Konsep Dasar
Konsep Dasar
A. Pengertian
Stroke atau cedera cerebrovaskular (CVA) adalah kehilangan fungsi otak
yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer & Bare,
2002). Stroke adalah sindrom klinis yang awal timbulnya mendadak, progesi
cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/ atau global, yang berlangsung 24 jam
atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata–mata disebabkan
oleh gangguan peredaran darah otak non traumatik (Mansjoer, 2000).
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya
penyebab lain yang jelas selain vaskuler. (Hendro Susilo, 2000)
Stroke diklasifikasikan menjadi dua :
1. Stroke Non Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak tanpa terjadi suatu perdarahan yang
ditandai dengan kelemahan pada satu atau keempat anggota gerak atau
hemiparese, nyeri kepala, mual, muntah, pandangan kabur dan dysfhagia
(kesulitan menelan). Stroke non haemoragik dibagi lagi menjadi dua yaitu
stroke embolik dan stroke trombotik (Wanhari, 2008).
2. Stroke Hemoragik
Suatu gangguan peredaran darah otak yang ditandai dengan adanya
perdarahan intra serebral atau perdarahan subarakhnoid. Tanda yang terjadi
adalah penurunan kesadaran, pernapasan cepat, nadi cepat, gejala fokal
berupa hemiplegi, pupil mengecil, kaku kuduk (Wanhari, 2008).
B. Etiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002) stroke biasanya diakibatkan dari salah
satu empat kejadian yaitu:
1. Thrombosis yaitu bekuan darah di dalam pembuluh darah otak atau leher.
2. Embolisme serebral yaitu bekuan darah atau material lain yang di bawa ke
otak dari bagian tubuh yang lain.
3. Iskemia yaitu penurunan aliran darah ke area otak
4. Hemoragi serebral yaitu pecahnya pembuluh darah serebral dengan
perdarahan ke dalam jaringan otak atau ruang sekitar otak.
Akibat dari keempat kejadian diatas maka terjadi penghentian suplai
darah ke otak, yang menyebabkan kehilangan sementara atau permanen
gerakan, berpikir, memori, bicara, atau sensasi.
Faktor resiko terjadinya stroke menurut Mansjoer (2000) adalah:
1. Yang tidak dapat diubah: usia, jenis kelamin, ras, riwayat keluarga, riwayat
stroke, penyakit jantung koroner, dan fibrilasi atrium.
2. Yang dapat diubah: hipertensi, diabetes mellitus, merokok, penyalahgunaan
alkohol dan obat, kontrasepsi oral, dan hematokrit meningkat.
C. Patofisiologi
Otak sangat tergantung kepada oksigen, bila terjadi anoksia seperti yang
terjadi pada stroke di otak mengalami perubahan metabolik, kematian sel dan
kerusakan permanen yang terjadi dalam 3 sampai dengan 10 menit (non aktif
total). Pembuluh darah yang paling sering terkena ialah arteri serebral dan arteri
karotis Interna.
Adanya gangguan peredaran darah otak dapat menimbulkan jejas atau
cedera pada otak melalui empat mekanisme, yaitu :
1. Penebalan dinding arteri serebral yang menimbulkan penyempitan sehingga
aliran darah dan suplainya ke sebagian otak tidak adekuat, selanjutnya akan
mengakibatkan perubahan-perubahan iskemik otak.
2. Pecahnya dinding arteri serebral akan menyebabkan bocornya darah ke
kejaringan (hemorrhage).
3. Pembesaran sebuah atau sekelompok pembuluh darah yang menekan jaringan
otak.
4. Edema serebri yang merupakan pengumpulan cairan di ruang interstitial
jaringan otak.
Konstriksi lokal sebuah arteri mula-mula menyebabkan sedikit
perubahan pada aliran darah dan baru setelah stenosis cukup hebat dan
melampaui batas kritis terjadi pengurangan darah secara drastis dan cepat.
Oklusi suatu arteri otak akan menimbulkan reduksi suatu area dimana
jaringan otak normal sekitarnya yang masih mempunyai pendarahan yang
baik berusaha membantu suplai darah melalui jalur-jalur anastomosis yang
ada. Perubahan awal yang terjadi pada korteks akibat oklusi pembuluh darah
adalah gelapnya warna darah vena, penurunan kecepatan aliran darah dan
sedikit dilatasi arteri serta arteriole. Selanjutnya akan terjadi edema pada
daerah ini. Selama berlangsungnya perisriwa ini, otoregulasi sudah tidak
berfungsi sehingga aliran darah mengikuti secara pasif segala perubahan
tekanan darah arteri.. Berkurangnya aliran darah serebral sampai ambang
tertentu akan memulai serangkaian gangguan fungsi neural dan terjadi
kerusakan jaringan secara permanen.
