Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
PENDAHULUAN
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Definisi
II.2 Epidemiologi
II.3 Etiologi
II.4 Patofisiologi
II.6 Diagnosis
Leukemia Mieloblastik
Pembanding Leukemia Limfositik Akut
Akut
Morfologi Mieloblas
Limfoblas
Kromatin : lebih halus
Kromatin : bergumpal
Nukleoli : lebih
Nukleoli : lebih samar,
prominent, lebih
lebih sedikit
sbanyak
Auer Rod : negatif
Auer Rod : positif
Sel pengiring : limfosit
Sel pengiring : netrofil
Sitokimia
a. Mieloperoksidase – +
b. Sudan Black – +
c. Esterase non – +
Spesifik Kasar + (Monositik)
d. PAS + + (Halus)
e. Acid Phosphatase – + (M7)
f. Platelet Peroxsidase
Enzim
a. TdT + –
b. Serum Lysozime – + (Monositik)
Imunofenotipe
II.7 Penatalaksanaan
Tiga puluh tahun yang lalu, hampir setiap anak dengan LMA meninggal dan
tidak ada kelompok yang teridentifikasi. Saat ini gambaran survival hidup lebih
dari 40% dilaporkan pada banyak studi. Perubahan terjadi pada tahun 70-an
dengan dikenalnya sitarabin (Ara-C) dan antrasiklin. Dengan kombinasi obat yang
berbeda, remisi bisa berpengaruh pada 75-85% anak, namun terapi lebih lanjut
kebanyakan anak-anak relaps dalam 1 tahun. Remisi mungkin terjadi dalam 2-3
minggu setelah terapi dimulai tetapi juga memerlukan beberapa rangkaian
kemoterapi. Penderita yang tidak berespon terhadap terapi induksi merupakan
calon untuk transplantasi allogenik.1,2
Kualitas remisi harus diperbaiki dengan terapi konsolidasi intensif, namun
intensitas remisi juga bisa mempengaruhi hasil yang tidak berharga dari tipe terapi
konsolidasi yang digunakan. Tiga metode terapi konsolidasi adalah kemoterapi
sendiri, transplantasi sumsum tulang autologus, atau transplantasi alogenik dari
HLA yang identik. Saat ini nampaknya transplantasi sumsum tulang autologus
menunjukkan hasil baik, namun transplantasi alogenik dari donor dengan HLA
yang identik masih merupakan yang terbaik untuk kesembuhan.1
Pada pasien dewasa, tatalaksana LMA pada pasien yang baru didiagnosis
AML umumnya sama yaitu terdiri dari fase induksi dan penatalaksanaan
postremisi. Tujuan utama pengobatan adalah tercapainya remisi lengkap. Sekali
diperoleh remisi lengkap, selanjutnya terapi pasti dapat membuat pasien bertahan
lama dan mencapai penyembuhan. Terapi induksi awal dan terapi postremisi
seringkali dipilih berdasarkan usia. Pengaruh terapi secara intensif menggunakan
agen kemoterapi tradisional seperti sitarabin antrasiklins pada pasien usia muda
(<60 tahun) menunjukkan peningkatan penyembuhan AML. Pada pasien yang
lebih tua, keuntungan diberikan pengobatan yang teratur masih kontroversial.
Gambar 2. Algoritma terapi baru AML untuk semua bentuk AML kecuali APL,
terapi standar termasuk infus sitrabin selama 7 hari (100-200 mg/m2 per hari)
dan daunorubisin selama 3 hari (60 mg/m2 per hari) atau idarubisin (12-13 mg/
m2 per hari) dengan atau tanpa etoposid selama 3 hari. Pasien yang menjalani
terapi post remisi konsolidasi, termasuk yang mendapatkan sitarabin dosis tinggi,
SCT, kombinasi kemoterapi dengan SCT alogenik atau terapi baru berdasarkan
prediksi risiko kambuh (risiko terapi). Pasien dengan APL biasanya menerima
tretinoin bersama-sama dengan kemoterapi antrasiklin untuk induksi remisi dan
kemudian kemoterapi konsolidasi (danorubisisn) diikuti oleh tretinoin
maintenance dengan atau tanpa kemoterapi. Peran sitarabin pada induksi APL
dan konsolidasi masih kontroversial.
