Anda di halaman 1dari 16

PELATIHAN DAN PENGEMBANGAN SDM

“ PENTINGNYA EVALUASI PELATIHAN SDM “


Dosen Pengampu : Anak Agung Ayu Sriathi, S.E,. M.M.

Oleh Kelompok 7:

 Si Ngurah Rai Diatmika Sidi Mantra ( 1415251151 )


 I Dewa Putu Prasetya Utama ( 1515251127 )
 I Made Pustika Mahendra ( 1607522060 )
 I Made Boby Prabawa Utama ( 1607522077 )
 I Gede Adi Juliawan ( 1607522090 )
 I Putu Dharma Sadhana ( 1607522095 )

Fakultas Ekonomi Dan Bisnis


Universitas Udayana
Program Reguler Sore
2018/2019
Kata Pengantar

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmatNya sehingga
makalah ini dapat tersusun hingga selesai. Tidak lupa kami mengucapkan terimakasih
terhadap bantuan dari pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan
baik pikiran maupun materinya.
Kami berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman untuk para pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktekkan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami yakin masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini karena
keterbatasan pengetahuan dan pengalaman Kami. Untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.

Penyusun

i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar..................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang .................................................................................................1
Rumusan Masalah ............................................................................................1
Tujuan ..............................................................................................................1
BAB II PEMBAHSAN
2.1 Pentingnya Evaluasi Pelatihan SDM ......................................................... 2
2.2 Proses Evaluasi Pelatihan Secara Garis Besar ........................................... 3
2.3 Evaluasi Hasil Pelatihan ............................................................................ 4
2.4 Menentukan Kesesuaian Program Pelatihan .............................................. 6
2.5 Studi Kasus ................................................................................................ 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................ 13
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 14

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan
need assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta
pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi
ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang
bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun
berjalan sesuai dengan rencana atau tidak.
Evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,
mengingat telah banyak menghabiskan waktu, energi, serta biaya untuk
pelaksanaannya. Agar pelatihan tidak sia-sia, suatu langkah evaluasi dan tindak
lanjut dilakukan secara teratur.
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick, salah seorang ahli
evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan
model evaluasi yang diberi nama Kirkpatrick’s.
1.2. Rumusan Masalah
1. Apa pentingnya evaluasi pelatihan SDM?
2. Bagaimana terjadinya proses evaluasi pelatihan secara garis besar?
3. Apa saya tahapan evaluasi hasil pelatihan?
4. Bagaimana cara menentukan kesesuaian program pelatihan?
1.3. Tujuan
1. Mengetahui pentingnya evaluasi pelatihan SDM
2. Mengetahui proses evaluasi pelatihan secara garis besar
3. Mengetahui evaluasi hasil pelatihan
4. Mengetahui kesesuain program pelatihan

BAB II
PEMBAHASAN

1
2.1. Pentingnya Evaluasi Pelatihan SDM
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan need
assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta
pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi
ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang
bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun
berjalan sesuai dengan rencana atau tidak. Evaluasi setelah pelatihan dimaksudkan
untuk mengetahui tingkat perubahan kinerja dari karyawan atau anggota organisasi
selah mengikuti pelatihan.
Evaluasi menjadi sangat penting untuk dipelajari karena evalusi akan mengukur
tingkat ketercapaian dari program pelatihan yang dilakukan sehingga akan
memberikan feed back untuk kelangsungan program pelatihan selanjutnya. Peserta
merupakan objek dari pelatihan dan akan merasakan hasil dari pelatihan sehinga
evaluasi peserta menjadi sangat menentukan keberlangsungan pelatihan selajutnya.
Selain peserta yang menjadi ujung tombak keberhasilan atau ketercapaian program
pelatihan adalah instruktur yang memberikan materi pelatihan.
Pentingnya evaluasi pelatihan SDM yang lain yaitu:
1. Menemukan dan menganalisa informasi mengenai pencapaian tujuan dalam
jangka pendek dan jangka panjang.
2. Mengetahui pengaruh program pelatihan terhadap kinerja hasil
implementasinya.
3. Mengetahui dengan cepat kemungkinan utnuk perbaikan dan sinkronisasi
program pelatihan sesuai dengan perkembangan situasi dalam organisasi.
4. Mengetahui reaksi peserta terhadap sebagian atau keseluruhan program
pelatihan;
5. Mengetahui hasil pembelajaran peserta;
6. Mengantisipasi tindakan tertentu ketika diperlukan untuk mengambil langkah-
langkah perbaikan
7. Mengetahui hasil pelaksanaan pelatihan dan pengaruhnya terhadap kinerja
serta masalah-masalahnya;
8. Mengetahui opini pemimpin dan bawahan peserta mengenai hasil pelatihan;
9. Mengetahui hubungan hasil pelatihan serta dampaknya bagi organisasi di
tempat peserta bekerja.

