Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Upaya pemeliharaan kesehatan bayi dan anak harus ditujukan untuk
mempersiapkan generasi yang akan datang yang sehat, cerdas, dan berkualitas
serta untuk menurunkan angka kematian bayi dan anak. Upaya pemeliharaan
kesehatan anak dilakukan sejak janin masih dalam kandungan, dilahirkan,
setelah dilahirkan, dan sampai berusia 18 (delapan belas) tahun. Upaya
kesehatan anak antara lain diharapkan untuk mampu menurunkan angka
kematian anak (Kemenkes RI, 2014).
Bayi usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki
risiko gangguan kesehatan paling tinggi. Pada usia yang rentan ini, berbagai
masalah kesehatan bisa muncul (Depkes RI, 2.013). Upaya kesehatan anak
antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak. Indikator
angka kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian
Neonatal (AKN), Angka Kematian Bayi (AKB), dan Angka Kematian Balita
(AKABA). Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian neonatal (0-
28 hari) menjadi penting karena kematian neonatal memberi kontribusi
terhadap 59% kematian bayi (Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI), 2012).
Berdasarkan hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2012, Angka Kematian Neonatus (AKN) di Indonesia pada tahun 2012
sebesar 19 per 1.000 kelahiran hidup. Menurut Direktorat Kesehatan Anak
(2010) menjelaskan penyebab kematian neonatal adalah gangguan atau
kelainan pernafasan 35,9%, prematuritas 32,4%, sepsis l2%, hipotermi 6,3%,
kelainan darah atau ikterus 5,6%, post matur 2,8% dan kelainan kongenital
l,4%. Berdasarkan hasil penelitian Pritasari (20l0), penyebab kematian
neonatal di Indonesia adalah gangguan atau kelainan pernafasan 35,9%,
prematuritas 32,4%, sepsis l2%, hipotermi 6,3%, kelainan darah/ikterus 5,6%,
post matur 2,8% dan kelainan kongenital l,4% (Pritasari, 2010).

1
Salah satu kematian bayi dan neonates adalah sindroma gawat nafas
(SGN/RDS). SDR mungkin masih merpakan masalah paling umum dikamar
bayi, terjadi pada 0,5 % - 1% dari seluruh persalinan. Penyakit ini terjadi pada
kira-kira 10% pada seluruh bayi premature dengan insiden terbesar pada bayi-
bayi yang memiliki berat badan < 1500 gr. Namun seiring dengan perkemban
gan ilmu pengetahuan dan teknologi, bayi resko tinggi dapat hidup dengan
baik tanpa mengalami cacat. Hal ini terjadi jika ia dirawat diruang perawatan
intensifneonatus, dengan tenaga kesehatan yang memiliki spesialisasi
keahlian di bidang tersebut.
Di Rumah sakit dr. Hardjanto Balikpapan yang merupakan rumah
sakit tipe c yang juga memberi pelayanan kesehatan pada bayi dan neonates
kejadian neonates dengan sindrom ganguan nafas merupakan masalah yang
sering dijumpai pada hari pertama kehidupan BBL. Hal inilah yang melatar
belakangi penulis untuk mengangkat kasus ini karena dari hasil observasi
ditemukan bayi yang mengalami sindrom gawat nafas sehingga peneliti
tertatrik untuk menganalisis kasus tersebut dalam bentuk menejemn
kebidanan pada neonates dengan sindrom gangguan pernafasan.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas yang menjadi rumusan
masalah adalah “Bagaimana Manajemen Kebidanan pada By. Ny. S NCB
SMK SC dengan Sindrom Gangguan Nafas di RS. Dr. Hardjanto
Balikpapan?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Penulis mampu melakukan asuhan kebidanan pada By. Ny. S
NCB SMK SC dengan Sindrom Gangguan Nafas di RS. Dr. Hardjanto
Balikpapan dan mendokumentasikan dalam bentuk manajemen dan
SOAP.

2. Tujuan Khusus
Penulisan laporan ini ini bertujuan membantu penulis agar mampu :

2
a. Melakukan pengkajian tentang sindrom ganggun pernafasan pada
neonatus
b. Mengetahui asuhan pada neonates dengan sindrom gangguan
pernafasan di RS. Dr. Hardjanto Balikpapan
c. Melakukan asuhan perkembangan pada neonates dengan sindrom
gangguan pernafasan
d. Dapat mendokumentasikan dan mempresentasikan hasil asuhan
dalam bentuk catatan perkembangan SOAP
3. Manfaat
a. Bagi penulis
Memberikan pengalaman bagi penulis untuk dapat melakukan
asuhan kebidanan pada By. Ny. S NCB SMK SC dengan Sindrom
gangguan pernafasan
b. Bagi institusi
Memberikan pendidikan dan pengalaman bagi mahasiswanya
dalam melakukan asuhan kebidanan pada By. Ny. S NCB SMK
SC dengan Sindrom gangguan pernafasan
c. Bagi klien
Klien mendapatkan pelayanan secara menyeluruh sesuai standar
pelayanan kebidanan dan SOP RS. Hardjanto Balikpapan.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Gangguan Napas Pada BBL
1. Definisi
Definisi Gangguan Napas adalah: suatu keadaan meningkatnya kerja
pernapasan yang ditandai dengan:
a. Takipnea: frekuensi napas > 60 80 kali/menit
b. Retraksi: cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan
atau di bawah sternum (stlh sternal) selama inspirasi.
c. Napas cuping hidung: kembang kempis lubang hidung selama
inspirasi
d. Merintih atau grunting: terdengar merintih atau menangis saat
inspirasi
e. Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda
dengan biru lebam atau wama membran mukosa. Sianosis sentral
tidak pernah normal, selalu memerlukan perhatian dan tindakan
segera. Mungkin mencerminkan abnormalitas jantung,
hematologik atau pernapasan yang harus dilakukan tindakan segera
f. Apnu atau henti napas (harus selalu di nilai dan dilakukan tindakan
segera)
g. Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres
respirasi (takipnea, retraksi, napas cuping dan grunting) kadang
juga dijumpai pada BBL normal tetapi tidak berlangsung lama.
Gejala ini disebabkan karena perubahan fisiologik akibat
reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan masa transisi dari sirkulasi
fetal ke sirkulasi neonatal.
h. Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada
beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya
gangguan napas atau distress respirasi yang harus dilakukan
tindakan segera.

4
2. Masalah Yang Akan terjadi pada bayi
Bayi dengan Gangguan napas mempunyai risiko atau komplikasi
terjadinya:
a. Hipoksia, bila berlangsung lama dapat mengakibatkan gangguan
pada organ vital seperti otak, paru, jantung dan ginjal
b. Asidosis metabolik (hipoglikemia, hipotermia)
c. Problem hematologik misalnya: anemia, polisitemia
Keadaan yang sering memberi gambaran klinis yang mirip atau sama:
a. Pneumonia sering terjadi sekunder akibat infeksi Streptokoki
Grup B beta hemolitikus (GBBS)
b. TTN = ”Hansient Tachynea of the newborn, biasanya terjadi
pada BCB atau mendekati cukup bulan.
c. Sindroma Aspirasi mekonium yang dapat terjadi akibat aspirasi
air ketuban atau meconium
d. Kebocoran udara pada paru (pneumotoraks, emfisema interstitial,
pneumomediastinum, pneumoperikardium). Pada BKB hal ini
dapat terjadi akibat pemberian ventilasi tekanan positip yang
berlebihan atau dapat terjadi spontan.
e. Kelainan paru kongenital (misalnya hernia diafragmatika,
silototoraks, pembenf tukan kista adenomatoid paru kongenital,
emfisema lobaris, kista bronkngenik, sekuestrasi paru).
f. Kelainan jantung congenital.
g. Gejala sisa atau sekuel SGN, termasuk perdarahan intrakranial
dan/atau lekomalasia periventrikular sering dihubingkan dengan
Keterlambatan Perkembangan Neurologis, septicemia, Displasia
bronkhopulmoner, Paten Ductus Arteriosus (PDA) dan
perdarahan paru.
3. Patofisiologi
Bayi prematur lahir dengan kondisi paru yang belum siap
sepenuhnya untuk berfungsi sebagai organ pertukaran gas yang efektif.
Hal ini merupakan faktor kritis dalam terjadi RDS, ketidaksiapan paru

5
menjalankan fungsinya tersebut disebabkan oleh kekurangan atau tidak
adanya surfaktan.
Surfaktan adalah substansi yang merendahkan tegangan permukaan
alveolus sehingga tidak terjadi kolaps pada akhir ekspirasi dan mampu
menahan sisa udara fungsional /kapasitas residu funsional (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985). Surfaktan sendiri merupakan kompleks lipoprotein yang
terdiri dari fosfolipid seperti lesitin, fosfatidil gliserol, kolesterol, dan
apoprotein (protein surfaktan; PS-A, B, C, D) yang disintesis oleh sel
epithelial alveolar tipe II yang semakin banyak jumlahnya seiring dengan
umur kehamilan yang bertambah. Komponen-komponen ini selanjutnya
disimpan di dalam sel alveolar tipe II yang akan dilepaskan ke dalam
alveoli untuk mengurangi tegangan permukaan dan mencegah kolaps paru
sehingga membantu mempertahankan stabilitas alveolar. Kadar surfaktan
matur muncul sesudah umur kehamilan 34 minggu. Surfaktan
menyebabkan ekspansi yang merata dan menjaga ekspansi paru pada
tekanan intraalveolar yang rendah. Kekurangan atau ketidakmatangan
fungsi surfaktan menimbulkan ketidakseimbangan inflasi saat inspirasi
dan kolaps alveoli saat ekspirasi.
Bila surfaktan tidak ada, janin tidak dapat menjaga parunya tetap
mengembang. Oleh karena itu, perlu usaha yang keras untuk
mengembangkan parunya pada setiap hembusan napas (ekspirasi)
sehingga untuk pernapasan berikutnya dibutuhkan tekanan intratoraks
yang lebih besar dengan disertai usaha inspirasi yang lebih kuat.
Akibatnya, setiap kali bernapas menjadi sukar seperti saat pertama kali
bernapas (saat kelahiran). Sebagai akibat, janin lebih banyak
menghabiskan oksigen untuk menghasilkan energi ini daripada yang ia
terima dan ini menyebabkan bayi kelelahan. Dengan meningkatnya
kelelahan, bayi akan semakin sedikit membuka alveolinya.
Ketidakmampuan mempertahankan pengembangan paru ini dapat
menyebabkan atelaktasis sehingga menyebabkan peningkatan gagal napas.

