Anda di halaman 1dari 12

PARAMETER FISIKA

1. Temperatur
Menurut Achmadi (2005) gangguan kesehatan terhadap seseorang atau
masyarakat disebabkan oleh adanya agen penyakit yang sampai pada
tubuhnya. Agen yang berasal dari sumbernya menyebar melalui simpul
media atau wahana yang meliputi udara, air, tanah, makanan dan vektor
atau manusia itu sendiri. Setelah agen sampai pada tubuh manusia
kemudian berinteraksi dan pada akhirnya memberikan dampak sakit mulai
dari yang ringan sampa berat.
Menurut WHO (1997) dampak pencemaran udara terhadap kesehatan
manusia tergantung pada jenis bahan pencemar dan efeknya terhadap
masing-masing individu berbeda-beda. Secara umum, efek dari bahan
pencemar adalah gangguan fungsi paru dan sistem pernapasan.
 Menurunnya oksigen terlarut
 Meningkatnya kecepatan reaksi kimia
 Terganggunya kehidupan ikan dan hewan air lainnya
 Jika batas temperature yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan
air lainnya akan mati

2. Residu terlarut
Total padatan yang larut (TDS) adalah istilah yang digunakan untuk
menjelaskan tentang garam anorganik (terutama natrium klorida, kalsium,
magnesium, dan kalium) dan sejumlah bahan organik yang larut dalam air.
Secara teknis, zat apapun yang larut dalam air dapat berkontribusi dengan
kadar TDS. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2003),
meskipun tidak ada dampak langsung terhadap kesehatan dengan
meminum air yang memiliki konsentrasi TDS tinggi, namun keberadaan
padatan yang larut dalam air dapat menimbulkan efek rasa.

3. Residu tersuspensi
Padatan tersuspensi terdiri dari komponen terendapkan, bahan melayang
dan komponen tersuspensi koloid. Padatan tersuspensi mengandung bahan
anorganik dan bahan organik. Bahan anorganik antara lain berupa liat dan
butiran pasir, sedangkan bahan organik berupa sisa-sisa tumbuhan dan
padatan biologi lainnya seperti sel alga, bakteri dan sebagainya (Marganof,
2007). Peningkatan kekeruhan dan warna yang terjadi selama eutroikasi
menyebabkan air tidak sesuai untuk rumah tangga atau sulit dikelola
sampai memenuhi baku mutu air minum.
KIMIA ANORGANIK

1. pH
Mahida (1993) menyatakan bahwa limbah buangan industri dan rumah
tangga dapat mempengaruhi nilai pH perairan. Menurut Pujiastuti (2003)
Derajat keasaman mempunyai pengaruh yang besar terhadap tumbuh-
tumbuhan dan hewan air, sehingga sering dipergunakan sebagai petunjuk
untuk untuk menyatakan baik buruknya keadaan air sebagai lingkungan
hidup biota air.

2. BOD
Bahan organik akan distabilkan secara biologis dengan melibatkan
mikroba melalui sistem oksidasi aerobik atau anaerobik, maka jumlah
oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk memecah
(mendegradasi) bahan buangan organik yang ada di dalam perairan
tersebut dinamakan dengan BOD (Wardhana, 2001). Oksidasi aerobik
dapat menyebabkan penurunan kandungan oksigen terlarut di perairan
sampai pada tingkat terendah bah-kan anaerob, sehingga dalam hal ini
baketri yang bersifat anaerob akan menggantikan peran dari bakteri yang
bersifat aerobik dalam mengoksidasi bahan organik dengan cara oksidasi
anaerobik. Perairan dengan nilai BOD5 tinggi mengindikasikan bahwa
bahan pencemar yang ada dalam perairan tersebut juga tinggi, yang
menunjukkan semakin besarnya bahan organik yang terdekomposisi
menggunakan sejumlah oksigen di perairan.

3. COD
Secara umum penjelasan tentang sumber dan manfaat COD dapat
dilihat pada parameter BOD, karena kedua parameter ini mempunyai
hubungan yang erat, yaitu keduanya bersal dari senyawa organik dan
merupakan parameter petunjuk pencemaran oleh limbah organik.
Seperti halnya BOD, air dengan nilai COD yang tinggi memberikan
dampak negatif terhadap keseimbangan ekosistem perairan. Metode
yang digunakan dalam menganalisis COD yaitu metode
Spektrofotometri Portable. (Wardhana, 2001). Angka COD merupakan
ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah
dapat dioksidasikan melalui proses mikrobiologis, dan
mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.

