Anda di halaman 1dari 40

BAB I

STATUS PENDERITA NEUROLOGI

1.1. IDENTIFIKASI
Nama : Ny. R
Tgl. Lahir/Usia : 12 Juni 1965/54 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Jl. Pembangunan I Ds. Bangun Jaya, Kecamatan
Tanjung Batu, Kabupaten Ogan Ilir, Sumatera Selatan
MRS : 9 Oktober 2019
No. RM : 58.16.69

1.2. ANAMNESIS (ALLOANAMNESA)


Penderita dirawat di bagian syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI karena tidak berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan
lengan kanan secara tiba-tiba.
Sejak ± 6 jam SMRS, saat penderita sedang istirahat, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala, tidak
mual dan tidak muntah. Tidak ada kejang dan tidak ada gangguan rasa baal, nyeri,
dan kesemutan pada sisi yang lemah. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan
tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara
secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat.
Pada saat serangan penderita mengalami jantung berdebar-debar disertai
sesak nafas. Sesak nafas sudah sering dirasakan sejak 4 tahun yang lalu. Penderita
rutin berobat ke dokter dan rutin mengkonsumsi obat digoksin 2 x ½ tablet
(Fargoxin® 0,25 mg) dan furosemide 2 x ½ tablet sejak 2 tahun yang lalu.
Penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala bagian belakang yang timbul pada
pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah mengalami

1
2

bercak merah dikulit yang tidak gatal. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami nyeri tulang panjang. Penderita tidak pernah mengalami
keguguran pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu.
Penyakit seperti ini diderita untuk ketiga kalinya. Pertama kali terjadi
kelemahan pada tungkai dan lengan kanan kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Penderita masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Kedua kali terjadi
kelemahan pada tungkai dan lengan kiri kurang lebih 2 tahun yang lalu. Penderita
masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Serangan yang ketiga kali
sekarang.

1.3. PEMERIKSAAN (Tanggal 10/10/2019 Pukul 13.30 WIB)


Status Praesens Status Internus
Kesadaran : E2M5Vx Jantung : BJ I-II normal, gallop (-),
murmur (-)
Gizi : Kurang Paru : vesikuler (+) normal,
wheezing (-), ronkhi (+)
Suhu Badan : 38,1ºC Hepar : Tidak teraba
Nadi : 130 x/m, irreguler Lien : Tidak teraba
Pernapasan : 29 x/m Anggota Gerak : Akral hangat, edema (-)
TD : 150/100 mmHg Genitalia : Tidak diperiksa
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 150 cm

Status Psikiatrikus
Sikap : Tidak kooperatif Ekspresi Muka : Datar
Perhatian : Tidak ada Kontak Psikis : Tidak ada

Status Neurologikus
A. Kepala
Bentuk : Brachiocephali
3

Ukuran : Normocephali
Simetris : Simetris

B. Leher
Sikap : Wajar Deformitas : Tidak ada
Torticolis : Tidak ada Tumor : Tidak ada
Kaku kuduk : Tidak ada Pembuluh darah : JVP 5+2 cmH20

C. Syaraf-syaraf otak
N. Olfaktorius Kanan Kiri
Penciuman : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Anosmia : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Hyposmia : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Parosmia : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N.Opticus Kanan Kiri


Visus : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Campus visi

- Anopsia : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai


- Hemianopsia : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Fundus Oculi
- Papil edema : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Papil atrofi : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Perdarahan retina : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

Nn. Occulomotorius, Trochlearis dan Abducens


Kanan Kiri
Diplopia : Tidak ada Tidak ada
4

Celah mata : Normal Normal


Ptosis : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sikap bola mata
- Strabismus : Tidak ada Tidak ada
- Exophtalmus : Tidak ada Tidak ada
- Enophtalmus : Tidak ada Tidak ada
- Deviation conjugae : Tidak ada Tidak ada
Gerakan bola mata : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Pupil
- Bentuk : Bulat Bulat
- Diameter : Ø 3 mm Ø 3 mm
- Isokor/anisokor : Isokor Isokor
- Midriasis/miosis : Normal Normal
- Refleks cahaya
- Langsung : Positif Positif
- Konsensuil : Positif Positif
- Akomodasi : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Argyl Robertson : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N.Trigeminus
Kanan Kiri
Motorik
- Menggigit : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Trismus : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Refleks kornea : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sensorik
- Dahi : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Pipi : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Dagu : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
5

N.Facialis Kanan Kiri


Motorik
- Mengerutkan dahi : Simetris Simetris
- Menutup mata : Positif Positif
- Menunjukkan gigi : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Lipatan nasolabialis : Simetris Simetris
- Bentuk Muka
• Istirahat : Simetris Simetris
• Berbicara/bersiul: Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Sensorik
- 2/3 depan lidah : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Otonom
- Salivasi : Tidak ada Tidak ada
- Lakrimasi : Tidak ada Tidak ada
Chvostek’s sign : Tidak ada Tidak ada

N. Cochlearis Kanan Kiri


Suara bisikan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Detik arloji : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tes Weber : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes Rinne : Tidak dilakukan pemeriksaan

N. Glossopharingeus dan N. Vagus


Arcus pharingeus : Belum dapat dinilai
Uvula : Belum dapat dinilai
Gangguan menelan : Belum dapat dinilai
Suara serak/sengau : Belum dapat dinilai
Denyut jantung : 130x/m, irreguler
Refleks
- Muntah : Belum dapat dinilai
- Batuk : Belum dapat dinilai
6

- Okulokardiak : Belum dapat dinilai


- Sinus karotikus: Belum dapat dinilai
Sensorik
- 1/3 belakang lidah : Belum dapat dinilai

N. Accessorius Kanan Kiri


- Mengangkat bahu : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
- Memutar kepala : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai

N. Hypoglossus
Menjulurkan lidah : Belum dapat dinilai
Fasikulasi : Belum dapat dinilai
Atrofi papil : Belum dapat dinilai
Disartria : Belum dapat dinilai

