Anda di halaman 1dari 106

EVALUASI PEMERIKSAAN USG PADA APENDISITIS DI RUMAH

SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG JAKARTA

SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat menyelesaikan Pendidikan Diploma 4 Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan
Jakarta II Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Terapan

DISUSUN OLEH :

AULIA NURISNAENI
NPM : P2.31.30.1.12.004

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4


JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II
2016
INTISARI

PROGRAM STUDI DIPLOMA 4


TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI JURUSAN TEKNIK
RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
POLITEKNIK KESEHATAN JAKARTA II

SKRIPSI, 2016
AULIA NURISNAENI
EVALUASI PEMERIKSAAN USG PADA APENDISITIS DI RUMAH
SAKIT UMUM DAERAH CENGKARENG JAKARTA
xiv, V BAB, 60 Halaman, 44 Gambar, 20 Lampiran

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi mengenai


prosedur persiapan pasien, persiapan alat, posisi pasien, teknik skening dan hasil
gambaran pemeriksaan USG pada apendisitis di RSUD Cengkareng Jakarta.

Desain penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan melakukan studi


kasus berupa pengamatan langsung di lapangan. Penelitian dilakukan di Instalasi
Radiologi RSUD Cengkareng Jakarta dengan populasi penelitian diambil dari
seluruh jumlah pemeriksaan USG abdomen selama bulan Desember 2015 sampai
Januari 2016 dengan sampel penelitian sebanyak 3 orang pasien.

Dari hasil penelitian didapatkan bahwa pemeriksaan USG pada apendisitis di


RSUD Cengkareng Jakarta terdapat 2 jenis pemeriksaan, yaitu pasien yang
melakukan persiapan khusus sebelum pemeriksaan dengan melakukan puasa
makan selama 4 jam serta menahan buang air kecil selama 2 jam dan pasien
darurat yang dapat melakukan pemeriksaan langsung tanpa persiapan khusus,
teknik pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser konveks dan
posisi pasien supine di atas tempat tidur pemeriksaan. Skening hanya terfokus
pada organ apendiks di daerah mc burney. Hasil sonogram pada apendisitis
memperlihatkan struktur hipoekhoik berbentuk bulat dengan struktur anekhoik
melingkar seperti cincin (doughnut sign) di proyeksi transversal dan berbentuk
tubular (sosis sign) di proyeksi longitudinal. Diameter apendiks melebihi batas
normal (≥ 6 mm) tanpa pergerakan peristaltik. Pada apendisitis perforasi terlihat
struktur hipoekhoik berbatas tidak tegas dengan struktur kompleks di dalamnya.
Selain itu gambaran apendisitis juga memperlihatkan struktur hipoekhoik
inhomogen di daerah mc burney jika dibandingankan dengan daerah iliaka kiri
yang lebih homogen.

Kata kunci : Ultrasonografi abdomen, Apendisitis


Daftar bacaan : 22 (1996-2015)

vi
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang senantiasa memberikan
nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan
judul Evaluasi Pemeriksaan USG pada Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah
Cengkareng Jakarta Tahun 2016 ini tepat pada waktunya. Skripsi ini diajukan
dalam rangka menyelesaikan Pendidikan Program Studi Diploma 4 Teknik
Radiodiagnostik dan Radioterapi untuk memperoleh Gelar Sarjana Terapan.

Berbagai kendala dan hambatan tentu saja ada dalam proses penyusunan
skripsi ini, namun hal tersebut mampu penulis lalui dan tak lepas dari dukungan,
pengarahan dan bimbingan dari berbagai pihak, oleh karena itu dalam kesempatan
ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Allah SWT yang telah memberikan segala karunia dan rahmatnya.


2. Kedua orangtua tercinta Bapak Hasanudin Jaya dan Ibu Sri Wahyuni, serta
kakak dan adikku tersayang yang terlah memberikan semangat dan
dukungan serta doa selama ini.
3. Dra. Hj. Gando Sari, M.Kes selaku Ketua Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II dan dosen
pembimbing teknik.
4. Drs. Win Priantoro, B.Sc selaku dosen pembimbing materi.
5. Drs. Suhartono BP, DFM selaku dosen penguji skripsi.
6. Seluruh dosen dan staff Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II
khususnya jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi.
7. dr. Rosiana Anneke Sjahruddin, Sp.Rad selaku Kepala Instalasi Radiolodi
RSUD Cengkareng Jakarta.
8. dr. Lestari W. Soewarto, Sp.Rad, dr. Josef Parsaulian Siregar, Sp.Rad dan
dr. Ade Indrawan Irdam, Sp.Rad terimakasih atas bimbingannya.
9. Sri Rebekka Banjarnahor, S.ST selaku sonografer pembimbing di RSUD
Cengkareng Jakarta.
10. Seluruh radiografer, staff administrasi Instalasi Radiologi dan staff
laboratorium RSUD Cengkareng Jakarta yang telah membantu.

viii
11. Teman-teman D4 angkatan tahun 2012 Jurusan Teknik Radiodiagnostik
dan Radioterapi yang selalu memberikan dukungan dan semangat.
12. Cibi-cibiku Tasya, Ayus, Novi, Vellyn dan Ulan yang selalu setia
mendengarkan curahan hati dan memberikan semangat.
13. Teman-teman seperjuangan peminatan USG DIV TRO 2012, Lala dan
Bagas yang selalu memberikan masukan, inspirasi dan semangat.
14. Teman seperjuangan bimbingan materi dan teknik Dwi Putri Mitha, yang
selalu memberikan semangat, masukan dan setia menunggu.
15. Senior-senior USG yang banyak memberikan masukan, nasihat dan
dukungan.
16. Marteza Sumendra, Ajeng Ambarwati dan semua sahabat yang selalu
menjadi mood booster kapanpun dan dimanapun.

Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih banyak kekurangan dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, penulis mohon kritik dan saran yang bersifat
membangun guna kesempurnaan Skripsi ini. Penulis berharap semoga Skripsi ini
dapat bermanfaat dalam menambah wawasan pengetahuan bagi penulis dan semua
pihak yang membacanya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Jakarta, 01 Juli 2016

Penulis

ix
DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .......................................................... ii


PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ iii
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................. iv
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. v
INTISARI .......................................................................................................... vi
ABSTRACT ....................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Batasan Masalah...................................................................................... 4
D. Tujuan Penelitian .................................................................................... 4
1. Tujuan Umum ................................................................................... 4
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 4
E. Manfaat Penelitian .................................................................................. 4
1. Teoritis .............................................................................................. 4
2. Praktis ................................................................................................ 4
F. Keaslian Penelitian .................................................................................. 5
BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP .............................. 6
A. Kajian Teori ............................................................................................ 6
1. Prosedur Pemeriksaan USG pada Apendisitis .................................. 6
2. Teknik Pemeriksaan USG pada Apendisitis ..................................... 9
a. Anatomi Apendiks ...................................................................... 9
b. Patologi Apendistis ..................................................................... 11
c. Teknik Skening USG pada apendsitis ......................................... 15
d. Sonoanatomi Apendiks ............................................................... 18
3. Hasil Gambaran USG Abdomen pada Apendisitis ........................... 21
B. Kerangka Konsep .................................................................................... 30
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 31
A. Desain Penelitian ..................................................................................... 31
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 31
C. Populasi dan Sampel ............................................................................... 31
D. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 31
E. Instrumen Penelitian ................................................................................ 32
F. Pengolahan dan Analisis Data ................................................................. 33
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 34
A. Hasil Penelitian ....................................................................................... 34
B. Pembahasan ............................................................................................. 51

x
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN.........................................................................58
A. Kesimpulan..................................................................................................................58
B. Saran..............................................................................................................................59
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
LAMPIRAN
LEMBAR KONSULTASI

xi
DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1 Transduser pemeriksaan USG apendiks.........................................6
Gambar 2.2 Posisi pasien dan area skening pemeriksaan USG
apendiks...................................................................................................7
Gambar 2.3 Anatomi apendiks..................................................................................9
Gambar 2.4 Titik mc burney......................................................................................10
Gambar 2.5 Variasi posisi apendiks.........................................................................11
Gambar 2.6 Teknik skening apendiks.....................................................................15
Gambar 2.7 Area skening untuk mengevaluasi apendiks posisi supine
dengan teknik penekanan....................................................................16
Gambar 2.8 Teknik penekanan dengan kompresi manual posisi
supine........................................................................................................16
Gambar 2.9 Teknik penekanan dengan kompresi manual posisi
LLD...........................................................................................................17
Gambar 2.10 Apendiks normal potongan transversal dan longitudinal..........19
Gambar 2.11 Apendiks normal....................................................................................19
Gambar 2.12 Apendiks normal potongan longitudinal dan transversal
dengan diamater 3,2 mm.....................................................................20
Gambar 2.13 Apendiks normal potongan longitudinal........................................20
Gambar 2.14 Apendisitis potongan transversal dan longitudinal
dengan penebalan dinding apendiks................................................21
Gambar 2.15 Skening longitudinal dan transversal apendisitis.........................22
Gambar 2.16 Gambaran USG apendikolit...............................................................22
Gambar 2.17 Skening transversal apendisitis akut dengan diameter
diameter 12..............................................................................................23
Gambar 2.18 Apendisitis dengan obstruksi fekalit dan inflamasi....................23
Gambar 2.19 Apendisitis perforasi akut...................................................................24
Gambar 2.20 Abses apendiks.......................................................................................24
Gambar 2.21 Skening transversal dan longitudinal pada apendisitis..............25
Gambar 2.22 Gambaran apendikolit dengan struktur hiperekhoik berada
di dalam lumen apendiks....................................................................25
Gambar 2.23 Hipervaskularisasi pada dinding apendiks dengan
penggunaan color doppler..................................................................25
Gambar 2.24 Apendisitis perforasi dengan sekumpulan cairan
di periapendiks.......................................................................................26
Gambar 2.25 Apendisitis pada potongan longitudinal dan transversal...........26
Gambar 2.26 Apendisitis pada potongan transversal dengan sekumpulan
cairan di periapendiks..........................................................................27
Gambar 2.27 Apendisitis akut pada potongan longitudinal................................27
Gambar 2.28 Apendisitis akut dengan fecalith dan pembesaran apendik
pada potongan longitudinal................................................................28
Gambar 2.29 Apendisitis akut pada potongan longitudinal dengan
menggunakan color doppler..............................................................28

xii
Gambar 2.30 Apendisitis pada potongan longitudinal dengan
diameter 10 mm 29
Gambar 2.31 Apendikolit..............................................................................................29
Gambar 2.32 Abses apendiks potongan longitudinal dan transversal
dengan struktur heterogen akibat dari ruptur apendiks 29
Gambar 2.33 Skema kerangka konsep......................................................................30
Gambar 4.1 Ruang pemeriksaan USG RSUD Cengkareng Jakarta...............36
Gambar 4.2 Pesawat Philips HD15 Pure Wave....................................................37
Gambar 4.3 Transduser konveks..............................................................................38
Gambar 4.4 Printer B/W merk Mitsubishi.............................................................38
Gambar 4.5 Kertas print USG Merk SONY.........................................................39
Gambar 4.6 Peralatan penunjang pemeriksaan USG.........................................39
Gambar 4.7 Hasil gambaran USG An. IA daerah mc burney..........................48
Gambar 4.8 Hasil gambaran USG An. IA daerah mc burney dan
iliaka kiri 49
Gambar 4.9 Hasil gambaran USG Tn. J daerah mc burney.............................50
Gambar 4.10 Hasil gambaran USG Tn. J daerah mc burney dan
iliaka kiri 50
Gambar 4.11 Hasil gambaran USG Tn. SP daerah mc burney..........................51

xiii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Izin Observasi Rumah Sakit