Kemoterapi Induksi
Perawatan penunjang
Induksi remisi lengkap pertama yang tahan lama sangat penting untuk
jangka panjang kesembuhan AML. Namun tanpa terapi lanjutan biasanya pasien
akan kambuh. Sekali mengalami kekambuhan, pada umumnya hanya dapat diatasi
dengan SCT. Post remisi terapi dirancang untuk mengeradikasi sel-sel leukemia
residual untuk mencegah kekambuhan dan memperpanjang survival rate. Post
remisi terapi pada AML sering berdasarkan pada usia (lebih muda dari 55-65 dan
lebih tua dari 55-65). Pada umumnya pasien yang lebih muda diberikan
kemoterapi intensif dan SCT alogenik atau autologous. Dosis tinggi sitarabin
lebih efektif dibandingkan sitarabin dosis standar. Kanker dan leukemia kelompok
B (CALGB) misalnya, membandingkan durasi remisi lengkap secara random pada
pasien post remisi untuk empat siklus tinggi dosis sitarabin (3 g/m2, setiap 12 jam
pada hari 1, 3, dan 5), intermediet (400 mg/m2 selama 5 hari melalui infus) atau
standar (10 mg/m2 selama 5 hari hari melalui infus). Dosis tinggi sitarabin secara
nyata memperlama remisi lengkap dan meningkatkan fraksi penyembuhan pada
pasien dengan baik pada sitogenetik normal, namun tidak secara nyata berefek
pada pasien dengan kariotipe yang abnormal.
Tabel 2. Agen baru terpilih berdasarkan penelitian untuk terapi AML pada dewasa
1. Umur saat diagnosis tidak terlalu penting seperti pada ALL. Pengalaman
beberapa peneliti menunjukkan bahwa bayi mempunyai prognosis lebih
baik.
2. Leukosit tinggi, tetapi tidak pada semua studi.
3. FAB M3 (promielositik leukemia) bereaksi pada asam retinoik, sebaiknya
diterapi dengan kombinasi vitamin dan kemoterapi.
4. Anak-anak dengan sindrom Down terdapat pada 10% kasus. Sebagian besar
merupakan faktor penting. Prognosis baik berhubungan dengan t(8;21),
t(15;17) dan inverse 16. Ploidi juga mempengaruhi prognosis.
5. Respons awal terhadap terapi.
BAB III
LAPORAN KASUS
III.1 Identitas
Identitas Pasien
III.2 Anamnesis
Riwayat Pengobatan :
Pasien beberapa kali dirawat di RSUD Abdul Aziz dengan keluhan yang sama
dalam 1 tahun terakhir.