D. Columna Vertebralis
Kyphosis : Tidak ada
Scoliosis : Tidak ada
Lordosis : Tidak ada
Gibbus : Tidak ada
Deformitas : Tidak ada
Tumor : Tidak ada
Meningocele : Tidak ada
Hematoma : Tidak ada
Nyeri ketok : Tidak ada

E. Badan dan Anggota Gerak


Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Kekuatan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
7

Tonus : Hipertoni Eutoni


Refleks fisiologis
- Biceps : Hiperefleks Normal
- Triceps: Hiperefleks Normal
- Periost radius : Hiperefleks Normal
- Periost ulna : Hiperefleks Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner : Negatif Negatif
Trofik : Eutofik Eutofik

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Kekuatan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus : Hipertoni Eutoni
Klonus :
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : Hiperefleks Positif
- APR : Hiperefleks Positif
Refleks patologis
- Babinsky : Positif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
- Oppenheim : Negatif Negatif
- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel Bechterew : Negatif Negatif
Refleks kulit perut
- Atas : Normal
- Tengah : Normal
8

- Bawah : Normal
- Tropik : Eutrofik

SENSORIK
Belum dapat dinilai
F. GAMBAR

Gerakan : Belum
Gerakan : Belum dapat dinilai
dapat dinilai Kekuatan : Belum
Kekuatan : Belum dapat dinilai
dapat dinilai Refleks fisiologis :
Refleks fisiologis : Hiperefleks
Hiperefleks

Gerakan : Belum Gerakan : Belum dapat


dapat dinilai dinilai
Kekuatan : Belum Kekuatan : Belum
dapat dinilai dapat dinilai
Refleks fisiologis : Refleks patologis :
Hiperefleks Babinsky (+)
Refleks patologis : Chaddock (-)
Babinsky (+) Oppenheim (-)
Chaddock (-) Keterangan: Hemiparese dekstra tipe spastik Gordon (-)
Oppenheim (-) Schaeffer (-)
Gordon (-) Rossolimo (-)
Schaeffer (-) Mendel Bechterew (-)
Rossolimo (-)
Mendel Bechterew (-)
9

G. Gejala Rangsang Meningeal


Kanan Kiri
Kaku kuduk : Tidak ada
Kernig : Tidak ada Tidak ada
Lasseque : Tidak ada Tidak ada
Brudzinsky :
- Neck : Tidak ada Tidak ada
- Cheek : Tidak ada Tidak ada
- Symphisis : Tidak ada Tidak ada
- Leg I : Tidak ada Tidak ada
- Leg II : Tidak ada Tidak ada

H. Gait dan Keseimbangan


Gait Keseimbangan
Ataxia : Belum dapat dinilai Romberg : Belum dapat dinilai
Hemiplegic : Belum dapat dinilai Dysmetri :
Scissor : Belum dapat dinilai - Jari-jari : Belum dapat dinilai
Propulsion : Belum dapat dinilai - Jari hidung : Belum dapat dinilai
Histeric : Belum dapat dinilai - Tumit-tumit : Belum dapat dinilai
Limping : Belum dapat dinilai - Dysdiadochokinesia : Belum dapat dinilai
Steppage : Belum dapat dinilai - Trunk Ataxia : Belum dapat dinilai
Astasia-abasia : Belum dapat dinilai - Limb Ataxia : Belum dapat dinilai

I. Gerakan Abnormal
Tremor : Tidak ada
Chorea : Tidak ada
Athetosis : Tidak ada
Ballismus : Tidak ada
Dystoni : Tidak ada
Myoclonic : Tidak ada
10

J. Fungsi Vegetatif
Miksi : Ada, terpasang kateter
Defekasi : Tidak ada
Ereksi : Tidak diperiksa

K. Fungsi Luhur
Afasia motorik : Ada
Afasia sensorik : Ada
Afasia nominal : Ada
Apraksia : Tidak ada
Agrafia : Tidak ada
Alexia : Tidak ada

L. Siriraj Stroke Score


 Siriraj Stroke Score (SSS) = (2.5 x Tingkat kesadaran) + (2 x Muntah) +
(2 x Nyeri kepala) + ( 0.1 x Tekanan darah diastolik ) – ( 3 x Atheroma
markers ) – 12
 SSS = (2.5x2) + (2x0) + (2x0) + (0.1x100) – (3x1) – 12
 SSS = 5+0+0+10-3-12
 SSS = 0 (> -1 sampai < +1)
Interpretasi:
Meragukan sehingga diperlukan pemeriksaa CT scan kepala untuk menegakan
diagnosa apakah pada kasus ini stroke haemoragik atau stroke iskemik.
11

M. Algoritma Stroke Gadjah Mada

Interpretasi:
Penurunan kesadaran (-), Nyeri kepala (-), Refleks babinski (+)
 Infark serebri

1.4. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hematologi (09 Oktober 2019)
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Hb 12,3 g/dl 12-14
Hematokrit 36 % 37- 43
Eritrosit 3.78 /ul 10*6/ul
Leukosit 17.100 /ul 5000-10000
Trombosit 191.000 /ul 150.000-400.000
12

Hitung jenis
 Basofil 0 % 0-1
 Eosinofil 2 % 1-3
 Batang 0 % 2-6
 Segmen 90 % 50-70
 Limfosit 5 % 20-40
 Monosit 3 % 2-8

Kimia Darah (09 Oktober 2019)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Glukosa sewaktu 144 mg/dl <180
Kolesterol total 238 mg/dl <200
Ureum 42 mg/dl 20-40
Creatinine 1.39 mg/dl 0,6-1,1
Natrium 139 mEq/L 135 – 148
Kalium 4,37 mEq/L 3,5 – 5,5

Kimia Darah (10 Oktober 2019)


PEMERIKSAAN HASIL SATUAN NILAI NORMAL
Trigliserida 174 mg/dl <200
Kolesterol total 247 mg/dl <200
Kolesterol HDL 69 mg/dl >65
Kolesterol LDL 143 mg/dl <130
Asam Urat 11.8 mg/dl 2.4-5.7

Urine : Tidak diperiksa


Faeces : Tidak diperiksa
Liquor cerebrospinalis : Tidak diperiksa
13

1.5. PEMERIKSAAN KHUSUS


Rontgen foto cranium : Tidak diperiksa
Rontgen foto thoraks : Tidak diperiksa
Rontgen foto columna vertebralis : Tidak diperiksa
Electro Encephalo Graphy : Tidak diperiksa
Arteriography : Tidak diperiksa
Electrocardiography : terlampir
14

Kesan : asinus, nadi 122x/menit, atrial fibrilasi.