2
2.2. Proses Evaluasi Pelatihan Secara Garis Besar
Evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,
mengingat telah banyak menghabiskan waktu, energi, serta biaya untuk
pelaksanaannya. Agar pelatihan tidak sia-sia, suatu langkah evaluasi dan tindak
lanjut dilakukan secara teratur. Evaluasi suatu program pelatihan diperlukan untuk
mengetahui seberapa jauh peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikap staf
terjadi dan seberapa besar penerapannya dalam memberikan arti atau pengaruh pada
dirinya, kelompok dan organisasinya.
In-service training didefinisikan sebagai pelatihan yang dilaksanakan dalam
pelaksanaan pekerjaan seseorang. Dengan metode in-service training ini diharapkan
setiap orang dalam sebuah organisasi kerja akan mendapatkan pelatihan yang tepat
dan alam waktu yang tepat, sehingga akan memaksimalkan relevansi, aktualitas dan
ketersediaan sebuah pelatihan. Pelaksanaan suatu proses pengalihan pengetahuan
melalui pelatihan memerlukan evaluasi untuk menunjukkan apakah tujuan pelatihan
telah tercapai. Evaluasi pelatihan merujuk pada proses pengkonfirmasian bahwa
seseorang telah mencapai kompetensi. Oleh sebab itu evaluasi pelatihan menurut
Kirkpatrick (1994) adalah untuk menentukan efektifitas dari suatu program
pelatihan. Bukan hanya melakukan perbandingan kemampuan peserta sebelum dan
sesudah pelatihan (pre dan pos tes).
Menurut evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick, pada evaluasi tahap 1 dan 2 akan
menghasilkan informasi untuk organisasi tentang penyelenggara pelatihan
(formative), sedangkan evaluasi tahap 3 dan 4 menghasilkan informasi yang
berfokus pada dampak pelatihan bagi organisasi (summative) yang merupakan
kondisi pasca pelatihan. 4 Tahap Teori Proses Evaluasi Pelatihan Menurut
“Kirkpatrick” adalah:
 Evaluasi Tahap 1 (Reaction Level)
Tahap 1 menilai reaksi dari peserta pelatihan atau reaction level berupa
perasaan, pemikiran dan keinginan tentang pelaksanaan pelatihan, narasumber
dan lingkungan pelatihan.
 Evaluasi Tahap 2 (Learning Level)

3
Tahap ini mengukur proses belajar dalam pelatihan yang merupakan
pengalihan pengetahuan (transfer of learning).
 Evaluasi Tahap 3 (Behaviour Level)
Tahap mengukur perilaku atau behaviour level dilakukan dengan menjawab
pertanyaan: “Bila seseorang telah selesai mengikuti suatu pelatihan maka
perubahan perilaku apa yang terjadi”. Perubahan perilaku dapat saja langsung
terjadi selesai pelatihan karena ada kesempatan untuk itu, tetapi dapat juga
tidak terjadi perubahan karena tidak pernah ada kesempatan.
 Evaluasi Tahap 4 (Result Level)
Tahap terakhir dari evaluasi pelatihan Kirkpatrick adalah result level dan
pertanyaan yang ingin dijawab pada tahap ini adalah “hasil akhir apa yang
diharapkan sebagai akibat pelatihan yang sudah dilaksanakan
2.3. Evaluasi Hasil Pelatihan
Evaluasi pelatihan membandingkan hasil-hasil sesudah pelatihan, sesuai tujuan
yang diharapkan oleh manajer, pelatih dan peserta pelatihan. Evaluasi pengembangan
dari hasil pelatihan dapat dilihat dari level organisasi maupun level Individu. Donald
L.Kirkpatrick mengidentifikasikan, ada 4 (empat) tingkatan pelatihan yang dapat
dievaluasi, dilihat dari level organisasi, yaitu:
1. Reaksi. Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan
melakukan wawancara atau dengan memberikan kuestioner kepada mereka.
Peserta diminta untuk menilai pelatihan, gaya instruktur, dan manfaat
pelatihan tersebut.
2. Pembelajaran. Tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan mengukur
seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori dan
sikap. Ujian materi pembelajaran digunakan untuk mengevaluasi
pembelajaran, dapat diberikan sebelum dan sesudah pelatihan untuk
membandingkan hasilnya.
3. Perilaku. Mengevaluasi pada tingkat perilaku, berarti: i) Mengukur pengaruh
pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui wawancara kepada peserta
pelatihan dan rekan kerja mereka. ii) Mengamati kinerja pada pekerjaan.

