Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Penyakit serebrovaskuler/cerebrovascular disease (CVD) merupakan
penyakit sistem saraf yang paling sering dijumpai.. Menurut World Health
Organization (WHO), stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi
serebri fokal atau global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba,
berlangsung lebih dari 24 jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak
tampaknya penyebab lain selain penyebab vaskular1.
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan sehingga
berkurangnya aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke
dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik. Perdarahan yang terjadi pada
stroke hemoragik dapat dengan cepat menimbulkan gejala neurologik karena
tekanan pada struktur saraf di dalam tengkorak. Stroke hemoragik lebih jarang
terjadi dibanding stroke iskemik akan tetapi stroke hemoragik menyebabkan lebih
banyak kematian2.
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah
penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang. Terdapat
sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun, dimana sekitar 4,4 juta diantaranya
meninggal dalam 12 bulan. Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan
kasus stroke baik dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian
berdasarkan usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 – 65
tahun), dan 23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/
100.000 penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat.
Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan dengan
profil (usia < 45 tahun) sebesar 11,8%, (usia 45-64 tahun) sebesar 54,2%, dan
(usia > 65 tahun) sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif dan usia lanjut,
sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam pembangunan kesehatan secara
nasional di kemudian hari3.

1
2

CT Scan merupakan perpaduan antara teknologi sinar-x, komputer dan


televisi sehingga mampu menampilkan gambar anatomis tubuh manusia dalam
bentuk irisan4. CT scan merupakan suatu pemeriksaan gold standar untuk
menentukan penyebab kejadian vaskular pada stroke.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada referat ini adalah:
Bagaimana gambaran CT Scan non-kontras pada stroke hemmoragik?
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavitas cranii.
Otak dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen magnum yang
terdiri atas cerebrum, diencephalon, mesencephalon, pons, medulla oblongata dan
cerebellum. Cerebrum dan medulla spinalis diliputi oleh tiga membran, atau
meningen: duramater, arachnoideameter, dan piamater.5

Gambar 1. Selaput Otak

Otak adalah organ manusia yang kompleks. Setiap area dari otak
mempunyai fungsi khusus. Otak merupakan organ tubuh yang ikut berpartisipasi
pada semua kegiatan tubuh. Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum, dan
batang otak. Serebrum terdiri atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh
falks serebri (lipatan duramater yang berada di inferior sinus sagitalis superior).
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer
dominan.6
Lobus frontalis berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi
dominan mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietalis
berhubungan dengan orientasi ruang dan fungsi sensorik. Lobus temporalis
mengatur fungsi memori tertentu. Lobus occipitalis berukuran lebih kecil dan
berfungsi dalam penglihatan. Batang otak terdiri dari mesensefalon, pons dan
4

medula oblongata. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi
retikulasi yang berfungsi dalam kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula
oblongata berada pusat vital kardiorespiratorik yang terus memanjang sampai
medula spinalis di bawahnya. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi
koordinasi dan keseimbangan terletak dalam fosa posterior, berhubungan dengan
medula spinalis batang otak dan kedua hemisfer serebri.6

Gambar 2. Fungsi Otak

Otak membutuhkan banyak oksigen. Berat otak hanya 2,5% dari berat badan
seluruhnya, namun oksigen yang dibutuhkan hampir mencapai 20% dari
kebutuhan badan seluruhnya. Oksigen ini diperoleh dari darah. Pada keadaan
normal, darah yang mengalir ke otak/Cerebro Blood Flow (CBF) adalah 50-60
ml/100 g otak/menit.6
Suplai darah ke otak melalui dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis
(kanan dan kiri) dan arteri karotis interna (kanan dan kiri). Arteri vertebralis
menyuplai darah ke area belakang dan area bawah dari otak, sampai di tempurung
kepala dan arteri karotis interna menyuplai darah ke area depan dan area atas otak.
Cabang-cabang dari arteri vertebralis dan arteri karotis interna bersatu membentuk
Sirkulus Willisi.6
5

Gambar 3. Vaskularisasi Otak

2.2 Stroke Hemmoragik


2.1.1 Definisi
Stroke adalah sindrom klinis dengan ciri-ciri adanya defisit neurologis
serebral fokal atau global yang berkembang secara cepat dan dapat
berlangsung selama minimal 24 jam, atau kematian semata-mata disebabkan
oleh kejadian vascular1.