Pneumography : Tidak diperiksa


Lain-lain (CT-Scan) : terlampir
15

Kesan : infark serebri iskemik di basal ganglia/corona radiata sinistra.

1.6. RINGKASAN ANAMNESA


Penderita dirawat di bagian syaraf Rumah Sakit Umum Daerah Palembang
BARI karena tidak berjalan yang disebabkan kelemahan pada tungkai kanan dan
lengan kanan secara tiba-tiba.
Sejak ± 6 jam SMRS, saat penderita sedang istirahat, tiba-tiba penderita
mengalami kelemahan pada tungkai kanan dan lengan kanan tanpa disertai
penurunan kesadaran. Saat serangan penderita tidak merasa sakit kepala, tidak
mual dan tidak muntah. Tidak ada kejang dan tidak ada gangguan rasa baal, nyeri,
dan kesemutan pada sisi yang lemah. Sehari-hari penderita bekerja menggunakan
16

tangan kanan. Penderita tidak dapat mengungkapkan isi pikirannya baik secara
secara lisan, tulisan maupun isyarat. Penderita tidak dapat mengerti isi pikiran
orang lain baik secara lisan, tulisan, maupun isyarat.
Pada saat serangan penderita mengalami jantung berdebar-debar disertai
sesak nafas. Sesak nafas sudah sering dirasakan sejak 4 tahun yang lalu. Penderita
rutin berobat ke dokter, rutin mengkonsumsi obat digoksin 2 x ½ tablet
(Fargoxin® 0,25 mg) dan furosemide 2 x ½ tablet sejak 2 tahun yang lalu.
Penderita tidak pernah mengeluh sakit kepala bagian belakang yang timbul pada
pagi hari dan berkurang pada malam hari. Penderita tidak pernah mengalami
bercak merah dikulit yang tidak gatal. Penderita tidak pernah mengalami koreng
dikemaluan yang tidak gatal, tidak nyeri dan sembuh sendiri. Penderita tidak
pernah mengalami nyeri tulang panjang. Penderita tidak pernah mengalami
keguguran pada usia kehamilan lebih dari 16 minggu.
Penyakit seperti ini diderita untuk ketiga kalinya. Pertama kali terjadi
kelemahan pada tungkai dan lengan kanan kurang lebih 4 tahun yang lalu.
Penderita masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Kedua kali terjadi
kelemahan pada tungkai dan lengan kiri kurang lebih 2 tahun yang lalu. Penderita
masih dapat berjalan dan berbicara secara normal. Serangan yang ketiga kali
sekarang.

Status Praesens Status Internus


Kesadaran : E2M5Vx Jantung : BJ I-II normal, gallop (-),
murmur (-)
Gizi : Kurang Paru : vesikuler (+) normal,
wheezing (-), ronkhi (+)
Suhu Badan : 38,1ºC Hepar : Tidak teraba
Nadi : 130 x/m, irreguler Lien : Tidak teraba
Pernapasan : 29 x/m Anggota Gerak : Akral hangat, edema (-)
TD : 150/100 mmHg Genitalia : Tidak diperiksa
Berat Badan : 43 kg
Tinggi Badan : 150 cm
17

Status Psikiatrikus
Sikap : Tidak kooperatif Ekspresi Muka : Datar
Perhatian : Tidak ada Kontak Psikis : Tidak ada

FUNGSI MOTORIK
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Kekuatan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus : Hipertoni Eutoni
Refleks fisiologis
- Biceps : Hiperefleks Normal
- Triceps: Hiperefleks Normal
- Periost radius : Hiperefleks Normal
- Periost ulna : Hiperefleks Normal
Refleks patologis
- Hoffman Tromner : Negatif Negatif
Trofik : Eutofik Eutofik

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Kekuatan : Belum dapat dinilai Belum dapat dinilai
Tonus : Hipertoni Eutoni
Klonus :
- Paha : Negatif Negatif
- Kaki : Negatif Negatif
Refleks fisiologis
- KPR : Positif Positif
- APR : Positif Positif
Refleks patologis
- Babinsky : Positif Negatif
- Chaddock : Negatif Negatif
18

- Oppenheim : Negatif Negatif


- Gordon : Negatif Negatif
- Schaeffer : Negatif Negatif
- Rossolimo : Negatif Negatif
- Mendel Bechterew : Negatif Negatif
Refleks kulit perut
- Atas : Normal
- Tengah : Normal
- Bawah : Normal
- Tropik : Eutrofik

DIAGNOSA KLINIK : Hemiparese dekstra tipe spastik + Afasia global


DIAGNOSA TOPIK : Suspect lesi di korteks serebri sinistra
DIAGNOSA ETIOLOGI : CVD Non Hemoragik ec emboli serebri.

V. PENGOBATAN
- IVFD RL gtt 15x/m
- Injeksi Citicolin 2x500 mg
- Injeksi Omeprazole 1 x 1 vial
- Injeksi Ceftriaxone 2 x 1 gram
- Aspilet 2 x 80 mg tablet
- Neurodex 1x1 tablet
- Digoksin 2 x ½ tablet
- Furosemide 2 x ½ tablet

VI. PROGNOSA
Quo ad Vitam : dubia ad malam
Quo ad Functionam : dubia ad malam
19

1.7. DISKUSI KASUS


DIAGNOSA BANDING
I. Diagnosis Banding Topik
1) Lesi di korteks hemisferium serebri Pada penderita ditemukan gejala:
- Hemiparese tidak sama berat - Hemiparese dekstra tipe spastik
- Afasia motorik kortikal (afasia kortikal) - Kelemahan lengan dan tungkai
- Gejala iritatif (kejang) sama berat
- Gejala defisit sensorik pada sisi yang lemah - Afasia motorik dan sensorik
- Tidak ada kejang pada sisi yang
lemah
Jadi, kemungkinan lesi di korteks cerebri dapat disingkirkan.