4
4. Hasil. Mengevaluasi hasil dengan mengukur pengaruh pelatihan pada
pencapaian tujuan organisasional. Hasil-hasil seperti produktivitas,
perputaran, kualitas, waktu, penjualan dan biaya, dapat dilakukan dengan
membandingkan data-data sebelum dan sesudah pelatihan.
Setiap sesi mempunyai tujuannya sendiri yang merupakan bagian dari tujuan
seluruh training. Jika tiap-tiap sesi mencapai tujuannya, maka kemungkinan besar
tujuan seluruh training tercapai.
Setelah kegiatan suatu sesi terlaksana, trainer kemudian membuat evaluasi. Data
utama yang dikumpulkan dari setiap kegiatan dalam sesi meliputi: materi yang
disajikan, proses pengolahan materi, dan manfaat sesi bagi para peserta. Berdasarkan
data yang dikumpulkan itu, trainer membuat analisis mengenai tercapai tidaknya
tujuan acara, serta membuat identifikasi faktor pendukung dan penghambatnya.
Berdasarkan hasil analisis ini, trainer dapat mengambil kesimpulan apakah suatu sesi
mencapai tujuannya atau tidak. Trainer dapat pula mencatat sejauh mana acara
berhasil atau tidak, kemudian mencari sebab-sebabnya.
Jika kesimpulan sudah dibuat, trainer sebaiknya memperkirakan apakah sesi
berikutnya perlu dipertahankan sesuai program atau tidak diganti dengan sesi lain.
Demi tercapainya tujuan seluruh training, jika dipandang perlu, trainer dapat
mengambil langkah untuk memperbaiki sikap, perilaku, metode training, mengubah
metode pengolahan suatu sesi dalam kelompok kecil atau dalam pleno, atau memberi
pengarahan dan petunjuk kepada peserta untuk meningkatkan keterlibatan dalam
training agar dapat mengambil manfaat sebesar-besarnya dari training tersebut.
2.4. Menentukan Kesesuaian Program Pelatihan
Ada banyak model evaluasi yang dikembangkan oleh para ahli yang dapat
dipakai dalam mengevaluasi program pelatihan. Kirkpatrick, salah seorang ahli
evaluasi program training dalam bidang pengembangan SDM selain menawarkan
model evaluasi yang diberi nama Kirkpatrick’s training evaluation model juga
menunjuk model-model lain yang dapat dijadikan sebagai pilihan dalam
mengadakan evaluasi terhadap sebuah program training.
Dari berbagai model tersebut di atas dalam tulisan ini hanya akan diuraikan
secara singkat beberapa model. Model yang diungkapkan Djuju Sudjana (2006: 225),
yaitu:

5
A. Evaluasi model CIPP
Konsep evaluasi model CIPP ( Context, Input, Prosess and Product)
pertama kali ditawarkan oleh Stufflebeam pada tahun 1965 sebagai hasil
usahanya mengevaluasi ESEA (the Elementary and Secondary Education Act).
Konsep tersebut ditawarkan oleh Stufflebeam dengan pandangan bahwa tujuan
penting evaluasi adalah bukan membuktikan tetapi untuk memperbaiki. Evaluasi
model CIPP dapat diterapkan dalam berbagai bidang, seperti pendidikan,
manajemen, perusahaan sebagainya serta dalam berbagai jenjang baik itu
proyek, program maupun institusi. Dalam bidang pendidikan Stufflebeam
menggolongkan sistem pendidikan atas 4 dimensi, yaitu context, input, process
dan product, sehingga model evaluasi yang ditawarkan diberi nama CIPP model
yang merupakan singkatan ke empat dimensi tersebut. Nana Sudjana & Ibrahim
(2004: 246) menterjemahkan masing-masing dimensi tersebut dengan makna sebagai
berikut:
• Context : situasi atau latar belakang yang mempengaruhi jenis-jenis
tujuan dan strategi pendidikan yang akan dikembangkan dalam sistem
yang bersangkutan, seperti misalnya masalah pendidikan yang
dirasakan, keadaan ekonomi negara, pandangan hidup masyarakat.
• Input: sarana/modal/bahan dan rencana strategi yang ditetapkan untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan.
• Process: pelaksanaan strategi dan penggunaan sarana/modal/ bahan di
dalam kegiatan nyata di lapangan.
• Product : hasil yang dicapai baik selama maupun pada akhir
pengembangan sistem pendidikan yang bersangkutan.
B. Evaluasi model Brinkerhoff
Setiap desain evaluasi pada umumnya terdiri dari elemen-elemen yang sama,
ada banyak cara untuk menggabungkan elemen tersebut, masing-masing ahli
evaluasi atau evaluator mempunyai konsep yang berbeda dalam hal ini.
Brinkerhoff & CS mengemukakan tiga golongan evaluasi yang disusun
berdasarkan penggabungan elemen-elemen yang sama, seperti evaluator -evaluator
yang lain, namun dalam komposisi dan versi mereka sendiri sebagai berikut :
1. Fixed vs Emergent Evaluation Design

6
Desain evaluasi yang tetap (fixed) ditentukan dan direncanakan secara
sistematik sebelum implementasi dikerjakan. Desain dikembangkan
berdasarkan tujuan program disertai seperangkat pertanyaan yang akan
dijawab dengan informasi yang akan diperoleh dari sumber-sumber
tertentu. Rencana analisis dibuat sebelumnya dimana sipemakai akan
menerima informasi seperti yang telah ditentukan dalam tujuan.
Walaupun desain fixed ini lebih terstuktur daripada desain emergent,
desain fixed juga dapat disesuaikan dengan kebutuhan yang mungkin
berubah. Kebanyakan evaluasi formal yang dibuat secara individu dibuat
berdasarkan desain fixed, karena tujuan program telah ditentukan dengan
jelas sebelumnya, dibiayai dan melalui usulan atau proposal evaluasi.
2. Formative vs Sumative Evaluation
Evaluasi formatif digunakan untuk memperoleh informasi yang dapat
membantu memperbaiki program. Evaluasi formatif dilaksanakan pada
saat implementasi program sedang berjalan. Fokus evaluasi berkisar pada
kebutuhan yang dirumuskan oleh karyawan atau orang-orang program.
Evaluator sering merupakan bagian dari pada program dan kerjasama
dengan orang-orang program. Strategi pengumpulan informasi mungkin
juga dipakai tetapi penekanan pada usaha memberikan informasi yang
berguna secepatnya bagi perbaikan program. Evaluasi sumatif
dilaksanakan untuk menilai manfaat suatu program sehingga dari hasil
evaluasi akan dapat ditentukan suatu program tertentu akan diteruskan
atau dihentikan.
Pada evaluasi sumatif difokuskan pada variable-variabel yang dianggap
penting bagi sponsor program maupun pihak pembuat keputusan. Evaluator
luar atau tim reviu sering dipakai karena evaluator internal dapat
mempunyai kepentingan yang berbeda. Waktu pelaksanaan evaluasi sumatif
terletak pada akhir implementasi program. Strategi pengumpulan informasi
akan memaksimalkan validitas eksternal dan internal yang mungkin
dikumpulkan dalam waktu yang cukup lama.
3. Experimental and Quasi experimental Design vs Naural/Unotrusive

