Anda di halaman 1dari 21

TEORI DAN PRINSIP PERENCANAAN

(Teori Perencangan Kota Menurut Hamid Shirvani)

Disusun Oleh:
KELOMPOK 3B
Iliany Nurul Fitry D101181010
Reyhan Regisha D101181020
M. Akhyar Ardhan D101181302
Mutmainna An D101181306
Inggrid Kenny S. D101181332

Dosen Pengampu:
Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT

DEPARTEMEN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah


SWT. Karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya sehingga kita masih diberi
kehidupan yang sejahtera. Shalawat serta salam semoga tetap
tercurahkan kepada junjungan besar kita Nabi Muhammad SAW., yang
telah menuntun kita meninggalkan gelapnya masa kebodohan.
Dan kami mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah
Teori dan Prinsip Perencanaan yaitu Dr. Ir. Arifuddin Akil, MT yang telah
memberikan arahannya kepada kami, sehingga makalah ini bisa
diselesaikan pada waktu yang telah ditentukan.
Jika dalam tugas ini ada kesalahan baik sengaja maupun tidak
disengaja, mohon untuk dimaafkan. Dimohon juga untuk dosen mata
kuliah Teori dan Prinsip Perencanaan untuk memberi saran dan kritik
untuk makalah yang masih jauh dari kata sempurna ini.

Terima kasih.

Makassar, 12 Oktober 2019

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................................ i

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang .....................................................................................1


1.2. Rumusan Masalah ................................................................................1
1.3. Tujuan Penelitian..................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Tata guna lahan (land use) ...................................................................3


2.2. Bentuk dan massa bangunan ................................................................4
2.3. Sirkulasi dan parkir (circulation and parking).....................................7
2.4. Ruang terbuka (open space) .................................................................9
2.5. Jalur pejalan kaki (pedestrian way)....................................................11
2.6. Pendukung aktifitas (activity support) ...............................................13
2.7. Penandaan (signage) ..........................................................................14
2.8. Preservasi dan Konservasi..................................................................15
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan.........................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................18

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Perancangan kota (urban design) telah berkembang terlebih dahulu di
negara-negara Eropa Barat dan Amerika. Perkembangan tersebut ditandai dengan
beragamnya definisi dan substansi mengenai urban design yang berkembang
hingga saat ini.
Urban design dalam prosesnya dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu
“sadar diri” dan “tidak sadar diri”. Urban design yang “sadar diri” adalah yang
diciptakan oleh orang-orang yang menganggap diri mereka sebagai desainer dan
menggunakan keahlian desain mereka untuk menciptakan suatu lingkungan yang
nyaman. Sedangkan urban design yang “tidak sadar diri” adalah yang diciptakan
oleh orang-orang yang tidak menganggap dirinya sebagai seorang desainer, tetapi
mereka mempunyai peranan dalam mempengaruhi bentuk lingkungan perkotaan.
Pengertian urban design dapat ditinjau dari segi profesi maupun dari segi
disiplin keilmuan. Dari segi profesi, Beckley menjelaskan bahwa urban design
merupakan suatu jembatan antara profesi perencana kota dengan arsitektur dengan
perhatian utama pada bentuk fisik kota. Berdasarkan disiplin keilmuan, urban
design merupakan bagian dari proses perencanaan yang berhubungan dengan
kualitas lingkungan fisik kota. Panduan Rancang Kota adalah suatu set perangkat
panduan dan peraturan yang digunakan untuk mengatur dan membatasi
penggunaan dan pengembangan ruang kota dan arsitektur kota.

1.2. Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah dalam penulisan ini, yaitu:
1) Bagaimana teori perancangan kota dan elemen-elemen perancangan kota
menurut Hamid Shirvani?