2) Lesi di kapsula interna hemisferium Pada penderita ditemukan gejala:


serebri - Hemiparese dekstra tipe spastik
- Hemiparese/hemiplegia sama berat - Kelemahan lengan dan tungkai
- Parese N. VII sama berat
- Parese N. XII - Parese nervus VII tidak ada
- Parese nervus XII belum dapat
dinilai
Jadi, kemungkinan lesi di kapsula interna dapat disingkirkan
3) Lesi di subkorteks hemisferium serebri Pada penderita ditemukan gejala:
dekstra - Hemiparese dekstra tipe spastik
- Hemiparese/Hemiplegi sama berat - Kelemahan lengan dan tungkai
- Afasia motoric subkortikal (afasia murni: sama berat
penderita tidak dapat menyampaikan isi - Afasia motorik dan sensorik
pikiran secara lisan namun masih dapat
menyampaikan secara tulisan dan isyarat)
* Jadi, kemungkinan diagnosis topik yaitu lesi di subkorteks hemisferium serebri
sinistra.
II. Diagnosis Banding Etiologi
1) Hemoragik serebri Pada penderita ditemukan gejala :
20

- Kehilangan kesadaran > 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran


- Terjadi saat aktivitas - Tejadi saat istirahat
- Didahului sakit kepala, mual dan - Tidak terdapat sakit kepala, tidak mual
atau tanpa muntah dan tidak muntah
- Riwayat Hipertensi - Saat serangan disertai jantung berdebar-
debar dan sesak nafas.
Jadi kemungkinan etiologi hemoragik serebri dapat disingkirkan.
2) Trombosis serebri Pada penderita ditemukan gejala
- Tidak ada kehilangan kesadaran - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Terjadi saat istirahat - Terjadi saat istirahat
- Sering didahului gejala prodromal - Tidak terjadi TIA sebelumnya
berupa TIA
Jadi kemungkinan etiologi trombosis serebri dapat disingkirkan.
3) Emboli serebri Pada penderita ditemukan gejala :
- Kehilangan kesadaran < 30 menit - Tidak ada kehilangan kesadaran
- Ada atrial fibrilasi - Ada atrial fibrilasi
- Terjadi saat aktifitas - Terjadi saat istirahat
Jadi kemungkinan diagnosis etiologi yaitu emboli serebri.
Kesimpulan Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik et causa Emboli serebri.
21

1.8 LEMBAR FOLLOW UP


TANGGAL
PERJALANAN PENYAKIT INSTRUKSI
/ PUKUL
10-10-2019 Keluhan: kelemahan pada tungkai kanan - IVFD RL gtt 15x/m
06.00 WIB dan lengan kanan. - Injeksi Citicolin 2 x 500
mg
Status Generalis - Injeksi Omeprazole 1 x 1
- Kesadaran : E3M5Vx vial
- TD : 150/100 mmHg - Injeksi Ceftriaxone 2 x 1
- HR : 89 x/menit, irreguler gram
- RR : 24 x/menit - Aspilet 2 x 80 mg tablet
- Temp : 36,8 oC - Neurodex 1x1 tablet
- Digoksin 2 x ½ tablet
Nervi Cranialis - Furosemide 2 x ½ tablet
- N.I: belum dapat dinilai - Pasang NGT
- N.II: sulit dinilai
- N.III, IV, VI: pupil bulat, refleks
pupil (+/+), isokor, reflex cahaya
langsung (+/+). Gerakan bola mata
belum dapat dinilai
- N.V: Trimus (-)
- N.VII: lagoftalmus (-), lipat
nasolabialis simetris
- N. VIII: belum dapat dinilai
- N.IX, X: belum dapat dinilai
- N.XI : belum dapat dinilai
- N.XII: belum dapat dinilai

Columna Vertebralis: tidak ada


kelainan
22

Fungsi Motorik
LENGAN Kanan Kiri
Gerakan: belum dapat dinilai
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : hipertoni eutoni
Refleks fisiologis
Biceps: hiperefleks normal
Triceps: hiperefleks normal
P. Radius: hiperefleks normal
P. Ulna: hiperefleks normal
Refleks patologis
Hoffman T : tidak ada tidak ada

Lateralisasi ke kanan (+)

TUNGKAI Kanan Kiri


Gerakan : belum dapat dinilai
Kekuatan : belum dapat dinilai
Tonus : hipertoni eutoni
Klonus
- Paha : tidak ada tidak ada
- Kaki : tidak ada tidak ada
Refleks fisiologis
- KPR : normal normal
- APR : normal normal
Refleks patologis
- Babinsky : Positif negatif
- Chaddock : negatif negatif
- Oppenhaim : negatif negatif
- Gordon : negatif negatif
23

- Schaeffer : negatif negatif


- Rossolimo : negatif negatif
- Mendel B : negatif negative

Lateralisasi ke kanan (+)

Gejala rangsang meningeal : tidak ada


Fungsi luhur: afasia global
Gerakan abnormal : tidak ada
Fungsi vegetatif:
Miksi: Ada
Defekasi: Tidak ada