Riwayat Alergi :
Vital Sign
Thorax :
Inspeksi : Retraksi intercostal (-), pergerakan dinding dada simetris
Palpasi : Gerakan dinding dada simetris, fremitus vokal sama
antara kiri dan kanan
Perkusi :
Pulmo : Sonor pada kedua lapang paru
Cor : Batas atas : SIC 2
Batas bawah : SIC 4
Batas Kanan: Garis Parasternal kanan
Batas kiri : Garis axilla anterior sinistra
Auskultasi:
Pulmo : SND Vesikuler (+/+) , Ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Cor : S1S2 tunggal reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen :
Inspeksi : Massa (-), distensi (-)
Auskultasi : BU (+) Normal
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel, nyeri tekan (-),
Anggota Gerak:
Tungkai Atas Tungkai Bawah
Kanan Kiri Kanan Kiri
Akral hangat + + + +
Edema - - - -
Pucat - - - -
Kelainan bentuk - - - -
Pembengkakan - - - -
Sendi
Pembesaran KGB
Aksiler - - - -
Axilla - - - -
Inguinal - - - -
Urogenital : flank mass (-), Nyeri tekan (-), nyeri ketok CVA (-); genital tidak
dilakukan pemeriksaan
III.5 Resume
Pasien laki-laki, berusia 33 tahun, status gizi baik, perawakan normal, datang
dengan keluhan gusi berdarah sejak 5 hari SMRS, perdarahan sekitar 50cc /
hari dan badan terasa lemas. Pasien mengeluhkan badan terasa lemah
sepanjang hari, tampak pucat dan tidak mampu untuk bangun dari tempat
tidur. Pasien juga mengeluhkan sesak hilang timbul, muncul terutama di
malam hari. Sebelumnya pasien pernah di rawat di RSUD Abdul Aziz
beberapa kali karena keluhan yang sama 1 tahun terakhir. Didapatkan
keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis, N
:127x/menit, RR: 28x/menit, T: 36,5 ºC, CRT <2 detik. Pada pemeriksaan
fisik didapatkan konjungtiva anemis +/+, tidak terdapat pembesaran KGB,
Thorax, Pulmo, Cor, Abdomen dan Extremitas dalam batas normal.
Pemeriksaan penunjang Gambaran darah tepi ditemukan kesan Anemia
mikrositik hipokrom dengan leukositosis, neutropenia, dan trombositopenia.
(Bisitopenia). Ditemukan NRBC 5/100 WBC. Ditemukan sel blast 83%.
9 – 4,5 = 5,5
5,5 x 67 x 6
PEMBAHASAN
03/12/2018
S: O: A: P:
Pasien datang dengan KU : TSS Anemia susp. ITP O2 2-3 lpm
keluhan gusi berdarah TD : 100/60 Trombositopenia IVFD NaCl 0,9% 20
sejak 5 hari SMRS, HR : 127 x/m tpm -
perdarahan sekitar 50 cc / RR : 28 x/m Inj. Ranitidin 1 amp/- T
hari berbentuk gumpalan, T : 36,5°C 12 jam
timbul bercak-bercak SpO2 : 96% Inj. Metilprednisolon
merah diseluruh tubuh, Mata : CA (+/+) SI (-/-) 125 mg / 12 jam
badan terasa lemah dan Leher : pemb. KGB (-), Inj. Kalnex 1 amp/ 8
letih hingga tidak mampu JVP ↑ (-) jam
bangun dari tempat tidur. Thorax : SND ves, rh (- Inj. Vit K 1 amp/ 24
Keluhan disertai sesak, /-), wh (-/-) jam
pusing (-), mual (-), S1 S2 reg, m(-), g(-) Inj. Pantoprazole 1
muntah (-), BAB dan BAK Abd : BU (+) N, NT (-) vial / 12 jam
tidak ada keluhan. Ext : Akral hangat, Tranfusi WBC 1 kolf/
RPD : keluhan sama sejak CRT < 2”, edema (-) 12jam
1 tahun yang lalu. Cek MDT, diff. count
04/12/2018
S: O: A: P:
Pasien masih merasa KU : TSS Anemia susp. ITP O2 2-3 lpm
lemah namun sudah TD : 110/70 Trombositopenia IVFD NaCl 0,9% 20
berkurang dibanding HR : 110 x/m tpm -
kemarin, sesak nafas (+) RR : 22 x/m Inj. Ranitidin 1 amp/- T
tadi malam, pusing (+), T : 36,6°C 12 jam
gusi berdarah (+), bercak- SpO2 : 97% Inj. Metilprednisolon
bercak merah (+) diseluruh Mata : CA (+/+) SI (-/-) 125 mg / 12 jam
tubuh, sudah tranfusi WBC Leher : pemb. KGB (-), Inj. Kalnex 1 amp/ 8
2 kolf JVP ↑ (-) jam
Thorax : SND ves, rh (- Inj. Vit K 1 amp/ 24
/-), wh (-/-) jam
S1 S2 reg, m(-), g(-) Inj. Pantoprazole 1
Abd : BU (+) N, NT (-) vial / 12 jam
Ext : Akral hangat, Psidii syr 3 x 2 Cth
CRT < 2”, edema (-) Kalax tab 3 x 1
Tranfusi WBC 1 kolf/
12jam
05/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan gusi KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih berdarah berbentuk TD : 120/70 Trombositopenia tpm
gumpalan, BAB cair HR : 96 x/m Inj. Ranitidin 1 amp/-
berwarna hitam 1x, pusing RR : 20 x/m 12 jam - T
(-), sesak nafas (-), mual (- T : 36,6°C Inj. Metilprednisolon
), muntah (-), badan masih SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam
lemah. Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
Leher : pemb. KGB (-), jam
JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 24
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 1
CRT < 2”, edema (-) Cek H2TL post