1
1.3. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan ini, yaitu:
1) Menjelaskan teori perancangan kota dan elemen-elemen perancangan kota
menurut Hamid Shirvani

2
BAB II
PEMBAHASAN

Menurut Hamid Shirvani dalam bukunya “The Urban Design Process”


terdapat delapan elemen perancangan kawasan yaitu; tata guna lahan (land use),
bentuk dan massa bangunan (building form and massing), sirkulasi dan ruang
parkir (circulation and parking), ruang terbuka (open space), jalur pejalan kaki
(pedestrian), aktivitas pendukung (activity support), penandaan (signage) dan
preservasi dan konservasi:

2.1. Tata guna lahan (land use)


Tata guna lahan (land use) merupakan rencana dua dimensi berupa denah
peruntukan lahan sebuah kota, dimana ruang-ruang tiga dimensi akan dibangun di
tempat-tempat sesuai dengan fungsi bangunan tersebut.
Pengelompokan tata guna lahan bertujuan untuk memberikan gambaran
keseluruhan dari fungsi kawasan yang dilakukan dengan cara pemisahan letak
fungsi lahan dengan pertimbangan optimalisasi lahan. Sebagai contoh : dalam
kawasan pendidikan akan memiliki bangunan dengan fungsi pendidikan atau di
dalam kawasan perekonomian akan terdapat berbagai macam bangunan
pertokoan/komersial. Kebijaksanaan tata guna lahan juga membentuk hubungan
antara sirkulasi/parkir dan kepadatan aktivitas/kegiatan penggunaan individual.
Terdapat perbedaan kapasitas (besaran) dan pengaturan dalam penataan ruang
kota, termasuk di dalamnya adalah aspek pencapaian, parkir, sistem transportasi
yang ada, dan kebutuhan untuk penggunaan lahan secara individual. Pada
prinsipnya, pengertian land use (tata guna lahan) adalah pengaturan kebijakan
penggunaan lahan untuk menentukan pilihan yang terbaik dalam mengalokasikan
fungsi tertentu, sehingga dapat memberikan gambaran keseluruhan bagaimana
daerah-daerah pada suatu kawasan tersebut seharusnya berfungsi.

3
Kebijakan yang terdapat dalam tata guna lahan mempertimbangkan hal-
hal sebagai berikut :
 Tipe penggunaan lahan yang diijinkan.
 Hubungan fungsional yang terjadi antara area yang berbeda.
 Skala pembangunan baru.
 Tipe intensif pembangunan yang sesuai untuk dikembangkan pada
area dengan karakteristik tertentu.
Dalam perencanaannya, tata guna lahan memperhatikan aspek-aspek
sebagai berikut :
• Fungsi yang diijinkan.
• Ketertarikan antar fungsi.
• Daya tampung.
• Pengembangan kawasan.
Dalam hal ini yang termasuk dalam penggunaan lahan pada elemen
perancangan kawasan antara lain :
 Tipe penggunaan dalam suatu area.
 Spesifikasi fungsi dan keterkaitan antar fungsi dalam pusat kawasan.
 Ketinggian bangunan.
 Skala fungsi.

2.2. Bentuk dan massa bangunan (building form and massing)


Bentuk dan massa bangunan (building form and massing) membahas
mengenai bagaimana bentuk dan massa-massa bangunan yang berada ada suatu
kawasan dapat membentuk sebuah kota serta bagaimana hubungan antar-massa
(banyak bangunan) yang terdapat dalam kawasan tersebut.

Pada penataan suatu kota, bentuk dan hubungan antar-massa seperti


ketinggian bangunan, jarak antar-bangunan, bentuk bangunan, fasad bangunan,
dan sebagainya harus diperhatikan sehingga ruang yang terbentuk menjadi teratur,
mempunyai garis langit-horizon (skyline) yang dinamis serta menghindari adanya

4
lost space (ruang tidak terpakai).
Bentuk dan massa bangunan (building form and massing) dapat meliputi
kualitas yang berkaitan dengan penampilan bangunan, yaitu :

• Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan berkaitan dengan jarak pandang manusia, baik yang
berada dalam bangunan maupun yang berada pada jalur pejalan kaki (luar
bangunan). Ketinggian bangunan pada suatu kawasan membentuk sebuah garis
horizon (skyline). Skyline dalam skala kawasan mempunyai makna; sebagai
simbol kawasan, sebagai indeks sosial, sebagai alat orientasi, sebagai perangkat
estetis, sebagai perangkat ritual. Ketinggian bangunan di tiap fungsi ruang
perkotaan akan berbeda, tergantung dari tata guna lahan. Sebagai contoh,
bangunan di sekitar bandara akan memiliki ketinggian lebih rendah dibanding
bangunan di kawasan perkantoran dan perekonomian.
• Kepejalan Bangunan
Pengertian dari kepejalan adalah penampilan gedung dalam konteks kota.
Kepejalan suatu gedung ditentukan oleh perbandingan tinggi-luas- lebar-panjang,
olahan massa (desain bentuk), dan variasi penggunaan material.
• Koefisien Lantai Bangunan (KLB)
Koefisien lantai bangunan adalah angka prosentase perbandingan antara
luas seluruh lantai bangunan gedung dengan luas tanah (tapak) atau daerah
perencanaan yang sesuai rencana tata ruang bangunan dan tata lingkungan.
Dalam koefisien lantai bangunan, jika KLB=200%, maka di tapak seluas
100m2, dapat dibangun bangunan dengan luas lantai 200m2 - lantai banyak).
Koefisien Lantai Bangunan dipengaruhi oleh daya dukung tanah, daya dukung
lingkungan, nilai harga tanah, dan faktor-faktor khusus tertentu sesuai dengan
peraturan atau kepercayaan daerah setempat.
• Koefisien Dasar Bangunan (Building Coverage)
Koefisien dasar bangunan (building coverage) adalah prosentase antara
jumlah luas seluruh lantai dasar bangunan gedung (luas tapak yang tertutup)
dengan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang akan dirancang,

5
sesuai dengan rencana tata ruang bangunan dan lingkungan.
Koefisien dasar bangunan dimaksudkan untuk menyediakan area terbuka
yang cukup di kawasan perkotaan agar tidak keseluruhan tapak diisi dengan
bangunan. Hal ini dimaksudkan agar daur lingkungan tidak terhambat, terutama
penyerapan air ke dalam tanah.
• Garis Sempadan Bangunan (GSB)
Garis Sempadan Bangunan merupakan jarak bangunan terhadap as jalan.
Garis ini sangat penting dalam mengatur keteraturan bangunan di tepi jalan kota.
Selain itu juga berfungsi sebagai jarak keselamatan pengguna jalan, terutama jika
terjadi kecelakaan.
• Langgam
Langgam atau gaya dapat diartikan sebagai suatu kumpulan karakteristik
bangunan dimana struktur, kesatuan dan ekspresi digabungkan di dalam satu
periode atau wilayah tertentu. Peran dari langgam ini dalam skala urban jika
direncanakan dengan baik dapat menjadi guide line yang dapat menyatukan
fragmen-fragmen dan bentuk bangunan di kota.
• Skala
Skala adalah proporsi tertentu yang digunakan untuk menetapkan
pengukuran bangunan dan dimensi-dimensi dengan memandang besaran dari
unsur bangunan atau ruang terhadap bentuk-bentuk lain. Rasa akan skala dan
perubahan-perubahan dalam ketinggian ruang atau bangunan dapat memainkan
peranan dalam menciptakan kontras visual yang dapat membangkitkan daya hidup
dan kedinamisan.
Skala terbagi menjadi dua bagian antara lain:
− Skala umum : merupakan unsur-unsur bangunan terhadap bentuk lain di
dalam lingkupnya.
− Skala manusia : digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam
menyeimbangkan kawasan perancangan.
• Material
Peran material berkenaan dengan komposisi visual dalam perancangan.
Komposisi yang dimaksud diwujudkan oleh hubungan antar elemen visual.