6
Tidak adanya stabilitas dan atelektasis akan meningkatkan
pulmonary vascular resistance (PVR) yang nilainya menurun pada
ekspansi paru normal. Akibatnya, terjadi hipoperfusi jaringan paru dan
selanjutnya menurunkan aliran darah pulmonal. Di samping itu,
peningkatan PVR juga menyebabkan pembalikan parsial sirkulasi darah
janin dengan arah aliran dari kanan ke kiri melalui duktus arteriosus dan
foramen ovale.
Kolaps baru (atelektasis) akan menyebabkan gangguan ventilasi
pulmonal yang menimbulkan hipoksia. Akibat dari hipoksia adalah
konstriksi vaskularisasi pulmonal yang menimbulkan penurunan
oksigenasi jaringan dan selanjutnya menyebabkan metabolisme anareobik.
RDS atau sindrom gangguan pernapasan adalah penyakit yang
dapat sembuh sendiri dan mengikuti masa deteriorasi (kurang lebih 48
jam) dan jika tidak ada komplikasi paru akan membaik dalam 72 jam.
Proses perbaikan ini, terutama dikaitkan dengan meningkatkan produksi
dan ketersediaan materi surfaktan (Laycock & Rajah, 2010; Urden et al.,
2010; Urden et al., 2014).
4. Klasifikasi gangguan napas
Gangguan napas dapat diklasifikasi berdasarkan pada mekanisme
patofisiologi yang mengakibatkan hipoksemia dan/atau hiperkarbia.
Gangguan napas akut dapat terjadi akibat salah satu dari keadaan abnormal
berikut ini:
a. Rasio ventilasi alveolar dan perfusi Pulmoner menjadi terbalik
b. Pirau intrapulmonal
c. Hipoventilasi
d. Difusi gas abnormal pada pertemuan alveolar dan kapiler
e. Berkurangnya konsentrasi O2 yang dihirup (FiO2)
f. Meningkatnya desaturasi vena dengan gangguan fungsi jantung
ditambah satu atau lebih faktor tersebut di atas.

7
Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan
di Rumah Sakit, membagi Klasifikasi gangguan napas, menjadi :

a. Gangguan napas ringan


b. Gangguan napas sedang
c. Gangguan napas berat

Tabel 2.1.Klasiflkasi lain dapat menggunakan skor Downes


Frekuensi Napas Gejala Tambahan Klasifikasi
Gangguan Napas
>60x/menit DENGAN Sianosis sentral DAN Gangguan Napas
tarikan dinding dada Berat
atau merintih saat
ekspirasi
ATAU > 90x/menit DENGAN Sianosis sentral
ATAU tarikan dinidng
dada ATAU merintih
saat ekspirasi
ATAU < 30x/menit DENGAN atau Gejala lain dari
TANPA gangguan napas
60 – 90x/ menit DENGAN tetapi Tarikan dinidng dada Gangguan Napas
TANPA ATAU Merintih saat Sedang
Ekspirasi
Sianosis Sentral
ATAU > 90x/menit TANPA Tarikan dinding dada
atau merintih saat
ekspirasi atau sianosis
sentral
60 – 90x/ menit TANPA Tarikan dinding dada Gangguan Napas
atau merintih saat Ringan
ekspirasi atau sianosis
sentral
60 – 90x/ menit DENGAN tetapi Sianosis Sentral Kelainan Jantung
TANPA Tarikan dinidng Congenital

dada atau merintih

8
Tabel 2.2 Evaluasi Gawat Napas dengan Skor Downes
Pemeriksaan SKOR
0 1 2
Frekuensi Napas <60x/menit 60 – 80x/menit >80x/menit
Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat
Sianosis Tidak ada sianosis Sianosis hilang Sianosis menetap
dengan O2 walau diberi O2
Air Entry Udara Masuk Penurunan Ringan Tidak ada udara
udara masuk masuk
Merintih Tidak merintih Dapat didengar Dapat didengar
dengan stetoskop tanpa alat bantu

Tabel 2.3 Evaluasi


Total Diagnosis
1-3 Sesak Napas Ringan
4-5 Sesak Napas Sedang
≥6 Sesak Napas Berat

5. Penyebab gangguan napas pada BBL


a. Obstruksi Jalan napas:
1) Nasal atau nasofaringeal: obstruksi koanae, edema nasalis, ensefalokel.
BBL bemapas dengan hidung dan dapat menunjukkan gejala distres
respirasi apabila ada sesuatu yang menyumbat lubang hidung (mukus atau
masker yang menutupi saat dilakukan terapi sinar)
2) Rongga mulut: makroglosi atau mikrognati
3) Leher: struma congenital dan higroma kistik
4) Laring: laryngeal web, stenosis subglotik, hemangioma, paralisis medulla
spinalis dan laringomalasia
5) Trakhea: trakheomalasia, fistula trakheoesofagsus, stenosis trakhea dan
stenosis bronchial.
b. Penyebab pulmonal:
1) Aspirasi mekonium, darah atau susu formula
2) Respiarory distress syndrome: RDS = Penyakit membrana hialin.

9
3) Atelektasis
4) Kebocoran udara: Pnemotoraks, pnemomediastinum, emfisema
pulmonalis, interstitialis
5) TTN ( Transient tachypnea of the newbom)
6) Pnemonia, Pnemonia hemoragik
7) Kelainan kongenital: hernia diafragmatika, Kista atau tumor intratorakal,
Agenesia atau hipoplasia paru, emfisema lobaris congenital.
8) Efusi, silotoraks
9) Penyebab non pulmonal: setiap keadaan yang menyebabkan aliran darah
ke paru meningkat atau menurun, menyebabkan kenaikan kebutuhan
oksigen meningkat dan Penurunan jumlah sel darah merah yang
menyebabkan distres respirasi :
a) Gagal jantung kongestif (congestive heart failure)
b) Penyebab metabolik: asidosis. hipoglikemia, hipokalsemia
c) Hipertensi pulmonal menetap: persistance pulmonary hypertension
d) Depresi neonatal
e) Syok
f) Polisitemia: jumlah sel darah merah yang berlebihan yang
menyebabkan meningkatnya viskositas darah dan mencegah sel darah
merah dengan mudah masuk ke dalam kapiler paru.
g) Hipotermia.
h) Bayi dari ibu dengan DM
i) Perdarahan susunan saraf pusat.
6. Diagnosis
Diagnosis gangguan napas dapat ditegakkan secara klinis maupun
dengan analisa gas darah (blood gass analysis). Perhitungan indeks
oksigenasi akan menggambarkan beratnya hipoksemia. Bila mengevaluasi
bayi dengan gangguan napas harus hati-hati atau waspada karena dapat
terjadi bayi dengan gejala pernapasan yang menonjol, tetapi tidak menderita
gangguan napas (misalnya asidosis metabolik, DKA = diabetik ketoasidosis)
dan sebaliknya gangguan napas berat dapat juga terjadi pada bayi tanpa

10
gejala distres respirasi (hipoventilasi sentral akibat intoksikasi obat atau
infeksi) . Penilaian yang hati hati berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
yang lengkap dan pemeriksaan penunjang dapat menjelaskan tentang
diagnosis. Penilaian secara serial tentang kesadaran, gejala respirasi,
Analisis Gas Darah dan respons terhadap terapi dapat merupakan kunci yang
berarti untuk menentukan perlunya intervensi selanjutnya.
7. Prioritas dalam evaluasi atau pemeriksaan awal pada bayi dengan
gangguan napas
a. Langkah awal untuk mencari penyebab:
1) Anamesis yang teliti
2) Pemeriksaan fisik yang tepat
3) Menilai tingkat maturitas bayi dengan Ballard atau Dubowitz (bila
keadaan bayi masih labil pemeriksaan ini ditunda dulu)
b. Pemeriksaan penunjang:
1) Pemeriksaan radiologik dada
2) Analisa gas darah
3) Septic work up dan mencari kemungkinan penyebab karena
pneumonia : Minimal darah kultur dan jumlah sel
4) Status metabolik: dilakukan pemeriksaan Analisa Gas Darah,
skrining kadar glukosa darah
8. Anamnesis
Anamnesis tentang riwayat keluarga, maternal, prenatal dan intrapartum
sangat diperlukan antara lain tentang hal hal berikut yaitu:
a. Prematuritas, sindrom gangguan napas, sindrom aspirasi mekonium,
infeksi: pneumonia, displasia pulmoner, trauma persalinan sungsang,
kongesti nasal, depresi susunan saraf pusat, perdarahan susunan saraf
pusat, paralisis nervus frenikus, takikardia atau bradikardia pada janin,
depresi neonatal, tali pusat menumbung, Bayi lebih bulan“ demam atau
suhu yang tidak stabil (pada pneumonia)
b. Gangguan SSP: tangis melengking, hipertoni, Flasiditas, atonia, trauma,
miastenia