Diagnosis Klinik :
Hemiparese dekstra tipe spastik +
Afasia global

Diagnosis Topik :
Suspect lesi di subkorteks hemisferium
serebri sinistra

Diagnosis Etiologi :
CVD Non Hemoragik ec emboli serebri
24

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Otak


Otak adalah bagian susunan saraf pusat yang terletak di dalam cavitas
cranii. Otak dilanjutkan sebagai medulla spinalis setelah melalui foramen
magnum. Otak terdiri dari beberapa bagian, yaitu cerebrum (otak besar),
cerebellum (otak kecil), brainstem (batang otak) dan limbic system (sistem
limbik).1
Cerebrum merupakan bagian terbesar dan teratas dari otak yang terdiri dari
dua bagian, yaitu hemisfer kiri dan hemisfer kanan. Otak besar terdiri atas
korteks, ganglia basalis, dan sistem limbik. Kedua hemisfer kiri dan kanan
dihubungkan oleh serabut padat yang disebut dengan corpus calosum. Setiap
hemisfer dibagi atas 4 lobus, yaitu lobus frontalis (daerah dahi), lobus oksipitialis
(terletak paling belakang), lobus parietalis dan lobus temporalis. 1,2
Cerebellum berada pada bagian bawah dan belakang tengkorak dan melekat
pada otak tengah. Hipotalamus mempunyai beberapa pusat (nuklei) dan thalamus
suatu struktur kompleks tempat integrasi sinyal sensori dan memancarkannya ke
struktur otak diatasnya, terutama ke korteks serebri.1,2
Brainsteam (batang otak) terletak diujung atas korda spinalis, berhubungan
banyak dengan korda spinalis. Batang otak terdiri atas diensefalon bagian batang
otak paling atas terdapat diantara cerebellum dengan mesencephalon,
mesencephalon (otak tengah), pons varoli (terletak di depan cerebellum diantara
otak tengah dan medulla oblongata), dan medulla oblongata (bagian dari batang
otak yang paling bawah yang menghubungkan pons varoli dengan medula
spinalis).1,2
25

Gambar 1. Bagian-bagian Otak

Otak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis.
Keempat arteri ini beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk
sirkulus Willisi. Circulus ini memungkinkan darah yang masuk melalui arteri
carotis interna dan arteri vertebralis untuk didistribusikan ke setiap bagian dari
kedua hemisperium cerebrii. Cabang – cabang cortical dan central dari circulus ini
mendarahi substansia otak.1

Gambar 2. Sirkulus Willisi


26

2.2 Stroke
2.1.1 Definisi
Stroke merupakan kerusakan mendadak pada peredaran darah otak
dalam satu pembuluh darah atau lebih. Serangan stroke akan menggangu
atau mengurangi pasokan oksigen dan umumnya akan menyebabkan
kerusakan yang serius atau nekrosis pada jaringan otak.3
Stroke adalah sindrom klinis dengan ciri-ciri adanya defisit neurologis
serebral fokal atau global yang berkembang secara cepat dan dapat
berlangsung selama minimal 24 jam, atau kematian semata-mata disebabkan
oleh kejadian vascular.4
National Institute of Neurological Disorder and Stroke menyatakan
bahwa stroke terjadi ketika pasokan darah ke bagian otak dengan tiba-tiba
terganggu atau ketika pembuluh darah di otak pecah, keluarnya darah ke
dalam ruang yang mengelilingi sel-sel otak. Sel-sel otak mati ketika sudah
tidak menerima oksigen dan nutrisi dari darah dalam waktu yang lama atau
secara tiba-tiba terjadi perdarahan ke dalam atau sekitar otak.5

2.2.2 Epidemiologi
Di Amerika serikat stroke merupakan penyebab kematian ketiga
setelah penyakit jantung dan keganasan. Setiap tahunnya terjadi sekitar
700.000 stroke iskemik dan 100.000 stroke pendarahan, 175.000 kasus
diantaranya meninggal. Di Indonesia, angka kejadian stroke berkisar 51,6
per 100.000 penduduk. Stroke menjadi penyebab utama kematian, dua
pertiga kematian terjadi pada usia dibawah 65 tahun.4

2.2.3 Klasifikasi
Secara umum stroke diklasifikasikan menjadi: 4
 Stroke iskemik (trombosis serebri, emboli serebri)
 Stroke perdarahan (perdarahan intra serebral, perdarahan ekstra
serebral)
27

Berdasarkan lokasinya, terbagi lagi atas:


 Stroke iskemik dapat terjadi pada:
 Area sirkulasi anterior atau karotis (terdiri dari arteri serebri
anterior dan arteri serebri media,
 Area sirkulasi posterior (vertebrobasiliar),
 Area zona perbatasan (watershed area)
 Stroke perdarahan yang dapat berupa:
 Perdarahan intraserebral,
 Perdarahan intra-ventrikular, dan
 Perdarahan subarakhnoid.
Berdasarkan waktu terjadinya :
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
 Stroke in Evolution (SIE)
 Completed Stroke

2.2.4 Faktor Resiko


Stroke merupakan kejadian sekunder dari kelainan yang menyebabkan
gangguan vaskular di otak. Adapun faktor resiko yang sudah diketahui
sebagai predisposisi stroke meliputi:3,4
 Hipertensi
 Riwayat stroke dalam keluarga
 Riwayat serangan iskemik sepintas/Transient Ischemic Attack
(TIA)
 Penyakit jantung termasuk aritmia, penyakit arteri koronaria,
infark miokard akut, kardiomiopati dilatasi dan penyakit valvuler
 Diabetes
 Hiperlipidemia familial
 Kebiasaan merokok
 Kebiasaan meminum alcohol
28

 Obesitas, gaya hidup sedentari

2.2.5 Patogenesis
1. Stroke Non Hemmoragik6,7
Infark iskemik serebri sangat erat hubungannya dengan
aterosklerosis (terbentuknya ateroma) dan arteriolosklerosis.
Aterosklerosis dapat menyebabkan adanya sumbatan pembuluh
darah yang mengurangi perfusi ke otak. Ketika arteri tersumbat
secara akut oleh trombus atau embolus, maka area sistem saraf pusat
(SSP) yang diperdarahi akan mengalami infark jika tidak ada
perdarahan kolateral yang adekuat. Di sekitar zona nekrotik sentral,
terdapat ‘penumbra iskemik’ yang tetap viable untuk suatu waktu,
artinya fungsinya dapat pulih jika aliran darah baik kembali.
2. Stroke Hemmoragik6,7
Stroke hemoragik dapat terjadi apabila lesi vaskular
intraserebrum mengalami ruptur sehingga terjadi perdarahan ke
dalam ruang subarakhnoid atau langsung ke dalam jaringan otak.
Perdarahan intraserebrum ke dalam jaringan otak (parenkim)
paling sering terjadi akibat cedera vaskular yang dipicu oleh
hipertensi dan ruptur salah satu dari banyak arteri kecil yang
menembus jauh ke dalam jaringan otak. Biasanya perdarahan di
bagian dalam jaringan otak menyebabkan defisit neurologik fokal
yang cepat dan memburuk secara progresif dalam beberapa menit
sampai kurang dari 2 jam. Hemiparesis di sisi yang berlawanan dari
letak perdarahan merupakan tanda khas pertama pada keterlibatan
kapsula interna.
Penyebab pecahnya aneurisma berhubungan dengan
ketergantungan dinding aneurisma yang bergantung pada diameter
dan perbedaan tekanan di dalam dan di luar aneurisma. Setelah
pecah, darah merembes ke ruang subarakhnoid dan menyebar ke
seluruh otak dan medula spinalis bersama cairan serebrospinalis.
29

Darah ini selain dapat menyebabkan peningkatan tekanan


intrakranial, juga dapat melukai jaringan otak secara langsung oleh
karena tekanan yang tinggi saat pertama kali pecah, serta mengiritasi
selaput otak.

