Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

ASUHAN INTRANATAL BERDASARKAN EVIDENCE


BASED
D
I
S
U
S
U
N
OLEH:
CICI RAHAYU
HIRANSIA SINAGA
NADIAH HUSNUL KHOTIMAH
SILVIA ANGGRAINI
TITIADI SIMAMORA
YUNI KUSUMA

PROGRAM STUDI D4 KEBIDANAN


FAKULTAS FARMASI DAN KESEHATAN UMUM
INSTITUT KESEHATAN HELVETIA
MEDAN

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya dan
hidayah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “ASUHAN
INTRANATAL BERDASARKAN EVIDENCE BASED ini dapat terselesaikan dengan baik
meski pun banyak kendala dan hambatan yang dihadapi pada saat penulisan makalah ini.

Sebelumnya penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih kepada Dosen telah

memberikan bimbingan , serta semua pihak yang telah membantu baik dukungan moral

maupun dukungan tenaga selama penyusunan makalah ini.

Sungguh merupakan suatu kebanggaan dari penulis apabila makalah ini dapat terpakai

sesuai fungsinya, dan pembaca dapat mengerti dengan jelas apa yang dibahas di dalamnya.

Penulis sadar sepenuhnya bahwa makalah ini banyak memiliki kekurangan dan masih

jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan masukkan berupa saran

dan kritik yang tentunya positif sifatnya membangun untuk lebih menyempurnakan makalah

ini.

Penyusun

Medan, Oktober 2019

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Dalam beberapa tahun terakhir atau tepatnya beberapa bulan terakhir kita sering
mendengar tentang Evidence Based. Evidence Based artinya berdasarkan bukti. Artinya tidak
lagi berdasarkan pengalaman atau kebiasaan semata. Semua harus berdasarkan bukti. Bukti
inipun tidak sekedar bukti. Tapi bukti ilmiah terkini yang bisa dipertanggungjawabkan.

Episiotomi adalah tindakan menggunting jaringan antara muara vagina dan anus
(jaringan perineum) saat proses melahirkan. Tujuan utamanya tentu saja untuk mempermudah
lahirnya bayi. Dulu, episiotomi merupakan tindakan rutin. Artinya, dalam setiap persalinan
selalu dilakukan. Hal yang menjadi pertimbangan adalah robekan akibat episiotomi cenderung
lebih kecil dan lebih rapi dibandingkan robekan yang terjadi secara alami. Selain itu, luka
episiotomi juga dianggap lebih cepat sembuh.Tetapi, saat ini episiotomi tidak lagi dianjurkan.
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penyembuhan luka episiotomi menimbulkan
ketidaknyamanan. Selain itu, luka yang dibuat ternyata cenderung lebih luas dibanding jika
robekan terjadi sendiri. Pada beberapa wanita, luka episiotomi juga dapat menimbulkan nyeri
saat berhubungan seksual, bahkan selama berbulan-bulan setelah melahirkan.
Walaupun sudah tidak dianjurkan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama
sekali. Pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan. Misalnya jika posisi bayi tidak
normal, bayi harus dilahirkan secepatnya, atau jika diperkirakan robekan yang terjadi akan
sangat luas dll.
Dalam upaya percepatan penurunan Angka Kematian Ibu, Kementerian Kesehatan
telah menekankan pentingnya Manajemen Aktif Kala III pada setiap asuhan persalinan normal.
Saat ini, Manajemen Aktif Kala III telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal
dan menjadi salah satu kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong
persalinan (dokter dan bidan).

1.2. Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan intranatal berdasarkan evidence based pada episiotomi sesuai
indikasi, penggunaan oksitosin pada kala III dan penjahitan perenium tingkat 1 dan 2.

3
1.3.Tujuan
Untuk mengetahui asuhan intranatal berdasarkan evidence based pada episiotomi sesuai
indikasi, penggunaan oksitosin pada kala III dan penjahitan perenium tingkat 1 dan 2.

4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Episiotomi Sesuai Indikasi
Episiotomi (perineotomi) adalah insisi perineum untuk memperlebar ruang pada
lubang-keluar jalan-lahir sehingga memudahkan kelahiran anak. Fielding Ould, pada tahun
1872, mungkin merupakan dokter ahli kebidanan pertama yang melaksanakan episiotomi.
Saat melakukan episiotomi haruslah tepat. Bila pengerjaannya terlampau terlambat,
prosedur tersebut tidak akan berhasil mencegah laserasi dan melindungi dasar panggul. Bila
terlampau cepat, insisi akan mengakibatkan kehilangan darah yang tidak perlu. Episiotomi
dikerjakan ketika perineum menonjol, ketika diameter kulit kepala bayi terlihat 3 sampai 4 cm
sewaktu his, dan ketika bagian terendah akan dilahirkan dengan tiga atau empat kontraksi
berikutnya. Dengan cara ini laserasi dihindari, peregangan yang berlebihan pada dasar panggul
dicegah, dan perdarahan yang banyak dapat dilelakkan.