11
c. Kelainan kongenital: arteri umbilikalis tunggal, anomali kongenital lain:
anomaly cardio pulmonal, abdomen cekung pada hernia diafragmatika,
paralisis erb (Paralisis nervus frenikus, atresia khoanae, kongesti nasal
obstruktip, meningkatnya diameter anterior posterior paru, hippoplasi
paru, trakheoesofageal fistula)
d. Diabetes pada ibu, perdarahan antepartum pada persalinan kurang bulan,
partus lama, kulit ketuban pecah dini, oligohidramnion, penggunaan obat
yang berlebihan.
9. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat dijumpai gejala klinik gannguan napas, berupa
beberapa tanda di bawah ini :
a. Merintih atau grunting tetapi wama kulit masih kemerahan, merupakan
gejala yang menonjol
b. Sianosis
c. Retraksi
d. Tanda obstruksi saluran napas mulai dari hidung: atresis koanae, ditandai
dengan kesulitan memasukkan pipa nasogastrik melalui hidung
e. Air ketuban bercampur mekonium atau pewarnaan hijau-kekuningan pada
tali pusat
f. Abdomen mengempis (scaphoid abdomen)
10. Faktor predisposisi terjadinya distres respirasi
a. BKB : Paru bayi secara biokimiawi masih imatur dengan kekurangan
surfaktan yang melapisi rongga alveoli
b. Depresi neonatal (Kegawatan neonatal):
1) Kehilangan darah dalam periode perinatal
2) Aspirasi mekonium
3) Pneumotoraks akibat tindakan resusitasi
4) Hipertensi pulmonal dengan pirau kanan ke kiri yang membawa darah
keluar dari paru
5) Bayi dari Ibu DM: terjadi respirasi distress akibat kelambatan
pematangan paru

12
6) Bayi lahir dengan operasi sesar: Bayi yang lahir dengan operasi sesar,
berap pun usia gestasi nya dapat mengakibatkan terlambatnya
absorpsi cairan paru (TTN)
7) Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, ketuban pecah dini
atau air ketuban yang berbau busuk dapat terjadi pneumonia
bakterialis atau sepsis.
8) Bayi dengan kulit berwarna seperti mekonium. mungkin mengalami
aspirasi mekonium.

Buku Pedomen Manajemen masalah BBL untuk. Dokter. Perawat dan


Bidan di Rumah Sakit memberi panduan sebagai berikut: Tidak perlu
membedakan antara pneumonia. sindrom distres respirasi (penyakit
membran hinlin) atau aspirasi mekonium karena semuanya dapat
menyebabkan gangguan napas dun mendapat terapi yang serupa/sama.

11. Diagnosis Banding


Diagnosis banding Sebagai pemikiran diagnosis banding yang lain dapat
dipikirkan hal-hal sebagai berikut:
a. Kelainan sistem respirasi:
1) Obstruksi saluran napas atas: atresia koanae, web laringeal. higroma.
gondok. laringo/trakheomalasia, Sindroma Piere Robin
2) Respiratory distress syndrome = Penyakit membarana hialin
3) Transient tachynea of the newborn
4) Pneumonia
5) Sindroma aspirasi mekonium
6) PPHN = Persistent pulmonary hypertension in newborn
7) Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi nervus
frenikus
8) Malformasi kongenital (misalnya: fistula trakheoesofageal. hernia
diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
9) Proses lambat: displasia bronkhopulmoner
10) Sepsis

13
11) Sistema kardiovaskular: penyakit jantung bawaan, gagal Jantung
kongestip. PDA (Patent ductus arteriosus), syok
12) Metabolik: keadaan yang dapat menyebabkan asides,
hipo/hipertermia, gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
13) Sistema hemopoetik: Anemia (termasuk anemia akibat kehilangan
darah secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau
kehiilangan darah kronik yang dapat menyebabkan gagal jantung
kongestip dan polisitemia)
14) SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat: perdarahan, depresi
farmakologik, ”drug Withdrawal" malformasi, asfrksia saat
lahir/depresi pemapasan
12. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
1) Analisis Gas Darah (AGD)
a) Dilakukan unyuk menentukan adanya Gagal napas akut yang
ditandai dengan: PaCOz > 50 mm Hg, PaO2 < 60 mm Hg, atau
Saturasi oksigen arterial < 90%.
b) Dilakukan pada BBL yang memerlukan suplementasi oksigen lebih
dari 20 menit. Darah arterial lebih dipilih dianjurkan.
c) diambil berdasarkan indikasi klinis dengan mengambil sampel
darah dari arteri umbilikalis atau pungsi arteri
d) Menggambarkan gambaran asidosis metabolik atau asidosis
respiratorik dan keadaan hipoksia
e) Asidosis metabolik, biasanya diakibatkan asidosis laktat primer,
yang merupakah1 hasil dari perfusi jaringan yang buruk dan
metabolisme anaerobic
f) Hipoksia terjadi akibat pirau dari kanan ke kiri melalui pembuluh
darah puimonal, PDA dan/atau persisten Foramen ovale
g) Pulse oxymeter digunakan sebagai cara non invasip untuk
memantau saturaSi oksigen yang diperhankan pada 90-95%.

14
2) Elektrolit
a) Kenaikan kadar serum bikarbonat mungkin karena kompensasi
metabolik untuk hiperkapnea kroonik
b) Kadar glukosa darah untukmenentukan adanya keadaan hipoglikemia
c) Kelainan elektrolit ini dapat juga diakibatkan oleh karena kondisi
kelemahan tubuh; hipokalemia, hipokalsemia dan hipofosfatemia
dapat mengakibatkan gangguan kontraksi otot
d) Pemeriksaan jumlah sel darah: polisitemia mungkin karena
hipoksemia kronik.
3) Pemeriksaan Radiolik atau pencintraan
a) Pemeriksaan radiologl toraks pada bayi dengan SGN, menunjukan
gambar;“l retikulo granular yang difus bilateral atau gambaran
bronkhogram udara (air bronchogram) dan paru yang tidak
berkembang
b) Gambaran air bronchog'ram yang menonjol menunjukkan bronkiolus
yang menutup latar belakang alveoli yang kolaps
c) Gambaran jantung yang samar mungkin normal atau membesar
d) Kardiomegali mungkin merupakan akibat asfiksia prenatal, maternal
diabetes, PDA berhubungan dengan kelainan jantung bawaan atau
pengembangan paru yang) buruk. Gambaran ini mungkin akan
berubah dengan pemberian terapi surfaktan secara dini atau terapi
indometasin dengan ventilator mekanik
e) Gambaran radiologik SGN ini kadang tidak dapat dibedakan secara
nyata dengan pneumonia
f) Pemeriksaan transiluminasi toraks dilakukan dengan cara memberi
iluminasi atau sinar yang terang menembus dinding dada untuk
mendeteksi adanya penumpukan udara abnormal misalnya
pneumotoraks. Pemeriksaaan radiologik toraks ini berguna untuk
membantu konfirmasi ada tidaknya pneumotoraks dan gangguan
parenkimal seperti pneumonia atau SGN (RDS)
g) Di samping itu pemeriksaan radiologi toraks juga berguna untuk:

15
1) Evaluasi adanya kelainan yang memerlukan tindakan segera
misalnya: malposisi pipa endotrakheal, adanya pneumotorak
2) Mengetahui adanya hal-hal yang berhubungan dengan
gangguan atau gagal napas seperti berikut.
3) Penyakit fokal atau difus (misal: pneumonia. ARDS,
hiperinflasi bilateral, pengembangan paru yang asimetris. Efusi
pleura, kardiomegali)
h) Bila terjadi hipoksemia tetapi pemeriksaan foto toraks normal,
maka harus dipikirkan kemungkinan Penyakit jantung Bawaan tipe
sianotik, hipertensi pulmonal atau emboli paru.
Tabel 2.4 Gambar pemeriksaan radiologik pada toraks

Derajat Berat/Ringan Temuan pada pemeriksaan radiologic toraks


Kadang Normal atau gambaran granuler, homogen,
I Ringan
tidak ada air bronchograms
Seperti tersebut di atas pluss gambaran air
II Ringan-Sedang
bronchograms
III Sedang-Berat Seperti tersebut di atas plus batas jantung kabur
IV Berat “White lung” : Paru putih menyeluruh
Sumber: Neonatology NICU Reference Guide Respiratory System
13. Managemen
Buku Pedoman Manajemen masalah BBL untuk, Dokter, Perawat dan Bidan di
Rumah Sakit memberi panduan manajemen gangguan napas sebagai berikut:
a. Manajemen Spesifik Gangguan napas berat :
1) Semakin kecil bayi, kemungkinan terjadi gangguan napas semakin
sering dan semakin berat. Pada bayi kecil (berat lahir < 2500 gram
atau umur kehamilan kurang 37 minggu) gangguan napas sering
memburuk dalam waktu 36 hingga 48 jam pertama, dan tidak banyak
terjadi perubahan dalam satu dua hari berikutnya dan kemudian akan
membaik pada hari ke 4-7.