6
• Warna
Warna merupakan suatu fenomena yang diakibatkan dari pencahayaan dan
persepsi visual yang berguna untuk menjelaskan persepsi individu dalam corak
intesitas dan nada. Dengan adanya warna (kepadatan warna, kejernihan warna),
dapat memperluas kemungkinan ragam komposisi yang dihasilkan.
• Tekstur
Tekstur adalah kualitas yang dapat dilihat dan dirabah yang ada pada
permukaan dalam ukuran, proporsi, bentuk pada bagian benda. Tekstur juga
berfungsi untuk menentukkan sampai dimana permukaan melakukan pemantulan
atau penyerapan cahaya yang datang. Dalam sebuah komposisi yang lebih besar
(skala urban) sesuatu yang dilihat dari jarak tertentu maka elemen yang lebih
besar dapat menimbulkan efek-efek tekstur.

Prinsip-prinsip dan teknik Urban Design yang berkaitan dengan bentuk


dan massa bangunan meliputi:
1. Scale, berkaitan dengan sudut pandang manusia, sirkulasi, dan dimensi
bangunan sekitar.
2. Urban Space, sirkulasi ruang yang disebabkan bentuk kota, batas, dan
tipe-tipe ruang.
3. Urban Mass, meliputi bangunan, permukaan tanah dan obyek dalam ruang
yang dapat tersusun untuk membentuk urban space dan pola aktivitas
dalam skala besar dan kecil.
(Sumber: Perancangan Kota, Urban Desain).

2.3. Sirkulasi dan parkir (circulation and parking)


Sirkulasi adalah elemen perancangan kota yang secara langsung dapat
membentuk dan mengkontrol pola kegiatan kota, sebagaimana halnya dengan
keberadaan sistem transportasi dari jalan publik, pedestrian ways dan tempat-
tempat transit yang saling berhubungan akan membentuk pergerakan (suatu
kegiatan).

7
Sirkulasi di dalam kota merupakan salah satu alat yang paling kuat untuk
menstrukturkan lingkungan perkotaan karena dapat membentuk, mengarahkan,
dan mengendalikan pola aktivitas/kegiatan dalam suatu kota. Selain itu sirkulasi
dapat membentuk karakter suatu daerah, tempat aktivitas/kegiatan dan lain
sebagainya. Salah satu elemen perancangan kota yang paling berkaitan dengan
elemen sirkulasi adalah elemen ruang/area parkir.
Elemen ruang parkir mempunyai pengaruh langsung pada kualitas
lingkungan yaitu sebagai elemen yang memperkuat kelangsungan kegiatan
komersial dan elemen yang memberikan pengaruh visual pada bentuk fisik dan
susunan kota. Penyediaan ruang parkir yang paling sedikit memberi efek visual
yang merupakan suatu usaha yang sukses dalam perancangan kota.
Dalam merencanakan tempat parkir yang benar, hendaknya memenuhi
prinsip :
a. Keberadaan strukturnya tidak mengganggu kegiatan di sekitar
kawasan.
b. Pendekatan program penggunaan berganda.
c. Penyediaan tempat parkir khusus.
d. Penyediaan tempat parkir di pinggiran kota.

Sedangkan dalam perencanaan untuk jaringan sirkulasi dan parkir harus


selalu memperhatikan :
a. Jaringan jalan harus merupakan ruang terbuka yang mendukung citra
kawasan dan aktivitas/kegiatan pada kawasan.
b. Jaringan jalan harus memberi orientasi pada penggunan dan
membuat lingkungan yang legible.
c. Kerjasama dari sektor kepemilikan dan privat dan publik dalam
mewujudkan tujuan dari kawasan.