7
Beberapa evaluasi memakai metodologi penelitian klasik. Dalam hal
seperti ini subyek penelitian diacak, perlakuan diberikan dan
pengukuran dampak dilakukan. Tujuan dari penelitian untuk menilai
manfaat suatu program yang dicobakan. Apabila siswa atau program
dipilih secara acak, maka generalisasi dibuat pada populasi yang agak
lebih luas. Dalam beberapa hal intervensi tidak mungkin dilakukan atau
tidak dikehendaki. Apabila proses sudah diperbaiki, evaluator harus
melihat dokumen-dokumen, seperti mempelajari nilai tes atau
menganalisis penelitian yang dilakukan dan sebagainya. strategi
pengumpulan data terutama menggunakan instrument formal seperti tes,
suvey, kuesioner serta memakai metode penelitian yang terstandar.
C. Evaluasi model Kirkpatrick
Menurut Kirkpatrick evaluasi terh adap efektivitas program training
mencakup empat level evaluasi, yaitu: level 1 – Reaction, level 2 – Learning, level 3–
Behavior, level 4 – Result

1. Evaluating Reaction
Mengevaluasi terhadap reaksi peserta training berarti mengukur
kepuasan peserta (customer satisfaction). Program training dianggap
efektif apabila proses training dirasa menyenangkan dan memuaskan
bagi peserta training sehingga mereka tertarik termotivasi untuk belajar
dan berlatih. Dengan kata lain peserta training akan termotivasi apabila
proses training berjalan secara memuaskan bagi peserta yang pada akhirnya
akan memunculkan reaksi dari peserta yang menyenangkan. Sebaliknya
apabila peserta tidak merasa puas terhadap proses training yang
diikutin ya maka mereka tidak akan termotivasi untuk mengikuti
training lebih lanjut. Dengan demikian dapat dimaknai bahwa
keberhasilan proses kegiatan training tidak terlepas dari minat,
perhatian dan motivasi peserta training dalam mengikuti jalannya
kegiatan training. Orang akan belajar lebih baik manakala mereka
memberi reaksi positif terhadap lingkungan belajar.

8
Kepuasan peserta training dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu materi
yang diberikan, fasilitas yang tersedia, strategi penyampaian materi yang
digunakan oleh instruktur, media pembelajaran yang tersedia, jadwal
kegiatan sampai menu dan penyajian konsumsi yang disediakan.
2. Evaluating Learning
Menurut Kirkpatrick learning can be defined as the extend to which
participans change attitudes, improving knowledge, and/or increase skill
as a result of attending the program. Ada tiga hal yang dapat instruktur
ajarkan dalam program training, yaitu pengetahuan, sikap maupun
ketrampilan. Peserta training dikatakan telah belajar apabila pada
dirinya telah mengalamai perubahan sikap, perbaikan pengetahuan maupun
peningkatan ketrampilan. Oleh karena itu untuk mengukur efektivitas
program training maka ketiga aspek tersebut perlu untuk diukur.

3. Evaluating Behavior
Evaluasi pada level ke 3 (evaluasi tingkah laku) ini berbeda dengan
evaluasi terhadap sikap pada level ke 2. Penilaian sikap pada evaluasi
level 2 difokuskan pada perubahan sikap yang terjadi pada saat
kegiatan training dilakukan sehingga lebih bersifat internal, sedangkan
penilaian tingkah laku difokuskan pada perubahan tingkah laku setelah
peserta kembali ke tempat kerja. Apakah perubahan sikap yang telah
terjadi setelah mengikuti training juga akan diimplementasikan setelah
peserta kembali ke tempat kerja, sehingga penilaian tingkah laku ini
lebih bersifat eksternal.
Perubahan perilaku apa yang terjadi di tempat kerja setelah peserta
mengikuti program training. Dengan kata lain yang perlu dinilai adalah
apak ah peserta merasa senang setelah mengikuti training dan kembali
ke tempat kerja?. Bagaimana peserta dapat mentrasfer pengetahuan,
sikap dan ketrampilan yang diperoleh selama training untuk
diimplementasikan di tempat kerjanya. Karena yang dinilai adalah
perubahan perilaku setelah kembali ke tempat kerja maka evaluasi level

9
3 ini dapat disebut sebagai evaluasi terhadap outcomes dari kegiatan
training.
4. Evaluating Result
Evaluasi hasil dalam level ke 4 ini difokuskan pada hasil akhir (final
result) yang terjadi karena peserta telah mengikuti suatu program.
Termasuk dalam kategori hasil akhir dari suatu program training di
antaranya adalah kenaikan produksi, peningkatan kualitas, penurunan
biaya, penurunan kuantitas terjadinya kecelakaan kerja, penurunan
turnover dan kenaikan keuntungan. Beberapa program mempunyai
tujuan meningkatkan moral kerja maupun membangun teamwork yang
lebih baik. Dengan kata lain adalah evaluasi terhadap impact program.