4. DO
Berkurangnya oksigen yang masuk dari udara ke dalam air (difusi)
mengakibatkan jumlah oksigen dalam air akan menjadi sedikit sehingga
dapat mengganggu kehidupan akuatik. Selain itu, sinar matahari tidak
dapat masuk ke dalam air sehingga mengganggu proses fotosintesis.
Akibatnya, oksigen yang seharusnya dihasilkan dari proses fotosintesis
tersebut tidak terjadi, sehingga kandungan oksigen di dalam air akan
semakin menurun (Wardhana, 2001).

5. Total fosfat sebagai P


Fosfat merupakan bentuk fosfor yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan.
Karakteristik fosfor sangat berbeda dengan unsur-unsur utama lain yang
merupakan penyusun biosfer karena unsur ini tidak terdapat di atmosfer
(Effendi, 2003). Di daerah pertanian phospat berasal dari bahan pupuk
yang masuk ke dalam sungai melalui drainase dan aliran air hujan (Winata
dkk., 2000). Meskipun di perairan masih terdapat aktifitas pertanian, nilai
fosfat pada stasiun 3 rendah. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya
proses pengenceran secara alami sepanjang perairan sehingga kosentrasi
bahan pencemar mengalami penurunan. Proses pemulihan secara alami
baik secara total atau sebagian kembali ke kondisi semula dari bahan asing
disebut self purification (Vagnetti et al., 2003).

6. NO3 sebagai N
Casali (2010), menyatakan bahwa dampak dari kegiatan pertanian akan
menghasilkan limpasan, sedimen nitrat dan fosfat. Menurut Effendi
(2003), kadar nitrat-nitrogen pada perairan alami hampir tidak pernah lebih
dari 0,1 mg/liter. Sehingga berdampak pada kehidupan biota air.

7. NH3-N
Menurut Effendi (2003), kadar amonia pada perairan alami biasanya
kurang dari 0,1 mg/l. Kadar ammonia yang tinggi dapat diindikasikan
adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik,
limbah industri, maupun limpasan pupuk pertanian.

8. Nitrit sebagai N
Menurut Effendi (2003), kadar nitrit pada perairan relatif kecil, lebih
kecil dari pada nitrat, karena segera dioksidasi menjadi nitrat. Sumber
nitrit berasal dari limbah industri dan limbah domestik. Perairan alami
mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/lt dan sebaiknya tidak melebihi 0,06
mg/l. Sehingga tidak sesuai dengan peruntukkannya.

9. Tembaga
Berdasarkan penelitian dari Sekarwati dkk (2015) bahwa sebagian besar
limbah industri mengandung logam berat, bersifat racun, tahan lama, dan
dapat memasuki tubuh atau organ serta tinggal menetap didalam tubuh
dalam jangka waktu yang lama. Hal ini menunjukkan betapa bahayanya
limbah industri, apalagi limbah tersebut mengandung unsur-unsur logam
berat seperti cuprum, hydrargyrum, plumbum, arsen, cadmium, chrom, dan
nikel yang akan memberikan dampak tidak baik bagi lingkungan dan
manusia dan dapat mengakibatkan kematian. Dampak akut dari logam
berat Ag, dan Cu adalah, pusing, mual, keram perut dampak kronis
terjadinya kerusakan organ jaringan seperti gangguan ginjal dan liver.

10. Timbal
Logam timbale dapat masuk ke badan perairan melalui pengkristalan di
udara dengan bantuan air hujan, proses korosi batuan mineral akibat
gelombang angin dan air buangan industry. Timbale yang ada dalam
perairan bila melebihi konsentrasi yang telah ditentukan semestinya dapat
mengakibatkan kematian biota perairan, keracunan, memperpendek umur
dan menurunkan jumlah sel darah merah.

11. Cadmium
Cadmium dalam konsentrasi tertentu dapat membunuh biota perairan,
terakumulasi dalam tubuh sehingga menyebabkan keracunan, kerusakan,
system saraf, ginjal, kekurangan darah, kelapukan tulang, pada
konsentrasi tertentu dapat mematikan sperma dan kanker (Palar, 1994).

