Anda di halaman 1dari 6

Penetapan Harga

Ekonomi Manajerial
1. Konsep Penetapan Harga
Pengertian Harga
Menurut menurut Alex S Nitisemito (1991:55) Harga diartikan sebagai nilai suatu
barang atau jasa yang diukur dengan sejumlah uang dimana berdasarkan nilai tersebut
seseorang atau perusahaan bersedia melepaskan barang atau jasa yang dimiliki kepada
pihak lain.
Salah satu keputusan yang penting dalam bauran pemasaran adalah ‘Price’ yaitu
Penetapan Harga, karena dalam penetapan harga ini perusahaan harus menetapkan tujuan,
kalkulasi biaya, tingkat permintaan, harga pasar serta pencapaian-pencapaian lainnya
yang ingin diperoleh perusahaan atas produk atau jasa yang dimilikinya.
Meskipun cara penetapan harga yang dipakai sama bagi setiap perusahaan yaitu
didasarkan pada biaya, persaingan, permintaan, dan laba. Tetapi kombinasi optimal dari
faktor -faktor tersebut berbeda sesuai dengan sifat produk, pasarnya, dan tujuan
perusahaan.
penetapan harga adalah suatu proses untuk menentukan seberapa besar
pendapatan yang akan diperoleh atau diterima oleh perusahan dari produk atau jasa yang
di hasilkan.
Dalam teori ekonomi klasik, setiap perusahaan selalu berorientasi pada seberapa
besar keuntungan yang akan diperoleh dari suatu produk atau jasa yang dimilikinya,
sehingga tujuan penetapan harganya hanya berdasarkan pada tingkat keuntungan dan
perolehan yang akan diterimanya. Namun di dalam perkembangannya, tujuan penetapan
harga bukan hanya berdasarkan tingkat keuntungan dan perolehannya saja melainkan
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan non ekonomis lainnya.
Tujuan Penetapan Harga :
a. Memaksimalkan Laba
Penetapan harga ini biasanya memperhitungkan tingkat keuntungan yang
ingin diperoleh. Semakin besar marjin keuntungan yang ingin didapat,
maka menjadi tinggi pula harga yang ditetapkan untuk konsumen. Dalam
menetapkan harga sebaiknya turut memperhitungkan daya beli dan variabel
lain yang dipengaruhi harga agar keuntungan yang diraih dapat maksimum.
b. Meraih Pangsa Pasar
Untuk dapat menarik perhatian para konsumen yang menjadi target market
atau target pasar maka suatu perusahaan sebaiknya menetapkan harga yang
serendah mungkin. Dengan harga turun, maka akan memicu peningkatan
permintaan yang juga datang dari market share pesaing atau kompetitor,
sehingga ketika pangsa pasar tersebut diperoleh maka harga akan
disesuaikan dengan tingkat laba yang diinginkan
c. Return On Investment (ROI) / Pengembalian Modal Usaha
Setiap usaha menginginkan tingkat pengembalian modal yang tinggi. ROI
yang tinggi dapat dicapai dengan jalan menaikkan profit margin serta
meningkatkan angka penjualan.
d. Mempertahankan Pangsa Pasar
Ketika perusahaan memiliki pasar tersendiri, maka perlu adanya penetapan
harga yang tepat agar dapat tetap mempertahankan pangsa pasar yang ada
e. Tujuan Stabilisasi Harga
Dalam pasar yang konsumennya sangat sensitif terhadap harga, bila suatu
perusahaan menurunkan harganya, maka para pesaingnya harus
menurunkan pula harga mereka.
f. Menjaga Kelangsungan Hidup Perusahaan
Perusahaan yang baik menetapkan harga dengan memperhitungkan segala
kemungkinan agar tetap memiliki dana yang cukup untuk tetap
menjalankan aktifitas usaha bisnis yang dijalani.
Tujuan-tujuan dalam penetapan harga ini mengindikasikan bahwa
pentingnya perusahaan untuk memilih, menetapkan dan membuat
perencanaan mengenai nilai produk atau jasa dan tujuan yang ingin
dicapai oleh perusahaan atas produk atau jasa tersebut.
Menurut Harini (2008), tujuan penetapan harga yaitu:

 Mencapai Penghasilan atas Investasi


 Kestabilan Harga
 Mempertahankan atau Meningkatkan Bagian dalam Pasar
 Menghadapi atau Mencegah Persaingan.
 Penetapan Harga untuk Memaksimalkan Laba

Penetapan Harga (Price) merupakan salah satu elemen yang terdapat dalam bauran pemasaran
(marketing mix) yang berkenaan langsung dengan kebijakan strategis dan taktis mengenai tingkat
harga, struktur diskon, dan syarat pembayaran.

