Disusun Oleh :
Kelompok 3 / Kelas B
1. Nur Raudhatul Jannah 9. Shinta Mardiana
2. Nurima Rizky PM 10. Siti Munawaroh
3. Putu Angriani 11. Sri Mahmeta
4. Renita Eka Silviyanti 12. Sumiati
5. Riska Amalia 13. Sylvie Septianita Kanty
6. Risma Handayani 14. Tiara Salsabila
7. Rizky Amelia 15. Wahdatul Misbah
8. Salma Mariesa
Halaman Judul............................................................................................................i
Kata Pengantar ......................................................................................................... ii
Daftar Isi.................................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................... 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persalinan normal suatu keadaan fisiologis, normal dapat berlangsung
sendiri tanpa intervensi penolong. Kelancaran persalinan tergantung 3 faktor
”P” utama yaitu kekuatan ibu (power), keadaan jalan lahir (passage) dan
keadaan janin (passanger). Faktor lainnya adalah psikologi ibu (respon ibu ),
penolong saat bersalin, dan posisi ibu saat persalinan. Dengan adanya
keseimbangan atau kesesuaian antara faktor-faktor "P" tersebut, persalinan
normal diharapkan dapat berlangsung. Bila ada gangguan pada satu atau lebih
faktor “P” ini, dapat terjadi kesulitan atau gangguan pada jalannya persalinan.
Kelambatan atau kesulitan persalinan ini disebut distosia.
Salah satu penyebab dari distosia karena adalah kelainan jalan lahir lunak
seperti vulva, vagina, serviks dan uterus. Distosia berpengaruh buruk bagi ibu
maupun janin. Pengenalan dini dan penanganan tepat akan menentukan
prognosis ibu dan janin.
B. Rumusan Masalah
1. Mengetahui penyebab distosia pada persalinan karena kelainan jalan lahir
lunak.
2. Mengetahui apa saja kelainan jalan lahir lunak yang menyebabkan distosia
pada persalinan.
3. Mengetahui apa saja peran bidan dalam menangani distosia karena
kelainan jalan lahir.
C. Tujuan
1. Mengetahui penyebab distosia pada persalinan karena kelainan jalan lahir
lunak.
2. Mengetahui apa saja kelainan jalan lahir lunak yang menyebabkan distosia
pada persalinan.
3. Mengetahui apa saja peran bidan dalam menangani distosia karena
kelainan jalan lahir.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Distosia didefinisikan sebagai persalinan yang panjang, sulit, atau
abnormal yang timbul akibat berbagai kondisi yang berhubungan dengan 5
faktor persalinan. Setiap keadaan berikut keadaan berikut dapat
menyebabkan distosia :
1. Persalinan disfungsional akibat kontraksi uterus yang tidak efektif atau
akibat upaya mengedan ibu ( Kekuatan/ Power )
2. Perubahan struktur pelvis (jalan lahir/ passage )
3. Sebab- sebab pada janin, meliputi kelainan presentasi maupun kelainan
posisi, bayi besar dan jumlah bayi ( passanger )
4. Posisi ibu selama persalinan dan melahirkan
5. Respon psikologis ibu selama persalinan yang berhubungan dengan
pengalaman, persiapan, budaya dan warisannya, serta sistem pendukung.
Kelima faktor ini bersifat interdependen. Dalam mengkaji pola persalinan
abnormal wanita, seorang bidan mempertimbangkan interaksi kelima faktor
ini dan bagaimana kelima faktor tersebut mempengaruhi proses persalinan.
Distosia diduga terjadi jika kecepatan dilatasi serviks, penurunan dan
pengeluaran (ekspulsi) janin tidak menunjukan kemajuan, atau jika
karakteristik kontraksi uterus menunjukan perubahan.
Edema vulva
3. Stenosis vulva
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan
radang, yang menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-
parut dapat menimbulkan kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi
dengan melakukan episiotomi yang cukup luas agar persalinan berjalan
lancar. Penanganannya dengan melakukan sayatan median secukupnya
untuk melahirkan kepala janin
4. Tumor vulva
Dapat berupa abses bartholini atau kista atau suatu kondilomata, tetapi
apabila tidak terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan. Kista
kelenjar bartholin merupakan bentuk radang menahun kelenjar bartholin.
Abses kelenjar bartholin diserap isinya, sehingga tinggal kantung yang
mengandung cairan yang disebut kista bartholin. Pengobatan kista
bartholin adalah dengan mengangkat seluruh kista dan marsivialisasi.
Operasi ini memerlukan keahlian sehingga perlu dilakukan di rumah sakit.
Bidan dilapangan yang menemukan kista bartholin perlu merujuk ke
rumah sakit sehingga mendapat pengobatan sebagaimana mestinya.