D. Pathway
E. Tanda dan Gejala
Gejala yang terjadi tergantung kepada daerah otak yang terkena:
a. Hilangnya rasa atau adanya sensasi abnormal pada lengan atau tungkai atau
salah satu sisi tubuh
b. Kelemahan atau kelumpuhan lengan atau tungkai atau salah satu sisi tubuh
c. Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
d. Penglihatan ganda
e. Pusing
f. Bicara tidak jelas (rero)
g. Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat
h. Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh
i. Pergerakan yang tidak biasa
j. Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih
k. Ketidakseimbangan dan terjatuh
l. Pingsan.
F. Penatalaksanaan Medis
Secara umum, penatalaksanaan pada pasien stroke adalah:
1. Posisi kepala dan badan atas 20-30 derajat, posisi miring jika muntah dan
boleh dimulai mobilisasi bertahap jika hemodinamika stabil
2. Bebaskan jalan nafas dan pertahankan ventilasi yang adekuat, bila perlu
diberikan ogsigen sesuai kebutuhan
3. Tanda-tanda vital diusahakan stabil
4. Bed rest
5. Koreksi adanya hiperglikemia atau hipoglikemia
6. Pertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit
7. Kandung kemih yang penuh dikosongkan, bila perlu lakukan kateterisasi
8. Pemberian cairan intravena berupa kristaloid atau koloid dan hindari
penggunaan glukosa murni atau cairan hipotonik
9. Hindari kenaikan suhu, batuk, konstipasi, atau suction berlebih yang dapat
meningkatkan TIK
10. Nutrisi per oral hanya diberikan jika fungsi menelan baik. Jika kesadaran
menurun atau ada gangguan menelan sebaiknya dipasang NGT
G. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit stroke menurut Smeltzer &
Bare (2002) adalah:
1. Hipoksia serebral, diminimalkan dengan memberi oksigenasi darah adekuat
ke otak. Fungsi otak bergantung pada ketersediaan oksigen yang dikirimkan
ke jaringan. Pemberian oksigen suplemen dan mempertahankan hemoglobin
serta hematokrit pada tingkat dapat diterima akan membantu dalam
mempertahankan oksigenasi jaringan.
2. Penurunan aliran darah serebral, bergantung pada tekanan darah, curah
jantung, dan integritas pembuluh darah serebral. Hidrasi adekuat (cairan
intrvena) harus menjamin penurunan viskositas darah dan memperbaiki
aliran darah serebral. Hipertensi dan hipotensi ekstrim perlu dihindari untuk
mencegah perubahan pada aliran darah serebral dan potensi meluasnya area
cedera.
3. Embolisme serebral, dapat terjadi setelah infark miokard atau fibrilasi
atrium atau dapat berasal dari katup jantung prostetik. Embolisme akan
menurunkan aliran darah ke otak dan selanjutnya akan menurunkan aliran
darah serebral. Disritmia dapat mengakibatkan curah jantung tidak konsisten
dan penghentian trombus lokal. Selain itu, disritmia dapat menyebabkan
embolus serebral dan harus diperbaiki.
H. Pemeriksaan Diagnostik
Menurut (Doenges dkk, 1999) pemeriksaan diagnostik yang dapat
dilakukan pada penyakit stroke adalah:
1. Angiografi serebral: membantu menentukan penyebab stroke secara spesifik
seperti perdarahan, obstruksi arteri atau adanya titik oklusi/ ruptur.
2. CT-scan: memperhatikan adanya edema, hematoma, iskemia, dan adanya
infark.
3. Pungsi lumbal: menunjukkan adanya tekanan normal dan biasanya ada
thrombosis, emboli serebral, dan TIA (Transient Ischaemia Attack) atau
serangan iskemia otak sepintas. Tekanan meningkat dan cairan yang
mengandung darah menunjukkan adanya hemoragik subarakhnoid atau
perdarahan intra kranial. Kadar protein total meningkat pada kasus
thrombosis sehubungan dengan adanya proses inflamasi.