8
2.4. Ruang terbuka (open space)
Ruang terbuka (open space) berkaitan dengan lansekap dalam sebuah
kawasan. Ruang terbuka meliputi semua taman, pekarangan, lapangan, jalan,
jalur, sempadan sungai, green belt, ruang rekreasi serta elemen-elemen ruang
terbuka (pohon, bangku, lampu, patung, jam, kios, tempat sampah, dan
sebagainya). Selain itu, hal penting yang diperhatikan adalah hubungan ruang
terbuka dengan bangunan di sekitarnya, dan hubungan antara ruang terbuka umum
dengan ruang terbuka pribadi.
Ruang terbuka selalu menjadi inti dari elemen urban design. Berdasarkan
letak dan macam kegiatan, ada dua macam ruang terbuka, yaitu :
• Publik Domain : Ruang terbuka yang letaknya diluar lingkup banguna
(external void), sehingga dapat dimanfaatkan oleh masyarakat umum
untuk berinteraksi sosial.
• Private Domain : Ruang terbuka yang letaknya di dalam lingkup
bangunan (internal void) yang dibatasi oleh kepemilikan.
Fungsi ruang terbuka dapat dijabarkan sebagai berikut:
• Fungsi umum:
− Tempat bersantai.
− Tempat komunikasi sosial.
− Tempat peralihan, tempat menunggu.
− Sebagai ruang terbuka untuk mendapatkan udara segar.
− Sebagai pembatas atau jarak diantara massa bangunan.
• Fungsi ekologis:
− Penyegaran udara.
− Penyerapan air hujan.
− Pengendalian banjir.
− Memelihara ekosistem tertentu.
− Pelembut arsitektur bangunan.

9
Harvey S. Perloff menyebutkan bahwa ruang terbuka (open space) pada
pembentukannya mempunyai fungsi:
− Menyediakan cahaya dan sirkulasi udara ke dalam bangunan terutama
bangunan tinggi di pusat kota.
− Menghadirkan kesan perspektif dan vista pada pemandangan kota
(urban scene), terutama pada kawasan padat di pusat kota.
− Menyediakan area rekreasi dengan bentuk aktivitas/kegiatan yang
spesifik.
− Melindungi fungsi ekologis kawasan.
− Memberikan bentuk sold-void kawasan kota.
− Sebagai area cadangan bagi pengguna dimasa mendatang (cadangan
area pengembangan).

Dilihat dari fungsi ruang terbuka tersebut, manfaat ruang terbuka baik
secara fisik perkotaan yang berkaitan dengan fungsi ekologi maupun secara sosial,
mempunyai arti penting terhadap keberlangsungan kota itu sendiri. Perencanan
ruang terbuka (open space) akan senantiasa terkait dengan perabot jalan/taman
(street furniture). Street furniture ini bisa berupa lampu, tempat sampah, papan
nama, bangku taman dan sebagainya. Dalam perencanaan ruang terbuka, langkah-
langkahnya adalah :
a. Survey pada daerah yang direncanakan untuk menentukan
kemampuan daerah tersebut untuk berkembang.
b. Rencana jangka panjang untuk mengoptimalkan potensi alami
(natural) kawasan sebagai ruang publik.
c. Pemanfaatan potensi alam kawasan dengan menyediakan sarana yang
sesuai.
d. Studi mengenai ruang terbuka untuk sirkulasi (open space
circulation) mengarah pada kebutuhan akan penataan yang
manusiawi.

10
Stephen Carr dalam bukunya Public Space, berpendapat mengenai
syarat-syarat ruang terbuka/publik, bahwa ruang publik harus bersifat responsif,
demokratis, dan bermakna. Ruang publik yang responsif artinya harus dapat
digunakan untuk berbagai kegiatan dan kepentingan luas. Secara demokratis
yang dimaksud adalah ruang publik itu seharusnya dapat dimanfaatkan
masyarakat umum tanpa harus terkotak-kotakkan akibat perbedaan sosial,
ekonomi, dan budaya. Bahkan, unsur demokratis dilekatkan sebagai salah satu
watak ruang publik karena ia harus dapat dijangkau (aksesibel) bagi warga
dengan berbagai kondisi fisiknya, termasuk para penderita cacat tubuh maupun
lansia.