Tumor Vulva
5. Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kogenital jarang terjadi. Lebih sering ditemukan
septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap
dalam bagian kiri dan bagian kanan. Septum lengkap adalah septum yang
terbentang dalam seluruh vagina dari serviks sampai introitus vagina.
Septum yang lengkap sangat jarang mengalami distosia, karena separuh
vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar baik untuk
coitus maupun untuk lahirnya janin. Akan tetapi septum yang tidak
lengkap kadang- kadang menghambat turunnya kepala janin pada
persalinan dan harus dipotong terlebih dahulu. Stenosis dapat terjadi
karena parut-parut akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina
yang tetap kaku dalam kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya
janin, perlu dipertimbangkan seksio sesaria.
Stenosis vagina kongenital
6. Kista vagina
Kista vagina berasal dari duktus Gartner atau duktus Muller, biasanya
berukuran kecil dan dapat menjadi besar sehingga bukan saja mengganggu
coitus namun bisa juga menyulitkan persalinan. Letaknya lateral dalam
vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah orificium uretra
eksternum. Isi kista adalah cairan jernih dan dindingnya ada yang sangat
tipis ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan waktu
coitus dan persalinan, karena jarang sekali kista ini demikian besarnya
sehingga menghambat turunnya kepala dan perlu di punksi, atau pecah
akibat tekanan kepala. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tapi bila
besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah
lahir. (Ilmu kebidanan, 2005)
Penanganan dalam kehamilan muda adalah di ekstirpasi setelah
kehamilan 3-4 bulan. Dalam persalinan yaitu jika kista berukuran kecil
maka tidak akan menghalangi turunya kepala dan tidak mengganggu
persalinan. Setelah 3 bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi tumor.
Bila besar dan menghalangi turunnya kepala, untuk mengecilkannya
dilakukan aspirasi cairan tumor.
Adakalanya pada kista terjadi peradangan, bahkan dapat pula terjadi
abses. Biasanya abses akan pecah spontan bila ukuranya sudah besar.
Apabila tidak, maka perlu dilakukan insisi. Terapi kista vagina pada
umumnya tergantung pada besarnya, tempatnya dan saat ditemukannya.
Kista kecil yang tidak melebihi buah duku biasanya tidak diketahui oleh
penderita dan tidak perlu penanganan. Akan tetapi, kista yang besar dan
disadari oleh wanita atau apabila disertai keluhan sebaiknya diangkat. Saat
yang paling baik untuk pembedahan adalah diluar kehamilan. Dalam
kehamilan tua atau apabila kista baru pertama kali diketahui sewaktu
wanita dalam persalinan sikap konservatif lebih baik.
7. Tumor vagina
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin
pervaginam. Berupa kista gardner yang kalau besar dapat menghalangi
jalannya persalinan. Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan
persalinan pervaginam dianggap mengandung terlalu banyak resiko.
Tergantung dari jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah
persalinan dapat berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan
seksio cesarea.
Peran bidan secara umum dalam menangani kelainan jalan lahir pada
vagina dan vulva yang menyebabkan distosia :
1. Melakukan anamnesa yang lengkap
2. Melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan menyeluruh
3. Pada saat kehamilan bidan melakukan ANC yang berkualitas untuk
melakukan deteksi dini sehingga bila ditemukan adanya kelainan pada
vulva atau vagina, bidan bisa langsung merujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas memadai.
4. Pada saat persalinan, bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai
dengan standar asuhan kebidanan:
a. Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His, DJJ,
PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan pada ibu dan
janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap
b. Memenuhi kebutuhan hidrasi, nutrisi, dan eliminasi
c. Mengajarkan ibu teknik relaksasi
d. Memberitahukan ibu kapan ibu harus mengedan, yaitu saat
pembukaan sudah lengkap dan bila terdapat his
e. Melakukan pengawasan persalinan dengan menggunakan partograf
5. Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat kelainan
Anteversio Uteri
b. Retrofleksio Uteri
Retrofleksio uteri tidak selalu menyebabkan keluhan. Kadang-
kadang menyebabkan kemandulan, karena kedua tuba tertekuk atau
terlipat, sehingga patensi kurang juga karena ostium uteri eksternum
tidak tetap bersentuhan dengan air mani sewaktu dan setelah
persetubuhan . Apabila wanita menjadi hamil, biasanya kopus uteri
naik ke atas sehingga lekukan uterus berkurang. Selanjutnya uterus
yang hamil lebih tua keluar dari panggul dan kehamilan berlangsung
terus sampai cukup bulan. Kadang- kadang hal itu tidak terjadi dan
uterus gravidus yang bertumbuh terus pada sewaktu- waktu terkurung
dalam ronga panggul (retrofleksio uteri gravidi inkarserata).