Menurut Philip Kotler “price is the amount of money charged for a product or service.
More broadly, price is the sum of all the value that consumers exchange for the benefits of
having or using the product or service”. Harga adalah sejumlah uang yang dibebankan
untuk sebuah produk atau jasa. Secara lebih luas, harga adalah keseluruhan nilai yang
ditukarkan konsumen untuk mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap sebuah
produk atau jasa.

Dari pendapat diatas dapat diketahui bahwa harga merupakan sejumlah uang yang harus
dibayar oleh konsumen untuk mendapatkan produk yang dibeli. Dengan harga inilah
seseorang akan membuat sebuah keputusan dalam mengorbankan waktu dan uangnya
untuk mendapatkan pro duk layanan yang sesuai dengan manfaat yang ditawarkan.

Harga adalah satu-satunya variabel strategi pemasaran yang berkaitan dengan pemasukan
perusahaan. Condous (1983) menyarankan, “…apabila pengenaan
biaya (charging) merupakan suatu keharusan, maka besarnya harus disesuaikan dengan
kemampuan pengguna.”

Menentukan kebijakan harga memang penting dilakukan, karena selain akan berpengaruh
secara langsung terhadap pendapatan perusahaan, juga akan berpengaruh terhadap daya
saing atas kompetitor.
Banyak metode untuk menentukan harga jual produk, namun secara umum terdapat tiga
cara dalam pelaksanaan penetapan harga yakni :

1. Cost Oriented Pricing (Penetapan harga berdasar pendekatan biaya)

Merupakan cara paling umum yang banyak digunakan oleh perusahaan, yakni dengan
penetapan harga jual berdasar biaya-biaya yang dikeluarkan untuk produksi dan
menambahkan suatu prosentase tertentu sebagai labanya. Terdapat tiga kelompok dalam
melakukan penetapan harga model ini yakni :

 Cost Plus Pricing Method (Metode Penetapan Harga Biaya-Plus), yakni penetapan
biaya yang banyak dilakukan oleh perusahaan produksi. Penghitungannya dengan
cara harga jual per unit produk dihitung dengan menjumlahkan seluruh biaya per
unit ditambah jumlah tertentu sebagai laba yang dikehendaki. (Rumus: Biaya Total
+ laba = Harga jual)
 Mark-up pricing (Metode Penetapan Harga Mark-Up), merupakan penetapan harga yang
dilakukan hanya dengan menambah laba, cara ini banyak dilakukan oleh pedagang
perantara karena mereka tidak ada biaya-biaya produksi.(Rumus: Harga Beli + MarkUp =
Harga Jual). Metode ini merupakan metode yang digunakan untuk menentukan laba
maksimal melalui keseimbangan harga antara permintaan dan penawaran produk di pasar.
Secara sistematis, metode ini dirumuskan sebagai berikut :
Harga Jual = Harga beli produk + Laba yang diharapkan.
Penentuan harga didasarkan pada keseimbangan harga permintaan dan harga penawaran
Setelah diketahui keseimbangan harga di pasar maka perusahaan dapat menentukan harga
produk yang ditawarkan oleh perusahaan, dimana harga tersebut dapat memaksimalkan
laba perusahaan.

 Target pricing, merupakan penetapan harga yang dilakukan berdasarkan tingkat


pengembalian investasi (ROI) yang diinginkan.

2. Demand-Oriented Pricing (Penetapan harga berdasar pendekatan


kebutuhan/permintaan)

Menurut Djaslim Saladin (2003:96) Demand-Oriented Pricing adalah Penentuan harga


dengan mempertimbangkan keadaan permintaan, keadaan pasar dan keinginan
konsumen. Demand-oriented pricing mendasarkan kepada tingkah laku demand, misalnya
harga tinggi apabila demand sangat kuat dan harga rendah bilamana demand lemah.

Untuk menanggapi aneka macam konsumen yang mengiinginkan suatu produk, maka cara
yang biasa ditempuh adalah dengan mengadakan diskriminasi harga. Macam-macam
diskriminasi harga yang dapat dilakukan misalnya adalah diskriminasi terhadap teritorial
(wilayah), kelompok customer (pelanggan), Waktu dan kualitas atau bentuk produk.

3. Competition Oriented Pricing (Penetapan harga berdasar pendekatan persaingan)


Competition oriented pricing merupakan penetapan harga yang didasarkan kepada harga
yang ditetapkan oleh pesaing, hal ini dilakukan terutama untuk produk-produk yang
bersifat homogen. Beberapa metode penetapan harga yang dapat disebutkan sebagai
berikut:

1. Perceived value pricing, yaitu penetapan harga dimana perusahaan berusaha


menetapkan harga setingkat dengan rata – rata industri.
2. Sealed bid pricing yaitu suatu penetapan harga didasarkan pada tawaran yang
diajukan oleh pesaing.