2.5. Jalur pejalan kaki (pedestrian way)


Jalur pejalan kaki (pedestrian way) dipertimbangkan sebagai elemen
perancangan kota yang mempunyai nilai bagi terciptanya kenyamanan. Oleh
karena itu jalur pejalan kaki banyak dijumpai pada jalur perdagangan.
Jalur perdagangan juga mempunyai nilai untuk menghidupkan ruang kota.
Sistem pedestrian yang baik akan mengurangi ketergantungan pada kendaraan
bermotor di pusat kota, meningkatkan kualitas lingkungan dan mengenalkan
sistem skala manusia, membuat lebih banyak kegiatan perdagangan eceran dan
yang terakhir dapat memperbaiki kualitas udara.
Perubahan-perubahan rasio penggunaan jalan raya yang dapat
mengimbangi dan meningkatkan arus pejalan kaki dapat dilakukan dengan
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut :
a. Activity support (kegiatan pendukung) di sepanjang jalan, adanya
sarana komersial seperti toko, restoran, café.
b. Street furniture berupa pohon-pohon, rambu-rambu, lampu, tempat
duduk, dan sebagainya.

Dalam perancangannya, jalur pejalan kaki harus mempunyai syarat-syarat


untuk dapat digunakan dengan optimal dan memberi kenyamanan pada
penggunanya. Syarat-syarat tersebut adalah :

11
− Keseimbangan interaksi antara pejalan kaki dan kendaraan, aman dan leluasa
dari kendaraan bermotor dan ruang yang cukup nyaman bagi pejalan kaki yang
memakainya.
− Menyenangkan, dengan rute yang mudah dan jelas yang disesuaikan dengan
hambatan kepadatan pejalan kaki serta Fasilitas yang menawarkan kesenangan
disepanjang jalur pedestrian.
− Mudah, menuju segala arah tanpa hambatan yang disebabkan gangguan naik-
turun, ruang yang sempit dan penyerobotan fungsi lain.
− Faktor kenyamanan sebagai syarat yang penting dalam perancangan pedestrian
serta tersedianya fasilitas kenyamanan publik yang menyatu dan menjadi
elemen jalur pedestrian serta memiliki nilai estetika dan daya tarik, dengan
penyediaan sarana dan prasarana jalan (contoh : bangku, tempat sampah,
penerangan jalan, dll).

Prinsip perencanaan jalur pejalan kaki:


1) memudahkan pejalan kaki mencapai tujuan dengan jarak sedekat mungkin;
2) menghubungkan satu tempat ke tempat lain dengan adanya konektivitas dan
kontinuitas;
3) menjamin keterpaduan, baik dari aspek penataan bangunan dan lingkungan,
aksesilibitas antar lingkungan dan kawasan, maupun sistem transportasi;
4) mempunyai sarana ruang pejalan kaki untuk seluruh pengguna termasuk
pejalan kaki dengan berbagai keterbatasan fisik;
5) mempunyai kemiringan yang cukup landai dan permukaan jalan rata tidak
naik turun;
6) memberikan kondisi aman, nyaman, ramah lingkungan, dan mudah untuk
digunakan secara mandiri;
7) mempunyai nilai tambah baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan
bagi pejalan kaki;
8) mendorong terciptanya ruang publik yang mendukung aktivitas sosial, seperti
olahraga, interaksi sosial, dan rekreasi; dan
9) menyesuaikan karakter fisik dengan kondisi sosial dan budaya setempat,

12
seperti kebiasaan dan gaya hidup, kepadatan penduduk, serta warisan dan
nilai yang dianut terhadap lingkungan

Dalam perencanaan jalur pejalan kaki perlu memperhatikan kebutuhan


ruang jalur pejalan kaki, antara lain berdasarkan:
- dimensi tubuh manusia
- jarak minimum jalur pejalan kaki dengan bangunan
- kemiringan jalur pejalan kaki, dan
- ruang jalur pejalan kaki berkebutuhan khusus (bagi pejalan kaki yang
mempunyai keterbatasan fisik (difabel)