Terkurungnya uterus dapat disebabkna oleh uterus yang tertahan oleh
perlekatan-perlekatan atau oleh sebab lainya yang tidak diketahui.
Retrofleksio Uteri
Keluhan muncul pada kehamilan diatas 16 minggu, dimana uterus
hamil mengisi rongga panggul. Portio tertarik ke atas dan leher uretra
ikut tertarik. Kemudian uterus yang menjadi lebih besar menekan
urethra pada sympisis dan rektum pada sakrum. Dengan demikian dapat
diterangkan gejala- gejala kelainan miksi dan defekasi, seperti retensio
urin, iskuria, paradoksa (air kencing menetes dengan kandung kencing
penuh ), dan kadang- kadang retensio alvi. Diagnosis biasanya tidak
sulit, apalagi jika wanita hamil 16 minggu mengeluh tentang iskuria
paradoksa. Satu-satunya kesalahan yang dapat dibuat adalah apabila
kandung kencing yang penuh dan tegang disangka uterus gravidus.
Terdapat empat kemungkinan dari kehamilan :
1) Koreksi spontan : dimana pada kehamilan 3 bulan korpus dan
fundus naik masuk kedalam rongga perut.
2) Abortus : hasil konsepsi terhenti berkembang dan keluar, karena
sirkulasi terganggu. Adanya gangguan sirkulasi dalam uterus dan
panggul dengan peredaran kedalam decidua.
3) Koreksi tidak sempurna : dimana bagian yang melekat tetap
tertinggal, sedangkan bagian uterus yang hamil naik masuk
kedalam rongga perut disebut retrofleksi uteri gravidi partialis.
Kehamilan dapat mencapai cukup bulan, atau dapat terjadi abortus,
partus prematurus, terjadinya kesalah letak, dan bersalin biasa.
4) RUGI (Retrofleksio Uteri Gravidi Inkarserata)
Penanganan bila tidak terjadi perlekatan dapat dilakukan :
a) Posisi digital jika perlu dalam narkose
b) Koreksi dengan posisi genu-pektoral selama 3x15 perhari atau
langsung koreksi melalui vagina dengan 2 jari mendorong
korpus uteri kearah atas keluar rongga atas panggul.
c) Posisi trendelenberg dan istirahat.
d) Reposisi operatif.
Inkarserasi uterus didalam panggul jarang terjadi, akan tetapi bila
terjadi akan menimbulkan gejala-gejala yang nyata, dengan atau tanpa
kateterisasi dapat terjadi sistitis, bahkan inkarserasi dapat menyebabkan
perdarahan dan gangren kandung kencing. Terapi RUGI biasanya tidak
sulit, asal saja keadaan itu tidak disebabkan oleh perlekatan. Setelah
kateterisasi wanita diletakkan dalam posisi lutu-bahu dengan 2 jari
melalui vagina, korpus uteri didorong perlahan-lahan ke luar rongga
panggul. Setelah koreksi wanita ditidurkan dalam letak trendelenberg
untuk mencegah kembalinya uterus kedalam panggul. Kadang-kadang
uterus kembali kedalam posisi semula, sehingga menyebabkan keluhan
lagi. Dalam hal demikian kateterisasi dan reposisi perlu diulang dan
dipasang pessarium atau tampon vaginam yang mengisi seluruh pelvis
minor. Setelah 2-4 hari uterus telah menjadi lebih besar dan apabila
tampon diangkat, maka uterus tidak bisa masuk lagi kedalam rongga
panggul. Jarang sekali sampai diperlukan penarikan serviks kebawah
dengan cunam serviks dalam usaha reposisi. Dalam hal ini diperlukan
anastesi.
c. Prolapsus Uteri
Turunnya uterus dari tempat yang biasa disebut desensus uteri dan
ini dibagi dalam tiga tingkat :
1) Tingkat I
Apabila serviks belum keluar dari vulva
2) Tingkat II
Apabila serviks sudah keluar dari vulva, akan tetapi korpus uteri
belum keluar.
3) Tingkat III
Apabila korpus uteri sudah berada diluar vulva.
Kehamilan dapat terjadi pada prolapsus uteri tingkat I dan II
dengan lanjutnya kehamilan korpus uteri naik keatas dan bersama
dengan itu serviks tertarik pula ke atas. Apabila uterus yang makin lama
makin besar tetap di dalam panggul pada suatu waktu timbul gejala-
gejala :
1) Inkarserasi dalam kehamilan 16 minggu dan kehamilan akan
berakhir dengan keguguran.
