini mempunyai ethynil group pada atom C 17. Dengan adanya ethynil
group pada atom C 17 ini, khasiatnya meninggi jika dimakan per oral oleh karena zat-zat tersebut
tidak mudah atau tidak seberapa cepat diubah sewaktu melalui system portal, berbeda dari
steroid alamiah. Jadi, steroid sintetik mempunyai potensi yang lebih tinggi per unit dibandingkan
dengan steroid alamiah kalau ditelah per oral.
Mekanisme Kerja
Pil-pil kontrasepsi terdiri atas komponen estrogen dan komponen progestagen, atau oleh satu dari
komponen hormon itu. Hormon steroid sintetik dalam metabolismenya sangat berbeda dengan
hormon steroid yang dikeluarkan oleh ovarium. Umumnya dapat dikatakan bahwa komponen
estrogen dalam pil menekan sekresi FSH menghalangi maturasi folikel dalam ovarium. Karena
pengaruh estrogen dari ovarium terhadap hipofisis tidak ada, maka tidak terdapat pengeluaran
LH. Pada pertengahan siklus haid kadar FSH rendah dan tidak terjadi peningkatan kadar LH,
sehingga menyebabkan ovulasi terganggu. Komponen progesteron dalam pil kombinasi
memperkuat khasiat estrogen untuk mencegah ovulasi, sehingga dalam 95-98% tidak terjadi
ovulasi. Selanjutnya, estrogen dalam dosis tinggi dapat pula mempercepat perjalanan ovum yang
akan menyulitkan terjadinya implantasi dalam endometrium dari ovum yang sudah dibuahi.
Komponen progesterone dalam pil kombinasi seperti disebut di atas memperkuat kerja estrogen
untuk mencegah ovulasi. Progesteron sendiri dalam dosis tinggi dapat menghambat ovulasi,
tetapi tidak dalam dosis rendah. Selanjutnya, progesterone mempunyai khasiat sebagai berikut:
Lendir serviks uteri menjadi lebih kental, sehingga menghalangi penetrasi spermatozoa untuk
masuk dalam uterus
Kapasitasi spermatozoa yang perlu untuk memasuki ovum terganggu
Beberapa progesteron tertentu, seperti noretinodrel, mempunyai efek antiestrogenik terhadap
endometrium, sehingga menyulitkan implantasi ovum yang telah dibuahi.
Anwarr M, Baziad A, Prabowo P, Ilmu Kandungan, Edisi 3, Jakarta: Bina Pustaka
Sarwono; 2017.
Mola Hidatidosa
Definisi
Mola hidatidosa adalah suatu kehamilan yang berkembang tidak wajar di mana tidak ditemukan
janin dan hamper seluruh vili korialis mengalami perubahan berupa degenerasi hidropik.
Penyebab mola hidatidosa tidak diketahui secara pasti, namun faktor penyebabnya yang kini
telah diakui adalah :
1. Faktor ovum : ovum memang sudah patologik sehingga mati, tetapiterlambatdikeluarkan.
2. Usia ibu yang terlalu muda atau tua (36-40 tahun) beresiko 50% terkena penyakit ini.
3. Imunoselektif dari sel trofoblast
4. Keadaan sosioekonomi yang rendah
5. Paritas tinggi
6. Defisiensi vitamin A
7. Kekurangan protein
8. Infeksi virus dan factor kromosom yang belum jelas
Referensi:
Cunninngham. F.G. dkk. 2014. “Mola Hidatidosa” Penyakit Trofoblastik Gestasional
Obstetri Williams. Edisi 24. Vol 2. EGC: Jakarta.