Lampiran 2 Surat Persetujuan Etik (Ethical Approval)
Lampiran 3 Pedoman Wawancara Dokter Spesialis Radiologi
Lampiran 4 Transkrip Wawancara Mendalam Dengan Responden 1
Lampiran 5 Transkrip Wawancara Mendalam Dengan Responden 2
Lampiran 6 Pedoman Wawancara Mendalam Dengan Sonografer
Lampiran 7 Transkrip Wawancara Mendalam Dengan Responden 3
Lampiran 8 Naskah Penjelasan
Lampiran 9 Inform Consent
Lampiran 10 Lembar Permintaan Pemeriksaan USG An. IA
Lampiran 11 Lembar Hasil Ekspertisi An. IA
Lampiran 12 Hasil Laboratorium Patologi Anatomi An. IA
Lampiran 13 Lembar Permintaan Pemeriksaan USG Tn. J
Lampiran 14 Lembar Hasil Ekspertisi Tn. J
Lampiran 15 Lembar Permintaan Pemeriksaan USG Tn. SP
Lampiran 16 Lembar Hasil Ekspertisi Tn. SP
Lampiran 17 Hasil Laboratorium Patologi Anatomi Tn. SP
Lampiran 18 Lembar Kerja Penelitian
Lampiran 19 Tabel Perencanaan Penelitian
Lampiran 20 Lembar Konsultasi

xiv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Mary Baradero, Mary Wilfird dan Yakobus ultrasonografi adalah
suatu pemeriksaan non invasif yang memanfaatkan gelombang suara yang
disalurkan melalui alat-alat ke dalam tubuh kemudian dipantulkan dan hasilnya
dapat dilihat melalui layar monitor. Pemeriksaan ini dapat mengetahui adanya
metastasis dan abses di hati, serta sangat bermanfaat untuk pemeriksaan
(1)
saluran empedu, pankreas, limpa dan jaringan retroperitoneum.
Radiologi merupakan salah satu pelayanan penunjang medis yang dapat
melakukan pemeriksaan USG, salah satunya adalah pemeriksaan abdomen.
Dalam pemeriksaan USG abdomen, pada umumnya organ yang dapat
dievaluasi antara lain hati, kantung empedu, ginjal, pembuluh darah aorta,
pankreas, limpa, kandung kemih dan kelanjar prostat atau rahim. Pada
pemeriksaan USG abdomen dengan kasus apendisitis, apendiks menjadi organ
tambahan untuk dilakukan evaluasi. Apendisitis merupakan penyebab nyeri
abdomen akut yang paling sering ditemukan di bidang bedah dan memerlukan
(13)
tindak pembedahan segera untuk mencegah terjadinya komplikasi. USG
dimanfaatkan sebagai modalitas utama dalam menentukan diagnosa apendisitis
karena mampu menditeksi adanya apendisitis secara cepat dengan tingkat
(7)
akurasi 70% hingga 90%. Selain itu USG juga bersifat non invasif dan non
radiasi sehingga pemeriksaan USG aman dilakukan pada anak-anak dan wanita
(9)
hamil. Pengalaman dan pengetahuan dari seorang sonografer berperan sangat
penting pada ketepatan diagnosa apendisitis.
USG abdomen dengan klinis apendisitis merupakan salah satu pemeriksaan
yang sering dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.
Berdasarkan pengalaman di lapangan permintaan USG abdomen dengan diagnosa
apendisitis pada bulan Desember 2015 hingga Januari 2016 berjumah 103 pasien
dari 826 pasien yang melakukan tindakan USG abdomen. Dalam setiap hari paling
tidak terdapat 1 hingga 2 orang pasien yang melakukan pemeriksaan USG
abdomen dengan klinis apendisitis, sebagian besar pemeriksaan ini dilakukan pada
pasien darurat yang membutuhkan

1
2

pelayanan cepat. Dalam penatalaksanaan di lapangan masih sering kali ditemui


kesulitan dalam memvisualisasikan gambaran apendiks serta keraguan dalam
menilai kelainan pada apendiks.
Untuk mendapatkan hasil gambaran ultrasonografi yang baik dan dapat
memberikan nilai diagnosa yang akurat dan informatif, maka diperlukan
beberapa aspek yaitu pengetahuan dan penguasaan alat, penguasaan teknik
skening, memahami anatomi normal dan kelainannya pada gambran USG serta
memiliki ketelitian dalam pengambilan gambaran USG khususnya pada
apendisitis, sehingga dapat mencegah tidak terlihatnya suatu gambaran USG
apabila ditemukan kelainan pada organ yang diperiksa. Sonografer dituntut
memiliki kemampuan teknik skening yang baik dalam menditeksi kelainan dan
menghasilkan gambaran USG yang optimal, sehingga mampu membantu
dokter spesialis radiologi dalam menegakkan diagnosa. Komunikasi antara
sonografer dan dokter spesialis radiologi juga harus terus dilakukan agar tidak
terjadi kesalahan dalam mendiagnosa, dengan demikian hasil diagnosa akan
menjadi akurat dan informatif.
Teknik skening yang dilakukan pada pameriksaan apendiks memiliki
perbedaan dengan pemeriksaan pada umumnya, menurut Valesky, Aponte dan
Secko di dalam jurnalnya pemeriksaan apendiks dilakukan dengan skening
proyeksi transversal dan longitudinal di daerah mc burney. Skening terfokus di
bagian mc burney dengan melakukan sweeping ke arah superior dan inferior.
Muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka dapat dijadikan sebagai landmark
pada pengambilan gambaran, karena pada umumnya apendiks berada di
anterior dari organ tersebut. Dilakukan pengukuran diameter apendiks yang
dapat dilakukan pada gambaran proyeksi transversal atau longitudinal.
Pengukuran dilakukan dari dinding terluar ke dinding terluar apendiks.
Penekanan saat skening di daerah mc burney dapat dilakukan untuk
mengurangi jarak antara transduser dengan apendiks dan menggeser udara
yang berada di usus agar artefak dari udara dapat berkurang. Apabila teknik ini
kurang membantu visualisasi apendiks, maka penambahan penekanan secara
manual dengan menggunakan tangan kiri dapat dilakukan di posterior mc
burney saat skening dilakukan, teknik ini dapat membantu untuk visualisasi
3

variasi letak apendiks pre-ileum dan post-ileum. Posisi lateral decubitus kiri
(LLD) juga dapat dijadikan alternatif untuk mempermudah visualisasi variasi
letak apendiks retrosekum dan visualisasi apendiks pada ibu hamil karena
(22)
posisi uterus akan menjauhi daerah mc burney.
Sesuai yang dikemukanan Melanie P. Hiors dan Christine M. Hall di
dalam bukunya bahwa gambaran normal apendiks memperlihatkan adanya
struktur anekhoik pada submukosa apendiks yang berbentuk seperti cincin,
dengan bagian tip dan base apendiks yang tidak terlihat. Pada gambaran real
time tidak menunjukan adanya pergerakan peristaltik. Diameter apendiks
normal tidak melebihi 6 mm. Identifikasi ini merupakan indikasi yang akurat
untuk menyatakan bahwa apendiks tersebut normal. Pada 99% kasus, keahlian
dari sonografer mempengaruhi dalam penentuan apendisitis. Sedangkan
apendisitis pada gambaran USG akan menunjukan adanya pembengkakan
diameter apendiks yang berlebih yaitu melebihi 6 mm dan ketebalan
submukosa atau dinding apendiks ± 3 mm (98% kasus). Pada gangren dan
abses apendiks akan terlihat adanya kumpulan cairan bebas di sekitar apendiks.
(8)

Dalam penelitian ini, penulis menjabarkan secara lengkap tentang


prosedur persiapan pasien, persiapan alat, posisi pasien saat pemeriksaan,
teknik skening dan hasil gambaran dari pemeriksaan USG pada apendisitis.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas, maka penulis
tertarik untuk mengangkat judul “Evaluasi Pemeriksaan USG pada
Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka
formulasi masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
prosedur persiapan pasien, persiapan alat dan posisi pasien yang digunakan,
teknik skening yang dilakukan dan hasil gambaran yang dihasilakan dari
pemeriksaan USG pada apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng
Jakarta?”.
4

C. Batasan Masalah
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta
dengan batasan masalah meliputi evaluasi prosedur persiapan pasien, persiapan
alat dan posisi pasien saat pemeriksaan, teknik skening dan hasil gambaran
pemeriksaan USG pada apendisitis.

D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi penatalaksanaan pemeriksaan USG
pada apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi prosedur persiapan pasien,
persiapan alat dan posisi pasien yang digunakan dari pemeriksaan USG pada
apendisitis.
b. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi teknik skening yang dilakukan dari
pemeriksaan USG pada apendisitis.
c. Untuk mendeskripsikan dan mengevaluasi hasil gambaran yang dihasilkan dari
pemeriksaan USG pada apendisitis.

E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Dapat mengembangkan pengetahuan, wawasan, serta menjadi referensi
mengenai penatalaksanaan pemeriksaan USG pada apendisitis.
2. Manfaat Praktis
Dapat digunakan sebagai referensi dalam menghasilkan gambaran USG
pada apendisitis yang benar sehingga dapat menegakkan diagnosa secara tepat
dan akurat serta digunakan dalam mengembangkan pelayanan USG, khususnya
untuk pemeriksaan USG pada kasus apendisitis yang akan bermanfaat bagi
pelayanan di rumah sakit, maupun para sonografer yang melakukannya.
5

F. Keaslian Penelitian
Belum pernah dilakukan penelitian dengan judul “ Evaluasi Pemeriksaan
USG pada Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta “
dari segi aspek masalah penelitian, tujuan penelitian, tempat dan waktu
penelitian, kerangka konsep, hipotesis, rancangan penelitian, populasi dan
sampel, instrument penelitian, teknik pengumpulan, pengolahan dan analisis
data penelitian.
BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEP

A. Kajian Teori
1. Prosedur Pemeriksaan USG pada Apendisitis
a. Menurut P.E.S Palmer (2002)
1) Persiapan pasien
Pasien tidak boleh mendapatkan apapun lewat mulut selama 8 jam
sebelum pemeriksaan dilakukan. Jika diperlukan cairan untuk mencegah
dehidrasi, hanya air mineral yang boleh diberikan. Bila gejalanya akut,
pemeriksaan dapat langsung dilakukan. Pada bayi jika keadaannya
memungkinkan, tidak diperbolehkan mendapat apapun lewat mulut selama 3
sampai 4 jam sebelum pemeriksaan dilakukan.
2) Persiapan alat
Siapkan jeli USG. Gunakan transduser 3,5 MHz bagi orang dewasa dan
transduser 5 MHz atau 7,5 MHz bagi anak-anak atau orang dewasa yang
memiliki badan kurus. Jika tersedia, sebaiknya menggunakan transduser
curvilinear atau sektor.

Gambar 2.1 Pemilihan transduser pemeriksaan USG apendiks


(Sumber: P.E.S Palmer)
3) Posisi pasien
Pasien berbaring dengan nyaman pada bagian punggungnya atau
terlentang. Kepala berada di atas bantalan, jika terdapat rasa nyeri yang cukup
hebat pada daerah abdomen, sebuah bantal kecil dapat diletakan di bawah lutut
pasien agar daerah abdomen manjadi nyaman. Lumuri jeli pada abdomen
bagian kanan bawah. Pasien dapat bernafas secara perlahan-lahan selama
(3)
dilakukannya pemeriksaan.

6
7

Gambar 2.2 Posisi pasien dan area skening pemeriksaan USG


abdomen pada apendiks (Sumber: P.E.S Palmer)

b. Menurut Valesky, Aponte dan Secko (2012)


1) Persiapan pasien
Jika gejalanya akut, pemeriksaan USG dapat langsung dilakukan tanpa ada
persiapan terlebih dahulu. Pemeriksaan pada apendisitis sering kali datang dari
unit gawat darurat sehingga pemeriksaan dapat langsung dilakukan.
2) Persiapan alat
Pemeriksaan menggunakan transduser linier dengan frekuensi tinggi, hal
ini bertujuan agar tervisualisasinya daerah anterior dari dinding abdomen
hingga area yang terasa sakit pada bagian terdalam.
3) Posisi pasien
Pasien diharuskan dalam posisi berbaring diatas tempat tidur saat
(22)
dilakukan pemeriksaan. Dengan kepala berada pada bantalan.

c. Menurut Alice Chao dan Laleh Gharahbaghian (2014)


1) Persiapan pasien
Dalam keadaan darurat pemeriksaan dapat langsung dilakukan tanpa
persiapan terlebih dahulu. Keadaan kandung kemih yang terisi penuh
disarankan, karena akan membantu menegakkan diagnosa apabila terjadi
kelainan pada ovarium.
2) Pesiapan alat
Pemeriksaan menggunakan transduser frekuensi tinggi atau menggunakan
transduser curvilinear dengan visualisasi yang lebih dalam untuk menditeksi
apendiks. Penggunaan transduser linier disarankan karena memiliki area
skening yang lebih luas sehingga mampu menghasilkan gambaran apendiks
yang lebih baik.
8

3) Posisi pasien
Dalam pemeriksaan apendiks, pasien diposisikan supine di atas tempat
tidur pemeriksaan. Sebuah bantalan kecil dapat diletakkan di bawah lutut
(6)
pasien agar otot-otot daerah abdomen menjadi nyaman.

d. Menurut WHO (2011)