2.6. Pendukung aktifitas (activity support)


Pendukung adalah semua fungsi bangunandan kegiatan – kegiatan yang
mendukung ruang publik suatu kawasan kota. Bentuk, lokasi dan karakter suatu
kawasan yang memiliki ciri khusus akan berpengaruh terhadap fungsi,
penggunaan lahan dan kegiatan pendukungnya. Aktivitas pendukung tidak hanya
menyediakan jalan pedestrian atau plasa tetapi juga mempertimbangkan fungsi
utama dan penggunaan elemen – elemen kota yang dapat menggerakkan aktivitas.
Meliputi segala fungsi dan aktivitas yang memperkuat ruang terbuka
publik, karena aktivitas dan ruang fisik saling melengkapi satu sama lain.
Pendukung aktivitas tidak hanya berupa sarana pendukung jalur pejalan kaki atau
plaza tapi juga pertimbangankan guna dan fungsi elemen kota yang dapat
membangkitkan aktivitas seperti pusat perbelanjaan, taman rekreasi, alun-alun,
dan sebagainya.

Prinsip atau hal – hal yang harus diperhatikan dalam penerapan desain
activity support adalah :
a. Adanya koordinasi antara kegiatand engan lingkungan binaan yang
dirancang
b. Adanya keragaman intensitas kegiatan yang dihadirkan dalam suatu

13
ruang tertentu
c. Bentuk kegiatan memperhatikan aspek kontekstual
d. Pengadaan fasilitas lingkungan
e. Sesuatu yang terukur, menyangkut ukuran, bentuk dan lokasi dan
fasilitas yang menampung activity support yang bertitiktolak dari skala
manusia.

2.7. Penandaan (signage)


Penandaan (signage) adalah segala sesuatu yang secara fisik dapat
menginformasikan sesuatu pesan tertentu kepada masyarakat kota. Bentuk dari
penandaan (signage) secara fisik merupakan sesuatu yang mudah untuk dibaca
(legibility). Penandaan yang dimaksud adalah petunjuk arah jalan, rambu lalu
lintas, media iklan, dan berbagai bentuk penandaan lain.
Keberadaan penandaan akan sangat mempengaruhi visualisasi kota, baik
secara makro maupun mikro, jika jumlahnya cukup banyak dan memiliki karakter
yang berbeda. Sebagai contoh, jika banyak terdapat penandaan dan tidak diatur
perletakannya, maka akan dapat menutupi fasad bangunan di belakangnya.
Dengan begitu, visual bangunan tersebut akan terganggu. Namun, jika dilakukan
penataan dengan baik, ada kemungkinan penandaan tersebut dapat menambah
keindahan visual bangunan di belakangnya. Dalam perancangan penandaan
(signage) yang perlu diatur adalah ukuran dan kualitas desain. Selain itu
penandaan (signage) juga dapat dijadikan sebagai landmark yang berfungsi
sebagai orientasi di dalam sebuah kawasan. Pemasangan penandaan haruslah
dapat menjaga keindahan visual bangunan pada area/kawasan.
Penandaan mempunyai pengaruh penting pada desain tata kota sehingga
pengaturan bentuk dan perletakan papan-papan petunjuk sebaiknya tidak
menimbulkan pengaruh visual negatif dan tidak mengganggu rambu-rambu lalu
lintas.

14
Dalam pemasangan penandaan (signage) harus memperhatikan pedoman
teknis sebagai berikut:
− Penggunaannya harus dapat mencerminkan/merefleksikan karakter dari
suatu area/kawasan.
− Penggunaan dan keberadaannya harus harmonis dengan bangunan
arsitektur di sekitar lokasi.
− Pembatasan besar ukuran penandaan agar tidak mendominasi
pemandangan yang ada si sebuah area/kawasan.
− Ruang (jarak dan ukuran) yang memadai dan diatur sedemikian rupa,
untuk menjamin jarak penglihatan dan menghindari ketidakteraturan
dengan elemen atau signage yang lain.
− Tidak mencolok atau menyilaukan, pembatasan penggunaan lampu hias
kecuali penggunaan khusus untuk empat hiburan,theatre, tempat
pertunjukkan dan sebagainya (tingkat terangnya harus diatur agar tidak
mengganggu).

