DOSEN:
DISUSUN OLEH :
JAKARTA SELATAN
2019
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Interaksi Obat
dengan Makanan ” ini dengan baik dan tepat pada waktunya.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membaca
makalah ini. Makalah ini mungkin kurang sempurna, untuk itu kami mengharap
kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
PENDAHULUAN
Interaksi obat terjadi jika efek suatu obat (index drug) berubah akibat adanya obat
lain (precipitant drug), makanan, atau minuman. Interaksi obat dapat menghasilkan efek
yang memang dikehendaki (Desirable Drug Interaction), atau efek yang tidak dikehendaki
(Undesirable/Adverse Drug Interactions = ADIs) yang lazimnya menyebabkan efek
samping obat dan/atau toksisitas karena meningkatnya kadar obat di dalam plasma, atau
sebaliknya menurunnya kadar obat dalam plasma yang menyebabkan hasil terapi menjadi
tidak optimal. Sejumlah besar obat baru yang dilepas di pasaran setiap tahunnya
menyebabkan munculnya interaksi baru antar obat akan semakin sering terjadi.
Interaksi obat merupakan suatu faktor yang dapat mempengaruhi respon tubuh
terhadap pengobatan. Obat dapat berinteraksi dengan makanan atau minuman, zat kimia
atau dengan obat lain. Dikatakan terjadi interaksi apabila makanan, minuman, zat kimia,
dan obat lain tersebut mengubah efek dari suatu obat yang diberikan bersamaan atau
hampir bersamaan.
Beberapa obat sering diberikan secara bersamaan pada penulisan resep, maka
mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Obat pertama dapat memperkuat atau
memperlemah, memperpanjang atau memperpendek kerja oba kedua. Interaksi obat harus
lebih diperhatikan, karena interaksi obat pada terapi obat dapat menyebabkan kasus yang
parah dan tingkat kerusakan-kerusakan pada pasien, dengan demikian jumlah dan tingkat
keparahan kasus terjadinya interaksi obat dapat dikurangi .
Hubungan dan interaksi antara makanan, nutrien yang terkandung dalam makanan
dan obat saling mendukung dalam pelayanan kesehatan dan dunia medis. Makanan dan
nutrien spesifik dalam makanan, jika dicerna bersama dengan beberapa obat, pasti dapat
mempengaruhi seluruh ketersediaan hayati, farmakokinetik, farmakodinamik dan efek
terapi dalam pengobatan. Makanan dapat mempengaruhi absorbsi obat sebagai hasil dari
pengubahan dalam saluran gastrointestinal atau interaksi fisika atau kimia antara partikel
komponen makanan dan molekul obat. Pengaruh tergantung pada tipe dan tingkat interaksi
sehingga absorbsi obat dapat berkurang, tertunda, tidak terpengaruh atau meningkat oleh
makanan yang masuk.
1.3 TUJUAN
1. Mengatahui apa yang dimaksud dengan interaksi obat
2. Untuk mengetahui cara kerja dari interaksi obat dengan makanan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN
Interaksi obat adalah kejadian di mana suatu zat mempengaruhi aktivitas obat.
Efek-efeknya bisa meningkatkan atau mengurangi aktivitas, atau menghasilkan efek baru
yang tidak dimiliki sebelumnya. Biasanya yang terpikir oleh kita adalah antara satu obat
dengan obat lain. Tetapi, interaksi bisa saja terjadi antara obat dengan makanan, obat
dengan herbal, obat dengan mikronutrien, dan obat injeksi dengan kandungan infus.
Interaksi obat bisa ditimbulkan oleh berbagai proses, antara lain perubahan dalam
farmakokinetika obat terse but, seperti absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eksresi
(ADME) obat. Kemungkinan lain, interaksi obat merupakan hasil dari sifat- sifat
farmakodinamik obat tersebut, misal, pemberian bersamaan antara antagonis reseptor dan
agonis untuk resptor yang sama
Pemberian obat-obatan merupakan bagian dari terapi medis terhadap pasien. Ketika
dikonsumsi, obat dapat mempengaruhi status gizi seseorang dengan mempengaruhi
makanan yang masuk (drug-food interaction). Hal sebaliknya juga dapat terjadi, makanan
yang masuk juga dapat mempengaruhi kerja beberapa obat-obatan (food-drug interaction).
2. INTERAKSI FARMAKOKINETIK
Absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi (ADME) dapat meningkatkan
ataupun menurunkan kadar plasma obat. Interaksi obat secara farmakokinetik yang
terjadi pada suatu obat tidak dapat diekstrapolasikan (tidak berlaku) untuk obat lainnya
meskipun masih dalam satu kelas terapi, disebabkan karena adanya perbedaan sifat
fisikokimia, yang menghasilkan sifat farmakokinetik yang berbeda. Contohnya,
interaksi farmakokinetik oleh simetidin tidak dimiliki oleh H2-bloker lainnya; interaksi
oleh terfenadin, aztemizole tidak dimiliki oleh antihistamin non-sedatif lainnya.