transfusi
06/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan gusi KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih berdarah berbentuk TD : 130/70 Trombositopenia tpm
gumpalan, pusing (+), HR : 112 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), mual (-), RR : 22 x/m Dispepsia 12 jam
muntah (-), badan masih T : 36,8°C Inj. Metilprednisolon-
lemah. SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam - T
Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
Leher : pemb. KGB (-), jam
JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Transfusi PRC 3 kolf
07/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengatakan tidak KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
ada keluhan, badan tidak TD : 120/80 Trombositopenia tpm
terlalu lemah seperti HR : 97 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sebelumnya, sesak nafas (- RR : 18 x/m Dispepsia 12 jam
), jantung berdebar (-), T : 36,8°C Inj. Metilprednisolon-
pusing (-), mual (-), SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam - T
muntah (-), demam (-), Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
BAB dan BAK tidak ada Leher : pemb. KGB (-), jam
keluhan. JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Transfusi PRC 3 kolf
08/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa agak lemah, TD : 120/70 Trombositopenia tpm
sesak nafas (-), jantung HR : 88 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
berdebar (-), pusing (-), RR : 18 x/m Dispepsia 12 jam
mual (-), muntah (-), T : 36,5°C Inj. Metilprednisolon-
demam (-), BAB dan BAK SpO2 : 97% 125 mg / 12 jam - T
tidak ada keluhan. Sudah Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
tranfusi 2 kolf WBC dan 2 Leher : pemb. KGB (-), jam
kolf PRC. JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Transfusi PRC 1 kolf
10/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa lemah, lain- TD : 140/90 Trombositopenia tpm
lain tidak ada keluhan, HR : 88 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), jantung RR : 20 x/m Dispepsia 12 jam
berdebar (-), pusing (-), T : 36,8°C Inj. Metilprednisolon-
mual (-), muntah (-), SpO2 : 97% 125 mg / 12 jam - T
demam (-), BAB dan BAK Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
tidak ada keluhan. Leher : pemb. KGB (-), jam
JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Transfusi PRC 1 kolf
(Cek H2TL ulang, jika
Hb < 9 transfusi
hingga Hb ≥ 9)
11/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa lemah, lain- TD : 140/90 Trombositopenia tpm
lain tidak ada keluhan, HR : 85 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), jantung RR : 18 x/m Dispepsia 12 jam
berdebar (-), pusing (-), T : 36,8°C Inj. Metilprednisolon-
mual (-), muntah (-), SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam - T
demam (-), BAB dan BAK Mata : CA (+/+) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
tidak ada keluhan. Leher : pemb. KGB (-), jam
JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Transfusi PRC 3 kolf
12//12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa lemah, lain- TD : 150/90 Trombositopenia tpm
lain tidak ada keluhan, HR : 98 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), jantung RR : 18 x/m Dispepsia 12 jam
berdebar (-), pusing (-), T : 36°C Inj. Metilprednisolon-
mual (-), muntah (-), SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam - T
demam (-), BAB dan BAK Mata : CA (-/-) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
tidak ada keluhan. Sudah Leher : pemb. KGB (-), jam
transfusi PRC 1 kolf lagi. JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-)
13/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa lemah, lain- TD : 130/70 Trombositopenia tpm
lain tidak ada keluhan, HR : 90 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), jantung RR : 18 x/m Dispepsia 12 jam
berdebar (-), pusing (-), T : 36,6°C Inj. Metilprednisolon-
mual (-), muntah (-), SpO2 : 98% 125 mg / 12 jam - T
demam (-), BAB dan BAK Mata : CA (-/-) SI (-/-) Inj. Kalnex 1 amp/ 8
tidak ada keluhan. Leher : pemb. KGB (-), jam
JVP ↑ (-) Inj. Vit K 1 amp/ 12
Thorax : SND ves, rh (- jam
/-), wh (-/-) Inj. Pantoprazole 1
S1 S2 reg, m(-), g(-) vial / 12 jam
Abd : BU (+) N, NT (-) Psidii syr 3 x 2 Cth
Ext : Akral hangat, Kalax tab 3 x 2
CRT < 2”, edema (-) Cek H2TL ulang.