2.2.2 Epidemiologi
Stroke menduduki urutan ketiga sebagai penyebab utama kematian
setelah penyakit jantung koroner dan kanker di negara-negara berkembang.
Negara berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat
stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di negara yang
sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun,
dimana sekitar 4,4 juta diantaranya meninggal dalam 12 bulan6
6

Data di Indonesia menunjukkan adanya peningkatan kasus stroke baik


dalam kematian, kejadian maupun kecacatan. Angka kematian berdasarkan
usia sebesar : 15,9% (usia 45 – 55 tahun), 26,8% (usia 55 – 65 tahun), dan
23,5% (usia > 65 tahun). Sedangkan insiden stroke sebesar 51,6/ 100.000
penduduk dan kecacatan : 1,6% tidak berubah, 4,3% semakin memberat.
Penderita laki-laki lebih banyak terserang stroke dibanding perempuan
dengan profil (usia < 45 tahun) sebesar 11,8%, (usia 45-64 tahun) sebesar
54,2%, dan (usia > 65 tahun) sebesar 33,5%. Stroke menyerang usia produktif
dan usia lanjut, sehingga dapat menimbulkan masalah baru dalam
pembangunan kesehatan secara nasional di kemudian hari.4

2.2.3 Etiologi
a. Aneurisma
Aneurisma didefinisikan sebagai suatu pelebaran atau dilatasi
dari pembuluh darah. Bentuk yang paling sering dari aneurisma
intrakranial adalah aneurisma arterial sakuler yang merupakan
proses degeneratif progresif yang mengenai dinding arteri. Pada
stroke yang disebabkan oleh perdarahan subarachnoid dan
intraserebral biasanya timbul karena pecahnya mikroaneurisma
(Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna.7
b. Malformasi arteriovenosa
Malformasi arteriovenosa adalah suatu lesi pada pembuluh
darah dimana terbentuk suatu nidus abnormal yang menyebabkan
terjadinya shunting patologis pada aliran darah dari arteri ke vena
tanpa melalui kapiler. Nidus sering diketahui sebagai benda asing
pada parenkhim serebral dan terkadang membentuk lesi berukuran
besar yang menempati lobus otak. Malformasi arteriovenosa pada
otak merupakan suatu konglomerasi dari arteri dan vena yang
berdilatasi didalam parenkhim otak, dimana kehilangan organisasi
vaskuler yang normal level subarteriolar dan kerusakan dari kapiler
bed sebagai hasil dari shunting abnormal arteri ke vena tanpa melalui
kapiler. Malformasi arteriovenosa dapat terjadi dimana saja di
7

susunan saraf pusat. Pada stroke yang disebabkan karena perdarahan


subaraknoid umumnya disebabkan oleh rupturnya aneurisma sakular
atau perdarahan dari arteriovenous malformation (AVM)8.

2.2.4 Patofisiologi
Perdarahan intraserebral terjadi dalam 3 fase, yaitu fase initial
hemorrhage, hematoma expansion dan peri-hematoma edema. Fase initial
hemmorhage terjadi akibat rupturnya arteri serebral. hipertensi kronis, akan
menyebabkan perubahan patologi dari dinding pembuluh darah. Perubahan
patologis dari dinding pembuluh darah tersebut dapat berupa hipohialinosis,
nekrosis fibrin serta timbulnya aneurisma tipe Bouchard. Kenaikan tekanan
darah dalam jumlah yang mencolok dan meningkatnya denyut jantung,
dapat menginduksi pecahnya aneurisma, sehingga dapat terjadi perdarahan.
Perdarahan ini akan menjadi awal dari timbulnya gejala-gejala klinis (fase
hematoma expansion). Pada fase hematoma expansion, gejala-gejala klinis
mulai timbul seperti peningkatan tekanan intracranial. Meningkatnya
tekanan intracranial akan mengganggu integritas jaringan-jaringan otak dan
blood brain-barrier. Perdarahan intraserebral lama kelamaan akan
menyebabkan terjadinya inflamasi sekunder dan terbentuknya edema serebri
(fase peri-hematoma edema). Pada fase ini defisit neurologis, yang mulai
tampak pada fase hematoma expansion, akan terus berkembang. Kerusakan
pada parenkim otak, akibat volume perdarahan yang relatif banyak akan
mengakibatkan peninggian tekanan intracranial dan menyebabkan
menurunnya tekanan perfusi otak serta terganggunya drainase otak. Elemen-
elemen vasoaktif darah yang keluar serta kaskade iskemik akibat
menurunnya tekanan perfusi, menyebabkan neuron-neuron di daerah yang
terkena darah dan sekitarnya menjadi lebih tertekan dan defisit neurologis
pun akan semakin berkembang.9
Ukuran perdarahan akan berperan penting dalam menentukan
prognosis. Perdarahan yang kecil ukurannya akan menyebabkan massa
darah menerobos atau menyela di antara selaput akson massa putih
“dissecan splitting” tanpa merusaknya. Dalam keadaan ini, absorpsi darah
8

