2018
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
INTRANATAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED ini dapat terselesaikan dengan baik
meski pun banyak kendala dan hambatan yang dihadapi pada saat penulisan makalah ini.
Sebelumnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen telah
memberikan bimbingan , serta semua pihak yang telah membantu baik dukungan moral
Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah ini dapat terpakai
sesuai fungsinya, dan pembaca dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas di dalamnya.
Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan dan masih
jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukkan berupa saran
dan kritik yang tentunya positif sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah
ini.
Penyusun
2
BAB I
PENDAHULUAN
Episiotomi adalah tindakan menggunting jaringan antara muara vagina dan anus
(jaringan perineum) saat proses melahirkan. Tujuan utamanya tentu saja untuk mempermudah
lahirnya bayi. Dulu, episiotomi merupakan tindakan rutin. Artinya, dalam setiap persalinan
selalu dilakukan. Hal yang menjadi pertimbangan adalah robekan akibat episiotomi cenderung
lebih kecil dan lebih rapi dibandingkan robekan yang terjadi secara alami. Selain itu, luka
episiotomi juga dianggap lebih cepat sembuh.Tetapi, saat ini episiotomi tidak lagi dianjurkan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penyembuhan luka episiotomi menimbulkan
ketidaknyamanan. Selain itu, luka yang dibuat ternyata cenderung lebih luas dibanding jika
robekan terjadi sendiri. Pada beberapa wanita, luka episiotomi juga dapat menimbulkan nyeri
saat berhubungan seksual, bahkan selama berbulan-bulan setelah melahirkan.
Walaupun sudah tidak dianjurkan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama
sekali. Pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan. Misalnya jika posisi bayi tidak
normal, bayi harus dilahirkan secepatnya, atau jika diperkirakan robekan yang terjadi akan
sangat luas dll.
Dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu, Kementerian Kesehatan
telah menekankan pentingnya Manajemen Aktif Kala III pada setiap asuhan persalinan normal.
Saat ini, Manajemen Aktif Kala III telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal
dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong
persalinan (dokter dan bidan).
3
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui asuhan intranatal berdasarkan evidence based pada episiotomi sesuai
indikasi, penggunaan oksitosin pada kala III dan penjahitan perenium tingkat 1 dan 2.
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Episiotomi Sesuai Indikasi
Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada
lubang-keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun
1872, mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi.
Saat melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat,
prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila
terlampau cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi
dikerjakan ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm
sewaktu his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi
berikutnya. Dengan cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul
dicegah, dan perdarahan yang banyak dapat dilelakkan.
1. Midline, garis-tengah
2. mediolateral, kiri atau kanan (yang paling sering digunakan)
3. lateral, yang sudah tidak digunakan lagi.
Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, walaupun sudah tidak dianjurkan selalu
dilakukan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama sekali. Berdasarkan evidence
based terkini pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan dengan indikasi yang kuat
mengharuskan dilakukannya episiotomi. Beberapa indikasi kuat dlakukannya episiotomy yaitu
5
:
1. Bayi berukuran besar
Bayi yang memiliki bobot 4 kg atau lebih biasanya sulit melewati jalan lahir. Itulah
sebabnya, dalam kasus ini dokter akan melakukan tindakan episiotomi untuk memudahkan si
bayi lahir. Tanpa tindakan episiotomi, bobot bayi bisa menghambat proses persalinan. Bahkan
dalam kasus tertentu, bayi berbobot besar ini mau tidak mau harus dilahirkan lewat operasi
sesar. Serta beberapa alasan fetal lainnya seperti :
1. Bayi yang prematur dan lemah
2. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
3. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum
tidak dapat ditunggu
2. Perineum sangat kaku
Kekakuan perineum akan menyulitkan proses keluarnya bayi. Ini akan diperparah oleh
kondisi ibu yang lemah dan lelah. Jangankan mengejan, bergerak pun sudah tidak bisa. Dalam
kondisi seperti ini, tindakan episiotomi dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan
menghindarkan bayi dari kemungkinan terkena hipoksia akibat persalinan terlalu lama.
Semakin berat tingkat hipoksianya, kian banyak pula sel-sel saraf otak yang mengalami
kerusakan, hingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
3. Perineum pendek
Masing-masing individu memiliki panjang perineum yang bervariasi, ada yang pendek
dan ada pula yang panjang. Bagi ibu yang memiliki perineum pendek, tindakan episiotomi bisa
mencegah dampak negatif yang lebih buruk. Apalagi jika kepala bayinya besar, bukan tidak
mungkin akan terjadi perobekan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin anus pun akan rusak.