12. Boron
Boron biasanya berasal dari pembakaran batu bara, deterjen, dan
hasil buangan industry. Logam boron dapat menyebabkan efek toksik
terhadap tanaman (Achmad, 2004).

13. Klorida
Sumber klorida dalam air permukaan dan air tanah dapat terjadi secara
alami dan akibat kegiatan manusia seperti air limpasan, penggunaan
pupuk anorganik, air lindi dari persampahan, limbah septic tank, pakan
ternak, limbah industri, saluran drainase atau irigasi, dan intrusi air laut di
wilayah pesisir (WHO, 1996). Konsentrasi klorida 250 mg/l merupakan
batas maksimal konsentrasi yang dapat menimbulkan rasa asin (Sutrisno,
2006).

14. Mangan
Mangan adalah salah satu logam yang paling melimpah di permukaan
bumi, yaitu sekitar 0,1% dari kerak bumi. Mangan tidak ditemukan secara
alami dalam bentuk murni (unsur), tetapi merupakan sebuah komponen lebih
dari 100 mineral. Mangan secara alami banyak terjadi pada air permukaan
dan air tanah, namun aktivitas manusia juga banyak berkontribusi
menimbulkan kontaminasi mangan dalam air (WHO, 2004). Mangan
dapat berikatan dengan nitrat, sulfat, dan klorida dan larut dalam air
(Effendi, 2003).

15. Sulfat
Permasalahan yang diakibatkan oleh adanya sulfat dalam air adalah bau dan
masalah korosi pada perpipaan yang diakibatkan dari reduksi sulfat
menjadi hidrogen sulfida dalam kondisi anaerobik. Efek laksatif pada sulfat
ditimbulkan pada konsentrasi 600-1000 mg/l, apabila Mg+ dan Na+ 4

merupakan kation yang bergabung dengan SO4, yang akan menimbulkan rasa
mual ingin muntah (Sutrisno, 2006).

16. Merkuri
Di alam merkuri terdapat dalam bentuk gabungan dengan elemen lain
dan jarang ditemukan dalam bentuk bebas. Fardiaz (1992) menyatakan
bahwa merkuri di alam terdapat dalam bentuk merkuri anorganik dan
merkuri organik. Adanya peningkatan pemakaian merkuri terutama dalam
bidang pertambangan dapat meningkatkan jumlah merkuri di alam,
sehingga melampaui batas baku mutu yang ditentukan. Palar (1994)
menegaskan pemakaian merkuri yang semakin luas, mengakibatkan makin
mudah organisme mengalamai keracunan. Butcher dkk. (1994),
menyatakan bahwa merkuri berada di lingkungan oleh karena adanya
aktifitas gunung api, volatilisasi dari tanah dan permukaan laut, dan dari
proses industrialisasi seperti peleburan logam dan pembakaran minyak
fosil. Menurut Hutagalung (1985) dalam Rompas (1995), secara alami
unsur-unsur logam berat terdapat dalam air laut dalam kadar yang sangat
rendah. Hal ini berarti dengan adanya bahan pencemar akan meningkatkan
kadar merkuri di dalam air laut. Peningkatan kadar merkuri ini dapat
mengkontaminasi ikan-ikan dan makhluk air lainnya akan dimakan ikan
atau hewan air yang lebih besar atau dapat masuk melalui insang. Lebih
lanjut ikan-ikan tersebut akan dikonsumsi manusia sehingga secara tidak
langsung manusia telah mengumpulkan merkuri di dalam tubuhnya. Palar
(1994) menyatakan masuknya merkuri ke dalam tubuh organisme hidup
terutama melalui makanan, Karena hampir 90% dari bahan beracun atau
logam berat (Merkuri) masuk dalam tubuh melalui makanan, sisanya
masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan dan melalui peristiwa
pernapasan. Dalam rantai makanan ion metil merkuri yang mudah
termakan organisme akan larut dalam lipida selanjutnya ditimbun dalam
jaringan lemak pada ikan, tanpa menunjukkan gangguan merkuri.
Anonymous (1994) ikan dapat menimbun metil merkuri dalam jaringan
lemak sampai kadar 3000 kali dari kadar yang berada dalam air tanpa
menderita sakit.
17. Sianida
Sianida berada di dalam air selain berasal dari lingkungan, juga berasal
dari buangan pertambangan yang menggunakan sianida dalam proses
produksinya. Anonymous (1999) menyatakan sekurang- kurangnya satu
tambang emas di Amerika Serikat menggunakan 125 ton sianida untuk
mencuci 5000 ton bijih emas yang kemudian dibuang ke sungai. Tingkat
racun dari sianida di dalam air tergantung dari konsentrasi sianida. Gintings
(1995), bahan berbahaya dan beracun dalam konsentrasi tertentu bila
termakan manusia dapat membahayakan kesehatan bahkan mengancam
kehidupan. Sianida dalam bentuk HCN merupakan zat yang
beracun (Anonymous, 1999). HCN banyak ditemukan dalam lingkungan
industri dan dalam proses pertambangan sianida yang dihasilkan dapat
berupa ion sianida (CN) dalam larutan “licing”. Ion sianida CN
mempunyai kemampuan menghambat kerja enzim dalam tubuh yang peka
terhadap sianida. Enzim sitokrom oksidase sangat peka terhadap sianida
(Anonymous, 1994).