14/12/2018
S: O: A: P:
Pasien mengeluhkan badan KU : TSS Anemia susp. ITP IVFD NaCl 0,9% 20
masih terasa lemah, lain- TD : 130/70 Trombositopenia tpm
lain tidak ada keluhan, HR : 98 x/m Leukemia Inj. Ranitidin 1 amp/
sesak nafas (-), jantung RR : 20 x/m Dispepsia 12 jam → PO
berdebar (-), pusing (-), T : 36,7°C Inj. Metilprednisolon-
mual (-), muntah (-), SpO2 : 96% 125 mg / 12 jam → - T
demam (-), BAB dan BAK Mata : CA (-/-) SI (-/-) PO 3 x 8mg
tidak ada keluhan. Leher : pemb. KGB (-), Inj. Kalnex 1 amp/ 8
JVP ↑ (-) jam → PO
Thorax : SND ves, rh (- Inj. Vit K 1 amp/ 12
/-), wh (-/-) jam → PO
S1 S2 reg, m(-), g(-) Inj. Pantoprazole 1
Abd : BU (+) N, NT (-) vial / 12 jam → stop
Ext : Akral hangat, Psidii syr 3 x 2 Cth
CRT < 2”, edema (-) Kalax tab 3 x 2
BLPL (Hb saat ini
9,1)
DAFTAR PUSTAKA
3. Fauci, Anthony S.; Kasper, Dennis L. ; Longo, Dan L.; Braunwald, Eugene;
Hauser, Stephen L.; Jameson, J. Larry; Loscalzo, Joseph;. Harrison's
Principles of Internal Medicine 17th edition. USA: McGraw-hill, 2008.
4. Crist WM dan Pui CH. Leukemia. Dalam: Wahab AS, Noerhayati, Soebono
H, dkk (eds). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Edisi 15 Bahasa Indonesia Vol.
3. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2000: p. 1772-1777.
5. Guyton, Arthur C.; Hall, John E.;. TEXTBOOK of Medical Physiology 7 th
edition. Philadelphia, Pennsylvania: Elsevier Inc, 2006.
6. Fianza PI. Leukemia Limfoblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B,
Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006: p. 728-734.
7. Kurnianda J. Leukemia Mieloblastik Akut. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata MK, Setiati S (eds). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam
Edisi Keempat vol. 1. Jakarta: Pusat Penerbitan, Departemen Ilmu penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006: p. 706-709.
8. Aster J. Sistem Hematopoietik dan Limfoid. Hartanto H, Darmaniah N,
Nanda W, dkk (eds). Robbins Buku Ajar Patologi Edisi 7 Bahasa Indonesia
Vol.2. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2007: p. 475-477, 489-491.
9. Bakta IM. Buku Ajar Hematologi Klinik Ringkas. Denpasar, UPT Penerbit
Universitas Udayana, 2001: p. 119-141.