1) Persiapan pasien
Pada umumnya pemeriksaan USG untuk memperlihatkan saluran
pencernaan besar tidak membutuhkan persiapan khusus.
2) Persiapan alat
Penggunaan transduser frekuensi 3-5 MHz digunakan pada awal
pemeriksaan untuk evaluasi organ abdomen seperti hati dan kantung empedu.
Selanjutnya pemilihan transduser frekuensi 5-7,5 MHz sangat disarankan
untuk visualisasi organ small-parts seperti apendiks.
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan supine atau tidur terlentang di atas tempat tidur
(10)
pemeriksaan dengan bagian kepala berada di bantalan.

e. Menurut Rose De Bruyn (2005)


1) Persiapan pasien
Idealnya pemeriksaan USG abdomen pada anak-anak dilakukan dengan
persiapan puasa terlebih dahulu agar kantung empedu terisi penuh cairan
empedu dan mengurangi gas di saluran pencernaan. Air mineral dapat
dikonsumsi agar kandung kemih terisi penuh dengan urin, sehingga
pemeriksaan daerah pelvis dapat dilakukan secara maksimal.
2) Persiapan alat
Transduser konveks dapat digunakan untuk pemerkisaan apendiks, namun
penggunaan transduser linier dengan frekuensi 7 MHz sangat disarankan
karena mampu menvisualisakikan gambaran apendiks yang lebih baik.
3) Posisi pasien
Pasien diposisikan supine di atas tempat tidur pemeriksaan. Posisi lateral
(5)
dekubitus kiri (LLD) dilakukan untuk evaluasi apendiks letak retrosekum.
9

2. Teknik Pemeriksaan USG pada Apendisitis


Dalam interpretasi gambar USG, sangat penting untuk memahami teknik
skening yang baik sehingga mampu menghasilkan gambaran yang informatif
dan memiliki nilai diagnosa yang akurat. Organ yang diperiksa pada
pemeriksaan USG dengan klinis apendisitis terfokus pada satu organ yaitu
apendiks.
a. Anatomi Apendiks
Apendiks merupakan organ berbentuk tabung yang berada di bagian
medial sekum dan terhubung langsung melalui lubang ostium apendiks,
memilki panjang rata-rata ± 9 cm dan lebar ± 5 mm. Apendiks memiliki lumen
sempit dibagian proksimal dan melebar pada bagian distal dengan lapisan
submukosa yang banyak mengandung jaringan limfatik. Suplai darah apendiks
berasal dari arteri mesenterika superior yang bercabang menjadi ateri ileokolik
yang kemudian bercabang menjadi arteri apendicular, sedangakan aliran darah
balik apendiks akan dibawa oleh vena ileokolik menuju vena mesenterika
superior yang akan bermuara ke vena porta.Apendiks menghasilkan lendir ± 1-
2 ml per hari, lendir tersebut secara normal akan dikeluarkan ke dalam lumen
dan selanjutnya mengalir ke sekum.
Vena Vena porta
mesenterika
superior
Arteri
Vena ileokolik mesenterika
superior
Kolon
asendens Terminal ileum

Sekum Ileum

Arteri iliaka Apendiks

Vena iliaka
Muskulus psoas

Tulang iliaka

Gambar 2.3 Anatomi apendiks (Sumber: Atlas of Human Anatomy)


10

Pada umumnya apendiks berada di daerah fosa iliaka kanan, yaitu lateral

garis imajiner yang menghubungkan spina iliaka anterior superior (SIAS) dan
(14)(19)(20)
umbilikus yang biasa disebut sebagai titik mc burney.

Garis midclavicula kanan

Umbilikus
Titik mc burney

Garis transtuberkular

Bagian tengah dan ujung apendiks berada


2cm inferior dari titik mc burney
Gambar 2.4 Titik mc burney (Sumber: Vishram Singh)

Secara anatomi apendiks memiliki beberapa variasi posisi/ letak, yaitu :


1) Posisi retrosekum
Posisi apendiks mengarah ke arah superior arah jarum jam 12, apendiks
melintas ke arah belakang sekum dan kolom asendens. Variasi posisi ini
merupakan posisi yang paling umum dengan persentase 65,28%.
2) Posisi pelvis
Posisi apendiks mengarah ke inferior dan medial menuju pelvis arah jarum
jam 4. Variasi posisi pelvis terjadi pada 31,01% kasus.
3) Posisi parasekum
Posisi apendiks mengarah ke superior dan melintasi sisi kanan kolon
asendens arah jarum jam 11, variasi posisi ini terjadi pada 2% kasus.
4) Posisi midingunial/ subsekum
Posisi apendiks mengarah ke inferior menuju ligamen inguinal arah jarum
jam 6. Posisi ini terjadi pada 2% kasus.
5) Posisi pre-ileum
Posisi apendiks melintasi bagian superior terminal ileosekum arah jarum
jam 2. Posisi ini paling berbahaya jika terjadi peradangan karena paradangan
akan mudah menyebar ke rongga peritoneum. Posisi ini terjadi pada 1% kasus.
11

6) Posisi post-ileum
Posisi apendiks melintasi bagian inferior terminal ileosekum arah jarum
jam 2. Posisi ini juga paling berbahaya jika terjadi peradangan karena
paradangan akan mudah menyebar ke rongga peritoneum. Posisi ini terjadi
pada 0,4% kasus.
7) Posisi promontorium
Posisi apendiks mengarah ke promontorium sakrum arah jarum jam 3.
(20)
Kasus ini ditemukan kurang dari 1%.

Posisi retrosekum
Posisi pre-ileum

Posisi post-ileum
Posisi parasekum Terminal ileosekum

Posisi promontorium
Posisi midinguinal/
subsekum Posisi pelvis

Retrosekum

Parasekum
Pre-ileum dan post-ileum

Promontorium

Pelvis

Midinguinal/ subsekum
Gambar 2.5 Variasi posisi apendiks (Sumber: Vishram Singh)
b. Patologi Apendisitis
1) Menurut Donna Rae Siegfriend (2004)
Apendiks memiliki struktur yang terlihat seperti cacing. Bagian ini
melekat dengan sekum. Saat terjadi transfer kyme dari ileosekum ke kolon,
terdapat kemungkinan beberapa material masuk ke dalam rongga apendiks.
Pada umumnya material yang masuk ke rongga apendiks tidak dapat keluar
kembali. Jika material tersebut berada di rongga apendiks dalam waktu lama
maka dapat menyebabkan peradangan dan infeksi atau apendisitis.
12

Apendisitis dapat terjadi secara tiba-tiba dan dianggap sebagai keadaan


darurat dalam penanganan medis. Rasa sakit atau nyeri pada apendisitis
berawal pada daerah abdomen kanan atas, namun saat peradangan semakin
memburuk maka rasa sakit dapat meluas hingga sisi kanan abdomen bagian
bawah yang terkadang disertai dengan rasa mual dan demam. Hal ini terjadi
karena adanya reaksi tubuh untuk membunuh bakteri di sekitar apendiks.
Apendiks dapat tertutup akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
Saat apendiks tertutup, lendir yang dihasilkan mukosa apendiks tidak dapat
keluar yang akan membuat pembengkakan semakin membesar. Tekanan
rongga apendiks akan menyebabkan kontraksi otot untuk memaksakan isi
rongga apendiks keluar, hal inilah yang menyebabkan rasa sakit yang hebat di
perut kanan bawah. Jika isi rongga apendiks tersebut tidak dikeluarkan dalam
waktu cepat maka akan menyebabkan bakteri akan tumbuh semakin banyak
dan peradangan semakin memburuk. Tekanan tersebut dapat menyebabkan
perforasi atau pecahnya apendiks dan menumpahkan isinya ke rongga
abdomen. Jika hal ini terjadi maka akan mengancam keselamatan pasien, oleh
(18)
karena itu pada kasus apendisitis diperlukan penanganan yang cepat.

2) Menurut Arif Mansjoer, Suprohaita dan Wahyu Ika W. (2000)


Apendisitis adalah peradangan dari apendiks dan merupakan penyebab
abdomen akut yang paling sering. Apendisitis biasanya disebabkan karena
sumbatan lumen apendiks oleh peningkatan sel limfoid, fekalit atau zat
makanan yang mengeras, benda asing, penyempitan lumen apendiks dan
neoplasma.
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa apendiks
mengalami bendungan. Semakin lama maka mukus tersebut akan semakin
banyak, namun elastisitas dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga
menyebabkan peningkatan tekanan intralumen. Tekanan ini akan menghambat
aliran limfatik dan menimbulkan pembengkakkan dan luka pada mukosa
apendiks. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh rasa
nyeri di daerah epigastrium. Semakin lama cairan mukus akan bertambah yang
akan menyebabkan tekanan intralumen apendiks menigkat. Hal tersebut akan
13

menyebabkan obstruksi vena, pembengkakkan yang parah dan bakteri akan


menembus dinding apendiks. Peradangan akan menjadi meluas dan mengenai
rongga peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di daerah perut
kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis supuratif akut.
Apabila aliran arteri apendikular terganggu akan terjadi sumbatan pada
arteri apendikular yang akan diikuti dengan gangren apendiks. Stadium ini
disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding apendiks yang telah rapuh
tersebut pecah, maka akan terjadi apendisitis perforasi. Jika semua proses di
atas berjalan lambat, lapisan lemak dan usus yang berdekatan akan bergerak ke
arah apendiks hingga timbul suatu masa lokal yang disebut infiltrat
(11)
apendikularis. Peradangan tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.

3) Menurut Keith L. Moore (2014)


Apendisitis dapat dianggap sebagai sebab dari rasa nyeri abdomen akut
yang umum. Apendisitis terjadi akibat adanya sumabatan dari fases atau tinja.
Jika cairan getah apendiks tidak tersalurkan ke rongga sekum, akan terjadi
pembengkakkan dan merengangkan lapisan peritoneum viseral yang melapisi
permukaan organ abdomen. Pada awalnya rasa nyeri apendisitis bersifat tidak
jelas seperti rasa tidak nyaman di daerahumbilikus, rasa nyeri ini dikarenakan
serabut rasa nyeri aferen memasuki medulla spinalis sitinggi thorakal ke 10.
Kemudian akan berkembang menjadi rasa nyeri hebat di perut kanan bawah,
hal ini terjadi karena iritasi lapisan peritoneum parietal yang menutupi dinding
abdomen dorsal. Rasa nyeri ini dapat timbul dengan melakukan ekstensi pada
articulatio coxae. Pembekuan darah di dalam arteri apendikularis sering kali
(12)
mengakibatkan perforasi apendiks yang meradang secara akut.

4) Menurut Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson (2003)


Apendisitis penyebab abdomen akut yang paling sering terjadi. Sebagian
besar yang menderita penyakit ini adalah laki-laki yang berusia 10-30 tahun.
Apendisitis biasanya disebabkan oleh sumbatan lumen apendiks karena
peningkatan sel limfoid, fekalit atau zat makanan yang mengeras, benda asing,
penyempitan lumen apendiks akibat peradangan sebelumnya dan neoplasma.
14

Apendisitis terdiri atas dua jenis, yaitu :


a) Apendisitis Akut
Apendisitis akut paling sering menimbulkan ketidak tepatan diagnosa.
Gejala permulaannya adalah berupa rasa nyeri daerah umbilikus disertai rasa
mual yang berlangsung lebih dari satu atau dua hari. Dalam beberapa jam rasa
nyeri akan bergeser ke kuadran kanan bawah sekitar mc burney. Kemudian
dapat timbul spasme otot dan rasa nyeri yang hilang timbul. Pada sebagaian
kasus biasanya ditemukan demam ringan dan peningkatan nilai leukosit.
Apendisitis akut terbagai atas :
(1) Apendisitis akut fokalis atau segmentalis
Peradangan terjadi pada bagian distal apendiks yang terkadang disertai
dengan terisinya nanah pada seluruh rongga apendiks bagian distal.
(2) Apendisitis akut purulenta atau supparativa difusa
Peradangan disertai dengan pembentukan nanah yang berlebihan, jika
peradangan bertambah parah dapat menyebabkan apendiks membusuk yang
disebut sebagai apendisitis gangreonosa phlegmonosa. Kejadian ini akan
menyebabkan perforasi yang akan berkembang menjadi peritonitis.
(3) Apendisitis akut yang disebabkan oleh trauma
Peradangan yang terjadi pada jenis ini dapat disebabkan oleh trauma
seperti kecelakaan atau post operasi.
b) Apendisitis Kronis
Apendisitis kronis memiliki gejala yang lebih samar dan jarang terjadi.
Pada apendisitis akut jika tidak parah maka dapat sembuh dalam waktu yang
tidak lama atau dapat berkembang menjadi :
(1) Apendisitis kronis fokal
Secara makroskopik, tampak apendiks mengeras di daerah setempat yang
melingkar sehingga dapat menyebabkan penyempitan apendiks yang akan
menghilangkan gejala klinis.
(2) Apendisitis kronis obliterativa
Terjadi pengerasan apendiks di sepanjang apendiks pada jaringan
submukosa yang dapat menyebabkan hilangnya lumen apendiks terutama di
(16)
bagian distal.
15

5) Menurut J.C.E Underwood (1996)


Apendisitis dianggap sebagai penyebab tersering timbulnya abdomen akut,
yang disebabkan oleh obstruksi akibat fekalit atau zat makanan yang mengeras,
peningkatan sel limfoid atau tumor. Peradangan dimulai di bagian mukosa
apendiks setalah rusaknya epitel maka akan menimbulkan infeksi akibat flora
usus yang akan mengakibatkan luka pada mukosa apendiks. Jika peradagangan
menyebar maka akan mengakibatkan peritonitis.
Cairan getah apendiks yang tersumbat dan membuat bendungan akan
meningkatkan tekanan rongga apendiks, sehingga dapat menimbulkan
pembekuan pembuluh darah yang membuat suplai darah berhenti dan jaringan
menjadi mati. Jika hal ini terjadi maka gangren apendiks dan perforasi dapat
terjadi. Beberapa komplikasi yang dapat ditimbulkan dari apendisitis adalah
peritonitis pada keseluruhan rongga abdomen, abses dan pembekuan darah
(21)
yang akan membuat jaringan menjadi mati atau nekrotik.

c. Teknik Skening USG pada Apendisitis


1) Menurut P.E.S Palmer (2002)
Pemeriksaan dimulai dengan skening longitudinal dengan memberikan
tekanan secara perlahan-lahan. Dilanjutkan dengan memberikan tekanan yang
lebih kuat untuk menggeser usus. Rasa sakit yang dirasakan pasien pada saat
(3)
dilakukan penekanan akan membantu untuk menentukan lokasi apendiks.