Patofisiologi
Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita dalam
keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai meningkat dan
merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung ovum. Folikel yang matang
memproduksi hormon androgen seperti testosteron dan androstenedion yang akan dilepaskan ke
sirkulasi darah. Beberapa dari hormon androgen tersebut akan berikatan dengan sex hormone
binding globulin (SHBG) di dalam darah. Androgen yang berikatan ini tidak aktif dan tidak
memberikan efek pada tubuh. Sedangkan androgen bebas menjadi aktif dan berubah menjadi
hormon estrogen di jaringan lunak tubuh. Perubahan ini menyebabkan kadar estrogen meningkat,
yang mengakibatkan kadar LH dan FSH menurun. Selain itu kadar estrogen yang terus
meningkat akhirnya menyebabkan lonjakan LH yang merangsang ovum lepas dari folikel
sehingga terjadi ovulasi. Setelah ovulasi terjadi luteinisasi sempurna dan peningkatan tajam
kadar progesteron yang diikuti penurunan kadar estrogen, LH dan FSH. Progesteron akan
mencapai puncak pada hari ke tujuh sesudah ovulasi dan perlahan turun sampai terjadi
menstruasi berikutnya. Pada sindrom ovarium polikistik siklus ini terganggu. Karena adanya
peningkatan aktivitas sitokrom p-450c17 (enzim yang diperlukan untuk pembentukan androgen
ovarium) dan terjadi juga peningkatan kadar LH yang tinggi akibat sekresi gonadotropine
releasing hormone(GnRH) yang meningkat. Hal ini sehingga menyebabkan sekresi androgen
dari ovarium bertambah karena ovarium pada penderita sindrom ini lebih sensitif terhadap
stimulasi gonadotropin. Peningkatan produksi androgen menyebabkan terganggunya
perkembangan folikel sehingga tidak dapat memproduksi folikel yang matang. Hal ini
mengakibatkan berkurangnya estrogen yang dihasilkan oleh ovarium dan tidak adanya lonjakan
LH yang memicu terjadinya ovulasi.
Selain itu adanya resistensi insulin menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang
mengarah pada keadaan hiperandrogen, karena insulin merangsang sekresi androgen dan
menghambat sekresi SHBG hati sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus
diikuti dengan tanda klinis akantosis nigrikans dan obesitas tipe android.
Dampak Klinis
1. Infertilitas
2. Hipertensi dan penyakit jantung koroner
3. Diabetes mellitus
4. Masalah kulit dan hirsutisme
5. Obesitas
6. Kanker endometrium
Penatalaksanaan
Pada sindrom ovarium polikistik, perkembangan folikel dan ovulasi terganggu sehingga
terjadi infertilitas. Antiestrogen - dalam hal ini klomifen sitrat paling banyak dipakai -
merupakan pilihan pertama untuk mengindukasi ovulasi. Walaupun pemberian klomifen sitrat
dapat menyebabkan ovulasi tetapi tidak memperbesar kemungkinan terjadinya konsepsi.
Sehingga apabila pasien gagal hamil dengan terapi ini maka dicoba terapi dengan menggunakan
human menopausal gonadotropine (hMG) atau human follicle stimulating hormone (hFSH) yang
telah dimurnikan.
Pada keadaan hiperandrogenisme, hirsutisme merupakan masalah yang sering dikeluhkan
oleh pasien. Jika tidak terlalu banyak dan terlokalisasi, maka dapat lebih mudah dihilangkan
secara mekanik. Tetapi jika cara tersebut tidak efektif, dapat diberikan terapi antiandrogen. Yang
banyak dipakai adalah siprosteron asetat, yang merupakan progestin sintetik. Saat ini dengan
elektrolisis, rambut yang tumbuh berlebihan dapat dihilangkan secara permanen.
Penurunan berat badan juga perlu dilakukan oleh pasien sindrom ovarium polikistik yang
sebagian besar memang mengalami obesitas. Dengan penurunan berat badan maka siklus
menstruasi menjadi teratur, ovulasi dapat terjadi secara spontan dan dapat mengurangi kejadian
resistensi insulin.