Gambar 3. Efek dari penurunan perfusi cerebral akibat stroke


hemmoragik dan non hemmoragik.

2.2.6 Manifestasi Klinik


Gejala stroke dapat dibedakan atas gejala atau tanda akibat lesi dan
gejala/ tanda yang diakibatkan oleh komplikasinya. Gejala akibat lesi bisa
sangat jelas dan mudah untuk didiagnosis akan tetapi dapat sedemikian
tidak jelas sehingga diperlukan kecermatan tinggi untuk mengenalinya.
Pasien dapat datang dalam keadaan sadar dengan keluhan lemah separuh
badan pada saat bangun tidur atau sedang bekerja akan tetapi tidak jarang
pasien datang dalam keadaan koma sehingga memerlukan penyingkiran
diagnosis banding sebelum mengarah ke stroke.8
Secara umum gejala tergantung pada besar dan letak lesi di otak
yang menyebabkan gejala dan tanda organ yang dipersarafi oleh bagian
30

tersebut. Jenis patologi (iskemik atau perdarahan) secara umum tidak


menyebabkan perbedaan dari tampilan gejala, kecuali bahwa pada jenis
perdarahan sering kali ditandai dengan nyeri kepala hebat terutama terjadi
saat bekerja.
Tabel 1. Perbedaan Manifestasi Klinis Antara Stroke Hemoragik dan
Iskemik
Hemoragik Iskemik

Intraserebral Subaraknoid Trombosis Emboli

 Sering pada  Penyebab  Sering  Gejala mendadak


usia dekade terbanyak didahului  Sering terjadi
5-8 pecahnya aneurisma dengan TIA pada waktu
 Tidak ada  Sering terjadi pada  Sering terjadi bergiat
gejala dekade 3-5 dan 7 pada waktu  Umumnya
prodormal  Gejala prodormal istirahat dan kesadaran bagus
yang jelas. yaitu nyeri kepala bangun pagi  Sering terjadi
Kadang hebat  Biasanya pada dekade 2-3
hanya  Kesadaran sering kesadaran dan 7.
berupa nyeri terganggu bagus  Harus ada sumber
kepala  Rangsang meningeal  Sering terjadi emboli
hebat, mual, positif pada dekade
muntah. 6-8
 Sering
terjadi
waktu siang,
waktu
bergiat,
waktu emosi
 Sering
disertai
penurunan
kesadaran
Hasil CT Scan: Hasil CT Scan: Hasil CT Hasil CT Scan:
hiperdens hiperdens Scan: hipodens
hipodens
31

2.2.7 Diagnosis
1. Algoritma Gadjah Mada10
Algoritma stroke Gadjah Mada (ASGM) adalah suatu skoring
untuk membedakan stroke perdarahan intraserebral dengan stroke
iskemik akut atau infark pada stroke fase akut. Algoritma Stroke
Gadjah Mada menilai 3 variabel, antara lain tingkat kesadaran, nyeri
kepala dan refleks babinski.

Gambar 5. Algoritma stroke Gadjah Mada

2. Siriraj Stroke Score11


Siriraj Stroke Score (SSS) merupakan skoring stroke
sederhana yang dapat membedakan stroke haemoragik dengan stroke
iskemik. Pada SSS, variable yang digunakan terdiri dari tingkat
kesadaran pasien, riwayat muntah setelah onset, riwayat nyeri kepala
32

2 jam setelah serangan dan atheroma marker (angina, claudicatio,


dan diabetes melitus) serta tekanan darah diastolic. Adapun
rumusnya, yaitu:

Siriraj Stroke Score = (2.5 x Tingkat kesadaran) + (2 x


Muntah) + (2 x Nyeri kepala) + ( 0.1 x Tekanan darah
diastolik ) – ( 3 x Atheroma markers ) – 12

Interpretasi:
 Stroke haemoragik jika skor : >+1
 Stroke iskemik jika skor : < -1
 Skor antara > -1 sampai < +1 menunjukkan keraguan sehingga
diperlukan pemeriksaan CT scan kepala untuk menegakan
diagnosa stroke haemoragik dan stroke iskemik.

2.2.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang penting untuk mendiagnosis secara tepat
stroke dan subtipenya, untuk menidentifikasi penyebab utamanya dan
penyakit terkait lain, untuk menentukan terapi dan strategi pengelolaan
terbaik, serta untuk memantau kemajuan pengobatan. Pemeriksaan yang
dilakukan akan berbeda dari pasien ke pasien.
1. CT dan MRI12
Pemeriksaan paling penting untuk mendiagnosis subtipe dari
sroke adalah Computerised Topography (CT) dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI) pada kepala. Mesin CT dan MRI masing-
masing merekam citra sinar X atau resonansi magnet. Setiap citra
individual memperlihatkan irisan melintang otak, mengungkapkan
daerah abnormal yang ada di dalamnya.
CT sangat handal mendeteksi perdarahan intrakranium, tetapi
kurang peka untuk mendeteksi stroke iskemik ringan, terutama pada
33

tahap paling awal. CT dapat memberi hasil negatif-semu (yaitu, tidak


memperlihatkan adanya kerusakan) hingga separuh dari semua kasus
stroke iskemik.
Mesin MRI menggunakan medan magnetik kuat untuk
menghasilkan dan mengukur interaksi antara gelombang-gelombang
magnet dan nukleus di atom yang bersangkutan (misalnya nukleus
Hidrogen) di dalam jaringan kepala. MRI lebih sensitif dibandingkan
CT dalam mendeteksi stroke iskemik, bahkan pada stadium dini. Alat
ini kurang peka dibandingkan CT dalam mendeteksi perdarahan
intrakranium ringan
2. EKG12
EKG digunakan untuk mencari tanda-tanda kelainan irama jantung
atau penyakit jantung sebagai kemungkinan penyebab stroke.
3. Pemeriksaan Darah dan Urine12
Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin untuk mendeteksi penyebab
stroke dan untuk menyingkirkan penyakit lain yang mirip stroke.