akan diikuti oleh pulihnya fungsi-fungsi neurologi. Sedangkan bila


perdarahan yang terjadi dalam jumlah besar, maka akan merusak struktur
anatomi dari otak, peningkatan tekanan intracranial dan bahkan dapat
menyebabkan herniasi otak pada falx serebri atau lewat foramen magnum.
Perdarahan intraserebral yang yang tidak diatasi dengan baik akan menyebar
hingga ke ventrikel otak sehingga menyebabkan perdarahan intraventrikel.
Perdarahan intraventrikel ini diikuti oleh hidrosefalus obstruktif dan akan
memperburuk prognosis. Jumlah perdarahan yang lebih dari 60 ml akan
meningkatkan resiko kematian hingga 93%.9

2.2.5 Klasifikasi
Berdasarkan manifestasi gambaran CT Scan, stroke dibedakan menjadi tiga
tahap utama, yaitu:10
1. Akut (kurang dari 24 jam)
Stroke akut memperlihatkan adanya edema sitotoksik, dan
perubahannya bisa halus tetapi penting. Stroke akut juga disebut
"perubahan iskemik dini" dan sebelumnya disebut "hiper-akut". Ini
adalah edema intraseluler dan menyebabkan hilangnya materi abu-
abu normal/antarmuka materi putih (diferensiasi) dan penurunan
sulci kortikal.
2. Subakut (24 jam hingga 5 hari)
Stroke subakut memperlihatkan edema vasogenik, dengan efek
massa yang lebih besar, hipoattenuasi, dan margin yang jelas. Efek
massa dan risiko herniasi paling besar pada tahap ini.
3. Kronis (> 1 minggu)
Stroke kronis memperlihatkan kehilangan jaringan otak dan
hypoattenuating.

2.2.6 Diagnosis
a. Anamnesis
Pada anamnesa akan ditemukan kelumpuhan anggota gerak,
mulut mengot atau bicara pelo yang terjadi secara tiba-tiba pada saat
9

sedang beraktivitas. Selain itu, pada anamnesa juga perlu ditanyakan


gejala khas stroke hemmoragik seperti serangan disertai nyeri
kepala, mual dan muntah, kemudia juga ditanyakan penyakit-
penyakit tedahulu seperti diabetes mellitus atau kelainan jantung.
Obat-obatan yang dikonsumsi, riwayat penyakit dalam keluarga juga
perlu ditanyakan pada anamnesa.

b. Pemeriksaan Fisik
Pada pasien stroke perlu dilakukan pemeriksaan fisik neurologi
meliputi tanda vital, pemeriksaan umum meliputi kepala, jantung,
paru, abdomen, dan ekstremitas. Pada pemeriksaan neurologis
terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang selaput otak, sistem
motorik, sikap dan cara jalan, refleks koordinasi, sensorik, dan
fungsi kognitif. Hipertensi (tekanan darah sistolik di atas 220
mmHg) biasanya ditemukan pada stroke hemoragik. Tekanan darah
awal yang tinggi berhubungan dengan kerusakan neurologis dini.11,12
Onset akut defisit neurologis, perubahan kesadaran atau status
mental lebih sering ditemukan pada stroke hemoragik. Hal ini
disebabkan karena peningkatan tekanan intrakranial. Meningismus
dapat juga terjadi karena darah pada ruang subarachnoid. Defisit
neurologis yang terjadi tergantung daerah otak yang terlibat.12
Apabila perdarahan terjadi pada serebellum, pasien berisiko
tinggi terjadi herniasi dan kompresi batang otak. Herniasi akan
menyebabkan penurunan kesadaran yang cepat dan mengakibatkan
apnea dan kematian. Tanda lain dari perdarahan pada serebelum atau
batang otak dapat berupa ataxia, vertigo atau tinitus, mual dan
muntah, hemiparesis atau quadriparesis, kehilangan fungsi sensorik
sebagian tubuh atau keempat ekstremitas, gangguan sensorik pada
separuh tubuh atau keempat ekstremitas, kelemahan orofaringeal
atau disfagia, crossed signs (wajah ipsilateral dan badan
kontralateral).12
10

c. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium yang dianjurkan adalah darah
lengkap, elektrolit, kadar ureum, kadar kreatinin, dan glukosa. Kadar
kreatinin yang tinggi berhubungan dengan adanya ekspansi
hematom. Kadar glukosa yang tinggi juga menunjukkan adanya
ekspansi hematoma dan prognosis yang lebih buruk.13

d. Pemeriksaan Radiologi
Untuk membedakan perdarahan atau iskemik dan penyebab
gangguan neurologis yang lain, pemeriksaan neuroimaging stroke
yang merupakan gold standard adalah CT-Scan atau MRI. Pada
stroke karena infark, gambaran CT scannya secara umum adalah
didapatkan gambaran hipodens sedangkan pada stroke perdarahan
menunjukkan gambaran hiperdens.
11

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Gambaran CT Scan Kepala Normal


Computerized Tomography Scanner (CT Scan) merupakan alat
diagnostik dengan teknik radiografi yang menghasilkan gambaran secara
melintang berdasarkan penyerapan pada sinar X pada bagian tubuh yang
dituju, salah satunya kepala. CT Scan kepala dapat memberikan gambaran
yang sangat jelas tentang proses desak ruang intrakranial, misalnya tumor
otak, infark otak, abses otak, hidrosefalus, hematoma epidural dan hematoma
subdural.
CT Scan kepala memberikan bentuk pencitraan 3 dimensi. Kriteria
kualitas gambar CT Scan kepala antara lain harus tampak jelas batas tegas
antara substansia alba dan grisea, daerah bangsal ganglia, sistem ventrikel,
dan ruang CSF di sekitar mesencephalon dan mengelingi otak.
Secara umum, CT Scan kepala normal akan memberikan gambaran
berupa tidak tampak lesi hipodens maupun hiperdens patologi, Sulcii, fissure
sylvii, dan gyri normal, dan deferensiasi gray-white matter. Untuk
mengetahui hal tersebut, perlu diketahui bagaimana struktur dasar anatomi
kepala. Gambar yang dihasilkan dalam pemeriksaan CT-scan kepala pada
umumnya berupa potongan axial.
12

Gambar 4. Potongan Axial I menggambarkan hemisfer


(a: bagian anterior sinus superior sagittal, b: centrum semi ovale, c: fissura
longitudinal, d: sulcus, e: gyrus , f: bagian posterior sinus superior sagittal)

Gambar 5. Potongan Axial IV (a: anterior corpus colosum, b: anterior horn


dari ventrikel lateral kiri, c: nucleus caudate, d: talamus, e: ventrikel 3,
f:kelenjar pineal, g: posterior horn dari ventrikel lateral kiri)
13

Gambar 6. Potongan Axial V (a: anterior corpus collosum, b: anterior horn


ventrikel lateral kiri, c: ventrikel tiga, d: kelenjar pineal,
e: protuberantia occipital interna)

Gambar 7. Potongan Axial VII (a: bola mata / occular bulb, b: nervus optic
kanan, c: optic chiasma, d: lobus temporal, e: otak tengah, f: cerebellum, g:
lobus oksipitalis, h: air cell mastoid, i: sinus ethmoid dan atau sinus sphenoid)
14

Jaringan pada kepala yang terdapat dalam setiap unit pencitraan akan
mengabsorbsi sinar X yang melewatinya dalam proporsi tertentu yang disebut
dengan atenuasi. Koefisien atenuasi berkisar antara -1000 HU (udara) sampai
+1000 HU (tulang). Adapun nilai rata-rata HU pada beberapa jaringan dalam
kepala tersaji dalam tabel berikut. Pada CT Scan kepala non kontras, white
matter bernilai 39 HU (deviasi ± 2 HU) dan gray matter bernilai 32 HU
(deviasi ± 2 HU).
Tabel 1. Nilai rata-rata HU

3.2. Gambaran CT Scan Kepala pada Stroke Hemmoragik


CT Scan merupakan pemeriksan baku emas pada kasus stroke. Tujuan
utamanya adalah untuk membedakan antara stroke hemmoragik dan stroke
iskemik, serta menentukan lokasi lesi. Adapun gambaran CT Scan pada
stroke hemmoragik adalah sebagai berikut.
1. Intracerebral Hemmorrage (ICH)
ICH akut akan tampak sebagai lesi hiperdens oval/bulat pada
CT Scan kepala tanpa kontras. Pada fase ini, densitas lesi akan
berkisar antara 40-60 HU. Beberapa lesi akan tampak heterogen,
memberikan gambaran swirl sign, dan mendakan perdarahan aktif
masih berlangsung. Setelah hematoma berlangsung dalam hitungan
jam ke hari, maka densitas lesi akan naik menjadi 60-80 HU. Ketika
lesi makin berkembang dan menimbulkan edema perifokal, densitas
akan naik menjadi 80-100 HU.
15