16
2) Teruskan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang (antara
rendah dan tinggi, lihat Terapi oksigen).
3) Tangani sebagai Kemungkinan besar sepsis.
4) Bila bayi menunjukkan tanda perburukan atau terdapat sianosis
sentral, naikkan pemberian O2 pada kecepatan aliran tinggi. Jika
gangguan napas bayi semakin berat dan sianosis sentral menetap
walaupun diberikan O2 100%, bila memungkinkan segera rujuk bayi
ke rumah sakit rujukan atau yang ada fasilitas dan mampu memakai
ventilator mekanik.
5) Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang pipa
lambung untuk mengosongkan cairan lambung dan udara
6) Nilai kondisi bayi 4 kali setiap hari apakah ada tanda perbaikan.
7) Jika bayi mulai menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun, taiikan dinding dada berkurang, warna kulit membaik):
8) Kurangi pemberian O2 secara bertahap;
9) Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung;
10) Bila pemberian O2 tak diperlukan lagi, bayi mulai dilatih menyusu.
Jika bayi tak bias menyusu, berikan ASI peras dengan menggunakan
salah satu alternative cara pemberian minum.
11) pantau dan catat setiap 3 jam mengenai:
a) Frekuensi napas
b) adanya tarikan dinding dada atau suara merintih saat ekspirasi
c) Episode apnu
d) Periksa kadar glucose darah sekali sehari sampai setengah
kebutuhan minum dapat dipenuhi secara oral
e) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antobiotika
dihentikan. Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3
hari, minum baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan. jangan
meneruskan pemberian O2 Bila tidak perlu. Hentikan pemberian

17
O2 bila bayi diletakkan pada udara ruangan tanpa pemberian O2
tidak mengalami gangguan napas dan tampak kemerahan.
b. Gangguan napas sedang
1) Lanjutkan pemberian O2 dengan kecepatan aliran sedang.
2) Bayi jangan diberikan minum.
3) Jika ada tanda berikut, ambil sampel darah untuk kultur dan
berikan antibiom<a (ampisilin dan gentamisin) untuk terapi
Kemungkinan besar sepsis:
4) Suhu aksiler < 34°C atau > 39°C;
5) Air ketuban bercampur mekonium;
6) Riwayat infeksi intrauterin, demam curiga infeksi berat atau
ketuban pecah dini (>18 jam)
7) Bila suhu aksiler 34-36,5°C atau 37,5-39°C tangani untuk masalah
suhu abnormal dan nilai ulang setelah 2 jam:
8) Bila suhu masih belum stabil atau gangguan napas belum ada
perbaikan, ambil sampel darah, dan berikan antibiotika untuk terapi
Kemungkinan besar sepsis;
9) Jika suhu normal, teruskan amati bayi. Apabila suhu kembali
abnormal, ulangi tahapan tersebut diatas.
10) Bila tidak ada tanda-tanda kearah sepsis, nilai kembali bayi setelah
2 jam. Apabila bayi tidak menunjukkan perbaikan atau tanda-tanda
perburukan setelah 2 jam, terapi untuk kemungkinan besar sepsis.
11) Bila bayi mulai menunjukkan tanda-tanda perbaikan (frekuensi
napas menurun, tarikan dinding dada berkurang atau suara merintih
berkurang):
a) Kurangi terapi O2 secara bertahap.
b) Pasang pipa lambung, berikan ASI peras setiap 2 jam.
c) Apabila tak diperlukan lagi pemberian O2, mulailah melatih
bayi menyusu. Bila bayi tak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan memakai salah satu cara alternatif pemberian minum.

18
d) Amati bayi selama 24 jam setelah pemberian antibiotik
dihentikan. Bila bayi kembali tampak kemerahan tanpa
pemberian O2 selama 3 hari. minum baik dan tak ada alasan
bayi tetap tinggal di rumah sakit. bayi dapat dipulangkan.
e) jangan memberikan terapi O2 yang tidak perlu secara terus-
menerus. Hentikan pemberian O2 bilamana bayi tak ada
gangguan napas dan di udara mangan tanpa pemberian O2 bayi
tampak kemerahan.
c. Gangguan napas ringan
Beberapa BCB yang mengalami gangguan napas ringan pada
waktu lahir tanpa gejala-gejala disebut Transient Tachypnea of the
Newborn (TTN), terutama terjadi setelah bedah sesar. Biasanya
kondisi tersebut akan membaik dan sembuh sendiri tanpa
pengobatan. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, gangguan
napas ringan merupakan tanda awal dari infeksi sistemik.
1) Amati pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam berikutnya.
2) Bila dalam pengamatan gangguan napas memburuk atau timbul
gejala sepsis lainnya. terapi untuk kemungkinan besar sepsis dan
tangani gangguan napas sedang atau berat seperti tersebut di
atas.
3) Berikan ASI bila bayi mampu mengisap. Bila tidak, berikan ASI
peras dengan menggunakan salah satu cara alternatif pemberian
minum.
4) Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
gangguan napas. Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas
antara 30-60 kali/menit. Amati bayi selama 24 jam berikutnya,
jika frekuensi napas menetap antara 30-60 kali/menit, tidak ada
tauda-tauda sepsis, dan tidak ada masalah lain yang memerlukan
Perawatan. bayi dapat dipulangkan.

19
B. Sepsis
1. Definisi
Sepsis pada BBL adalah infeksi aliran darah yang bersifat invasive
dan ditandai dengan ditemukannya bakteri dalam cairan tubuh seperti
darah, cairan sum-sum tulang atau air kemih.
Keadaan ini sering terjadi pada bayi berisiko misalnya pada BKB,
WBBLR, Bayi dengan sindrom gangguan nafas atau bayi yang lahir
dari ibu berisiko. Sepsis neonatal biasanya dibagi dalam dua
kelompok yaitu sepsis awitan dini dana witan lambat. Pada awitan dini
kelainannya ditemukan pada hari-hari pertama kehidupan (umur
dibawah 3 hari). Infeksi terjadi secara vertikal karena penyakit ibu atau
infeksi yang di derita ibu selama persalinan atau kelahiran. Berlainan
dengan kelompok awitan dini, penderita awitan lambat terjadi
disebabkan kuman yang berasal dari lingkungan disekitar bayi setelah
hari ke 3 lahir. Proses infeksi semacam ini disebut juga infeksi dengan
transmisi horizontal dan termasuk didalamnya infeksi karena kuman
nosocomial. Selain perbedaan waktu paparan kuman, kedua bentuk
infeksi juga berbeda dalam macam kuman penyebab infeksi.
Selanjutnya baik patogenesis, gambaran klinis ataupun
penatalaksanaan penderita tidak banyak berbeda menderita dan sesuai
dengan perjalanan sepsisnya yang dikenal dengan cascade sepsis.
Sejak adanya konsesus dari American Collage of Chest
Physicians/society of criticial care Medicine (ACCP/SCCM) telah
timbul berbagai istilah dan definisi dibidang infeksiyang banyak pula
dibahas pada kelompok BBL dan penyakit anak. Istilah atau definisi
tersebut antara lain :
a. Sepsis merupakan sindro respons inflasi sistemik (Systemic
Inflammatary Respons Syndrome-SIRS) yang terjadi sebagai
akibat infeksi bakteri, virus, jamur atupun parasite.

20
b. Sepsis berat adalah keadaan sepsis yang disertai disfungi organ
kardiovaskular dan gangguan nafas akut atau terdapat gangguan
dua organ lain (seperti gangguan Neurologi, Hematologi,
Urogenital dan Hepatologi).
c. Syock sepsis terjadi apabila bayi masih dalam keadaan hipotensi
walaupun telah mendapatkan cairan adekuat.
d. Sindroma disfungsi multi organ terjadi apabila bayi tidak mampu
lagi mempertahankan homeostasis tubuh sehingga terjadi
perubahan fungsi dua atau lebih organ tubuh.
2. Masalah
a. Sering menimbulkan kematian.
b. Penegakan diagnosis kadang sulit karna sering sepsis asimtomatik.
c. Gejala sisa bila bayi dapat bertahan hidup
d. Biaya dikeluarkan cukup mahal
3. Diagnosis
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam
penatalaksanaan dan prognosis pasien Keterlambatan diagnosis
berpotensi mengancam kelangsungan hidup bayi dan memperburuk
prognosis pasien. Seperti telah dikemukakan terdahulu, diagnosis
sepsis neonatal sulit karena gambaran klinis pasien tidak spesifik.
Gejala sepsis klasik yang ditemukan pada anak lebih besar jarang
ditemukan pada BBL. Tanda dan gejala sepsis neonatal tidak berbeda
dengan gejala penyakit non infeksi berat lam pada BBL. Selain itu
tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai sebagai
pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis. Dalam
menentukan diagnosis diperlukan berbagai informasi antara lain :
a. Faktor risiko
b. Gambaran Klinik
c. Pemeriksaan penunjang
Ketiga faktor ini perlu dipertimbangkan saat menghadapi pasien
karena salah satu faktor saja tidak mungkin dipakai sebagai pegangan