4. Persalinan dengan alat bantu
Episiotomi juga dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu,
entah itu forceps, vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur
atau letak sungsang, distosia bahu dsb. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang semakin
lebar akan meminimalkan risiko mencederai bayi.
Tentu saja kondisi-kondisi tersebut umumnya sudah bisa diprediksi oleh dokter. Dengan
demikian, menjelang persalinan dokter kandungan dan kebidanan yang menangani diharapkan
sudah bisa memutuskan apakah pasiennya mesti menjalani episiotomi atau tidak. Jadi, memang
tidak setiap ibu melahirkan mesti menjalani episiotomi.
6
2.2. Penggunaan Oksitosin Pada Kala III
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk melalui The Cochrane
medicine) terpercaya. Begley dkk mereview lima buah penelitian yang melibatkan 6486 ibu
bersalin. Seluruh penelitian itu bertujuan membandingkan antara manajemen aktif versus
Dari hasil review penelitian tersebut, disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III
terbukti efektif mengurangi risiko perdarahan dan menyelamatkan lebih dari 1 liter darah
Pada studi analisis lain, Cotter dkk, juga melalui The Cochrane Collaboration, juga
melakukan review terhadap 14 penelitian yang melibatkan 3000 ibu bersalin. Keempat belas
penelitian tersebut bertujuan meneliti manfaat pemberian oksitosin profilaksis pada kala III
persalinan. Cotter dkk menyimpulkan bahwa pemberian oksitosin profilaksis pada kala III
persalinan terbukti bermanfaat untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dan dapat
Dengan demikian, Manajemen Aktif Kala III, termasuk pemberian injeksi oksitosin
profilaksis pasca lahirnya bayi, telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah perdarahan pasca
persalinan.
7
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum tepat
dibawahnya (Oxorn,2010). Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat
dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan
secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu palasenta lahir. Dengan
penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septik dan
Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah merapatkan
kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa
jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulitperineum sudah memadai.
Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini terutama
mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus perineus
transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai spinter recti. Biasanya
robekan meluas keatas disepanjang mukosa vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini
menimbulkanluka laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah
satu apexpada vagina dan apex lainnya didekat rectum (Oxorn,2010). Robekan ini dapat
8
9
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Episiotomi dulu merupakan tindakan rutin, namun berdasarkan evidence based terkini
saat ini episiotomi tidak lagi dianjurkan kecuali dengan beberapa indikasi yang kuat.
2. Beberapa indikasi kuat yang menyebabkan episiotomy dianjurkan adalah
a) Alasan fetal ( premature, gawat janin, distosia, makrosimia dll. )
b) perineum yang pendek ataupun kaku
c) persalinan dengan alat bantu (forsep, vakum, pada sungsang dll )
3. episiotomi yang dilakukan dengan tidak benar atau tidak sesuai indikasi yang kuat akan
menyebabkan beberapa masalah pada klien.
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk dan Cotter dkk melalui The
Cochrane Collaboration, sebuah sumber referensi ilmu kedokteran berbasis bukti terpercaya.
yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based, terbukti dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu
membantu upaya penurunan angka kematian ibu. Karena sebagian besar angka kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan yang terjadi setelah persalinan yang berhubungan dengan
manajemen aktif kala III yaitu penggunaan oksitosin. Jika semua penolong persalinan dilatih
agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap
berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat
waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara
bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu.
4.2. Saran
Diharapkan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, akan
pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada ibu dalam upaya penurunan AKI.
10
DAFTAR PUSTAKA
Carter FB, Wolber PGH. Episiotomy in : Sciarra J. Gerbie AB eds. Gynecology and Obstetrics.
Philadelphia : Harper & Row Publisher. 1979. 1-40.
Husodo L. Pembedahan dalam Persalinan Kala III dalam Winknysastro H, Sumapraja S.,
Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan ed. 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
1993. 882-884.
Saifuddin, 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
Rineka Cipta.
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/255
Artikel, Hot News, Kesehatan Ibu Bersalin dan Nifas, Kesehatan Maternal dan Pencegahan
Komplikasi Kebidanan
Admin.2011. Manajemen Aktif Kala III Terbukti Efektif Dalam Pencegahan Perdarahan
Pascapersalinan. kesehatanibu.depkes.go.id/ Depkes RI. 2008.
http://kakaanggry.wordpress.com/2013/04/24/evidence-based-kebidanan-dalam-asuhan-
persalinan/
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/manajemenrupturaperineumterkini.p
df
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54798/Chapter%20II.pdf;jsessionid=
A5402FD0CAA99DEE048C2CFA4170E223?sequence=4
11