D. Evaluasi model Stake (Model Countenance)


Stake menekankan adanya dua dasar kegiatan dalam evaluasi, yaitu
description dan judgement dan membedakan adanya tiga tahap dalam program
pelatihan, yaitu antecedent (context), transaction (process) dan outcomes. Stake
mengatakan bahwa apabila kita menilai suatu progr am pelatihan, kita
melakukan perbandingan yang relatif antara program dengan program yang lain,
atau perbandingan yang absolut yaitu membandingkan suatu program dengan
standar tertentu. Penekan an yang umum atau hal yang penting dalam model ini
adalah bahwa evaluator yang membuat penilaian tentang program yang
dievaluasi. Stake mengatakan bahwa description di satu pihak berbeda dengan
judgement di lain fihak. Dalam model ini antecendent (masukan) transaction
(proses) dan outcomes (hasil) data di bandingk an tidak han ya untuk
menentukan apakah ada perbedaan antara tujuan dengan keadaan yang
sebenarnya, tetapi juga dibandingkan dengan standar yang absolut untuk menilai
manfaat program.
2.5. Studi Kasus
Di sebuah perusahaan Advertising, terdapat keluhan dari konsumen terhadap
pelayanan karyawan. Setelah diselidiki dan di observasi secara langsung ternyata
ditemukan masalah pelayanannya yaitu kurangnya keramahan dan komunikasi dari
karyawan tersebut terhadap konsumen. Setelah dianalisis kebutuhan program

10
pelatihan apa yang cocok untuk karyawan tersebut dan manajer memutuskan untuk
melatih karyawan dengan mengikuti pelatihan komunikasi. Setelah beberapa
karyawan mengikuti pelatihan tersebut, manajer menilai serta mengevaluasi apakah
ada perkembangan signifikan sehingga tidak timbul kembali keluhan dari konsumen
yang mengartikan bahwa pelatihan tersebut berhasil sesuai dengan target dan
kebutuhan pelatihan. Tetapi ketika tidak ada perubahan yang signifikan atau masih
terdapat kecenderungan komunikasi atau keramahan yang kurang maka tentunya ada
sesuatu hal yang salah saat melaksanakan pelatihan. Maka dari itu perlu dievaluasi
untuk perbaikan ke depannya program pelatihan tersebut agar nantinya para
karyawan yang mengikuti pelatihan tidak mengulangi kesalahan dalam
berkomunikasi dan kurangnya keramahan dalam melayani konsumen.

11
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Proses evaluasi pada tahap awal yaitu sebelum pelatihan dinamakan dengan
need assessment atau mencari tahu keterampilan, dan kebutuhan dari para peserta
pendidikan dan latihan serta pengembangan sumber daya manusia. Evaluasi
ditahapmenengah pada saat dilakukan pelatihan dinamakan monitoring yang
bertujuan untuk mencari informasi apakah program pelatihan yang telah disusun
berjalan sesuai dengan rencana atau tidak.
Evaluasi merupakan bagian yang sangat penting dari program pelatihan,
mengingat telah banyak menghabiskan waktu, energi, serta biaya untuk
pelaksanaannya. Agar pelatihan tidak sia-sia, suatu langkah evaluasi dan tindak
lanjut dilakukan secara teratur.

Dafta Pustaka

http://kuliahmeneliti.blogspot.com/2014/04/teori-4-tahap-evaluasi-pelatihan.html
https://goenable.wordpress.com/tag/konsep-evaluasi-program-pelatihan/
https://goenable.wordpress.com/tag/konsep-evaluasi-program-pelatihan/

12
https://edratna.wordpress.com/2013/09/07/evaluasi-pengembangan-dari-hasil-
pelatihan/

13

Anda mungkin juga menyukai