18. Arsen
Arsen dijumpai di tanah, air, dan udara. Unsure As ditemukan sebagai hasil
dari peleburan tembaga, timah, seng, dan logam lainnya. Ini dapat
mengakibatkan dilepasnya arsen ke lingkungan. Pembakaran fosil terutama
batu bara, mengeluarkan As2O3 ke lingkungan, dimana sebagian besar akan
masuk ke dalam perairan alami. Arsen terdapat di alam bersama-sama
dengan mineral fosfat dan dilepas ke lingkungan bersama-sama dengan
senyawa fosfat. Arsen dalam bentuk As3+ disebut arsenit dan dalam bentuk
As5+ disebut arsenat (Rukaesih, 2004; Cope dkk, 2004; dan Udin, 1987).
Sumber utama paparan As di lingkungan kerja adalah dari pabrik pembuat
herbisida dan pestisida serta dari makanan. Arsenit (As3+) larut dalam lipid
dan dapat diabsorpsi melalui pencernaan, inhalasi dan kontak langsung
dengan kulit. Sebagian besar As di tubuh disimpan dalam hati, ginjal,
jantung, dan paru (Cope dkk, 2004; Udin, 1987). Keracunan akut
menimbulkan gejala muntaber disertai darah, disusul dengan koma dapat
menyebabkan kematian. Keracunan kronis dapat menimbulkan ikterus,
pendarahan pada ginjal, dan kanker kulit (Haryoto, 1995; Cope dkk, 2004).

19. Besi
Besi di dalam air dapat menimbulkan bau, rasa, warna kuning,
pengendapan pada dinding pipa, kekeruhan, merusak dinding usus dan
dapat menyebabkan kematian (Slamet, 2000).
KIMIA ORGANIK