Gambar 2.6 Teknik skening apendiks (Sumber: P.E.S Palmer)

2) Menurut Valesky, Aponte dan Secko (2012)


Pemeriksaan dilakukan pada potongan transversal dan longitudinal pada
daerah mc burney. Skening terfokus di bagian mc burney dengan melakukan
16

sweeping ke arah superior dan inferior. Muskulus psoas dan pembuluh darah
iliaka dapat dijadikan sebagai landmark pada pengambilan gambaran, karena
pada umumnya apendiks berada di anterior dari organ tersebut. Dilakukan
pengukuran diameter apendiks yang dapat dilakukan pada gambaran proyeksi
transversal atau longitudinal. Pengukuran dilakukan dari dinding terluar ke
dinding terluar apendiks. Penekanan saat skening di daerah mc burney dapat
dilakukan untuk mengurangi jarak antara transduser dengan apendiks dan
menggeser udara yang berada di usus agar artefak dari udara dapat berkurang.

Gambar 2.7 Area skening untuk mengevaluasi apendiks posisi supine dengan
teknik penekanan (Sumber: Valesky, Aponte dan Secko)

Apabila teknik penekanan dengan menggunakan transduser kurang


membantu visualisasi apendiks, maka penambahan penekanan secara manual
ke arah anterior dengan menggunakan tangan kiri dapat dilakukan di posterior
mc burney saat skening dilakukan, teknik ini dapat membantu untuk visualisasi
variasi letak apendiks pre-ileum dan post-ileum.

Gambar 2.8 Teknik penekanan dengan kompresi manual pada posisi supine
(Sumber: Valesky, Aponte dan Secko)
17

Posisi lateral dekubitus kiri (LLD) juga dapat dilakukan untuk


mempermudah visualisasi variasi letak apendiks retrosekum dan visualisasi
apendiks pada ibu hamil karena posisi uterus akan menjauhi daerah mc burney.
(22)

Gambar 2.9 Teknik penekanan dengan kompresi manual pada posisi LLD
(Sumber: Valesky, Aponte dan Secko)

3) Menurut Alice Chao dan Laleh Gharahbaghian (2014)


Pemeriksaan dimulai dengan melakukan skening pada daerah kanan atas
abdomen dengan viasualisasi kolon assendens. Indikator dari trasnduser berada
pada bagian kanan pasien. Lalu skening dilanjutkan dengan sweeping ke
bagian inferior kanan bawah abdomen hingga tervisualisasinya sekum,
terminal ileum hingga apendiks.Teknik lain yang dapat dilakukan yaitu dengan
cara meletakkan transduser langsung pada titik yang terasa sangat sakit yang
dirasakan oleh pasien.
Muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka dapat dijadikan sebagai
landmark dalam pengambilan gambar. Karena secara anatomi normal sebagian
(6)
besar apendiks berada dibagian anterior dari organ tersebut.

4) Menurut WHO (2011)


Pemeriksaan dimulai dengan skening longitudinal liver lobus kanan untuk
memastikan pengaturan yang digunakan sudah benar. Lalu dilanjutkan dengan
skening seluruh organ abdomen seperti hati, ginjal dan pembuluh darah aorta.
Skening proyeksi transversal dan oblik dapat dijadikan alternatif saat
18

melakukan skening abdomen. Udara yang berada di organ pencernaan dapat


digeser dengan melakukan penekanan menggunakan transduser agar visualisai
menjadi lebih baik.
Untuk pemeriksaan apendiks, terminal ileum, sekum dan perbuluh darah
iliaka dapat dijadikan landmark saat skening. Skening apendiks dilakukan
dengan potongan longitudinal atau oblik terfokus pada daerah iliaka bagian
kanan. Penekanan saat skening dapat membantu visualisasi dan penegakan
diagnosa. Pemeriksaan pada apendisitis harus disertai dengan organ yang ada
disekitarnya seperti terminal ileum, kelenjar getah bening daerah iliaka dan
(10)
organ daerah pelvis, untuk menghindari terjadinya kesalahan diagnosa.

5) Menurut Rose De Bruyn (2005)


Pemeriksaan harus dilakukan dengan sangat teliti, guna memastikan tidak
adanya kelainan pada hati, limpa, ginjal dan rongga pelvis. Setelah skening
organ abdomen keseluruhan selesai dilakukan, maka pemeriksaan pada daerah
mc burney dapat dilakukan. Skening dilakukan dengan menggunakan teknik
penekanan pada proyeksi transversal dan longitudinal, dimulai di daerah fosa
iliaka kanan atau pada titik tersakit yang dirasakan pasien. Penakanan dengan
menggunakan transduser dilakukan dengan tujuan agar usus-usus di daerah
sekitar tergeser sehingga visualisasi menjadi lebih mudah karena artefak udara
menjadi berkurang serta dijadikan tanda rasa nyeri tekan akibat peradangan
apendiks. Apabila apendiks tidak tervisualisasi pada posisi supine karena
adanya kemungkinan variasi letak apendiks retrosekum maka posisi lateral
(5)
dekubitus kiri (LLD) dapat dijadikan alternatif dalam melakukan skening.

d. Sonoanatomi Apendiks
1) Menurut Melanie P. Hiors dan Christine M. Hall (2008)
Gambaran normal apendiks memiliki beberapa kriteria yaitu, terdapat gambaran
anekhoik pada submukosa apendiks yang berbentuk seperti cincin, dengan bagian tip dan
base apendiks yang tidak terlihat. Pada gambaran real time tidak menunjukan adanya
pergerakan peristaltik. Diameter apendiks normal tidak melebihi 6 mm. Identifikasi ini
merupakan indikasi yang akurat
19
untuk menyatakan bahwa apendiks tersebut normal. Pada 99% kasus,

pengalaman dan pengetahuan sonografer sangat mempengaruhi dalam


(8)
penentuan apendisitis.
2) Menurut Norbert Gritzmann (2007)
Apendiks merupakan organ dengan bentuk tubular yang tidak dapat
terlihat dengan jelas pada ultrasonografi. Gambaran normal apendiks pada
potongan transversal menunjukan adanya sebuah lingkaran anekhoik seperti
(7)
cincin dengan diameter kurang dari 6 mm tanpa pergerakan peristaltik.

Gambar 2.10 Apendiks normal potongan transversal dan longitudinal


(Sumber : Norbert Gritzmann)

3) Menurut Preeyacha Pacharn, Jun Ying dan Leann E. Linam (2010)


Pada gambaran USG apendiks normal sering kali ditemukan kesulitan
untuk memvisualisasi apendiks baik itu pada potongan transversal ataupun
longitudinal terutama pada variasi letak apendiks retrosekum. Sekalipun
skening dilakukan dengan menggunakan teknik penekanan dengan
mengguankan transduser visualisasi apendiks masih cukup sulit terlihat.
Diameter apendiks tidak melebihi 6 mm. Pembuluh darah iliaka dijadikan
(15)
landmark dalam pengambilan gambar apendiks.

Gambar 2.11 Apendiks normal


(Sumber: Preeyacha Pacharn, Jun Ying dan Leann E. Linam)
20

4) Menurut Adriaan Van Breda dan Julien Puyleart (2005)


Pemeriksaan apendiks akan cukup sulit dilakukan apabila tidak terdapat
kelinan apabila tidak terdapat kelainan, hanya 0-82% dari variasi letak
apendiks normal yang dapat tervisualisasi. Kemampuan dan pengalam seorang
sonografer sangat berpengaruh pada pemeriksaan ini.
Hal terpenting yang harus diperhatikan pada evaluasi pemeriksaan
apendiks adalah diameter apendiks. Diameter maksimal pada apendiks normal
(4)
yaitu 6 mm, dengan tidak terlihat adanya inflamasi pada dinding apendiks.

Gambar 2.12 Apendiks normal potongan longitudinal dan transversal dengan


diamater 3,2 mm (Sumber: Adriaan Van Breda dan Julien Puyleart)

5) Menurut WHO (2013)


Apendiks normal pada gambaran ultrasound tidak memperlihatkan adanya
pembengkakkan diameter apendiks, apabila dilakukan pengukuran diameter
(2)
dari apendiks normal tidak melebihi 6 mm tanpa pergerakan peristaltik.

Gambar 2.13 Apendiks normal potongan longitudinal (Sumber : WHO


21

3. Hasil Gambaran USG pada Apendisitis


a. Menurut P.E.S Palmer (2002)
Apendiks yang mengalami inflamasi akan tampak pada skening potongan
transversal sebagai lingkaran konsentris. Lumen apendiks akan tampak
hipoekhoik yang dikelilingi oleh pembengkakan sebagai struktur hiperekhoik.
Dalam potongan longitudinal, pola yang sama akan terlihat terbentuk tubular.
Jika apendiks telah mengalami perforasi, akan terterlihat gambaran
anekhoik atau struktur kompleks yang mungkin meluas sampai bagian pelvis.
Apendiks tidak selalu dapat dilihat dengan mudah, khususnya jika terdapat
abses. Penyebab abses lainnya dalam abdomen kanan bawah adalah perforasi
(3)
usus akibat infeksi, neoplasma atau parasit.

Dinding apendiks Dinding apendiks

Lumen
Lumen

Gambar 2.14 Apendisitis potongan transversal dan longitudinal dengan


penebalan dinding apendiks (Sumber: P.E.S Palmer)

b. Menurut Melanie P. Hiors dan Christine M. Hall (2008)


Gambaran sonografi yang menunjukan adanya apendisitis yaitu terlihatnya
ukuran diameter dari apendiks melebihi 6 mm dengan ketebalan dinding ± 3
mm, atau terlihatnya apendikolit pada apendiks dengan struktur hiperekhoik
yang disertai posterior akustik shadowing. Cara untuk mengidentifikasi
apendisitis dengan mudah pada USG yaitu dengan menentukan ukuran
diameter apendiks pada gambaran transversal dan longitudinal, jika melebihi 6
mm maka dapat dikatakan sebagai apendisitis (98% kasus). Apabila terdapat
gambaran yang menunjukan adanya kumpulan cairan dengan struktur
hipoekhoik, hal ini dapat menandakan adanya gangren apendiks yang
mengarah pada abses apendiks.
22

Tanda sekunder yang dapat membantu dalam menentukan apendisitis


adalah terlihat adanya ekhogenitas yang meningkat pada gambaran apendiks
karena adanya inflamasi, adanya cairan bebas dan massa apendiks. Apendisitis
pada umumnya terjadi pada bagian distal dari apendiks, oleh karena itu dalam
visualisasi sebisa mungkin keseluruhan panjang apendiks harus terlihat kecuali
(8)
bagian pangkal apendiks.

Gambar 2.15 Skening longitudinal dan transversal pada apendisitis


(Sumber: Melanie P Hiors)
Keterangan gambar :
a. Hasil gambaran skening longitudinal yang memperlihatkan adanya pelebaran
diameter apendiks dengan nilai 7 mm
b. Hasil gambaran skening transversal menunjukan adanya inflamasi dengan
pembengkakkan apendiks.