Ada banyak tujuan dalam penetapan harga produk sebelum dilempar ke pasaran. Berbagai
kemungkinan tujuan trsebut misalnya untuk penetrasi pasar baru, market skimming,
mempercepat pemasukan uang tunai, memenuhi target laba maupun promosi product
line. Apapun tujuannya, penetapan harga produk perlu dilakukan sejak awal karena
juga merupakan salah satu fungsi yang penting dalam pemasaran.

2. Diskriminasi Harga
Diskriminasi harga adalah penetapan harga yang berbeda kepada konsumen yang berbeda
untuk barang atau jasa yang sama.
Diskriminasi harga adalah salah satu strategi yang dapat digunakan untuk menghasilkan
laba yang lebih besar. Strategi ini dapat meningkatkan laba perusahaan dalam
industriyang berbentuk monopoli,persaingan monopolistic, atau oligopoly dengan
mengambil surplus tambahan dari konsumen.
Diskriminasi harga berdasarkan tingkatannya:
1. Diskriminasi harga tingkat pertama.
Yaitu menetapkan kepada setiap konsumen harga maksimal yang bersedia konsumen
bayarkan untuk setiap unit barang yang dibeli.
Dengan menggunakan diskriminasi harga tingkat pertama perusahaan mengambil
seluruh surplus dari konsumen sehingga perusahaan mendapatkan laba tertinggi yang
memungkinkan.
Beberapa bisnis yang berhubungan dengan jasa yang mempraktikan diskriminasi
harga tingkat pertama yaitu diler mobil, bengkel, dokter, pengacara.
Contoh: jasa profesional seperti pengacara memberi harga yang berbeda beda kepada
tiap kliennya.
2. Diskriminasi harga tingkat kedua.
Yaitu menetapkan harga yang lebih rendah kepada konsumen yang membeli dalam
kuantitas yang lebih banyak.
Contoh: Pembelian bahan baku dalam jumlah yang lebih besar mendapatkan
pengurangan harga.
3. Diskriminasi harga tingkat ketiga.
Yaitu menetapkan harga yang berbeda pada setiap kelas pembeli.
Contoh: harga untuk kelas eksekutif dan bisnis dalam penerbangan atau kereta api
berbeda.
3. Transfer Pricing
Transfer pricing adalah suatu kebijakan perusahaan dalam menentukan harga transfer suatu
transaksi baik itu barang, jasa, harta tak berwujud, atau pun transaksi finansial yang dilakukan
oleh perusahaan.
Terdapat dua kelompok transaksi dalam transfer pricing, yaitu intra-company dan inter-company
transfer pricing.
 Intra-company transfer pricing merupakan transfer pricing antardivisi dalam satu
perusahaan.
 Intercompany transfer pricing merupakan transfer pricing antara dua perusahaan yang
mempunyai hubungan istimewa.
Transaksinya sendiri bisa dilakukan dalam satu negara (domestic transfer pricing), maupun
dengan negara yang berbeda (international transfer pricing).
Pengertian di atas merupakan pengertian yang netral, walaupun sering sekali istilah transfer
pricing dikonotasikan dengan sesuatu yang tidak baik (sering disebut abuse of transfer pricing),
yaitu suatu pengalihan penghasilan dari suatu perusahaan dalam suatu negara dengan tarif pajak
yang lebih tinggi ke perusahaan lain dalam satu grup di negara dengan tarif pajak yang lebih
rendah sehingga mengurangi total beban pajak group perusahaan tersebut.
Eden (2001) dalam Darussalam dan Sepriadi (2008) mengistilahkan transfer pricing
manipulation dengan suatu kegiatan untuk memperbesar biaya atau merendahkan tagihan yang
bertujuan untuk memperkecil jumlah pajak yang terutang.
Manipulasi harga yang dapat dilakukan dengan transfer pricing antara lain manipulasi pada:
 Harga penjualan;
 Harga pembelian;
 Alokasi biaya administrasi dan umum atau pun pada biaya overhead;
 Pembebanan bunga atas pemberian pinjaman oleh pemegang saham (shareholder loan);
 Pembayaran komisi, lisensi, franchise, sewa, royalti, imbalan atas jasa manajemen,
imbalan atas jasa teknik, dan imbalan atas jasa lainnya;
 Pembelian harta perusahaan oleh pemegang saham (pemilik) atau pihak yang
mempunyai hubungan istimewa yang lebih rendah dari harga pasar;