1. Minyak dan lemak


Minyak dan lemak menurut Sugiharto (1987) merupakan komponen utama
bahan makanan yang banyak didapatkan dalam air limbah. Lemak dan
minyak dapat membentuk ester dan alkohol atau gliserol dengan asam
gemuk. Gliserid dari asam gemuk ini berupa cairan yang disebut minyak,
sedangkan dalam bentuk kental atau padat dikenal sebagai lemak. Lemak
dalam air limbah berasal dari roti, margarin serta buah-buahan. Lemak
juga berasal dari daging buah dekat biji-bijian, bijih-bijihan, kacang-
kacangan serta buah-buahan. Lemak tergolong pada benda organik yang
stabil dan sulit diuraikan oleh bakteri. Lemak dapat dihancurkan oleh
bahan-bahan asam, sehingga menghasilkan gliserin dan asam gemuk. Pada
keadaan basa lemak terpisah dari gliserin dan terbentuk garam basa.
Garam basa ini dikenal sebagai sabun, seperti halnya lemak, sabun
merupakan zat yang stabil. Minyak merupakan lemak dalam bentuk cair.
Minyak tanah, minyak pelumas dan minyak goreng merupakan turunan
dari minyak residu dan batubara yang mengandung karbon dan hidrogen.
Mulyasih (2008) menyatakan minyak dan lemak yang berasal dari
kegiatan manusia yang telah dijelaskan Fardiaz (1992) mengandung
minyak mineral dan hidrokarbon seperti minyak tanah, minyak nabati yang
berasal dari makanan gorengan, asam lemak yang bersumber dari daging
ternak dan ikan serta sabun. Fardiaz (1992) menjelaskan minyak
mengandung senyawa volatil yang segera dapat menguap, setelah
beberapa hari 25% dari volume minya akan hilang karena menguap, sisa
minyak yang tidak menguap tersebut akan mengalami emulsifikasi yang
mengakibatkan air dan minyak bercampur. Komponen penyusun minyak
bersifat racun tergantung struktur dan berat molekulnya. Komponen
minyak terdiri dari komponen hidrokarbon jenuh dan komponen
hidrokarbon aromatik. Komponen hidrokarbon jenuh yang memiliki titik
didih rendah pada hewan tingkat tinggi dapat menyebabkan anastesi dan
narkosis, sedangkan pada hewan tingkat rendah dapat mengakibatkan
kematian. Komponen hidrokarbon aromatik lebih larut di air dibandingkan
dengan hidrokarbon jenuh, sehingga lebih beracun, karena komponen
aromatik tersebut dapat membunuh langsung kehidupan sekitarnya malalui
kontak langsung dengan minyak. Sawyer dkk (1994) menyatakan minyak
dan lemak sebagian besar akan mengapung dalam air, hal ini terjadi karena
perbedaan berat jenis sebagian kecil mengendap pada lumpur. Minyak dan
lemak dapat mempengaruhi kehidupan yang ada di permukaan air dan
membentuk lapisan tipis di permukaan yang menghalangi difusi oksigen
dari udara ke air.
2. Deterjen
Deterjen merupakan pembersih sintetis yang terbuat dari senyawa
petrokimia atau surfaktan sintetik lainnya. Dibanding dengan produk
terdahulu yaitu sabun, deterjen mempunyai keunggulan antara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh
kesadahan air (Fardiaz, 1992). Fardiaz (1992); Laws (1993); Sawyer dkk
(1994); Manahan (1994) menyatakan komponen deterjen terdisi dari tiga
bagian yakni, surfaktan yang merupakan bahan pembersih utama, bahan
pembentuk serta bahan lain-lain. Kandungan surfaktan dalam deterjen 20-
30%, sedangkan 70-80% sisanya merupakan bahan pembentuk. Surfaktan
dalam deterjen berfungsi sebagai bahan pembasah yang membuat turunnya
tegangan permukaan air sehingga air lebih mudah meresap ke dalam kain
yang dicuci. Molekul surfaktan bersifat bipolar, dimana salah satu ujung
molekul bersifat nonpolar dan larut dalam kotoran, ujung lainnya bersifat