Beberapa contoh antara lain: obat bersifat basa lemah (amfetamin, efedrin,
fenfluramin, kuinidin) dengan obat yang mengasamkan urin (NH4C1))
menyebabkan klirens ginjal obat-obat pertama meningkat sehingga efeknya
menurun; obat-obat bersifat asam (salisilat, fenobarbital) dengan obat-obat yang
membasakan urin seperti antasida (mengandung NaHCO3, A1(OH)3, Mg(OH)2),
akan meningkatkan klirens obat-obat pertama, sehingga efeknya menurun
3. INTERAKSI FARMAKODINAMIK
Obat yang bekerja pada sistem reseptor, tempat kerja atau sistem fisiologik yang
sama sehingga terjadi efek yang aditif, sinergistik, atau antagonistik, tanpa ada
perubahan kadar plasma ataupun profil farmakokinetik lainnya. Interaksi
farmakodinamik umumnya dapat diekstrapolasikan ke obat lain yang segolongan
dengan obat yang berinteraksi, karena klasifikasi obat adalah berdasarkan efek
farmakodinamiknya. Selain itu, umumnya kejadian interaksi farmakodinamik dapat
diramalkan sehingga dapat dihindari sebelumnya jika diketahui mekanisme kerja obat.
Contoh interaksi obat pada reseptor yang bersifat antagonistik misalnya: interaksi
antara Pbloker dengan agonis-p2 pada penderita asma; interaksi antara penghambat
reseptor dopamin (haloperidol, metoclo-pramid) dengan levodopa pada pasien
parkinson. Beberapa contoh interaksi obat secara fisiologik serta dampaknya antara
lain sebagai berikut: interaksi antara aminogliko-sida dengan furosemid akan
meningkatkan risiko ototoksik dan nefrotoksik dari aminoglikosida; Pbloker dengan
verapamil menimbulkan gagal jantung, blok AV, dan bradikardi berat; benzodiazepin
dengan etanol meningkatkan depresi susunan saraf pusat (SSP); kombinasi obat-obat
trombolitik, antikoagulan dan anti platelet menyebabkan perdarahan.
Penggunaan diuretik kuat (misal furosemid) yang menyebabkan perubahan
keseimbangan cairan dan elektrolit seperti hipokalemia, dapat meningkatkan toksisitas
digitalis jika diberikan bersama-sama. Pemberian furosemid bersama relaksan otot
(misal, d-tubokurarin) menyebabkan paralisis berkepanjangan. Sebaliknya,
penggunaan diuretik hemat kalium (spironolakton, amilorid) bersama dengan
penghambat ACE (kaptopril) menyebabkan hiperkalemia. Kombinasi anti hipertensi
dengan obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID) yang menyebabkan retensi garam
dan air, terutama pada penggunaan jangka lama, dapat menurunkan efek antihipertensi.
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pembahasan tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa
1. interaksi antara obat dan makanan terjadi dalam tiga fase yaitu fase farmasetis, fase
farmakokinetik, fase farmakodinamik. Dengan mekanisme obat yang telah diminum
akan hancur dan obat terdisolusi (merupakan fase farmasetis), kemudian obat tersebut
di absorpsi, transport, distribusi, metabolism dan ekresi oleh tubuh (merupakan fase
farmakokinetik), setelah melewati fase farmakokinetik maka obat tersebut dapat
direspon secara fisiologis dan psikologis (merupakan fase farmakodinamik)
2. Efek samping pemberian obat-obatan yang berhubungan dengan gangguan GI
(gastrointestinal) dapat berupa terjadinya mual, muntah, perubahan pada pengecapan,
turunnya nafsu makan, mulut kering atau inflamasi/ luka pada mulut dan saluran
pencernaan, nyeri abdominal (bagian perut), konstipasi dan diare. Efek samping seperti
di atas dapat memperburuk konsumsi makanan si pasien. Ketika pengobatan dilakukan
dalam waktu yang panjang tentu dampak signifikan yang memperngaruhi status gizi
dapat terjadi.
3.2 SARAN
Untuk menghindari interaksi obat yang tidak diinginkan maka sebaiknya Bacalah
label obat dengan teliti, apabila kurang memahami dapat ditanyakan dengan dokter yang
meresepkan atau apoteker
Baca aturan pakai, label perhatian dan peringatan interaksi obat yang tercantum
dalam label atau wadah obat. Bahkan obat yang dijual bebas juga perlu aturan pakai yang
disarankan
DAFTAR PUSTAKA
Center for Drug Evaluation and Research (CDER). In Vivo Drug Metabolism/Drug
Interaction Studies – Study Design, Data Analysis, and Recommendations for Dosing and
Labeling. 1999
Larry K. Fry and Lewis D. Stegink Formation of Maillard Reaction Products in Parenteral
Alimentation Solutions J. Nutr. 1982 112: 1631-1637
Stadler RH, Blank I, Varga N, Robert F, Hau J, Guy PA, Robert MC, Riediker S.
Acrylamide from Maillard reaction products. Nature. 2002 Oct 3;419(6906):449-50.