Ada tiga tipe episiotomi:

1. Midline, garis-tengah
2. mediolateral, kiri atau kanan (yang paling sering digunakan)
3. lateral, yang sudah tidak digunakan lagi.

Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, walaupun sudah tidak dianjurkan selalu
dilakukan, bukan berarti teknik episiotomi tidak boleh sama sekali. Berdasarkan evidence
based terkini pada keadaan tertentu, episiotomi tetap dilakukan dengan indikasi yang kuat
mengharuskan dilakukannya episiotomi. Beberapa indikasi kuat dlakukannya episiotomy yaitu

5
:
1. Bayi berukuran besar
Bayi yang memiliki bobot 4 kg atau lebih biasanya sulit melewati jalan lahir. Itulah
sebabnya, dalam kasus ini dokter akan melakukan tindakan episiotomi untuk memudahkan si
bayi lahir. Tanpa tindakan episiotomi, bobot bayi bisa menghambat proses persalinan. Bahkan
dalam kasus tertentu, bayi berbobot besar ini mau tidak mau harus dilahirkan lewat operasi
sesar. Serta beberapa alasan fetal lainnya seperti :
1. Bayi yang prematur dan lemah
2. Posisi abnormal seperti occipitoposterior, presentasi muka dan presentasi bokong
3. Bayi harus dilahirkan dengan cepat pada keadaan gawat janin dan dilatasi perineum
tidak dapat ditunggu
2. Perineum sangat kaku
Kekakuan perineum akan menyulitkan proses keluarnya bayi. Ini akan diperparah oleh
kondisi ibu yang lemah dan lelah. Jangankan mengejan, bergerak pun sudah tidak bisa. Dalam
kondisi seperti ini, tindakan episiotomi dilakukan untuk menyelamatkan ibu dan
menghindarkan bayi dari kemungkinan terkena hipoksia akibat persalinan terlalu lama.
Semakin berat tingkat hipoksianya, kian banyak pula sel-sel saraf otak yang mengalami
kerusakan, hingga mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
3. Perineum pendek
Masing-masing individu memiliki panjang perineum yang bervariasi, ada yang pendek
dan ada pula yang panjang. Bagi ibu yang memiliki perineum pendek, tindakan episiotomi bisa
mencegah dampak negatif yang lebih buruk. Apalagi jika kepala bayinya besar, bukan tidak
mungkin akan terjadi perobekan yang sangat besar. Bukan tidak mungkin anus pun akan rusak.
4. Persalinan dengan alat bantu
Episiotomi juga dilakukan bila persalinan dilakukan dengan menggunakan alat bantu,
entah itu forceps, vakum atau alat bantu lainnya. Begitu juga pada persalinan bayi prematur
atau letak sungsang, distosia bahu dsb. Dengan tindakan episiotomi, jalan lahir yang semakin
lebar akan meminimalkan risiko mencederai bayi.
Tentu saja kondisi-kondisi tersebut umumnya sudah bisa diprediksi oleh dokter. Dengan
demikian, menjelang persalinan dokter kandungan dan kebidanan yang menangani diharapkan
sudah bisa memutuskan apakah pasiennya mesti menjalani episiotomi atau tidak. Jadi, memang
tidak setiap ibu melahirkan mesti menjalani episiotomi.

6
2.2. Penggunaan Oksitosin Pada Kala III
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk melalui The Cochrane

Collaboration, sebuah sumber referensi ilmu kedokteran berbasis bukti (evidence-based

medicine) terpercaya. Begley dkk mereview lima buah penelitian yang melibatkan 6486 ibu

bersalin. Seluruh penelitian itu bertujuan membandingkan antara manajemen aktif versus

manajemen pasif pada kala III persalinan.

Dari hasil review penelitian tersebut, disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III

terbukti efektif mengurangi risiko perdarahan dan menyelamatkan lebih dari 1 liter darah

selama proses persalinan.

Pada studi analisis lain, Cotter dkk, juga melalui The Cochrane Collaboration, juga

melakukan review terhadap 14 penelitian yang melibatkan 3000 ibu bersalin. Keempat belas

penelitian tersebut bertujuan meneliti manfaat pemberian oksitosin profilaksis pada kala III

persalinan. Cotter dkk menyimpulkan bahwa pemberian oksitosin profilaksis pada kala III

persalinan terbukti bermanfaat untuk mencegah perdarahan pasca persalinan dan dapat

menyelamatkan lebih dari 500 ml darah pada persalinan.

Dengan demikian, Manajemen Aktif Kala III, termasuk pemberian injeksi oksitosin

profilaksis pasca lahirnya bayi, telah terbukti secara ilmiah dapat mencegah perdarahan pasca

persalinan.