21
dalam menegakkan diagnosis pasien. Faktor risiko sepsis dapat
bervariasi tergantung awitan sepsis yang diderita pasien. Pada awitan
dini berbagai faktor yang terjadi selama kehamilan, persalinan ataupun
kelahiran dapat dipakai sebagai indikator untuk melakukan elaborasi
lebih lanjut sepsis neonatal. Berlainan dengan awitan dini. pada pasien
awitan lambat. infeksi terjadi karena sumber infeksi yang terdapat
dalam lingkungan pasien.
Pada sepsis awitan dini faktor risiko dikelompokkan menjadi:
a. Faktor ibu :
1) Persalinan dan kelahiran kurang bulan
2) Ketuban pecah lebih dari 18-24 jam
3) Chorioamnionitis
4) Persalinan dengan tindakan
5) Demam pada ibu (>38.4°C).
6) Infeksi saluran kencing pada ibu.
7) Faktor social ekonomi dan gizi ibu.
b. Faktor bayi
1) Asfiksia perinatal
2) Berat lahir rendah
3) Bayi kurang bulan
4) Prosedur invasif
5) Kelainan bawaan
Semua faktor di atas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari
dan sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal
lm merupakan salah satu factor penyebab mengapa angka kejadian sepsis
neonatal tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi
terjadi karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat
perawatan pasien. Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang di rawat
di ruang intensif BBL, bayi kurang bulan yang mengalami lama rawat,
nutrisi parenteral yang berlarut-larut, infeksi yang bersumber dari alat

22
perawatan bayi, infeksi nosokomial atau infeksi silang dan bayi lain atau
dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor risiko awitan dini maupun
awitan lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan infeksi, harus
tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala klinis.
Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan
mordibitas pasien.
Seperti telah diungkapkan sebelumya, gejala sepsis klasik yang
ditemukan pada anak lebih besar jarang ditemukan pada BBL. Pada sepsis
awitan dini janin yang terkena infeksi mungkin menderita takikardi. lahir
dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai Apgar yang
rendah. Setelah lahir, bayi terlihat lemah dan tampak gambaran klinis
sepsis seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan gangguan
fungsi organ tubuh.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf
pusat seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang
terdengar high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai
kejang. Kelainan kardiovaskular seperti hipotensi, pucat, sianosis, dingin
dan clummy skin. Bayi dapat pula memeprlihatkan kelainan hematologik,
gastrointestinal ataupun gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus,
muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum, waktu pengosongan
lambung yang memanjang, takhipnu, apnu, merintih dan retraksi.
Tabel 2.5 Gambaran klinis disfungsi multiorgan pada bayi

Gangguan organ Gambaran klinis

Kardiovaskular o Tekanan darah sistolik <40 mmHg


o Denyut jantung <50 atau >220/menit
o Terjadi henti jantung
o pH darah < 7.2 pada PaCOZ normal
o kebutuhan akan inotropik untuk mempertahankan
tekanan darah
normal.
Saluran napas o Frekuensi napas > 90/menit

23
o PaCO2 > 65 mmHg
o PaO2 < 40 mmHg
o Memerlukan ventilasi mekanik
o FiO2 < 200 tanpa kelainan jantung
System hematologic o Hb < 5 g/dl
o WBC < 3 000 sel/mmkubic
o Trombosit < 20 000
o D-dimer > 0.5ug/ml pada PTT >20 detik atau
waktu tromboplastin
> 60 detik

SSP : Kesadaran menurun diserta dilatasi pupil

Gangguan ginjal Ureum > 100 mg/dL


Creatinin > 20 mg/dL

Gastroenterologi Perdafahan gastrointestinal disertai dengan penurunan Hb


> 2 g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau operasi
gastrointestinal
Hepar : Bilirubin total > 3 mg%

Sumber : Proulx F, Fayon M. Farrel C, et al 24

C. Hiperbilirubinemia
1. Definisi
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai
oleh pewarnaan ikterus pada kulit dan sklera akibat akumulasi bilirubin
tak terkonjugasi yang berlebih. Ikterus secara klinis akan mulai tampak
pada bayi baru lahir bila kadar bilirubin darah 5-7 mg/dl (Kosim,
2012). Ikterus adalah menguningnya sklera, kulit, atau jaringan lainnya
akibat adanya penimbunan bilirubin dalam tubuh. Keadaan ini
merupakan tanda penting dari penyakit hati atau kelainan fungsi hati,
saluran empedu, dan penyakit darah. Bila kadar bilirubin darah
melebihi 2 mg%, maka ikterus akan terlihat. Namun pada neonatus
ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah
melampaui 5 mg%. Ikterus terjadi karena adanya peninggian kadar
bilirubin indirek (unconjugated) dan atau kadar bilirubin direk
(conjugated) (Hasan dan Alatas, 2007).

24
2. Klasifikasi
a. Ikterus Fisiologis Ikterus fisiologis adalah suatu proses normal
yang terlihat pada sekitar 40-50 % bayi aterm/cukup bulan dan
sampai dengan 80 % bayi prematur dalam minggu pertama
kehidupan. Ikterus fisiologis adalah perubahan transisional yang
memicu pembentukan bilirubin secara berlebihan di dalam darah
yang menyebabkan bayi berwarna ikterus atau kuning (Kosim,
2012). Menurut Ridha (2014) ikterus fisiologis memiliki
tandatanda, antara lain sebagai berikut :
1) Warna kuning akan timbul pada hari kedua atau ketiga setelah
bayi lahir dan tampak jelas pada hari kelima sampai keenam
dan menghilang sampai hari kesepuluh.
2) Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg/dl pada
neonatus kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup
bulan.
3) Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari 5 mg/dl
per hari.
4) Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg/dl.
5) Tidak memiliki hubungan dengan keadaan patologis yang
berpotensi menjadi kern icterus (ensefalopati biliaris adalah
suatu kerusakan otak akibat perlengketan bilirubin indirek
pada otak).
b. Ikterus Patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis atau kadar bilirubinnya mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubinemia (Saifuddin, 2009). Menurut Kosim
(2012) ikterus patologis tidak mudah dibedakan dari ikterus
fisiologis. Keadaan di bawah ini merupakan petunjuk untuk
tindak lanjutnya sebagai berikut :
1) Ikterus terjadi sebelum umur 24 jam.

25
2) Setiap peningkatan kadar bilirubin serum yang memerlukan
fototerapi.
3) Konsentrasi bilirubin serum sewaktu 10 mg/dl pada
neonatus kurang bulan dan 12,5 mg/dl pada neonatus cukup
bulan.
4) Peningkatan bilirubin total serum > 0,5 mg/dl/jam.
5) Adanya tanda-tanda penyakit yang mendasari pada setiap
bayi muntah, letargis, malas menetek, penurunan berat
badan yang cepat, apnea, takipnea atau suhu yang tidak
stabil.
6) Ikterus bertahan setelah 8 hari pada bayi cukup bulan atau
setelah 14 hari pada bayi kurang bulan.
7) Ikterus yang disertai keadaan antara lain : BBLR, masa
gestasi kurang dari 36 minggu, asfiksia, infeksi, dan
hipoglikemia. Ikterus pada bayi baru lahir terdapat pada 25-
50 % neonatus cukup bulan dan lebih tinggi lagi pada
neonatus kurang bulan. Ikterus pada bayi baru lahir dapat
merupakan gejala fisiologis atau dapat merupakan hal yang
patologis, misalnya pada inkompatibilitas Rh dan ABO,
sepsis, penyumbatan saluran empedu, dan sebagainya
(Saifuddin, 2009).
3. Tanda Klinis/Laboratoris
Pengamatan ikterus kadang-kadang agak sulit apalagi dalam cahaya
buatan. Paling baik pengamatan dilakukan dalam cahaya matahari
dan dengan menekan sedikit kulit yang akan diamati untuk
menghilangkan warna karena pengaruh sirkulasi darah (Hasan dan
Alatas, 2007). Cara menegakkan diagnosa ikterus pada bayi baru
lahir, antara lain sebagai berikut :
a. Keluhan subjektif yaitu bayi berwarna kuning pada muka dan
sebagian tubuhnya dan kemampuan menghisap bayi lemah
(Marmi, 2012).

26
b. Pemeriksaan fisik yaitu pemeriksaan yang dilakukan dari ujung
rambut sampai kaki dengan hasil bayi berwarna kuning serta
pemeriksaan reflek bayi (Hasan dan Alatas, 2007).
c. Pemeriksaan penunjang laboratorium yaitu pemeriksaan
golongan darah, uji coombs direk, uji coombs indirek, kadar
bilirubin total dan direk, darah periksa lengkap dengan
diferensial, protein serum total, dan glukosa serum (Kosim,
2012). Cara untuk menentukan derajat ikterus yang merupakan
risiko terjadinya kern icterus, salah satunya dengan cara klinis
(rumus 21 Kramer) yang dilakukan di bawah sinar biasa (day
light) (Saifuddin, 2009). Daerah kulit bayi yang berwarna
kuning untuk penerapan rumus Kremer.
4. Penatalaksanaan dan Pengobatan
Menurut Ridha (2014) mencegah terjadinya kern ikterus atau
ensefalopati biliaris dalam hal ini yang penting ialah pengamatan yang
ketat dan cermat perubahan peningkatan kadar ikterus/bilirubin bayi baru
lahir khususnya ikterus yang kemungkinan besar menjadi patologis, yaitu:
a. Ikterus yang terjadi pada 24 jam pertama.
b. Ikterus dengan kadar bilirubin >12,5 mg pada neonatus cukup bulan
atau >10 mg% pada neonatus kurang bulan.
c. Ikterus dengan peningkatan kadar bilirubin >5 mg%/hari. 24
Menurut Marmi dan Rahardjo (2012) dan Kosim (2012)
penatalaksanaan screening test, antara lain sebagai berikut :
1) Golongan darah : untuk menentukan dan status Rh bayi bila
transfusi sulih diperlukan.
2) Uji Coombs direk : untuk menentukan diagnosis penyakit
hemolitik pada bayi baru lahir, hasil positif mengindikasikan
sel darah merah bayi telah terpajan (diselimuti antibodi).
3) Uji Coombs indirek : mengukur jumlah antibodi Rh positif
dalam darah ibu.