polar sehingga larut dalam air. Sawyer dkk (1994) menambahkan
surfaktan memiliki tiga tipe utama yakni anionik, nonionik dan kationik.
Surfaktan anionik merupakan jenis surfaktan yang memiliki unsur utama
ion natrium (Na+) dan alkil sulfat. Manahan (1994) menambahkan
surfaktan dengan alkil sulfat ini seperti ABS (alkylbenzene sulfonate) dan
LAS (linear alkylate sulfonates). Surfaktan nonionik seperti, nonyl phenol
polyethoxyle, memiliki sifat yang sama seperti surfaktan anionik, daya
pembersihannya lebih baik. Surfaktan kationik merupakan surfaktan
dengan bahan pembentuk utama garam ammonium hidroksida, surfaktan
jenis ini memiliki keunggulan sebagai disinfektan saat tidak ada air panas
untuk menghilangkan bakteri patogen berbahaya. Tetapi karena
dibutuhkan biaya produksi yang lebih besar untuk pembuatan surfaktan
nonionik dan kationik, sehingga produsen deterjen lebih banyak
memproduksi surfaktan anionik. Fardiaz (1992) dan Manahan (1994)
menjelaskan bahan pembentuk atau builder deterjen memiliki peranan
penting dalam proses pembersihan kotoran. Bahan pembentuk berfungsi
mengikat ion magnesium dalam jumlah besar sehingga sifat air menjadi
alkali (basa). Sifat alkali membuat proses pembersihan menjadi efektif,
sehingga builder dibutuhkan dalam jumlah besar. Bahan pembentuk
deterjen ini terbentuk dari unsur dasar phospat, yakni natrium
tripolyphospate. Bahan terakhir pembentuk deterjen adalah bahan
tambahan seperti bahan pencerah, parfum dan antiredeposisi. Bahan
pencerah berfungsi sebagai pewarna untuk mengabsorpsi sinar ultraviolet
yang tidak tampak dan mengemisi sinar putih atau biru sehingga warna
kain akan lebih cerah; parfum berfungsi membuat kain lebih wangi;
antiredoposisi berfungsi mempertahankan kotoran yang telah lepas dari
kain atau bahan lain yang dicuci tidak menempel kembali (Fardiaz, 1992).
Fardiaz (1992) juga menyatakan pencemaran deterjen seringkali
diasosiasikan akibat surfaktan dan bahan pembentuk yang terkandung
dalam deterjen. Penanganan polusi akibat surfaktan telah banyak
dilakukan, salah satu caranya mengganti bentuk ABS menjadi LAS serta
mengganti surfaktan anionik menjadi surfaktan nonionik dan kationik.
Heath (1987) dan Manahan (1994) menambahkan penggunaan surfaktan
anionik awalnya berbentuk ABS yang memiliki dampak buruk banyaknya
busa sehingga mengganggu biota perairan. Pada tahun 1965, bentuk ABS
diganti dengan LAS yang lebih mudah terdegradasi. Pada ikan LAS empat
kali lebih beracun dibandingkan ABS, tetapi daya racunnya akan semakin
berkurang dengan adanya biodegradasi. Penggantian surfaktan anionik
menjadi surfaktan nonionik dan kationin menurut Laws (1993) telah
dilakukan di Amerika Serikat, tetapi karena biaya produksinya lebih
mahal, maka pengguna deterjen dengan surfaktan ini hanya golongan
tertentu saja. Sawyer dkk (1994) menjelaskan bahan pembentuk (builder)
mencemari perairan akibat adanya phosphate dalam builder. Sehingga
dengan semakin melimpahnya penggunaan deterjen, diperkirakan akan
meningkatkan fosfat yang masuk ke perairan, sehingga dapat
menyebabkan eutrofikasi. Lebih lanjut Grundy (1971) dalam Laws (1993)
menyatakan 30-40% fosfat yang masuk ke perairan berasal dari deterjen.
Manahan (1994) menambahkan, karena sifat builder yang mengikat ion
magnesium, membuat sifat air menjadi basa. Semakin banyak ion
magnesium dalam air, akan membuat air menjadi semakin basa.