Gambar 2.16 Gambaran USG apendikolit (Sumber: Melanie P Hiors)

c. Menurut Norbert Gritzmann (2007)


Hasil gambaran ultrasonografi apendisitis memperlihatkan gambaran
apendiks dengan diameter melebihi 6 mm pada potongan transversal , adanya
perubahan ekhogenitas dari lemak pada bagian periapendiks, terlihatnya
23

hipervaskularisasi pada penggunaan color doppler, dan terkadang ditemui


adanya pembesaran kelenjar limfatik pada daerah apendiks. Apabila terdapat
fekalit dengan obstruksi akan timbul rasa sakit yang sangat hebat saat
dilakukan penekanan disertai dengan terlihatnya cairan bebas di daerah
apendiks.
Pada apendisitis dengan komplikasi yang cukup berat seperti perforasi
atau abses apendiks terkadang struktur apendiks tidak dapat terviasualisasi
dengan jelas. Sehingga pada kasus ini pemeriksaan dengan menggunakan CT
Scan sangat dianjurkan agar peradangan dapat tervisualisasi dengan jelas.
Keakuratan ultrasonografi dalam mendiagnosa apendisitis dapat bervariasi
dengan skala rata-rata 70% hingga 90%. Tingkat akurasi dalam diagnosa
apendisitis dengan menggunakan USG dapat mencapai 90% lebih apabila
(7)
pemeriksaan dilakukan oleh sonografer yang berpengalaman.

Gambar 2.17 Skening transversal apendisitis akut dengan diameter diameter 12


mm (Sumber: Norbert Gritzmann)

Gambar 2.18 Apendisitis dengan obstruksi fekalit dan inflamasi


(Sumber: Norbert Gritzmann)
24

Gambar 2.19 Apendisitis perforasi akut (Sumber: Norbert Gritzmann)

Gambar 2.20 Abses apendiks dengan tidak tervisualisasinya apendiks


(Sumber: Norbert Gritzmann)

d. Menurut Leslie M Scoutt (2007)


Gambaran USG pada apendisitis memperlihatkan dinding apendiks berupa
gambaran hipoekhoik berbentuk seperti cincin pada potongan transversal.
Untuk mengindentifikasi apendisitis dilakukan pengukuran diameter apendiks
dengan pengukuran dari dinding terluar ke dinding terluar apendiks. Pada
apendisitis akan terlihat ukuran diameter yang melebihi 6 mm. Apabila
menggunakan color doppler, maka akan terlihat adanya hipervaskularisasi pada
daerah dinding apendiks.
Pada sebagian apendisitis dapat ditemukan kumpulan cairan pada daerah
periapendiks yang bisa terjadi karena adanya perforasi atau abses apendiks.
Sedangkan pada apendikolit akan terlihat struktur hiperekhoik dengan posterior
(17)
akustik shadowing.
25

Gambar 2.21 Skening transversal dan longitudinal pada apendisitis


(Sumber: Leslie M Scoutt)

Gambar 2.22 Gambaran apendikolit dengan struktur hiperekhoik berada di dalam


lumen apendiks (Sumber: Leslie M Scoutt)

Gambar 2.23 Hipervaskularisasi pada dinding apendiks dengan penggunaan


color doppler (Sumber: Leslie M Scoutt)
26

Gambar 3.24 Apendisitis perforasi dengan sekumpulan cairan di periapendiks


(Sumber: Leslie M Scoutt)

e. Menurut Alice Chao dan Laleh Gharahbaghian (2014)


Hasil gambaran USG pada apendisitis memperlihatkan adanya struktur
tubular dengan diameter melebihi 6 mm dengan tidak terlihatnya pergerakan
peristaltik. Pada gambaran realtime apabila dilakukan penekanan maka struktur
tubular dari apendiks akan berbentuk tetap.
Sedangkan pada gambaran apendikolit akan terlihat sebuah struktur
hiperekhoik di dalam lumen apendiks dengan posterior akustik shadowing.
Pada gambaran USG dengan tingkat apendisitis yang parah sering kali
ditemukan adanya kumpulan cairan bebas berupa gambaran anekhoik pada
daerah periapendiks yang diindikasikan adanya perforasi. Kumpulan cairan
(6)
dan abses sering ditemukan pada daerah tip apendiks.

Perbatasan
peritoneum
Apendiks
Perbatasan
peritoneum

Apendiks

Struktur tubular proyeksi Struktur apendiks proyeksi


longitudinal dengan diameter transversal dengan diameter
> 6mm > 6mm

Gambar 3.25 Apendisitis pada potongan longitudinal dan transversal


(Sumber: Alice Chao dan Laleh Gharahbaghian)
27

Cairan bebas Apendiks

Struktur tubular apendiks


disertai dengan cairan bebas

Gambar 3.26 Apendisitis pada potongan transversal dengan


sekumpulan cairan di periapendiks (Sumber: Alice Chao dan Laleh
Gharahbaghian)

f. Menurut WHO (2013)


Untuk mengidentifikasi apendisitis pada USG, dapat dilakukan
pengukuran diameter apendiks. Apabila diameter apendiks melebihi 6 mm,
maka dapat dikatakan apendiks mengalami peradangan. Peningkatan
ekhogenitas juga dapat terlihat pada sekeliling apendiks. Apabila menggunakan
color doppler saat skening, maka akan terlihat adanya vaskularisasi pada
dinding apendiks. Terdapat 20-30% kasus apendisitis yang disertai dengan
fekalit sebagai struktur hiperekhoik disertai dengan posterior akustik
shadowing.
Seringkali ditemukan cairan bebas apabila apendisitis telah disertai dengan
perforasi dan abses, cairan inflamasi yang berlebihan dapat mengisi rongga
cavum doglas pada wanita. Pembesran kelenjar getah bening di daerah iliaka
(2)
dapat terjadi pada sebagian kasus apendisitis.

Gambar 2.27 Apendisitis akut pada potongan longitudinal (Sumber: WHO)


28

Gambar 2.28 Apendisitis akut dengan fekalit dan pembesaran


apendiks pada potongan longitudinal (Sumber: WHO)

Gambar 2.29 Apendisitis akut pada potongan longitudinal dengan menggunakan


color doppler (Sumber: WHO)

g. Menurut Rose De Bruyn (2005)


Gambaran sonografi pada apendisitis memiliki beberapa kriteria
diantaranya adalah terlihatnya peradangan apendiks tanpa dilakukan
penekanan berlebih. Terlihatnya pembengkakan apendiks dengan diameter
melebihi 6 mm, pada sebagian kasus pembengkakkan dapat terjadi dengan
diameter melebihi 20 mm. Adanya peningkatan ekhogenitas pada daerah
dinding apendiks yang terlihat ireguler dan terlihatnya fekalit di bagian lumen
apendiks.
Pada penggunaan color doppler akan terlihat vaskularisasi mengelilingi
dinding apendiks. Pembesaran kelanjar getah bening di daerah iliaka juga
dapat terjadi sebagai komplikasi dari apendisitis.
29

Apendikolit juga sering ditemukan pada sebagian besar kasus, yakni


terlihatnya struktur dengan ekhogenitas yang tinggi dan memiliki posterior
akustik shadowing di dalam lumen.
Jika terjadi abses apendiks, ruptur apendiks atau perforasi sering kali
ditemukan adanya cairan bebas di daerah periapendiks, fosa iliaka kanan dan
rongga pelvis. Pada gambaran USG akan terlihat struktur dengan ekhogenitas
(5)
yang beragam.

Gambar 2.30 Apendisitis pada potongan longitudinal dengan diameter 10 mm


(Sumber: Rose De Bruyn)

Gambar 2.31 Apendikolit (Sumber: Rose De Bruyn)

Gambar 2.32 Abses apendiks potongan longitudinal dan transversal dengan


struktur heterogen akibat dari ruptur apendiks (Sumber: Rose De Bruyn)
30

B. Kerangka Konsep

Evaluasi pemeriksaan USG pada apendisitis

Prosedur persiapan Teknik skening USG Hasil gambaran USG

pemeriksaan USG pada


apendisitis pada apendisitis pada apendisitis

Evaluasi prosedur Evaluasi teknik skening Evaluasi hasil gambaran

persiapan pemeriksaan
USG pada apendisitis USG pada apendisitis USG pada apendisitis

Gambar 2.33 Skema kerangka konsep

Penjelasan kerangka konsep :


Tahap pertama adalah menentukan sejumlah sampel pasien USG abdomen
dengan klinis apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta.
Tahap kedua yaitu melakukan skening USG abdomen terhadap sejumlah pasien
dengan klinis apendisitis yang nantinya akan mendapatkan hasil gambaran USG
abdomen dengan klinis apendisitis. Hasil skening yang telah dilakukan akan
dilengkapi dengan hasil ekspertise dari dokter spesialis radiologi. Tahap ketiga
adalah mendeskripsikan dan mengevaluasi tentang persiapan pasien, persiapan
alat, posisi pasien yang digunakan saat pemeriksaan, teknik skening yang
dilakukan dan hasil gambaran USG dengan klinis apendisitis sehingga diperoleh
suatu kesimpulan.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan teknik
studi kasus pemeriksaan USG pada apendisitis dengan metode penulisan yang
digunakan berupa kualitatif deskriptif yaitu dengan melakukan observasi serta
pengamatan di lapangan kemudian penelitian ini diarahkan untuk
mendeskripsikan dan mengevaluasi dengan penjelasan ilmiah.

B. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Cengkareng Jakarta pada bulan Desember 2015 sampai Januari 2016.

C. Populasi dan Sampel


Populasi : Populasi diambil dari seluruh jumlah pemeriksaan USG abdomen
yang diikuti dan diamati selama praktek di Rumah Sakit Umum
Daerah Cengkareng Jakarta pada bulan Desember 2015 sampai
Januari 2016 sebanyak 826 orang.
Sampel : Sampel yang digunakan yaitu pasien USG abdomen dengan klinis
apendisitis pada bulan bulan Desember 2015 sampai Januari 2016
sebanyak 3 orang pasien. Sampel diambil dengan teknik purposive
random sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan yang ditemui
dan dapat diambil datanya secara lengkap sesuai tujuan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara sebagai berikut :
1. Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan ini meliputi pengumpulan data dari berbagai sumber
termasuk buku referansi dan jurnal ilmiah yang berhubungan dengan
pemeriksaan USG dengan klinis apendisitis yang bertujuan untuk memperkuat
kajian teori yang mendukung penelitian ini.

31
32

2. Studi Observasi Parsipatoris


Dalam penyusunan penelitian ini dilakukan observasi parsipatoris yaitu
pengambilan data dilakukan dengan pengamatan secara langsung dan mencatat
hasil pengamatan pada lembar kerja serta keterlibatan penulis secara langsung
dalam melakukan prosedur pemeriksaan USG pada pasien dengan klinis
apendisitis untuk mengetahui lebih lanjut mengenai permasalahan yang akan
diteliti. Pengambilan data berupa hasil laboratrium patologi anatomi dan nilai
leukosit juga dilakukan yang hasilnya akan digunakan sebagai data pelengkap
penelitian.
3. Wawancara
Pengumpulan data dimana peneliti mendapatkan keterangan atau informasi
secara lisan dari pihak-pihak yang berkompeten di bidang USG dan klinisi
apendisitis dengan memberikan sejumlah pertanyaan terbuka berdasarkan
pedoman wawancara untuk mendapatkan data dan informasi secara lisan.
4. Dokumentasi
Yaitu penyimpanan data hasil gambaran pemeriksaan USG pada
apendisitis, yang akan dipakai untuk mengobservasi dan mengevaluasi,
hasilnya diuraikan dalam bentuk kualitatif deskriptif dengan penjelasan ilmiah.

E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, instrument penelitian yang digunakan antara lain :
1. Lembar kerja
Lembar kerja berupa kertas yang digunakan untuk mencatat semua hal
yang berhubungan dengan penelitian, berupa data pasien, hasil laboratorium
dan evaluasi pemeriksaan USG pada apendisitis selama penelitian.
2. Lembar check-list
Lembar check-list berupa tabel untuk mencatat data yang diperoleh selama
penelitian.
3. Pedoman wawancara
Pedoman wawancara berupa daftar pertanyaan yang akan diajukan kepada
pihak-pihak yang berkompeten di bidang USG dan klinisi apendisitis untuk
memperoleh data sebanyak-banyaknya untuk keperluan penelitian.
33

4. Alat dokumentasi
Alat dokumentasi berupa alat perekam atau penyimpan data yang
digunakan untuk menampilkan dan menganalisa data yang telah didapatkan.