 Penjualan kepada pihak luar negeri melalui pihak ketiga yang kurang/tidak mempunyai
substansi usaha (seperti: dummy company, letter box company atau reinvoicing center).
Beberapa contoh kegiatan transfer pricing didalam sebuah perusahaan :
1. Sebuah perusahaan—X Corp—berkedudukan di negara X memiliki anak perusahaan di
Indonesia, yaitu PT ABC, yang bergerak di bidang industri mainan. Untuk
memproduksi mainan yang dijual di Indonesia, PT ABC mengimpor bahan baku dari X
Corp. Harga wajar bahan baku tersebut di pasar misal US$10/pcs. Tapi, dalam transaksi
antara X Corp dengan PT ABC, harga bahan baku yang sama dijual dengan harga
US$30/pcs. Sehingga ada mark up sebesar US$20/pcs. Harga US$10/pcs ini tidak akan
mungkin terjadi jika transaksi tersebut dilakukan dengan perusahaan yang bukan dalam
satu grup atau tidak mempunyai hubungan istimewa. Sehingga tidak terjadi prinsip
harga pasar wajar pada transaksi ini (arm’s length price principle).
2. Contoh lain yang umumnya sering digunakan dalam transfer pricing adalah misalkan X
Corp tidak bertransaksi langsung dengan anak perusahaan di Indonesia, tetapi menjual
dulu kepada anak perusahaan yang berkedudukan di Filipina. Lalu, dari Filipina barang
tersebut dijual ke perusahaan yang ada di Malaysia, baru setelah itu perusahaan di
Malaysia melakukan transaksi dengan perusahaan di Indonesia. Sehingga ketika sampai
di Indonesia, harganya sudah naik berkali-kali lipat. Dengan begitu, jelas saja PT ABC
yang berkedudukan di Indonesia akan menderita kerugian karena ia harus membayar
bahan baku dengan harga yang jauh lebih tinggi daripada harga wajar. Sehingga potensi
pajak yang seharusnya dibayarkan oleh PT ABC ke negara menjadi hilang karena PT
ABC mencatat kerugian atau keuntungannya mengecil karena praktik transfer pricing.
3. Melakukan mark down atas penghasilan yang diperoleh. Misal, seperti contoh di atas,
PT ABC seharusnya bisa menjual produk mainannya ke pasar dengan harga US$20/pcs
tetapi terlebih dahulu menjualnya ke S Co yang masih merupakan grup perusahaan
yang berada di negara S yang mempunyai tarif pajak yang lebih rendah (tax heaven
country) dengan harga US$12/pcs. Kemudian S Co baru menjual mainan tersebut
dengan harga USD20/pcs ke Z Corp yang merupakan pihak independen (tidak
mempunyai hubungan istimewa/bukan grup perusahaan). Mainan itu sendiri tidak
dikirimkan oleh PT ABC ke S Co melainkan dikirimkan langsung ke Z Corp (transaksi
antara PT ABC dengan S Co hanya berupa transaksi invoice saja). Akibatnya
keuntungan yang diperoleh oleh PT ABC menjadi hilang atau berkurang yang efeknya
pajak penghasilan yang harus dibayar oleh PT ABC ke negara juga menjadi hilang atau
berkurang
Abuse of transfer pricing ternyata tidak hanya bisa dilakukan ke negara yang mempunyai tarif
pajak yang lebih rendah (tax heaven countries). Tetapi abuse of transfer pricing juga dapat
dilakukan ke perusahaan dalam satu grup di negara yang lebih tinggi tarif pajaknya sepanjang
perusahaan di negara tersebut sedang mengalami kerugian atau terdapat banyak loophole
perpajakan yang bisa dimanfaatkan di negara tersebut.
Dari contoh-contoh sederhana di atas, terlihat bahwa abuse of transfer pricing hanya dapat
dilakukan oleh perusahaan multinasional yang mempunyai anak-anak perusahaan di berbagai
negara (international transfer pricing). Sedangkan domestic transfer pricing tidak berpengaruh
secara signifikan terhadap potensi penerimaan pajak pada negara tersebut karena pengurangan
laba/penghasilan di satu perusahaan akan mengakibatkan penambahan laba/penghasilan di
perusahaan lainnya sehingga hasilnya akan sama ke penerimaan pajak. Walaupun domestic
transfer pricing masih dapat digunakan untuk mengalihkan laba dari suatu perusahaan ke
perusahaan lain yang masih berhak menikmati kompensasi kerugian.

Anda mungkin juga menyukai