Gambar 8. CT Scan kepala non-kontras serial menunjukkan


ICH di talamus kanan pada fase akut (A: fase akut 65 HU, B:
8 hari kemudian 45 HU, C: 13 hari kemudian, D: 5 bulan
kemudian)

Seiring dengan berjalannya waktu, densitas ICH akan menurun


dengan rata-rata 0,7-1,5 HU/hari. Dalam 1-6 minggu, ICH akan
menjadi isodens terhadap parenkim otak. Hal ini disebabkan oleh
aktivitas makrofag yang melakukan fagositosis terhadap produk
darah.

Gambar 9. ICH dengan herniasi serebral. Terjadi kompresi right


frontal horn yang akan menyebabkan kompresi ventrikel ketiga. Hal
tersebut berakibat timbulnya hidrosefalus.

Volume ICH dapat diperkirakan dengan menggunakan rumus


Broderick yaitu:

(AxBxC)÷2
Keterangan:
 A = diameter terbesar hematoma
 B = diameter tegak lurus terhadap A
16

 C = jumlah 10 mm thickness CT slice. Jika hematoma pada


suatu CT slice 25-75% hematoma terluas, maka dihitung
setengah. Namun jika CT slice <25% hematoma terluas,
maka tidak ikut dihitung.

2. Subarachnoid Hemmorrage (SAH)


SAH akan tampak sebagai pita hiperdens berlekuk yang
mengisi ruang subarachnoid yang terdapat pada sulci dan siterna.
Pada pasien dengan rupture aneurysm, darah biasanya akan
berkumpul pada sisterna basalis.

Gambar 10. Gambaran CT Scan kepala non-kontras pada SAH (A:


lesi hiperdens mengisi sisterna basalis, B: lesi hiperdens mengisi
fisura sylvii kanan, tampak kalsifikasi aneurisma sisi kiri)

Gambar 11. SAH masif disertai perdarahan intraventrikular. SAH


terjadi di perimesencephalic (panah) dan di sepanjang tentorium
(panah ganda). Terjadi refluks darah subarachnoid kedalam
ventrikel ke-4 (panah ganda) dan ke-3 (panah).
17

Resiko terjadinya vasospasme dapat diprediksi dengan


menggunakan grading Fisher yang tersaji dalam tabel berikut.
Tabel 2. Skala grading Fisher

Terkadang pada pasien dengan edema serebri difus, sisterna


basalis, falx, dan tentorium serebeli dapat tampak hiperdens yang
sering disalahartikan sebagai SAH.

3.3. Tindakan Pembedahan


Penentuan untuk diperlukan tindakan pembedahan berdasarkan status
kesadaran penderita, efek massa yang disebabkan adanya clot yang tampak
pada gambaran CT Scan (terutama derajat kompresi pada sisterna
quadrigeminal) dan tampaknya hidrosefalus. Pada perdarahan yang masif, lesi
berkembang dengan sangat cepat yang mana berisiko menimbulkan kematian
sebelum penderita sampai ke rumah sakit, untuk jenis lesi ini sedikit tindakan
yang dapat dilakukan. Sedangkan hematoma yang kecil, dimana terapi yang
dilakukan adalah mengkontrol faktor risiko seperti hipertensi, untuk
mencegah terjadi kekambuhan. Pada perdarahan dengan volume sedang
dengan adanya efek massa setelah penderita sampai di rumah sakit, tindakan
pembedahan sangat diperlukan.
Tindakan bedah pada stroke hemoragik dibagi menjadi dua yaitu
kraniotomi/kraniektomi dan prosedur invasif minimal. Adapun indikasi
operatif, antara lain:
 perdarahan serebelar > 3 cm dengan perburukan klinis atau kompresi
batang otak dan hidrosefalus akibat obstruksi ventrikel
18

 perdarahan intraserebral dengan lesi struktural seperti aneurisma,


arteriovena malformasi, atau angioma kavernosa dibedah jika
mempunyai harapan luaran yang baik dan lesi strukturnya terjangkau
 pasien usia muda dengan perdarahan lobar sedang-besar yang
memburuk
 pembedahan untuk mengevakuasi hematom pada pasien usia muda
dengan perdarahan lobar yang luas (50 cm3)
19