F. Pengolahan dan Analisis Data


Untuk pengolahan dan analisa data, penulis lakukan dengan cara
pengamatan terhadap prosedur persiapan pasien, persiapan alat yang digunakan
untuk pemeriksaan, posisi pasien saat pemeriksaan dan melakukan skening
daerah mc burney dengan menggunakan pesawat USG untuk mendapatkan
hasil gambaran sonografi apendisitis. Kemudian setelah data mengenai
persiapan pasien, persiapan alat, posisi pasien, teknik skening dan hasil
gambaran sonografi apendisitis diperoleh, hasilnya dicatat pada lembar kerja
sesuai hasil yang didapatkan. Data dan hasil pemeriksaan yang telah didapat
berupa catatan hasil dari observasi akan diperkuat dengan hasil ekspertise dari
dokter spesialis radiologi, yang kemudian akan dilakukan penilaian terhadap
prosedur persiapan pasien, persiapan alat, posisi pasien, teknik skening dan
hasil gambaran USG pada apendisitis dengan melakukan wawancara kepada
sonografer dan dokter spesialis radiologi. Semua data kemudian dianalisa
secara narasi dan deskriptif sehingga diperoleh suatu kesimpulan.
BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian
1. Hasil Observasi Terhadap Pasien
Merupakan observasi kepada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
meliputi perjanjian jadwal pemeriksaan, mengetahui klinis pasien, riwayat
kesehatan pasien dan hasil laboratorium berupa nilai leukosit apabila ada.
a. Sampel 1
Pasien An. IA berusia 9 tahun merupakan pasien rawat inap ruang
perawatan Melon. Pada tanggal 15 Desember 2015 pukul 09:50 WIB perawat
ruang Melon menghubungi administrasi Instalasi Radiologi untuk melakukan
konfirmasi pemeriksaan USG abdomen CITO atas nama An. IA saat itu juga
dengan diagnosa GE dan App dari dr. Anthony Pratama, Sp.B, M.Kes, AIFO.
Setelah melakukan konfirmasi kepada sonografer, pasien diperbolehkan
langsung dilakukan pemeriksaan. Pasien dilakukan pemeriksaan pukul 10:18
WIB, pasien mengeluhkan rasa mual, sulit buang air besar dan rasa sakit di
perut kanan bawah selama 2 minggu berturut-turut yang terkadang disertai
demam yang cukup tinggi. Dari hasil laboratorium, terlihat kadar leukosit
pasien mengalami peningkatan yaitu 20,7 ribu/uL (nilai normal 5-10 ribu/uL).
b. Sampel 2
Pasien Tn. J berusia 43 tahun datang ke Instalasi Radiologi RSUD
Cengkareng Jakarta pada tanggal 30 Desember 2015 pukul 07:30 WIB untuk
melakukan pemeriksaan USG abdomen, yang sehari sebelumnya telah
melakukan perjanjian pemeriksaan USG dan diberikan informasi mengenai
persiapan pemeriksaan yang harus dilakukan. Pasien datang dengan
permintaan pemeriksaan USG abdomen dari dr. Anthony Pratama, Sp.B,
M.Kes, AIFO di poliklinik bedah umum dengan diagnosa Apendikolit. Pasien
mengeluhkan rasa sakit secara mendadak di daerah perut kanan bawah 3 hari
yang lalu, apabila sedang kambuh tidak dapat melakukan aktifitas. Pasien
belum melakukan pemeriksaan laboratorium untuk pengecekan kadar leukosit.
Pemeriksaan dilakukan pukul 08:39 WIB.

34
35

c. Sampel 3
Pasien Tn. SP berusia 19 tahun merupakan pasien rawat inap ruang
perawatan Mangga. Pada tanggal 02 Januari 2016 pukul 09:00 WIB perawat
ruang Mangga menghubungi administrasi Instalasi Radiologi untuk melakukan
konfirmasi akan melakukan pemeriksaan USG abdomen CITO atas nama Tn.
SP saat itu juga dengan diagnosa apendisitis dari dr. Aplin Ismunanto Sp.B.
Setelah melakukan konfirmasi kepada sonografer, pasien diperbolehkan
langsung dilakukan pemeriksaan. Pasien dilakukan pemeriksaan pada pukul
09:44 WIB, pasien mengeluhkan kesulitan buang air kecil. Dari hasil
laboratorium, terlihat kadar leukosit pasien mengalami peningkatan yaitu 25,6
ribu/uL (nilai normal 5-10 ribu/uL).

2. Hasil Observasi Terhadap Ruang dan Peralatan Pemeriksaan


Ruang pemeriksaan USG yang terdapat di Instalasi Radiologi Rumah Sakit
Umum Daerah Cengkareng Jakarta berada di bagian depan sebelah kanan pintu
masuk Instalasi Radiologi, berdekatan dengan loket administrasi Instalasi
Radiologi, serta bersebelahan langsung dengan ruangan dokter spesialis
radiologi. Berdasarkan luas ruangan, ruangan pemeriksaan USG di Instalasi
Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta memiliki
luas P x L x T = 416 cm x 300 cm x 300 cm dengan dinding ruangan yang
terbuat dari batu bata merah.
Di dalam ruangan pemeriksaan USG terdapat 2 buah pesawat USG yang
biasa digunakan untuk melakukan pemeriksaan, yakni pesawat USG merk
Philips HD15 PureWave yang berada di sisi kanan ruangan dan pesawat USG
merk Aloka yang berada di sisi kiri ruangan. Berdasarkan hasil observasi kedua
pesawat digunakan untuk pemeriksaan sehari-hari, namun ada beberapa dokter
spesialis radiologi yang lebih sering menggunakan pesawat USG merk Philips
HD15 PureWave dibandingkan pesawat USG merk Aloka. Pada penelitian ini
penulis hanya menggunakan pesawat USG merk Philips HD15 PureWave
untuk pemeriksaan pada ketiga sampel dikarenakan pesawat ini mimiliki
kualitas gambar yang lebih baik dan mampu melakukan pemindahan data
secara digital dibandingkan dengan pesawat USG merk Aloka.
36

Gambar 4.1 Ruang pemeriksaan USG RSUD Cengkareng Jakarta


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)

Berdasarkan prosedur yang diterapkan, pesawat USG Philips HD15


PureWave dimanfaatkan untuk berbagai jenis pemeriksaan diantaranya adalah
USG abdomen, payudara, ginjal, kepala bayi, toraks, tiroid dan superficial.
Berikut adalah spesifikasi dan karakteristik fitur-fitur yang disediakan oleh
pabrik dari pesawat USG Philips HD15 PureWave :
a. Spesifikasi dan karakteristik fitur pesawat USG Philips HD15 PureWave
1) Dimensi : Tinggi 55 inchi, panjang 31,5 inchi dan lebar 19 inchi
2) Berat : 125 kg
3) Display : 10,4” LCD monitor Flat Panel, Layar warna TFT 20 inchi
Saluran sistem digital 18.432
Ultrasonic dengan sensitivitas tinggi untuk resolusi
kontras yang lebih tinggi
4) Processor : Dual Core
5) External Storage : CD/DVD, Cine Clips dan Hard Driver 160 GB
6) Power Supply : AC 100-240V 50/60Hz and DC
7) Kapasitas : 300.900 (MOD)
8) XRES : Peningkatan resolusi gambar dan mengurangi artefak
9) Iscan : B-mode atau doppler dengan optimasi secara otomatis
10) SonoCT : Optimasi dengan menggabungkan gambar untuk
Mengurangi artefak terkait penyudutan

11) Perangkat lunak khusus tambahan dan berbagai aplikasi ginekologi, jantung
dan kebidanan
12) 2D, M-mode, Anatomic M-Mode, dan M-color Flow Mode
37

13) Teknologi kristal Pure Wave yang memiliki rasio signal to noise yang lebih
tingi dan bermanfaat pada pasien dengan obesitas
14) CD/DVD writter
15) Panoramic imaging dan dual imaging
16) Contrast imaging
17) Adaptive doppler
18) Intelligent doppler imaging
19) 3D fetal echo STIC (Spatio Temporal Image Correlation)
20) MPR [Multiplanar Reformatting]
21) High resolution A/D technology
22) Format gambar AVI, DICOM dan JPG
Pesawat USG Philips HD15 PureWave dapat digunakan untuk pemeriksaan
abdomen, obstetri dan ginekologi, urologi, small parts, payudara, jantung,
vaskuler dan muskuloskeletal.

Gambar 4.2 Pesawat USG merk Philips HD15 Pure Wave


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)

b. Transduser
Transduser yang ada pada pesawat USG Philips HD15 PureWave ada dua
jenis yaitu tansduser konveks dan linier. Pada peneltian yang dilakukan penulis
untuk pemeriksaan USG abdomen pada apendisitis ini menggunakan
transduser konveks dengan rentang frekuensi 3-5 MHz.
38

Gambar 4.3 Transduser konveks


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)
c. Printer
Printer yang digunakan pada pesawat USG Philips HD15 PureWave ada
dua jenis yaitu printer B/W P95 merk Mitsubishi dan printer digital color
CP30DW merk Mitsubishi. Pada penelitian yang dilakukan, printer yang
digunakan hanyalah printer B/W merk Mitsubishi untuk mencetak hasil
gambaran pemeriksaan yang telah dilakukan. Selain itu printer B/W merk
Mitsubishi juga digunakan untuk pencetakan hasil gambaran secara rutin,
printer ini menghasilkan gambaran hitam putih yang dicetak di atas kertas
thermal. Pada jenis printer ini dapat dilakukan pengaturan contras dan
brightnes sehingga hasil gambarannya dapat sama persis dengan yang
ditampilkan pada layar monitor.

Gambar 4.4 Printer B/W merk Mitsubishi


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)
39

d. Kertas print USG


Kertas print yang digunakan adalah merk Sony UPP-110HG Type V (High
Glossy) dengan ukuran 110 mm x 18 mm.

Gambar 4.5 Kertas print USG Merk SONY


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)
e. Peralatan penunjang
1) Jeli ultrasound merk Ultrasonic One-Med
Jeli berfungsi sebagai media penghantar antara transduser dan kulit pasien
agar tidak ada udara antara transduser dan tubuh pasien yang dapat
mengganggu gambaran.
2) Tisu merk Passeo
Tisu yang digunakan adalah tisu kasar karena jenis ini tidak mudah hancur
ketika digunakan untuk membersihkn jeli yang tersisa ditubuh pasien setelah
selesai dilakukannya pemeriksaan.
3) Handscoon
4) Masker
5) Meja pemeriksaan berjenis bed brangkar yang disertai bantal dan selimut untuk
kenyamanan pasien.

Gambar 4.6 Peralatan penunjang pemeriksaan USG


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)
40

3. Hasil Observasi Terhadap Prosedur Persiapan Pasien, Persiapan Alat dan


Posisi Pasien yang Digunakan Serta Ketentuan Prosedur Pemeriksaan
Merupakan observasi kepada pasien yang akan dilakukan pemeriksaan
meliputi alur pelayanan pemeriksaan USG abdomen, persiapan yang dilakukan
pasien sebelum pemeriksaan, persiapan alat yang akan digunakaan saat
pemeriksaan serta posisi yang harus dilakukan pasien saat
pemeriksaan. a. Prosedur Pelayanan Pemeriksaan USG pada
Apendisitis 1) Pelayanan Pasien Rawat Jalan Dengan Perjanjian
a) Pasien datang membawa formulir permintaan USG abdomen dengan diagnosa
apendisitis yang telah ditanda tangani oleh dokter pengirim, kemudian bagian
administrasi Instalasi Radiologi memberikan jadwal pemeriksaan berupa hari
dan jam yang telah disepakati lengkap dengan persiapan pemeriksaan yang
harus dilakukan sebelum pemeriksaan. Pasien yang melakukan perjanjian
pemeriksaan diharuskan telah menyelesaikan administrasi pembayaran
pemeriksaan USG di bagian kasir.
b) Pada hari berikutnya pasien datang membawa kertas perjanjian pemeriksaan
yang telah diberikan bagian administrasi Instalasi Radiologi. Kemudian
petugas administrasi Instalasi Radiologi mencatat data pasien di buku registrasi
Radiologi dan menginput data pasien ke dalam komputer. Pasien dipersilahkan
menunggu di ruang tunggu.
c) Petugas administrasi Instalasi Radiologi menyerahkan formulir permintaan
pemeriksaan USG kepada sonografer di ruang pemeriksaan USG.
d) Kemudian Sonografer memanggil nama pasien yang akan diperiksa sesuai
dengan jam perjanjian pemeriksaan. Pasien dipanggil nama secara lengkap,
sonografer melakukan verifikasi nama dengan menanyakan kembali nama
pasien, umur dan nama ayah atau suami pasien kemudian dicocokan dengan
formulir pemeriksaan.
e) Pasien dipersilahkan berbaring di atas tempat tidur pemeriksaan.
f) Sonografer menginput data pasien ke dalam monitor pesawat USG.
g) Setelah data pasien dimasukkan, kemudian dilakukan pemeriksaan.