MIKROBIOLOGI

1. Total Coliform
Chapra (1997), menyatakan bahwa kelompok bakteri coliform merupakan
salah satu indicator adanya kontaminan limbah domestic dalam perairan.
Bebrapa jenis penyakit dapat ditularkan oleh bakteri coliform melalui air,
terutama penyakit perut seperti tipus, kolera, dan disentri (Prihartanto dkk,
2007)
DAFTAR PUSTAKA

Achmad R. 2004.Kimia..Yogyakarta:Andi.
Anonimous. 1994. Kursus Analisis Limbah Industri Angkatan Ke II Staf
Akademik PTN Indonesia Bagian Timur. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan. Universitas Hasanuddin.
Ujung Pandang.
Anonimous. 1999. Kajian Kelayakan Pembuangan Limbah Tailing Ke Laut Di
Perairan Teluk Buyat Sulawesi Utara. Pusat Penelitian Lingkungan
Hidup dan Sumberdaya Alam (PPLH-SDA). Universitas Sam Ratulangi.
Manado.
Butcher, S. S., J. C. Robert., H. O. Gordon., & Gordon, V.W. 1994. Global
Biogeochemical Cycles. Academic Press. San Diego. California.
Casali, J. R. Gimenez, J. Diez, J. ÁlvarezMozos, J. D.V. de Lersundi, M. Goni,
M.A. Campo, Y. Chahor, R. Gastesi, J. Lopez. 2010. Sediment production
and water quality of watersheds with contrasting land use in Navarre
(Spain). Agricultural Water Management 97 pp. 1683–1694.
Chapra, S. C., 1997. Surface Water Quality.
Cope, WG, Leidy RB, Leidy R. B., and Hodgson E. 2004. Classes of Toxicants:
Use Classes In E. Hodgson. A Textbook of Modern Toxicology, 3rd ed.
New Jersey: John Wiley & Son.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: Bagi Pengelolaan Sumber Daya Alam
dan Lingkungan Perairan. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara.Kanisius. Yogyakarta.
Gintings, S. 1995. Mencegah dan Mengendalikan Pencemaran Industri. Pustaka
Sinar Harapan. Jakarta.
Haryoto, Kusnoputranto. 1995. Toksikologi Lingkungan. Jakarta: Universitas
Indonesia.
Heath, A. G. 1987. Water Polution and Fish Physiology. CRC Press. Florida,
United States of America.
Laws, A. E. 1993. Aquatic Pollution : An introductory text. John Wiley & Sons,
Inc. 2 nd Edition. Canada.
Mahida, U.N. 1986. Water Pollution and Disposal of Wastewater on The Land.
Diterjemahkan oleh G.A. Ticoalu dengan judul Pencemaran Air dan
Pemanfaatan Limbah Industri. Cetakan Kedua. CV Rajawali. Jakarta.
Manahan, S.E. 1994. Environtmental Chemistry. 6 th Edition. Lewis Publisher.
United States of America.
Marganof, 2007, Model Pengendalian Pencemaran Perairan Di Danau Maninjau
Sumatra Barat, Laporan hasil penelitian Sekolah Pasca Sarjana IPB Bogor.
Palar H. 1994. Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat. Jakarta: PT. Rineka
Cipta.
Prihartanto dan Budiman, E.Bayu. 2007. Sistem Informasi Pemantauan
Dinamika sungai Siak. Alami, Vol. 12 Nomor 1 Tahun 2007 : 52-60.
Pujiastuti, P., (2003) Dampak Budidaya Ikan Dalam Karamba Jaring Apung
Terhadap Perkembangan Biota Air Lokal di WGM, Prosiding Seminar
Nasional Unika Soegijopranoto Semarang, ISBN 979-8366-61-1i.
Rompas, R. J. 1995. Kemampuan Tumbuhan Air Tumpe (Monochoria vaginalis)
Menyerap Logam Berat Hg dan Zn. Tesis Program Pasca Sarjana.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Rukaesih, Achmad. 2004. Kimia lingkungan. Yogyakarta: ANDI.
Sekarwati, Novita, Bardi Murachman, dan Sunarto. 2015. Jurnal Dampak Logam
Berat Cu (Tembaga) dan Ag (Perak) Pada Limbah Cair Industri Perak
Terhadap Kualitas Air Sumur Dan Kesehatan Masyarakat Serta Upaya
Pengendaliannya di Kota Gede YOogyakarta Vol. VII No. 1. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Sawyer, C.N., McCarty, P.L., dan Parkin, G. 1994. Chemistry for Environtmental
Engineering. McGraw-Hill International Edition. Singapore.
Slamet J.S.2000.Kesehatan Lingkungan.Yogyakarta.UGM Press.
Sugiharto. 1987. Dasar-Dasar Pengolahan Air Limbah. Penerbit Universitas
Indonesia. Jakarta.
Sutrisno, T. 2006. Teknologi penyediaan air bersih. Jakarta: Rineka Cipta.
Udin, Sjamsudin. 1987. Logam Berat Antagonis Dalam Farmakologi dan Terapi,
Edisi 3. Jakarta: Universitas Indonesia.
Vagnetti, R., P. Miana, M. Fabris and B. Pavoni. 2003. “Self purification ability of
a Resurgence Stream”. Jurnal of Chemosphere, 52. 1781-1795.
Wardhana, W.A. 2001. Dampak Pencemaran Lingkungan (Edisi revisi). Penerbit
Andi. Yogyakarta.
Who. Chloride in drinking water. Geneva; 1996. (online) http:who.int. Diakses
Tanggal 7 Mei 2016.
Winata, I.N.A., A. Siswoyo, dan T. Mulyono. 2000. “Perbandingan Kandungan P
dan N Total Dalam Air Sungai di Lingkungan Perkebunan dan
Persawahan”. Jurnal Ilmu Dasar, 1. 24-28.
World health Organization (2003) Total Dissolved Solid in Drinking-Water.

Anda mungkin juga menyukai