2.8. Preservasi dan Konservasi


Preservasi dalam perancangan kota adalah perlindungan terhadap
lingkungan tempat tinggal (permukiman) dan urban places (alun-alun, plasa, area
perbelanjaan) yang ada dan mempunyai ciri khas, seperti halnya perlindungan
terhadap bangunan bersejarah. Manfaat dari adanya preservasi antara lain:
a. Peningkatan nilai lahan
b. Peningkatan nilai lingkungan
c. Menghindarkan dari pengalihan bentuk dan fungsi karena aspek komersial
d. Menjaga identitas kawasan perkotaan
e. Peningkatan pendapatan dari pajak dan retribusi

Pada dasarnya kegiatan konservasi dan preservasi terhadap suatu


bangunan bersejarah dalam lingkungan perkotaan sudah diatur oleh Badan
Warisan Dunia dibawah UNESCO.

15
Prinsip-prinsip kegiatan konservasi dan preservasi menurut Piagam Burra
(2003) antara lain:
1) Tujuan akhir dari konservasi dan preservasi adalah mempertahankan nilai
estetika, sejarah, ilmu pengetahuan dan sosial sebuah tempat dan
mencakup faktor pengamanan, pemeliharaan akan bangunan dimasa yang
akan datang.
2) Konservasi dan preservasi didasarkan pada rasa penghargaan terhadap
kondisi awal material fisik dan sebaiknya dengan intervensi sesedikit
mungkin. Dibutuhkan penelusuran lebih lanjut mengenai perbaikan dan
perlakuan yang telah ada sehingga tetap mempertahankan sejarah.
3) Diperlukan disiplin ilmu yang dapat memberikan kontribusi terhadap studi
dan pelestariannya.
4) Harus mempertimbangkan seluruh aspek tanpa mengutamakan salah
satunya.
5) Konservasi dan preservasi harus dilakukan melalui penyelidikan lanjut
yang akan menjadi prasyarat penting untuk menetapkan kebijakan
selanjutnya.
6) Kebijakan konservasi akan menentukan kegunaan apa yang paling tepat.
7) Konservasi membutuhkan pemeliharaan yang layak terhadap tampak fisik
dari bangunan. Pemeliharaan yang boleh dilakukan adalah yang tidak
merusak atau mengurangi bagian dari bangunan tersebut. Penyisipan dan
penambahan diperbolehkan namun sesuai dengan ketentuan yang telah
ada.
8) Sebuah bangunan atau sebuah karya sebaiknya tetap ada pada lokasi
bersejarahnya. Pemindahan seluruh maupun sebagian tidak dapat
dilakukan kecuali hal tersebut merupakan satu-satunya jalan untuk tetap
melestarikan bangunan atau karya tersebut.
9) Pemindahan isi yang membentuk bagian dari signifikasi cultural dari
sebuah tempat pada dasarkan tidak dapat diterima.

16
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Menurut Hamid Shirvani dalam bukunya “The Urban Design Process”
terdapat delapan elemen perancangan kawasan yaitu :
o Tata guna lahan (land use),
o bentuk dan massa bangunan (building form and massing),
o sirkulasi dan ruang parkir (circulation and parking),
o ruang terbuka (open space),
o jalur pejalan kaki (pedestrian)
o aktivitas pendukung (activity support)
o penandaan (signage) dan
o preservasi dan konservasi

17
DAFTAR PUSTAKA

https://en.wikipedia.org/wiki/Urban_design diakses pada 13 Oktober 2019

https://www.dekoruma.com/artikel/83932/mengenal-urban-design diakses pada 13


Oktober 2019

http://arsitek-indo.blogspot.com/2016/11/8-elemen-perencanaan-kota.html
diakses pada 13 Oktober 2019

http://pondasi-marege.blogspot.com/2016/05/proses-perancangan-kota-menurut-
hamid.html diakses pada 13 Oktober 2019

18

Anda mungkin juga menyukai