27
4) Kadar Bilirubin total dan direk : untuk menegakkan diagnosis
heperbilirubinemia.
5) Darah periksa lengkap dengan diferensial : untuk mendeteksi
hemolisis, anemia (Hb < 14 gr/dl) atau polisitemia (Ht lebih
dari 65%), Ht kurang dari 40 % (darah tali pusat) mengindikasi
hemolisis berat.
6) Protein serum total : untuk mendeteksi penurunan kapasitas
ikatan (3,0 mg/dl). 7) Glukosa serum : untuk mendeteksi
hipoglikemia (< 40 mg/dl).
Dalam penanganan ikterus cara-cara yang dipakai adalah untuk
mencegah dan mengobati, sampai saat ini cara-cara itu dapat dibagi
dalam empat jenis usaha, yaitu sebagai berikut :
1) Mempercepat metabolisme dan pengeluaran bilirubin dengan
early breast feeding yaitu menyusui bayi dengan ASI (Air Susu
Ibu). Bilirubin juga dapat pecah jika bayi banyak mengeluarkan
feses dan urine. Untuk itu bayi harus mendapat cukup ASI.
Seperti diketahui ASI memiliki zat-zat terbaik bagi bayi yang
dapat memperlancar BAB dan BAK. Akan tetapi pemberian
ASI juga harus dibawah pengawasan dokter karena pada
beberapa kasus ASI justru meningkatkan kadar bilirubin bayi
(breast milk jaundice) (Marmi dan Rahardjo, 2012). Pemberian
fenobarbital yang yang dapat memperbesar konjugasi dan
ekskresi bilirubin. Pemberiannya akan membatasi
perkembangan ikterus fisiologis pada bayi baru lahir bila
diberikan pada ibu dengan dosis 90 mg/24 jam sebelum
persalinan atau pada bayi saat lahir dengan dosis 10 mg/kg/24
jam. Meskipun demikian, fenobarbital tidak secara rutin
dianjurkan untuk mengobati ikterus pada bayi neonatus karena
pengaruhnya pada metabolisme bilirubin biasanya tidak terlihat
sebelum mencapai beberapa hari pemberian, efektivitas obat ini
lebih kecil dari pada fototerapi dalam menurunkan kadar

28
bilirubin, dan dapat mempunyai pengaruh sedatif yang tidak
menguntungkan serta tidak menambah respon terhadap
fototerapi (Nelson, 2012).
2) Terapi sinar matahari hanya merupakan terapi tambahan.
Biasanya dianjurkan setelah bayi selesai dirawat di rumah
sakit. Caranya bisa di jemur selama setengah jam dengan posisi
yang berbeda. Lakukan pada jam 07.00-09.00 WIB karena
inilah waktu di mana 26 sinar ultraviolet belum cukup efektif
mengurangi kadar bilirubin. Hindari posisi yang membuat bayi
melihat langsung ke arah matahari karena dapat merusak
matanya.

29
BAB III
MANAJEMEN KEBIDANAN PADA NEONATUS
Kronologi
Lahir bayi perempuan pada tanggal 22-11-2019 pukul 14.15 dari NY. S 40 tahun
P2A0 post SC dengan oligohidramnion dan primitua sekunder, segera menangis,
AS = 8/9.
- Jam 16.15 nafas cepat rr: pasang o2 nasal canul ½ sampai 1 liter
- Jam 17.30 WITA bayi tampak merintih Lapor DPJP KU bayi dan hasil
Laboratorium, terapi : Pasang CPAP dengan FiO2 30, PEEP 7, dan flow
5, Infus D10% 8 tetes/menit, Injeksi Cinam 2 x 125 mg/iv
- Jam 18.00 WITA Suhu tubuh : 36,9℃, nadi 198 x/menit, RR : 88 x/menit,
SpO2 58%. Lapor DPJP, terapi: Naikan FiO2 35% Kebutuhan segera :
Obs ketat ku dan ttv, Obs intake outake cairan, Jaga kehangatan, Jaga
personal hygiene, Lakukan terapi sesuai advice

LANGKAH I (PENGKAJIAN)
Pengkajian dilakukan pada Senin, 25-11-2019
I. IDENTITAS / BIODATA
Nama bayi : By. Ny. SU
Tgl / jam lahir : 22-11-2019 pukul 14.45 WITA
Umur bayi sekarang: 3 hari
Jenis kelamin : Perempuan
Berat badan lahir : 2550 gram
Panjang badan lahir:46 cm
Lila : 11 cm
Lingkar kepala : 33 cm
Lingkar Dada : 31 cm
Nama ibu :Ny. SU Nama ayah :
Tn. S
Umur :40 Tahun Umur
:44 Tahun

30
Suku :Jawa Suku
:Jawa
Agama : Islam Agama
:Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan
:SMA
Pekerjaan :IRT Pekerjaan
:TNI AD
Alamat :Balikpapan

II. ANAMNESE (DATA SUBJEKTIF)


1. Riwayat Kehamilan Ibu
Kehamila Penyulit Jenis J Hidup/Ma Usia Sebab
n Ke Kehamila Persalina K ti Sekaran Kematia
n n g n
1 Tidak ada Spontan P Hidup 11 -
Tahun
Hamil Ini

2. Riwayat penyakit kehamilan


- Perdarahan :-
- Pre Eklampsi :-
- Eklampsi :-
- Penyakit kelamin :-
- Lain – lain : oligohidramnion dan primi tua sekunder
3. Kebiasaan waktu hamil
- Makanan :Makan 3x sehari, porsi sedang, tidak ada
pantangan selama
hamil.
- Obat – obatan/jamu : Tidak ada

31
- Merokok : Tidak ada
- Alkohol : Tidak ada
- Lain – lain : Tidak ada
4. Riwayat persalinan sekarang
- Jenis Persalinan :Sectio Caesaria
- Di tolong oleh : dr. Anugerah, Sp.OG
- Lama persalinan
Kala I :-
Kala II :30 menit
- Ketuban pecah :-
- Komplikasi persalinan
Ibu :-
Bayi :-
- Keadaan bayi baru lahir
Nilai Apgar
Kriteria 0 – 1 Menit 1 – 5 Menit
Denyut Jantung 2 2
Usaha Nafas 2 2
Tonus Otot 1 2
Refleks 1 1
Warna Kulit 2 2
Total 8 9

Resusitasi :-
Pengisapan lendir :-
Ambubag :-
Massage jantung :-
Intubasi endotrakeal :-
Oksigen :-

32
III. RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT
 Jam 17.30 WITA bayi tampak merinth
Lapor DPJP KU bayi dan hasil Laboratorium, terapi :
- Pasang CPAP dengan FiO2 30, PEEP 7, dan flow 5
- Infus D10% 8 tetes/menit
- Injeksi Cinam 2 x 125 mg/iv

 Jam 18.00 WITA Suhu tubuh : 36,9℃, nadi 198 x/menit, RR : 88 x/menit,
SpO2 58%
Lapor DPJP, terapi:
- Naikan FiO2 35%

IV. PEMERIKSAAN FISIK BAYI


A. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Suhu :36,5 ºC
- Pernafasan : 70 Kali/menit
- Nadi : 120 Kali/menit
- Saturasi Oksigen : 92 %
B. Pemeriksaan Fisik
- Kepala :Rambut bersih, , tidak ada moulase, tidak ada
caput dan
cephal,
- Ubun – ubun :Fontanel belum menutup, sutura berhimpitan
tidak ada saling
tumpang tindih dan pencembungan
- Muka : Simetris, tidak tampak syndrome mongol

33
- Mata : Simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis,
tidak ada secret.
- Telinga : Ada lubang, tidak tampak serumen
- Mulut : Tidak ada kelainan, terpasang OGT
- Hidung :Simetris, tidak ada secret, terpasang CPAP
dengan PEEP: 7,
FiO2 : 30
- Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan
- Dada : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
retraksi,
tampak ikterik, tampak sesak
- Perut : Bentuk simetris, teraba supel, tidak kembung,
tampak ikterik
- Tali pusat : Tidak tampak perdarahan, tidak berbau, pada
pangkal tali
pusat tidak ada tampak kemerahan
- Punggung : Tidak ada sfina bifida
- Ekstremitas : tidak ada polidactil, syndactil, simetris kanan dan
kiri,
gerak aktif, akral hangat, pada tangan kanan
terpasang infus D10% 8 tetes/menit (pump).
- Genitalia : labia mayora telah menutupi labia minora
- Anus :+

C. Refleks
- Refleks Moro :+
- Refleks Walking :+
- refleks Graps :+

34
- Refleks Sucking :+
- Refleks Tonick neck:+
- Refleks Rooting :+

D. Antropometri
- Lingkar Kepala :33 cm
- Lingkar Dada :31 cm
- Lingkar Lengan Atas: 11 cm
E. Eliminasi
1. BAB
- Frekuensi :
- Warna :
2. BAK
 Frekuensi :
 Warna :
F. Pemeriksaan penunjang
Tanggal pemeriksaan : 25- 11-2019
1. Pemeriksaan darah
Hb :14,4 gr/dl
Bilirubin Direk : 0,12 mg/dl
Bilirubin Total : 8,85 mg/dl
Erytrosit :4,3 juta
Leukosit :7000 / mm3
Trombosit :187.000 / ul
Hematokrit : 45%
GDS : 103 mg/dl
Lain – lain :-

2. Pemeriksaan urine
- Albumin : tidak dilakukan

35
- Reduksi : tidak dilakukan
3. Pemeriksaan penunjang
Rontgen Tanggal 23-11-2019:
Cor normal, sinus dan difragma normal, trachea di tengah, hilus tidak
tebal, corakan broncovasculer normal, tidak tampak infiltrate pada
kedua paru, scletal normal.