2.2.9 Penatalaksanaan
Penatalaksanaan di Ruang Gawat Darurat13
1. Evaluasi Cepat dan Diagnosis
Oleh karena jendela terapi dalam pengobatan stroke akut sangat
pendek, maka evaluasi dan diagnosis harus dilakukan dengan cepat,
sistematik, dan cermat. Evaluasi gejala dan klinik stroke akut
meliputi:
a. Anamnesis, terutama mengenai gejala awal, waktu awitan,
aktivitas penderita saat serangan, gejala seperti nyeri kepala,
mual, muntah, rasa berputar, kejang, cegukan (hiccup),
gangguan visual, penurunan kesadaran, serta faktor risiko
stroke (hipertensi, diabetes, dan lain-lain).
b. Pemeriksaan fisik, meliputi penilaian respirasi, sirkulasi,
oksimetri, dan suhu tubuh. Pemeriksaan kepala dan leher
34

(misalnya cedera kepala akibat jatuh saat kejang, bruit karotis,


dan tanda-tanda distensi vena jugular pada gagal jantung
kongestif). Pemeriksaan torak (jantung dan paru), abdomen,
kulit dan ekstremitas.
c. Pemeriksaan neurologis dan skala stroke. Pemeriksaan
neurologis terutama pemeriksaan saraf kranialis, rangsang
selaput otak, sistem motorik, sikap dan cara jalan refleks,
koordinasi, sensorik dan fungsi kognitif.

2. Terapi Umum
a. Stabilisasi Jalan Napas dan Pernapasan
 Pemantauan secara terus menerus terhadap status
neurologis, nadi, tekanan darah, suhu tubuh, dan Saturasi
oksigen dianjurkan dalam 72 jam, pada pasien dengan
defisit neurologis yang nyata.
 Pemberian oksigen dianjurkan pada keadaan dengan
saturasi oksigen< 95%.
 Perbaiki jalan nafas termasuk pemasangan pipa orofaring
pada pasien yang tidak sadar.Berikan bantuan ventilasi
pada pasien yang mengalami penurunan kesadaran atau
disfungsi bulbar dengan gangguan jalan napas.
 Terapi oksigen diberikan pada pasien hipoksia. Pasien
stroke iskemik akut yang nonhipoksia tidak mernerlukan
terapi oksigen.
 Intubasi ETT (Endo Tracheal Tube) atau LMA (Laryngeal
Mask Airway) diperlukan pada pasien dengan hipoksia
(pO250 mmHg), atau syok, atau pada pasien yang berisiko
untuk terjadi aspirasi. Pipa endotrakeal diusahakan
terpasang tidak lebih dari 2 minggu. Jika pipa terpasang
lebih dari 2 rninggu, maka dianjurkan dilakukan
trakeostomi.
35

b. Stabilisasi Hemodinamik
 Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari
pernberian cairan hipotonik seperti glukosa).
 Dianjurkan pemasangan CVC (Central Venous Catheter),
dengan tujuan untuk memantau kecukupan cairan dan
sebagai sarana untuk rnemasukkan cairan dan nutrisi.
Usahakan CVC 5 -12 mmHg.
 Optimalisasi tekanan darah. Bila tekanan darah sistolik <
120 mmHg dan cairan sudah mencukupi, maka obat
vasopressor dapat diberikan seperti dopamin dengan target
sistolik berkisar 140 mmHg
 Pemantauan jantung (cardiac monitoring) harus dilakukan
selama 24 jam pertama setelah serangan stroke iskernik.
Bila terdapat adanya penyakit jantung kongestif, segera
atasi (konsultasi Kardiologi).
 Hipotensi arterial harus dihindari dan dicari penyebabnya.
Hipovolemia harus dikoreksi dengan larutan salin normal
dan aritmia jantung yang mengakibatkan penurunan curah
jantung sekuncup harus dikoreksi
Pemeriksaan Awal Fisik Umum
 Tekanan darah
 Pemeriksaan jantung
 Pemeriksaan neurologi umum awal:
i. Derajat kesadaran
ii. Pemeriksaan pupil dan okulomotor
iii. Keparahan hemiparesis
c. Pengendalian Peninggian Tekanan Intrakranial (TIK)
Penatalaksanaan penderita dengan peningkatan tekanan
intrakranial meliputi:
1. Tinggikan posisi kepala 20o- 30o
2. Posisi pasien hendaklah menghindari tekanan vena jugular
36

3. Hindari pemberian cairan glukosa atau cairan hipotonik iv


4. Hindari hipertermia
5. Jaga normovolernia
6. Osmoterapi atas indikasi:
 Manitol 0.25 - 0.50 gr/kgBB, selama >20 menit,
diulangi setiap 4 - 6 jam dengan target ≤ 310
mOsrn/L. Osmolalitas sebaiknya diperiksa 2 kali
dalam sehari selama pemberian osmoterapi.
 Kalau perlu, berikan furosemide dengan dosis inisial
1 mg/kgBB i.v
d. Pemberian obat neuroprotektif
Stabilisator membran, citicholine bekerja memperbaiki
membran sel dengan cara menambah sintesis fosfatidilkolin
dan mengurangi kadar asam lemak bebas. Menaikkan sintesis
asetilkolin, suatu neurotransmitter untuk fungsi kognitif.
e. Pengendalian Kejang
Bila kejang, berikan diazepam bolus lambat intravena 5-20mg
dan diikuti oleh fenitoin, loading dose 15-20 mg/kg bolus
dengan kecepatan maksimum 50 mg/menit.
f. Menghindari stress ulcer
Untuk mencegah timbulnya perdarahan lambung pada stroke,
sitoprotektor atau penghambat reseptor H2 perlu
diberikan.Tidak ada perbedaan hasil antara pemberian
penghambat reseptor H2, sitoprotektor agen ataupun inhibitor
pompa proton.
g. Pengendalian tekanan darah
 Perdarahan subaraknoid (PSA) aneurismal, tekanan
darah harus dipantau dan dikendalikan bersama
pemantauan tekanan perfusi serebral untuk mencegah
resiko terjadinya stroke iskemik sesudah PSA serta
perdarahan ulang. Untuk mencegah terjadinya
37