2) Alur Pelayanan Pasien Darurat/CITO


41

Alur pelayanan ini dilakukan oleh pasien dari rawat inap yang akan
melakukan pemeriksaan USG abdomen CITO.
a) Terlebih dahulu perawat ruangan menghubungi bagian administrasi Instalasi
Radiologi melalui pesawat telepon untuk menginformasikan akan melakukan
tindakan pemeriksaan USG abdomen CITO pada pasien yang bersangkutan
dari asal ruangan.
b) Petugas administrasi mencatat data pasien yang akan melakukan pemeriksaan
USG abdomen CITO di dalam tabel perjanjian USG yang berada di ruang
pemeriksaan USG.
c) Kemudian petugas administrasi menginformasikan kepada sonografer akan
ada rencana pemeriksaan USG abdomen CITO dari ruangan yang
bersangkutan saat itu juga.
d) Pasien yang akan melakukan pemeriksaan USG abdomen CITO
diperbolehkan langsung datang ke Instalasi Radiologi untuk dilakukan
pemeriksaan.
e) Pasien dapat langsung datang ke bagian Instalasi Radiologi yang didampingi
dengan perawat ruangan untuk dilakukan pemeriksaan.
f) Setelah tiba di Instalasi Radiologi terlebih dahulu perawat ruangan
menyerahkan formulir permintaan pemeriksaan USG ke bagian administrasi
Instalasi Radiologi.
g) Petugas administrasi Instalasi Radiologi akan mencatat data pasien yang akan
melakukan pemeriksaan USG pada buku registrasi Radiologi dan menginput
data pasien ke dalam komputer.
h) Kemudian petugas administrasi Instalasi Radiologi menyerahkan formulir
pemeriksaan USG kepada sonografer di ruang pemeriksaan USG agar segera
dilakukan pemeriksaan pada pasien yang bersangkutan.
i) Sonografer memanggil pasien untuk dilakukan pemeriksaan, pemeriksaan
dilakukan dengan didampingi perawat ruangan. Kemudian sonografer
menginput data pasien ke dalam monitor pesawat USG.
j) Setelah pasien berbaring di atas tempat tidur pemeriksaan, kemudian
pemeriksaan dilakukan.
42

b. Prosedur Pemakaian Pesawat USG


1) Mengaktifkan pesawat USG
Pasang kabel penghubung listrik pada alat USG ke stop kontak yang telah
terhubung dengan stabilizer (UPS), tekan tombol ON yang berada di bagian
kanan atas control panel. Kemudian tunggu beberapa saat hingga muncul
tampilan Philips HD 15 PureWave pada layar monitor sampai monitor siap
dioperasikan.
2) ID Prosedur
Untuk memasukkan data pasien, tekan tombol New Patient yang berada di
bagian kiri atas control panel. Masukan identitas pasien berupa nomer rekam
medis (RM), nama pasien, umur dan klik kolom gender untuk pemilihan jenis
kelamin, pilih female untuk pasien perempuan atau male pasien laki-laki.
Setelah data pasien lengkap terisi, kemudian klik OK. Pemilihan probe,
dilakukan dengan menekan tombol transduser pada control panel. Pilih jenis
probe yang akan digunakan dan jenis pemeriksaan yang akan dilakukan. Fitur
lain yang digunakan antara lain tombol caliper untuk melakukan pengukuran,
body marker untuk memberikan tanda posisi probe saat skening dan area
abdomen yang diperiksa, text untuk memberikan keterangan organ yang
diperiksa, freeze untuk menahan gambaran yang akan disimpan dan acquire
untuk menyimpan. Serta tombol print 1 yang digunakan untuk mencetak hasil
gambaran.
3) Mematikan pesawat USG
Apabila pemeriksaan telah selesai dilakukan maka pesawat USG
dimatikan dengan cara memposisikan tampilan layar pada posisi freeze
kemudian pesawat USG dimatikan dengan menekan tombol off pada control
panel di kanan atas. Tunggu beberapa saat hingga proses shutting down selesai,
biarkan kabel penghubung listrik dan UPS tetap terhubung pada pesawat USG.

c. Persiapan Pasien Pemeriksaan USG Pada Apendisitis


Pemeriksaan USG dengan diagnosa apendisitis yang dilakukan di RSUD
Cengkareng terdapat 2 jenis pemeriksaan, yaitu pasien darurat/CITO dan
pasien yang melakukan persiapan pemeriksaan terlebih dahulu.
43

Pada pasien CITO pemeriksaan dapat langsung dilakukan tanpa persiapan


pemeriksaan terlebih dahulu, namun manahan buang air kecil atau mengikat
selang kateter/selang urin pada pasien ruangan yang menggunakan selang urin
dianjurkan agar evaluasi saat skening menjadi lebih mudah. Pasien
diperbolehkan langsung ke bagian radiologi untuk segera dilakukan
pemeriksaan. Terdapat dua orang pasien yang melakukan pemeriksaan USG
abdomen CITO yang berasal dari ruang perawatan inap yaitu sampel nomor 1
An. IA dari ruangan Melon dan sampel 3 Tn. SP dari ruangan Mangga.
Pada pasien yang menjalani pemeriksaan dengan persiapan terdapat
beberapa persiapan yang harus dilakukan sebelum, antara lain:
1) Pasien puasa makan selama 4 jam sebelum dilakukannya pemeriksaan dan
diperbolehkan minum air mineral.
2) Pasien menahan buang air kecil selama 2 jam sebelum dilakukannya
pemeriksaan.
3) Pasien diharuskan datang kebagian radiologi sesuai waktu yang telah
dijadwalkan sebelumnya. Pasien diharapkan datang 30 menit sebelum jam
pemeriksaan untuk mempermudah registrasi.

Terdapat satu orang pasien yang melakukan pemeriksaan USG dengan


perjanjian yang harus melakukan persiapan pemeriksaan terlebih dahulu, yaitu
sampel nomor 2 Tn. J yang berasal dari poliklinik bedah umum.

d. Persiapan Alat Pemeriksaan USG Pada Apendisitis


Pemeriksaan USG pada apendisitis yang dilakukan oleh ketiga sampel
menggunakan pesawat USG merk Philips HD15 PureWave dikarenakan
pesawat ini mimiliki kualitas gambar yang lebih baik dan mampu melakukan
pemindahan data secara digital. Transduser yang digunakan untuk pemeriksaan
adalah transduser konveks dengan rentang frekuensi 3-5 MHz.

e. Posisi pasien Pemeriksaan USG Pada Apendisitis


Pemeriksaan USG pada apendisitis dari ketiga sampel dilakukan di atas
tempat tidur pemeriksaan atau tempat tidur pasien/brangkar pada pasien rawat
inap. Pemeriksaan dilakukan dalam posisi tidur terlentang (supine) dengan
44

bagian kepala berada pada bantalan agar pasien merasa nyaman. Daerah
abdomen pasien dibebaskan dari pakaian dan benda-benda yang dapat
mengganggu pemeriksaan, pada bagian bawah lipatan celana diberikan tisu
dengan tujuan agar pakaian pasien tidak terkena jeli. Setelah itu kedua tangan
pasien diletakkan di atas kepala agar area skening tidak terhalang oleh tangan
pasien. Gunakan selimut untuk menutupi daerah tubuh bawah pasien agar
merasa lebih hangat dan nyaman saat pemeriksaan berlangsung.

4. Hasil Observasi terhadap Teknik Skening yang Dilakukan


Merupakan observasi teknik skening pada pasien yang dilakukan
pemeriksaan meliputi teknik atau cara skening dan proyeksi pemeriksaan yang
dilakukan saat pemeriksaan.
a. Sampel 1
Pada pasien An. IA pemeriksaan dilakukan dalam posisi tidur terlentang
(supine) di atas tempat tidur pemeriksaan dengan kedua tangan berada di atas
kepala, selanjutnya daerah abdomen pasien dibebaskan dari pakaian dan benda-
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan. Dilakukan penginputan data
pemeriksaan berupa pemasukan nomor rekam medis, nama pasien, umur dan
jenis kelamin. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser
konveks frekuensi 3-5 MHz.
Skening dilakukan pada daerah mc burney dengan proyeksi transversal,
terlebih dahulu dilakukan pengaturan TGC agar didapatkan gambaran dengan
ekho yang homogen pada tiap kedalaman dan pengaturan depth, pada pasien
An. IA kedalaman area skening kurang lebih 5 hingga 9 cm. Setelah
pengaturan TGC dan overall gain selesai dilakukan selanjutnya dilakukan
skening dengan memberikan penekanan secara perlahan di daerah mc burney
yang dipadukan dengan teknik sliding dan sweeping ke arah superior dan
inferior hingga apendiks tervisualisasi. Saat skening dilakukan pasien merasa
tidak nyaman karena timbul rasa sakit akibat penekanan dari transduser, agar
pasien merasa lebih nyaman maka teknik penekanan dilakukan secukupnya
tanpa penekanan berlebih. Setelah skening dilakukan beberapa saat, struktur
apendiks pada pasien An. IA tidak tervisualisasi di daerah mc burney,
45

mengingat terdapat beberapa variasi letak apendiks yang tidak berada di daerah
mc burney selanjutnya skening dilanjutkan dengan melakuka sliding dan
sweeping pada keseluruhan daerah rongga abdomen kanan. Skening dilakukan
dengan cara sliding dari arah hati lobus kanan hingga daerah mc burney
terbawah pada proyeksi transversal dan sliding dari daerah mid coronal plane
(MCP) hingga daerah mid sagital plane (MSP) pada proyeksi longitudinal.
Sliding dilakukan dengan medadukan teknik sweeping ke arah inferior dan
superior secara perlahan.
Setelah skening keseluruhan rongga abdomen kanan dilakukan, struktur
apendiks pasien An. IA tetap tidak tervisualisasi. Pengambilan gambaran
daerah mc burney dilakukan pada proyeksi transversal dan longitudinal dengan
landmark muskulus psoas dan pembuluh darah iliaka. Skening selanjutnya
adalah melakukan perbandingan gambaran antara daerah mc burney dengan
daerah iliaka kiri pada proyeksi transversal dengan landmark yang sama, hal
ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat perbandingan ekho struktur antara
daerah mc burney dan iliaka kiri. Keseluruhan hasil gambaran di lengkapi
dengan body marker untuk memperjelas sisi abdomen yang diperiksa.
b. Sampel 2
Pada pasien Tn. J pemeriksaan dilakukan dalam posisi tidur terlentang
(supine) di atas tempat tidur pemeriksaan dengan kedua tangan berada di atas
kepala, selanjutnya daerah abdomen pasien dibebaskan dari pakaian dan benda-
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan. Dilakukan penginputan data
pemeriksaan berupa pemasukan nomor rekam medis, nama pasien, umur dan
jenis kelamin. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser
konveks frekuensi 3-5 MHz.
Skening dilakukan pada daerah mc burney dengan proyeksi transversal,
terlebih dahulu dilakukan pengaturan TGC agar didapatkan gambaran dengan
ekho yang homogen pada tiap kedalaman dan pengaturan depth, pada pasien
Tn. J kedalaman area skening kurang lebih 5 hingga 11 cm, pengaturan depth
dipilih lebih dalam dikarenakan pasien Tn. J memiliki tubuh yang gemuk dan
massa otot yang padat. Setelah pengaturan TGC dan overall gain selesai
dilakukan selanjutnya dilakukan skening dengan memberikan penekanan
46