CATATAN PERKEMBANGAN BAYI

Tanggal 25 November 2019


S :
Lahir bayi perempuan pada tanggal 22-11-2019 dari ibu 40 tahun P2A0 post SC
dengan oligohidramnion dan primitua sekunder, segera menangis, AS = 8/9.
O :
A. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Suhu : 36,5 ºC
- Pernafasan : 70 Kali/menit
- Nadi : 120 Kali/menit
- Saturasi Oksigen : 92 %
B. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Rambut bersih, , tidak ada moulase, tidak ada
caput dan
cephal,
- Ubun – ubun :Fontanel belum menutup, sutura berhimpitan
tidak ada saling
tumpang tindih dan pencembungan
- Muka : Simetris, tidak tampak syndrome mongol

36
- Mata : Simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis,
tidak ada secret.
- Telinga : Ada lubang, tidak tampak serumen
- Mulut : Tidak ada kelainan, terpasang OGT
- Hidung : Simetris, tidak ada secret, terpasang CPAP
dengan PEEP: 7,
FiO2 : 30
- Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan
- Dada : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
retraksi, bayi
tampak sesak, tampak ikterik
- Perut : Bentuk simetris, teraba supel, tidak kembung,
tampak ikterik
- Tali pusat : Tidak tampak perdarahan, tidak berbau, pada
pangkal tali
pusat tidak ada tampak kemerahan
- Punggung : Tidak ada sfina bifida
- Ekstremitas : tidak ada polidactil, syndactil, simetris kanan dan
kiri,
gerak aktif, akral hangat, pada tangan kanan
terpasang infus D10% 8 tetes/menit (pump).
- Genitalia : labia mayora telah menutupi labia minora
- Anus :+
C. Pemeriksaan Penunjang
Tanggal pemeriksaan : 25- 11-2019
1. Pemeriksaan darah
Hb : 14,4 gr/dl
Bilirubin Direk : 0,12 mg/dl
Bilirubin Total : 8,85 mg/dl

37
Erytrosit :4,3 juta
Leukosit :7000 / mm3
Trombosit :187.000 / ul
Hematokrit : 45%
GDS : 103 mg/dl
Lain – lain :-
2. Rontgen
Rontgen Tanggal 23-11-2019:
Cor normal, sinus dan difragma normal, trachea di tengah, hilus tidak
tebal, corakan broncovasculer normal, tidak tampak infiltrate pada kedua
paru, scletal normal.

A : NCB SMK POST SCusia 3 hari dengan Sindrom Gangguan Nafas


Diagnosa Potensial :
Masalah :
Masalah Potensial :
Kebutuhan Tindakan Segera :
1. Kolaborasi dr. Sp. A untuk pemberian terapi obat
2. Observasi ketat KU dan TTV
P :
No Tanggal / waktu Pelaksanaa Paraf
pelaksanaan
10.00 WITA Menjaga kehangatan bayi dengan
meletakkan bayi pada incubator.
Evaluasi : bayi telah diletakkan pada
incubator
10.00 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,5 ºC, R: 70 Kali/menit, N :

38
120 Kali/menitSpO2 92 %
10.00 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 10 cc.
11.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : terdapat residu 3 cc ASI.
11.15 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
1 cc
12.00 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 50 cc.
13.00 WITA Mengobservasi tetesan dan area
pemasangan infus
Evaluasi : Infus terpasang di tangan
kanan D10% 8 tetes/menit (pump)tidak
tampak kemerahan dan pembengkakan
pada area pemasangan infus
14.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : terdapat residu 1 cc ASI.
14.15 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
3 cc
15.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice
dokter yaitu :
Injeksi Meropenem 1x75 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
15.10 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,

39
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,6 ºC, R: 62 Kali/menit, N :
128 Kali/menit SpO2 98 %
15.20 Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(-), BAK = 20 cc.
15.30 Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
17.00 Melakukan advice DPJP yaitu
menurunkan PEEP menjadi 6 dan FiO2
menjadi 25%
17. 05 Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
17.10 Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
4 cc
Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 10 cc.
20.00 Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
20.05 Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc

CATATAN PERKEMBANGAN BAYI


Tanggal 26 November 2019
S :-
O :
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang

40
- Kesadaran : Compos Mentis
- Suhu : 36,6 ºC
- Pernafasan : 60 Kali/menit
- Nadi : 136 Kali/menit
- Saturasi Oksigen : 93 %
2. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Rambut bersih, , tidak ada moulase, tidak ada
caput dan
cephal,
- Ubun – ubun :Fontanel belum menutup, sutura berhimpitan
tidak ada saling
tumpang tindih dan pencembungan
- Muka : Simetris, tidak tampak syndrome mongol
- Mata : Simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis,
tidak ada secret.
- Telinga : Ada lubang, tidak tampak serumen
- Mulut : Tidak ada kelainan, terpasang OGT
- Hidung : Simetris, tidak ada secret, terpasang CPAP
dengan PEEP: 6,
FiO2 : 25
- Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan
- Dada : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
retraksi, bayi
tampak sesak, tampak ikterik
- Perut : Bentuk simetris, teraba supel, tidak kembung,
tampak ikterik
- Tali pusat : Tidak tampak perdarahan, tidak berbau, pada
pangkal tali

41
pusat tidak ada tampak kemerahan
- Punggung : Tidak ada sfina bifida
- Ekstremitas : tidak ada polidactil, syndactil, simetris kanan dan
kiri,
gerak aktif, akral hangat, pada tangan kanan
terpasang infus D10% 8 tetes/menit (pump).
- Genitalia : labia mayora telah menutupi labia minora
- Anus :+

A : NCB SMK POST SCusia 4 hari dengan Sidrom Gangguan Nafas


Diagosa Potensial :
Masalah :
Masalah Potensial :
Kebutuhan Tindakan Segera :
1. Kolaborasi dr. Sp. A untuk pemberian terapi obat
2. Observasi ketat KU dan TTV
3. Observasi input dan output

P :
No Tanggal / waktu Pelaksanaa Paraf
pelaksanaan
08.00 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,6 ºC, R: 60 Kali/menit, N :
136 Kali/menit SpO2 93 %
08.10 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : terdapat residu 6 cc ASI dan
dimasukkan kembali.
09.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice

42
dokter yaitu :
Injeksi Omeprazole 1x2,5 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
09. 15 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
09. 30 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
12.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : residu 4 cc dimasukkan
kembali
12.10 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(-), BAK = 15 cc.
13.00 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,6 ºC, R: 45 Kali/menit, N :
134 Kali/menit SpO2 98 %
13. 10 WITA Melaporkan hasil pemeriksaa pada DPJP
Evaluasi : instruksi dari DPJP untuk
melepas CPAP dan mengganti dengan
nasal kanul dengan O2 ½ L/menit
13.30 WITA Menjalankan advice DPJP
Evaluasi : CPAP sudah dilepas,
terpasang nasal kanul dengan O2 ½ Lpm,
OGT diganti dengan yang baru
13.45 WITA Melakukan cek residu OGT.

43
Evaluasi : tidak ada residu
13.50 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
15.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice
dokter yaitu :
Injeksi Meropenem 1x75 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
16.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
16.05 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
19.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : ada residu 3 cc dimasukkan
kembali
19.05 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
2 cc
19.30 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(-), BAK = 15 cc.
19.35 WITA Mengobservasi tetesan dan area
pemasangan infus
Evaluasi : Infus terpasang di tangan
kanan D10% 8 tetes/menit (pump)tidak
tampak kemerahan dan pembengkakan
pada area pemasangan infus

44
CATATAN PERKEMBANGAN BAYI

Tanggal 27 November 2019


S :-

O :
3. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Suhu : 36,5 ºC
- Pernafasan : 52 Kali/menit
- Nadi : 140 Kali/menit
- Saturasi Oksigen : 93 %
4. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Rambut bersih, , tidak ada moulase, tidak ada
caput dan
cephal,
- Ubun – ubun :Fontanel belum menutup, sutura berhimpitan
tidak ada saling
tumpang tindih dan pencembungan
- Muka : Simetris, tidak tampak syndrome mongol
- Mata : Simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis,
tidak ada secret.
- Telinga : Ada lubang, tidak tampak serumen
- Mulut : Tidak ada kelainan, terpasang OGT
- Hidung : Simetris, tidak ada secret, terpasang nasal kanul
dengan O2 ½
Lpm
- Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan

45
- Dada : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
retraksi, bayi
tampak sesak, tampak ikterik
- Perut : Bentuk simetris, teraba supel, tidak kembung,
tampak ikterik
- Tali pusat : Tidak tampak perdarahan, tidak berbau, pada
pangkal tali
pusat tidak ada tampak kemerahan
- Punggung : Tidak ada sfina bifida
- Ekstremitas : tidak ada polidactil, syndactil, simetris kanan dan
kiri,
gerak aktif, akral hangat, pada tangan kanan
terpasang infus D10% 8 tetes/menit (pump).
- Genitalia : labia mayora telah menutupi labia minora
- Anus :+