perdarahan subaraknoid berulang, pada pasien stroke


perdarahan subaraknoid akut, tekanan darah diturunkan
hingga TDS 140-160 mmHg.
 Pada pasien stroke perdarahan intraserebral akut,
apabila TDS >200 mmHg atau Mean Arterial Preassure
(MAP) >150 mmHg, tekanan darah diturunkan dengan
menggunakan obat antihipertensi intravena secara
kontiniu dengan pemantauan tekanan darah setiap 5
menit.
 Pada pasien stroke iskemik akut, tekanan darah
diturunkan sekitar 15% (sistolik maupun diastolic)
dalam 24 jam pertama setelah awitan apabila tekanan
darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah
diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien stroke
iskemik akut yang akan diberi terapi trombolitik
(rtPA), tekanan darah diturunkan hingga TDS <185
mmHg dan TDD <110 mmHg. Obat antihipertensi
yang sering diberikan:
38

2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi pada pasien stroke yaitu:14
1. Dekubitus.
2. Bekuan darah merupakan bekuan darah yang mudah terjadi pada
kaki yang lumpuh dan penumpukan cairan.
3. Kekuatan otot melemah merupakan terbaring lama akan
menimbulkan kekauan pada otot atau sendi. Penekanan saraf
peroneus dapat menyebabkan drop foot.
4. Osteopenia dan osteoporosis, hal ini disebabkan oleh imobilisasi
dan kurangnya paparan terhadap sinar matahari.
39

5. Depresi dan efek psikologis


6. Inkontinensia dan konstipasi pada umumnya penyebab adalah
imobilitas, kekurangan cairan dan intake makanan serta pemberian
obat.
7. Spastisitas dan kontraktur pada umumnya sesuai pola hemiplegi
dan nyeri bahu pada bagian di sisi yang lemah.

2.2.11 Prognosis
Prognosis stroke dapat dilihat dari 6 aspek yakni: death, disease,
disability, discomfort, dissatisfaction, dan destitution. Keenam aspek
prognosis tersebut terjadi pada stroke fase awal atau pasca stroke. Untuk
mencegah agar aspek tersebut tidak menjadi lebih buruk maka semua
penderita stroke akut harus dimonitor dengan hati-hati terhadap keadaan
umum, fungsi otak, EKG, saturasi oksigen, tekanan darah dan suhu tubuh
secara terus-menerus selama 24 jam setelah serangan stroke.15
Prognosis fungsional stroke pada infark lakuner cukup baik karena
tingkat ketergantungan dalam activity daily living (ADL) hanya 19 % pada
bulan pertama dan meningkat sedikit (20%) sampai tahun pertama.15
Prognosis stroke juga dipengaruhi oleh berbagai faktor dan keadaan
yang terjadi pada penderita stroke. Hasil akhir yang dipakai sebagai tolok
ukur diantaranya outcome fungsional, seperti kelemahan motorik,
disabilitas, quality of life, serta mortalitas.15

2.3 Gangguan Berbahasa (Afasia)


Afasia adalah gangguan berbahasa yang disebabkan oleh kerusakan pada
bagian otak mengatur kemampuan bahasa. Individu yang mengalami kerusakan
pada sisi kanan hemisfer serebri kanan otak mungkin memiliki kesulitan
tambahan di luar masalah bicara dan bahasa. Afasia dapat menyebabkan kesulitan
dalam berbicara, mendengarkan, membaca, dan menulis, tetapi tidak
mempengaruhi kecerdasan. Individu dengan afasia mungkin juga memiliki
masalah lain, seperti disartria, apraxia, dan masalah menelan.16
40

Adapun klasifikasi afasia, antara lain:16


1. Afasia global adalah afasia yang melibatkan semua aspek bahasa dan
mengganggu komunikasi lisan. Penderita tidak dapat berbicara secara
spontan atau melakukannya dengan susah payah. Pemahaman ucapan
biasanya tidak ada, atau hanya bisa mengenali beberapa kata, termasuk
nama mereka sendiri dan kemampuan untuk mengulang perkataan yang
sama adalah nyata terganggu. Penderita mengalami kesulitan menamakan
benda, membaca, menulis, dan menyalin kata kata. Bahasa otomatisme
(pengulangan omong kosong) adalah karakteristik utama. Distribusi lesi
terletak di seluruh arteri serebri, termasuk area Wernicke dan Broca.
2. Broca’s afasia (juga disebut anterior, motorik, atau afasia ekspresif)
ditandai dengan tidak adanya gangguan spontan berbicara, sedangkan
pemahaman hanya sedikit terganggu. Pasien dapat berbicara dengan susah
payah, memproduksi kata kata yang goyah dan tidak lancar. Penamaan,
pengulangan, membaca dengan suara keras, dan menulis juga terganggu.
Daerah lesi adalah di area Broca; mungkin disebabkan infark dalam
distribusi arteri prerolandic (arteri dari sulkus prasentralis).
3. Afasia Wernicke (juga disebut posterior, sensorik, atau reseptif aphasia)
ditandai dengan penurunan pemahaman yang kronik. Bicara tetap lancar
dan normal mondar-mandir, tetapi kata kata penderita tidak bisa
dimengerti (kata salad, jargon aphasia). Penamaan, pengulangan kata-kata
yang di dengar, membaca, dan menulis juga nyata terganggu. Area lesi
ialah Area Wernicke (area 22). Mungkin disebabkan oleh infark dalam
distribusi arteri temporalis posterior.

Anda mungkin juga menyukai