BAB IV
KESIMPULAN

Stroke adalah manifestasi klinis dari gangguan fungsi serebri fokal atau
global yang berkembang dengan cepat atau tiba-tiba, berlangsung lebih dari 24
jam atau berakhir dengan kematian, dengan tidak tampaknya penyebab lain selain
penyebab vaskular.
Stroke terjadi ketika jaringan otak terganggu karena berkurangnya aliran
darah atau oksigen ke sel-sel otak. Terdapat dua jenis stroke yaitu iskemik stroke
dan hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena adanya sumbatan sehingga
berkurangnya aliran darah sedangkan stroke yang terjadi karena perdarahan ke
dalam atau sekitar otak disebut stroke hemoragik.
CT Scan merupakan pemeriksan baku emas pada kasus stroke. Tujuan
utamanya adalah untuk membedakan antara stroke hemmoragik dan stroke
iskemik, serta menentukan lokasi lesi. Pada stroke hemmoragik, lokasi lesi
terbagis atas intracranial hemmorage (ICH) dan subarachnoid hemmorage
(SAH).
ICH maupun SAH akan memberikan gambaran berupa lesi hiperdens. Lesi
akut dan kronik dapat diketahui dengan penilaian densitas lesi dengan HU. Pada
lesi hiperakut, densitas lesi akan berkisar antara 40-60 HU. Setelah hematoma
berlangsung dalam hitungan jam ke hari, maka densitas lesi akan naik menjadi 60-
80 HU. Ketika lesi makin berkembang dan menimbulkan edema perifokal,
densitas akan naik menjadi 80-100 HU.
Pada ICH lesi hiperdens berbentu oval/bulat yang terdapat dalam parenkim
otak, sedangkan pada SAH lesi akan tampak sebagai pita hiperdens berlekuk yang
mengisi ruang subarachnoid yang terdapat pada sulci dan siterna.
20

DAFTAR PUSTAKA

1. Aho K, Harmsen P, Hatano S, Marquardsen J, Smirnov VE, Strasser T.


Cerebrovascular disease in the community: results of a WHO collaborative
study. Bull World Health Organ. 1980; 58:113–30.
2. Rilantono, Lily I. 5 Rahasia Penyakit Kardiovaskular (PKV). Jakarta,
Badan Penerbit FKUI. 2012. pp 422-433.
3. Gilroy J. 2000. Cerebrovascular Disease. In: Gilroy J Basic Neurology, 3rd
edition. New York: McGraw Hill. Hal. 225-8.
4. Mansjoer A. Suprohaita, Wardhani WI, Setiowulan W, editor. Kapita
Selekta Jilid II. Edisi ke-3. Jakarta: Balai Penerbit FKUI;2000. p.19.
5. Snell, Richard S. Anatomi Klinis Berdasarkan Sistem. Edisi 6. Jakarta,
EGC. 2011.
6. Victor, M, Ropper, A. 2001. Adams and Victor’s Principles Of Neurology
7th Ed. New York: McGraw Hill.
7. Jonathan L. Brisman, Joon K. Song, David W, Newel. Cerebral
Aneurysm. 2006.
8. Friedlander RM. Dalam : Arteriovenous Malformation of the Brain. N
Engl J Med; 2007, h.356-390
9. Price, S dan Wilson, L. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit (Ed.6). Jakarta, Penerbit EGC. 2005.
10. Birenbaum D, Bancroft LW, dan Felsberg GJ. Imaging in Acute Stroke.
West J Emerg Med. 2011 Feb; 12(1): 67–76. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3088377/
11. Jauch EC. Stroke Ischemic. [Internet]. Medscape. 2019. [cited 11
November 2019]. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview#showall
12. Misbach J, Jannis J, Soertidewi L. Epidemiologi Stroke, dan Anatomi
Pembuluh Darah Otak dan Patofisiologi Stroke dalam Stroke Aspek
Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Kelompok Studi Stroke
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia. 2011.
21

13. Sacco RL, Kasner SE, Broderick JP, Caplan LR, Connors JJ, Culebras A,
et al. An Updated Definition of Stroke for the 21st Century: A Statement
for Healthcare Professionals From the American Heart
Association/American Stroke Association. Stroke, 2003, 2064-2089.

Anda mungkin juga menyukai