Pada saat ini terapi alternatif yang lebih sering digunakan untuk sindrom ovarium
polikistik adalah dengan senyawa sensitisasi insulin yaitu metformin dan troglitazon. Dengan
terapi ini diharapkan sensitifitas tubuh terhadap insulin meningkat, sehingga dapat memperbaiki
kelainan hormonal yang berhubungan dengan sindrom ini. Selain itu juga dapat menurunkan
berat badan dengan cara memperbaiki metabolisme gula di perifer, meningkatkan penggunaan
glukosa oleh usus dan menekan oksidasi asam lemak.
Meigs Syndrome
Meigs syndrome adalah triase tumor ovarium jinak dengan asites dan efusi pleura yang muncul
setelah dilakukan tindakan reseksi pada tumor tersebut.
Asherman Syndrome
Asherman syndrome adalah terbentuknya jaringan parut pada cavum uterus. Masalah tersebut
paling sering muncul setelah pembedahan yang dilakukan pada uterus.
Sheehan Syndrome
Sheehan syndrome yang juga dikenal sebagai sindrom simmond atau nekrosis kelenjar hipofisis
postpartum, merupakan hipopituitarisme (penurunan fungsi dari kelenjar hipofisis), akibat dari
nekrosis iskemik setelah perdarahan dan syok hipovolemik selama dan setelah proses persalinan.
Hughes Syndrome
Hughes syndrome yang dikenal juga sebagai antiphospolipid syndrome (APS) merupakan
gangguan sistem imun yang menyebabkan resiko terjadinya peningkatan pembekuan darah.
Senam Kegel
Senam kegel atau Kegel Exercise adalah sebuah kegiatan untuk meingkatkan kontraksi
dari otot pelvis yang berkontribusi mengontrol keluarnya urin dan untuk menguatkan otot dan
juga untuk mengontrol ataupun mencegah terjadinya inkontinensia. Kehamilan dan persalinan
dapat menyebabkan masalah pada pelvis dan menyebabkan kelainan seperti inkontinensia urin,
fekal dan prolaps dari organ pelvis. Senam ataupun olahraga pelvis ini efektif dalam mencegah
dan mengatasi disfungsi pada pelvis saat kehamilan dan masa setelah melahirkan. Dari beberapa
penelitian yang sudah dilakukan senam kegel juga efektif dalam mencegah dan mengatasi
prolaps uteri. Senam ini dapat dilakukan setiap hari ataupun sebanyak 1-3 kali dalam seminggu.
Referensi:
Joshi C, Mohsin Z, Joshi A. Role of postpartum Kegel exercises in the prevention and cure
of stress incontinence. Int J Reprod Contracept Obstet Gynecol. 2016;669–73.
Endometriosis
Endometriosis adalah gangguan ginekologi jinak umum yang didefinisikan sebagai
adanya jaringan kelenjar endometrium dan stroma di luar lokasi normal. Endometriosis paling
sering ditemukan pada peritoneum panggul, tetapi dapat juga ditemukan di ovarium, septum
rektovaginal, ureter, namun jarang ditemukan di vesika urinaria, perikardium, dan pleura.
Gejala klasik dari endometriosis meliputi dysmenorea, dyspareunia, dyschezia dan atau
infertilitas. Pada endometriosis yang menyerang organ usus, gejala yang biasanya timbul
meliputi perdarahan, obstruksi usus, namun jarang dengan perforasi maupun mengarah kepada
keganasan. Gejala dapat timbul pada 40% pasien, dan rasa nyeri bervariasi tergantung pada
tempat terjadinya endometriosis. Gejala yang disampaikan oleh pasien seperti nyeri perut,
distensi, diare, konstipasi, dan tenesmus.
Pemeriksaan fisik pada endometriosis dimulai dengan melakukan inspeksi pada vagina
menggunakan spekulum, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan bimanual dan palpasi
rektovagina. Pemeriksaan bimanual dapat menilai ukuran, posisi dan mobilitas dari uterus.