A : NCB SMK POST SCusia5 hari dengan Sidrom Gangguan Nafas


Diagnosa Potensial :
Masalah :
Masalah Potensial :
Kebutuhan Tindakan Segera :
4. Kolaborasi dr. Sp. A untuk pemberian terapi obat
5. Observasi ketat KU dan TTV
6. Observasi input dan output

P :

46
No Tanggal / waktu Pelaksanaa Paraf
pelaksanaan
08.00 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,5 ºC, R: 52 Kali/menit, N :
140 Kali/menit SpO2 93 %
08.10 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
08. 15 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
09.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice
dokter yaitu :
Injeksi Omeprazole 1x2,5 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
10.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : ada residu 2 cc
10.15 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
12.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : residu 4 cc dimasukkan
kembali
13.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : residu 3 cc dimasukkan
kembali
13.15 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
2 cc
13.20 WITA Menjalankan advice DPJP yaitu melepas
nasal kanul, dan melatih bayi untuk

47
menetek langsung pada ibu
14.05 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(-), BAK = 10 cc.
14.30 WITA Mengajarkan ibu menyusui bayi.
Evaluasi : reflex hisap bayi (+), reflex
menelan (+)
15.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice
dokter yaitu :
Injeksi Meropenem 1x75 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
17.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
17. 10 WITA Memberikan ASI melalui OGT sebanyak
5 cc
19.00 WITA Mengobservasi ibu menyusui bayi.
Evaluasi : reflex hisap bayi (+), reflex
menelan (+)
19.30 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 27 cc.
20.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : ada residu 5 cc dimasukkan
kembali
20.10 WITA Mengobservasi tetesan dan area

48
pemasangan infus
Evaluasi : Infus terpasang di tangan
kanan D10% 8 tetes/menit (pump)tidak
tampak kemerahan dan pembengkakan
pada area pemasangan infus

CATATAN PERKEMBANGAN BAYI

Tanggal 28 November 2019


S :-
O :
1. Pemeriksaan Umum
- Keadaan umum : Sedang
- Kesadaran : Compos Mentis
- Suhu : 36,5 ºC
- Pernafasan : 58 Kali/menit
- Nadi : 132 Kali/menit
2. Pemeriksaan Fisik
- Kepala : Rambut bersih, , tidak ada moulase, tidak ada
caput dan
cephal,
- Ubun – ubun :Fontanel belum menutup, sutura berhimpitan
tidak ada saling
tumpang tindih dan pencembungan
- Muka : Simetris, tidak tampak syndrome mongol
- Mata : Simetris, sclera tidak ikterik, konjungtiva tidak
anemis,
tidak ada secret.
- Telinga : Ada lubang, tidak tampak serumen

49
- Mulut : Tidak ada kelainan, terpasang OGT
- Hidung : Simetris, tidak ada secret
- Leher : Tidak ada pembengkakan, tidak ada benjolan
- Dada : Bentuk simetris, puting menonjol, tidak ada
retraksi, bayi
tampak sesak, tampak ikterik
- Perut : Bentuk simetris, teraba supel, tidak kembung,
tampak ikterik
- Tali pusat : Tidak tampak perdarahan, tidak berbau, pada
pangkal tali
pusat tidak ada tampak kemerahan
- Punggung : Tidak ada sfina bifida
- Ekstremitas : tidak ada polidactil, syndactil, simetris kanan dan
kiri,
gerak aktif, akral hangat, pada tangan kanan
terpasang infus D10% 8 tetes/menit (pump).
- Genitalia : labia mayora telah menutupi labia minora
- Anus :+

A : NCB SMK usia 6 hari dengan hiperbilirubinemia dan sepsis


Diagnosa Potensial :
Masalah :
Masalah Potensial :
Kebutuhan Tindakan Segera :
1. Kolaborasi dr. Sp. A untuk pemberian terapi obat
2. Observasi ketat KU dan TTV
3. Observasi input dan output

P :

50
No Tanggal / waktu Pelaksanaa Paraf
pelaksanaan
08.00 WITA Melakukan observasi KU dan TTV.
Evaluasi : observasi telah dilakukan,
hasil : KU : Sedang, Kesadaran Compos
Mentis, T 36,5 ºC, R: 58 Kali/menit, N :
132 Kali/menit
08.10 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(-), BAK = 10 cc.
09.00 WITA Melakukan cek residu OGT.
Evaluasi : tidak ada residu
08. 15 WITA Mengobservasi ibu menyusui bayi.
Evaluasi : reflex hisap bayi (+), reflex
menelan (+)
09.00 WITA Melakukan pemberian obat sesuai advice
dokter yaitu :
Injeksi Omeprazole 1x2,5 mg IV
Evaluasi : obat telah diberikan sesuai
advice dokter
09.40 WITA Menjalankan advice DPJP yaitu melepas
OGT da mengambil specimen darah
untuk pemeriksaan DL, Bilirubin total,
dan bilirubin direct
Evaluasi : OGT telah dilepas,
pemeriksaan laboratorium didapatkan
hasil : HB : 14,8 g/dl, Leukosit : 6.400 /
mm3, trombosit : 124.000 / uL,

51
Hematokrit 47%, bilirubin total 3,0
mg/dL, bilirubin direct 0,09 g/dl
10. 00 WITA Mengobservasi ibu menyusui bayi.
Evaluasi : reflex hisap bayi (+), reflex
menelan (+)
10.15 WITA Melaporkan hasil pemeriksaan
laboratorium pada DPJP.
Evaluasi : hasil pemeriksaan telah
dilaporkan, advice dokter injeksi
meropenem 3x100 mg IV
Dan fototerapi 2x24 jam
12.00 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 10 cc.
12.10 WITA Mengobservasi ibu menyusui bayi.
Evaluasi : reflex hisap bayi (+), reflex
menelan (+)
13.00 WITA Fototerapi dimulai
14.50 WITA Melakukan obervasi KU danvital sign:
Evaluasi : Observasi telah dilakukan,
hasil
KU: baik, Kesadaran : compos mentis,
gerak aktif
Temp : 36,6℃ HR :148 x/menit RR :
56 x/menit

16.00 WITA Mengobservasi ibu menyusui bayi


Evaluasi : Bayi menyusui bayi ±30

52
menit, posisi perlekatan baik, dan bayi
tampak tenang
16.10 WITA Mengobservasi tetesan dan area
pemasangan infus
Evaluasi : Infus terpasang di tangan
kanan D10% 8 tetes/menit (pump)tidak
tampak kemerahan dan pembengkakan
pada area pemasangan infus
18.00 WITA Memberikan ASI 20 cc/oral/sendok
Evaluasi : reflek menelan baik, reflek
hisap baik, muntah tidak ada
20.00 WITA Memberikan ASI 20 cc/oral/send
Memberikan ASI 20 cc/oral/sendok
Evaluasi : reflek menelan baik, reflek
hisap baik, muntah tidak ada
20.30 WITA Menjaga personal hygiene bayi, dengan
mengganti pamper setiap BAB dan
BAK.
Evaluasi : mengganti pampers bayi, BAB
(+), BAK = 50 cc.

53
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengkajian asuhan kebidanan pada By. Ny. S di

RS. DR. Hardjanto Balikpapan, dapat diambil kesimpulan bahwa penulis:

Mampu melakukan Asuhan Dan Poendokumentasian Dengan

SOAP tentang kasus By. Ny S BCB SMK SC dengan Sindrom gangguan

pernafasan dengan baik dan benar susuai dengan teori dan praktik

sehingga poerkembangan pada bayi dapat terpantau dengan baik meskipun

saat ini masih terdapat asuhan yang kurang maksimal

B. Saran

1. Bagi Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Balikpapan

Kepada Prodi Sarjana Terapan Kebidanan Balikpapan diharapkan


laporan laporan ini dapat meningkatkan kualitas pendidikan bidan
khususnya dalam pemberian asuhan kebidanan antenatacare terntegrasi
dan lebih mengajarkan kepada mahasiswa untuk menganalisis kasus -
kasus yang terjadi di lahan praktik.
2. Bagi Tenaga Kesehatan / Bidan
a. Diupayakan bimbingan dan asuhan yang diberikan lebih sesuai
dengan standar asuhan kebidanan yang telah diberikan untuk
menghasilkan asuhan kebidanan yang tepat, bermutu dan memuaskan
klien.
b. Bidan diupayakan mampu menjalin komunikasi yang baik dengan
pasien dan keluarga agar tercipta suasana yang terbuka dan harmonis,
sehingga dapat meningkatkan pelayanan kebidanan
c. Bidan diupayakandapat melakukan asuhan dan kolaborasi dengan
spesialis dan tenaga medis lainnya untuk penanganan sindrom gaeat
nafas pada bayi.

54
3. Bagi Klien
Saran bagi klien adalah dapat mendapat pelayanan dan penanganan yang
maksimal sesuai prosedur
4. Bagi Penulis
Mengembangkan pola pikir ilmiah dan melaksanakan asuhan
kebidanan melalui pendidikan dan penatalaksanaan serta mendapat
pengalaman secara nyata di lapangan agar dapat memberikan pelayanan
kebidanan yang lebih efektif dan lebih meningkatkan mutu pelayanan
kebidanan yang diselenggarakan.

55

Anda mungkin juga menyukai