2) Kehamilan dapat berlangsung sampai aterm
3) Persalinan dapat berjalan dengan lancar namun sesekali terjadi
kesulitan pada kala I dan kala II yaitu pembukaan berjalan pelan dan
tidak sampai lengkap. Bila ada indikasi penyelesaian dapat
dikerjakan insisi Duhrssen dan janin dilahirkan dengan ekstraksi
vakum dan forseps.
2) Koreksi prolaps dengan jalan operasi dilakukan setelah tiga bulan
melahirkan.
E. Tumor Rahim
Frekuensi mioma uteri sekitar 1%, biasanya dijumpai mioma yang kecil,
namun bisa juga dengan mioma yang besar.
1. Pengaruh kehamilan dan persalinan pada mioma uteri:
a. Cepat bertambah besar, mungkin karena pengaruh hormon estrogen
yang meningkat dalam kehamilan.
b. Tumor tumbuh lebih cepat dalam kehamilan akibat hipertropi dan
edema, terutama dalam bulan-bulan pertama (pengaruh hormonal).
Setelah kehamilan 4 bulan tumor tidak bertambah besar lagi.
c. Degenerasi merah dan degenerasi karnosa tumor tejadi lebih lunak,
berubah bentuk,dan berwarna merah. Bila terjadi gangguan sirkulasi
sehingga terjadi perdarahan. Perubahan ini menyebabkan rasa nyeri
diperut yang disertai gejala-gejala rangsangan peritoneum dan gejala-
gejala peradangan.
d. Mioma subserosum yang bertangkai oleh desakan uterus yang
membesar atau setelah bayi lahir, terjadi torsi (terpelintir) pada
tangkainya, yang menyebabkan gangguan sirkulasi dan nekrosis pada
tumor. Wanita hamil merasakan nyeri yang hebat pada perut (abdomen
akut).
e. Mioma yang lokasinya dibelakang, dapat terdesak kedalam kavum
douglas dan terjadi inkarserasi.
2. Pengaruh mioma pada kehamilan dan persalinan:
a. Subfertil (agak mandul) sampai (mandul), dan kadang-kadang hanya
punya anak satu
b. Sering terjadi abortus
c. Terjadi kehamilan letah janin dalam rahim
d. Distosia tumor yang menghalangi jalan lahir
e. Inersia uteri kala I dan kala II
f. Atonia uteri setelah pasca persalinan, perdarahan banyak
g. Kelainan letak plasenta
h. Plasenta sukar lepas (retensio plasenta)
Mioma
3. Diagnosis
Diagnosis mioma uteri dalam kehamilan biasanya tidak sulit,
walaupun kadang- kadang dibuat kesalahan. Terutama kehamilan kembar,
tumor ovarium, dan uterus didelfis dapat menyesatkan diagnosis. Ada
kalanya mioma besar teraba seperti kepala janin, sehingga kehamilan
tunggal disangka kehamilan kembar; atau mioma kecil disangka bagian
kecil janin. Dalam persalinan mioma lebih menonjol waktu ada his
sehingga mudah dikenal.
4. Penanganan
a. Pada umumnya bersifat konservatif, kecuali bila ada indikasi yang
mendesak seperti terjadinya abdomen akut karena torsi pada tangkai
tumor
b. Pada distosia karena mioma dilakukan seksio cesaria
c. Bila partus berjalan biasa, mioma didiamkan selama masa nifas kecuali
ada indikasi akut abdomen.
d. Operasi pengangkatan tumor secepatnya dilakukan setelah 3 bulan
pasca persalinan.
e. Mioma yang tidak begitu besar, kadang- kadang dalam masa nifas akan
mengecil sendiri sehingga tidak memerulukan tindakan operatif.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan
kesulitan yang dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah
kelainan pada jalan lahir. Kelainan jalan lahir dapat terjadi di vulva, vagina,
serviks dan uterus. Peran bidan dalam mengangani kasus ini adalah dengan
kolaborasi dan rujukan ke tempat pelayanan kesehatan yang memilki fasilitas
yang lengkap.
B. Saran
Peran bidan dalam menangani kelainan jalan lahir hendaknya dapat
dideteksi secara dini melalui ANC yang berkualitas sehingga tidak ada
keterlambatan dalam merujuk. Dengan adanya ketepatan penanganan bidan
yang segera dan sesuai dengan kewenangan bidan, diharapkan akan
menurunkan angka kematian ibu dan bayi.
DAFTAR PUSTAKA
Manuaba, 2010. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan dan KB. Jakarta: EGC.
Oktarina, M. 2016. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Persalinan Dan Bayi Baru
Lahir. Yogyakarta: Deepublish.
Rohani, dkk. 2011. Asuhan Kebidanan pada Masa Persalinan. Jakarta : Salemba
Medika
Sondakh, Jenny J.S. 2013. Asuhan Kebidanan Persalinan dan Bayi Baru Lahir.
Penerbit Erlangga