2.3 Penjahitan Perenium Tingkat 1 dan 2

1. Robekan derajat pertama

7
Robekan derajat pertama melitupi mukosa vagina, fourchetten dan kulit perineum tepat

dibawahnya (Oxorn,2010). Robekan perineum yang melebihi derajat satu di jahit. Hal ini dapat

dilakukan sebelum plasaenta lahir, tetapi apabila ada kemungkinan plasenta harus dikeluarkan

secara manual, lebih baik tindakan itu ditunda sampai menunggu palasenta lahir. Dengan

penderita berbaring secara litotomi dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septik dan

luas robekan ditentukan dengan seksama(Sumarah,2009).

Robekan ini kecil dan diperbaiki sesederhana mungkin. Tujuannya adalah merapatkan

kembali jaringan yang terpotong dan menghasilkan hemostatis. Pada rata-rata kasus beberapa

jahitan terputus lewat mukosa vagina, fourchette dan kulitperineum sudah memadai.

2.Robekan derajat kedua

Laserasi derajat dua merupakan luka robekan yang paling dalam.Luka ini terutama

mengenai garis tengah dan melebar sampai corpus perineum. Acapkali musculus perineus

transverses turut terobek dan robekan dapat turun tapi tidak mencapai spinter recti. Biasanya

robekan meluas keatas disepanjang mukosa vaginadan jaringan submukosa. Keadaan ini

menimbulkanluka laserasi yang berbentuk segitiga ganda dengan dasar pada fourchette, salah

satu apexpada vagina dan apex lainnya didekat rectum (Oxorn,2010). Robekan ini dapat

dilakukan dengan penjahitan terputus dan kontinu.

8
9
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Episiotomi dulu merupakan tindakan rutin, namun berdasarkan evidence based terkini
saat ini episiotomi tidak lagi dianjurkan kecuali dengan beberapa indikasi yang kuat.
2. Beberapa indikasi kuat yang menyebabkan episiotomy dianjurkan adalah
a) Alasan fetal ( premature, gawat janin, distosia, makrosimia dll. )
b) perineum yang pendek ataupun kaku
c) persalinan dengan alat bantu (forsep, vakum, pada sungsang dll )
3. episiotomi yang dilakukan dengan tidak benar atau tidak sesuai indikasi yang kuat akan
menyebabkan beberapa masalah pada klien.
Sebuah studi analisis telah dilakukan oleh Begley CM dkk dan Cotter dkk melalui The
Cochrane Collaboration, sebuah sumber referensi ilmu kedokteran berbasis bukti terpercaya.
yang disebutkan sebelumnya yang berdasarkan evidence based, terbukti dapat mencegah atau
mengurangi komplikasi yang sering terjadi. Hal ini memberi manfaat yang nyata dan mampu
membantu upaya penurunan angka kematian ibu. Karena sebagian besar angka kematian ibu
disebabkan oleh perdarahan yang terjadi setelah persalinan yang berhubungan dengan
manajemen aktif kala III yaitu penggunaan oksitosin. Jika semua penolong persalinan dilatih
agar kompeten untuk melakukan upaya pencegahan atau deteksi dini secara aktif terhadap
berbagai komplikasi yang mungkin terjadi, memberikan pertolongan secara adekuat dan tepat
waktu, dan melakukan upaya rujukan yang optimal maka semua upaya tersebut dapat secara
bermakna menurunkan jumlah kesakitan atau kematian ibu.

4.2. Saran
Diharapkan adanya peningkatan jumlah bidan terlibat dalam penelitian, akan
pengetahuan berdasar bukti mengenai asuhan kebidanan khususnya dalam memberikan
pelayanan kesehatan pada ibu dalam upaya penurunan AKI.

10
DAFTAR PUSTAKA

Carter FB, Wolber PGH. Episiotomy in : Sciarra J. Gerbie AB eds. Gynecology and Obstetrics.
Philadelphia : Harper & Row Publisher. 1979. 1-40.
Husodo L. Pembedahan dalam Persalinan Kala III dalam Winknysastro H, Sumapraja S.,
Saifuddin AB. Ilmu Kebidanan ed. 3. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
1993. 882-884.
Saifuddin, 2002. Buku panduan praktis pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta :
Rineka Cipta.
http://www.kesehatanibu.depkes.go.id/archives/255
Artikel, Hot News, Kesehatan Ibu Bersalin dan Nifas, Kesehatan Maternal dan Pencegahan
Komplikasi Kebidanan
Admin.2011. Manajemen Aktif Kala III Terbukti Efektif Dalam Pencegahan Perdarahan
Pascapersalinan. kesehatanibu.depkes.go.id/ Depkes RI. 2008.
http://kakaanggry.wordpress.com/2013/04/24/evidence-based-kebidanan-dalam-asuhan-
persalinan/
http://staff.ui.ac.id/system/files/users/budi.iman/material/manajemenrupturaperineumterkini.p
df
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/54798/Chapter%20II.pdf;jsessionid=
A5402FD0CAA99DEE048C2CFA4170E223?sequence=4

11

Anda mungkin juga menyukai