4. MRI (Magnetic Resonance Imaging): menunjukkan daerah yang mengalami
infark, hemoragik, dan malformasi arteriovena.
5. Ultrasonografi Doppler: mengidentifikasi penyakit arteriovena.
6. EEG (Electroencephalography): mengidentifikasi penyakit didasarkan pada
gelombang otak dan mungkin memperlihatkan daerah lesi yang spesifik.
7. Sinar X: menggambarkan perubahan kelenjar lempeng pineal daerah yang
berlawanan dari massa yang meluas, kalsifikasi karotis interna terdapat pada
thrombosis serebral.
PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. SM
Umur : 70 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Alamat : Jln. Telkom puloe suenong
Diagnosa Medis : Stroke
G. Pola Kognitif-Konseptual
1. Pendengaran
Pendengaran dalam batas normal. Dalam berkomunikasi pasien dapat mendengar
pertanyaan yang diajukan oleh perawat/dokter.
2. Penglihatan
Mata simetris kiri dan kanan, kebersihan mata bersih, alis mata tebal, kemampuan
menggerakan alis mata baik (normal). Konjungtiva tidak anemis, benjolan tidak
teraba. Pada pupil isokor. Reflek terhadap cahaya (+/+) miosis. Pasien tidak
menggunakan alat bantu penglihatan berupa kaca mata.
3. Status Mental :
Kesadaran : compos mentis, dengan GCS: 4,5,6.
Bicara normal, pasien dapat berbicara walaupun agak terbata-bata (pelo) / disatria.
vertigo kadang – kadang.
4. Pemeriksaan Nervus I s.d XII
- Nervus I (N. Olfactorius):
Pasien dapat membedakan bau alkohol dan minyak angin. Pada kedua hidung.
- Nervus II (N. Optikus):
Pasien dapat mengenai keluarga.
- Nervus III, IV, VI (N. Okulomotorius, Trokhlearis, Abdusent):
Pupil berbentuk isokor, reguler, tidak ada ptosis, tidak ditemukan edema, pupil
mengecil dan kembali jika terkena cahaya, tak ada pembatasan gerak mata.
- Nervus V (N. Trigeminus):
- Sensibilitas wajah baik, pasien dapat merasakan rabaan.
- Nervus VII (N. Fasialis):
Pasien dapat mebedakan nyeri , rabaan, kontraksi masester lemah, reflek rahang
ada tapi lmbat terdapat penurunan sudut mulut.
- Nervus VIII (N. Akustikus):
Pasien dapat mendengarkan bunyi gesekan rambutnya.
- Nervus IX (N. Glossofaringeus):
Ada refleks muntah ketika spatel disentuhkan pada posterior faring.
- Nervus X (N.Vagus):
Ovula berada di tengah.
- Nervus XI (N. Asesorius):
Dapat mengangkat bahu (massa otot trapezius baik).
- Nervus XII (N. Hipoglosus):
Tidak ada atrofi, tidak ada fasikulasi, posisi lidah mengarah ke kiri.
H. Pola Tidur-Istirahat
1. Kebiasaan tidur dalam sehari ± 7-8 jam.
Tidur siang : kadang-kadang (± 1 jam).
Tidur malam : Pukul: 22.00-05.00 (± 7 jam).
Pasien merasa segar bila bangun tidur. Masalah tidur tidak ada.
2. Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum pasien composmentis, pasien tampak lemah, lingkaran hitam di
sekitar mata tidak ditemukan.
I. Pola Persepsi/Konsep Diri
1. Masalah utama mengenai perawatan di RS / Penyakit (Finansial/perawatan):
Tidak ada masalah dalam hal finansial/perawatan karena biaya
perawatan/pengobatan di rumah sakit sepenuhnya dibiayai oleh dengan kartu
sehat. Selain itu pasien sering ditunggui oleh anak-anaknya yang menunggui
secara bergantian.
2. Keadaan Emosional:
Keadaan emosional pasien stabil, pasien adalah orang yang suka humor.
3. Kemampuan adaptasi:
Pola adaptasi pasien baik, ditandai dengan pasien dapat menyesuaikan diri dengan
lingkungan di RS. Pasien sering berbagi pengalaman dengan pasien lain di
sebelahnya.
4. Konsep Diri: baik.
Pasien mampu menerima keadaan dirinya walaupun sedikit ccemas dengan
sakitnya.
K. Pola Seksualitas
Tidak dikaji.
Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC,
Jakarta.