Pemeriksaan rektovagina diperlukan untuk mempalpasi ligamentum sakrouterina dan septum
rektovagina untuk mencari ada atau tidaknya nodul endometriosis. Pemeriksaan saat haid dapat
meningkatkan peluang mendeteksi nodul endometriosis dan juga menilai nyeri.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien dengan endometriosis adalah
ultrasonografi transvaginal dan MRI (Magnetic Resonance Imaging) dan pemeriksaan marka
biokimiawi
Endometriosis dianggap sebagai penyakit yang bergantung pada estrogen, sehingga salah
satu pilihan pengobatan adalah dengan menekan hormon menggunakan obat-obatan untuk
mengobatinya.
Saat ini, pil kontrasepsi, progestin, GnRH agonis dan aromatase inhibitor adalah jenis
obat-obatan yang sering dipakai dalam tatalaksana medikamentosa endometriosis. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa masing-masing obat tersebut setara dalam pengobatan
endometriosis, sehingga jenis obat yang digunakan harus mempertimbangkan preferensi pasien,
efek samping ,biaya dan ketersediaan obat tersebut.
Referensi:
Perkumpulan Obstetri Ginekologi (POGI)&Himpunan Endokrinologi-Reproduksi dan
Fertilitas Indonesia. Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK): Konsesus
Tatalaksana Nyeri Haid & Endometriosis .Indonesia: POGI
Endometritis
Leukore
Keputihan (leukorea/fluor albus/vaginal discharge) adalah semua pengeluaran cairan dari
alat genitalia yang tidak berupa darah. Keputihan bukanlah penyakit tersendiri, tetapi merupakan
manifestasi gejala dari hampir semua penyakit kandungan. Penyebab utama keputihan harus
dicari dengan anamnesa, pemeriksaan kandungan, dan pemeriksaan laboratorium.
Klasifikasi :
1. Keputihan fisiologis
Berupa cairan jernih, tidak berbau dan tidak gatal, mengandung banyak epitel dengan
leukosit yang jarang.
2. Keputihan patologis
Cairan eksudat yang berwarna, mengandung banyak leukosit, jumlahnya
berlebihan, berbau tidak sedap, terasa gatal atau panas, sehingga seringkali menyebabkan
luka akibat garukan di daerah mulut vagina.
Keputihan yang fisiologis terjadi pada:
1. Bayi baru lahir kira-kira 10 hari, hal ini karena pengaruh hormon estrogen dan progesteron
sang ibu.
2. Masa sekitar menarche atau pertama kali datang haid.
3. Setiap wanita dewasa yang mengalami kegairahan seksual, ini berkaitan dengan kesiapan
vagina untuk menerima penetrasi saat senggama.
4. Masa sekitar ovulasi karena produksi kelenjar-kelenjar mulut rahim.Kehamilan yang
menyebabkan peningkatan suplai darah ke daerah vagina dan mulut rahim, serta penebalan
dan melunaknya selaput lendir vagina.
Patologis
Empat kondisi patologis yang umum dikaitkan dengan keputihan: bacterial vaginosis (BV),
aerobik vaginitis (AV), candidosis, dan infeksi menular seksual, trikomoniasis. Infeksi servik
oleh klamidia atau gonokokal dapat menyebabkan keputihan. Keputihan dapat disebabkan oleh
berbagai kondisi fisiologis dan patologis lainnya termasuk vaginitis atrofi, deskuamatif inflamasi
vaginitis (DIV), servisitis, dan ektopi mukoid. Masalah psikoseksual dapat muncul dengan
episode berulang keputihan. Ini perlu dipertimbangkan jika tes untuk infeksi spesifik negatif.
Banyak gejala dan tanda yang tidak spesifik dan sejumlah wanita mungkin memiliki kondisi lain
seperti dermatosis vulva atau reaksi alergi dan iritasi.