secara perlahan di daerah mc burney yang dipadukan dengan teknik sliding dan
sweeping ke arah superior dan inferior hingga apendiks tervisualisasi. Skening
pasien Tn. J ditemui kesulitan untuk visualisasi apendiks dikarenakan tubuh
pasien yang gemuk dan memiliki massa otot yang cukup padat, penekanan
dilakukan dengan lebih kuat lagi agar apendiks tervisualisasi lebih jelas. Pada
proyeksi transversal terlihat struktur hipoekhoik berbentuk bulat dengan
struktur anekhoik yang melingkar menyerupai cincin yang biasa disebut
sebagai doughnut sign. Setelah apendiks terviasualisasi pada proyeksi
transversal, selanjutnya skening dilakukan pada proyeksi longitudinal dengan
0
memutar transduser 90 ke arah superior. Pada proyeksi ini akan terlihat
struktur yang sama berbentuk tubular yang biasa disebut sebagai sosis sign.
Setelah apendiks tervisualisasi dengan jelas pada masing-masing proyeksi, lalu
dilakukan pengukuran diameter apendiks pada proyeksi transversal dan
pengukuran panjang apendiks pada proyeksi longitudinal, teknik pengukuran
dilakukan dari dinding terluar ke dinding terluar apendiks.
Setelah evaluasi daerah mc burney selesai dilakukan, langkah selanjutnya
adalah melakukan perbandingan gambaran antara daerah mc burney dengan
daerah iliaka kiri pada proyeksi transversal dengan landmark muskulus psoas
dan pembuluh darah iliaka, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk melihat
perbandingan ekho struktur antara daerah mc burney dan iliaka kiri.
Keseluruhan hasil gambaran di lengkapi dengan body marker untuk
memperjelas sisi abdomen yang diperiksa.
c. Sampel 3
Pada pasien Tn. SP pemeriksaan dilakukan dalam posisi tidur terlentang
(supine) di atas tempat tidur pemeriksaan dengan kedua tangan berada di atas
kepala, selanjutnya daerah abdomen pasien dibebaskan dari pakaian dan benda-
benda yang dapat mengganggu pemeriksaan. Dilakukan penginputan data
pemeriksaan berupa pemasukan nomor rekam medis, nama pasien, umur dan
jenis kelamin. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser
konveks frekuensi 3-5 MHz.
Skening dilakukan pada daerah mc burney dengan proyeksi transversal,
terlebih dahulu dilakukan pengaturan TGC agar didapatkan gambaran dengan
47

ekho yang homogen pada tiap kedalaman dan pengaturan depth, pada pasien
Tn. SP kedalaman area skening kurang lebih 5 hingga 12 cm, pengaturan depth
dipilih lebih dalam dikarenakan pasien Tn. SP merasakan rasa sakit hingga ke
daerah posterior mc burney sehingga terdapat kemungkinan lokasi apendiks
berada lebih dalam dari permukaan abdomen. Setelah pengaturan TGC dan
overall gain selesai dilakukan selanjutnya dilakukan skening dengan
memberikan penekanan secara perlahan di daerah mc burney yang dipadukan
dengan teknik sliding dan sweeping ke arah superior dan inferior hingga
apendiks tervisualisasi. Skening pasien Tn. SP ditemui kesulitan untuk
visualisasi apendiks dikarenakan pasien tidak kuat menahan rasa sakit yang
ditimbulkan dari penekanan transduser. Demi kenyamanan pasien teknik
penekanan dilakukan semaksimal mungkin namun tetap menghasilkan
gambaran yang maksimal. Pada proyeksi transversal terlihat struktur
hipoekhoik inhomogen dengan batasan yang tidak tegas disertai struktur
kompleks di dalamnya. Selanjutnya skening dilakukan pada proyeksi
0
longitudinal memutar transduser 90 ke arah superior, pada proyeksi ini terlihat
struktur yang sama namun terlihat lebih luas daerah hipoekhoik inhomogennya.
Walaupun struktur dinding apendiks tidak tervisualisasi dengan jelas karena
terdapat kemungkinan telah terjadi perforasi, namun pengukuran diameter dan
panjang apendiks tetap dilakukan. Pengukuran diameter dilakukan pada
proyeksi transversal dan pengukuran panjang apendiks dilakukan pada
proyeksi longitudinal dengan teknik pengukuran dari dinding terluar ke dinding
terluar, pada gambaran dinding terluar apendiks dipilih pada daerah yang
memiliki batas samar dari struktur hipoekhoik inhomogen tersebut.
Pada pasien Tn. SP perbandingan gambaran daerah mc burney dengan
daerah iliaka kiri tidak dilakukan, dikarenakan pada daerah mc burney sudah
cukup jelas memperlihatkan struktur hipoekhoik inhomogen yang dicurigai
sebagai apendisitis. Keseluruhan hasil gambaran di lengkapi dengan body
marker untuk memperjelas sisi abdomen yang diperiksa.

5. Hasil Observasi Terhadap Mutu Gambaran Yang Dihasilkan Dari


Pemeriksaan USG pada Apendisitis
48

Setelah dilakukan pemeriksaan USG pada apendisitis, maka didapatkan


hasil gambaran pemeriksaan USG pada apendisitis dari setiap pasien yang
menjalani pemeriksaan. Hasil gambaran USG pada apendisitis terfokus pada
organ apendiks di daerah mc burney dan organ daerah rongga pelvis, namun
sebelumnya evaluasi organ abdomen seperti hati, kantung empedu, ginjal,
pankreas, pembuluh darah aorta, limpa, kandung kemih dan prostat atau rahim
telah dilakukan pada awal pemeriksaan sebelum melakukan evaluasi apendiks.
Pengambilan data laboratorium berupa nilai leukosit dan hasil patologi anatomi
juga dilakukan yang akan digunakan sebagai data penelitian.
a. Sampel 1
Deskripsi hasil gambaran daerah mc burney :
Hasil skening proyeksi transversal dan longitudinal pada daerah mc burney
tampak gambaran hipoekhoik inhomogen tanpa pergerakan peristaltik.
Deskripsi hasil gambaran daerah mc burney dan iliaka kiri :
Hasil skening proyeksi transversal pada daerah mc burney tampak
gambaran hipoekhoik inhomogen tanpa pergerakan peristaltik. Pada skening
proyeksi transversal daerah fosa iliaka kiri tampak gambaran hipoekhoik
homogen.

Gambar 4.7 Hasil gambaran USG An. IA daerah mc burney


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)
49

Gambar 4.8 Hasil gambaran USG An. IA daerah mc burney dan


iliaka kiri (Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng
Jakarta)

Dari temuan hasil laboratorium, nilai luekosit An. IA mengalami


peningkatan yaitu 20,7 ribu/uL, hasil ini diperoleh saat pasien dilakukan
pemeriksaan USG. Setelah dilakukan operasi ditemui hasil patologi anatomi
An. IA adalah apendisitis dengan mikroperforasi.

b. Sampel 2
Deskripsi hasil gambaran daerah mc burney :
Hasil skening proyeksi transversal pada daerah mc burney, tampak
gambaran hipoekhoik berbentuk bulat dengan struktur anekhoik melingkar
seperti cincin (doughnut sign). Diamater apendiks membengkak ± 1,47 cm.
Pada skening proyeksi longitudinal tampak gambaran hipoekhoik tubular
(sosis sign) dengan struktur anekhoik melingkar dengan panjang ± 4,90 cm
tanpa pergerakan peristaltik.
Deskripsi hasil gambaran daerah mc burney dan iliaka kiri :
Hasil skening proyeksi transversal daerah mc burney tampak gambaran
hipoekhoik berbentuk bulat dengan struktur anekhoik melingkar seperti cincin
(doughnut sign) tanpa pergerakan peristaltik. Pada skening proyeksi transversal
daerah fosa iliaka kiri tampak gambaran hipoekhoik homogen.
50

Dari temuan hasil laboratorium nilai luekosit Tn. J yaitu 6,7 ribu/uL, nilai
leukosit diperoleh dari data bagian laboratorium.

Gambar 4.9 Hasil gambaran USG Tn. J daerah mc burney


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)

Gambar 4.10 Hasil gambaran USG Tn. J daerah mc burney dan iliaka kiri
(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)

c. Sampel 3
Deskripsi hasil gambaran daerah mc burney :
51

Hasil skening proyeksi transversal pada daerah mc burney tampak


gambaran hipoekhoik inhomogen dengan batasan dinding yang tidak tegas.
Diameter apendiks membengkak ± 2,98 cm. Tampak kumpulan cairan bebas di
daerah apendiks sebagai struktur kompleks. Pada skening proyeksi longitudinal
tampak gambaran hipoekhoik inhomogen dengan batasan dinding yang tidak
tegas dan ukuran panjang apendiks ± 5,29 cm tanpa pergerakan peristaltik.

Gambar 4.11 Hasil gambaran USG Tn. SP daerah mc burney


(Sumber: Instalasi radiologi RSUD Cengkareng Jakarta)

Dari hasil laboratorium nilai luekosit Tn. SP mengalami peningkatan yaitu


25,6 ribu/uL, yang diperoleh saat pemeriksaan USG. Setelah dilakukan operasi
ditemui hasil patologi anatomi Tn. SP adalah apendisitis perforasi.

B. Pembahasan
Dalam pembahasan ini akan dievaluasi mengenai prosedur persiapan
pasien, persiapan alat, posisi pasien, teknik skening dan hasil gambaran
pemeriksaan USG pada apendisitis sesuai dengan tujuan khusus yang akan
dicapai.
1. Pembahasan Tujuan Khusus 1
Mendeskripsikan dan mengevaluasi prosedur persiapan pasien, persiapan
alat dan posisi pasien yang digunakan dari pemeriksaan USG pada apenisitis.
52

a. Pasien 1
1) Masalah yang dihadapi
Pasien An. IA berasal dari unit rawat inap yang melakukan pemeriksaan
USG tanpa persiapan pemeriksaan. Saat skening dilakukan kandung kemih
pasien tidak terisi penuh dengan urin sehingga evaluasi menjadi kurang
maksimal karena usus-usus masih berada di daerah rongga mc burney dan
rongga pelvis. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser
konveks dan posisi pasien tidur terlentang di atas tempat tidur pemeriksaan.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Skening dilakukan semaksimal mungkin pada daerah mc burney dengan
memberikan penekakanan yang sedikit berlebih agar artefak udara di daerah
mc burney dan rongga pelvis berkurang dan evaluasi menjadi lebih mudah.
3) Temuan penelitian
Pada pasien dengan kondisi kandung kemih yang tidak terisi penuh atau
kosong sebaiknya sebelum pemeriksaan USG CITO dilakukan, beberapa saat
sebelum datang ke instalasi radiologi sebaiknya menahan buang air kecil dan
minum air mineral semampunya agar kandung kemih terisi penuh oleh urin
sehingga evaluasi daerah mc burney dan rongga pelvis menjadi lebih mudah
dan menghindari terjadinya kesalahan diagnosa.
b. Pasien 2
1) Masalah yang dihadapi
Tidak terdapat permasalahan pada saat melakukan pemeriksaan,
dikarenakan pasien Tn. J melakukan persiapan pemeriksaan yang telah
diinstruksikan dengan baik, dapat berkomunikasi dan bekerja sama dengan
baik. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser konveks dengan
posisi pasien tidur terlentang di atas tempat tidur pemeriksaan.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prosedur USG pada apendisitis.
3) Temuan penelitian
Tidak ada temuan baru yang didapatkan dari prosedur persiapan pasien,
persiapan alat dan posisi pasien yang digunakan dari pemeriksaan USG pada
apendisitis yang dilakukan oleh pasien Tn. J.
53

c. Pasien 3
1) Masalah yang dihadapi
Pasien Tn. SP berasal dari unit rawat inap yang melakukan pemeriksaan
USG tanpa melakukan persiapan pemeriksaan. Tidak terdapat permasalahan
pada saat melakukan pemeriksaan karena kandung kemih pasien sudah terisi
penuh dengan urin sehingga dapat membantu evaluasi daerah mc burney dan
rongga pelvis. Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan transduser
konveks dengan posisi pasien tidur terlentang di atas tempat tidur pemeriksaan.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Pemeriksaan dilakukan sesuai dengan prosedur USG pada apendisitis.
3) Temuan penelitian
Tidak ada temuan baru yang didapatkan dari prosedur persiapan pasien,
persiapan alat dan posisi pasien yang digunakan dari pemeriksaan USG pada
apendisitis yang dilakukan oleh pasien Tn. SP.

2. Pembahasan Tujuan Khusus 2


a. Sampel 1
1) Masalah yang dihadapi
Pada saat skening pasien An. IA dilakukan, dalam mengevaluasi daerah
mc burney mengalami kesulitan dikarenakan pasien menangis kesakitan di
daerah perut kanan bawahnya akibat penekanan dari transduser. Pasien
meminta untuk pemeriksaan dihentikan sebelum evaluasi selesai dilakukan.
Struktur apendiks juga sulit tervisualisasi.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Pada pasien seperti ini penekanan dengan transduser dilakukan seminimal
mungkin namun tetap menghasilkan gambaran yang optimal. Serta
menginstruksikan keluarga pasien untuk mendampingi pemeriksaan agar
pasien merasa lebih nyaman sehingga pemeriksaan dapat dilakukan hingga
selesai. Teknik skening dilakukan secara keseluruhan daerah abdomen bagian
kanan dengan cara skening proyeksi transversal dari hati lobus kanan hingga
daerah mc burney terbawah dan proyekai longitudinal dari daerah mid coronal
plane (MCP) hingga mid sagital plane (MSP).
54

3) Temuan penelitian
Penekanan pada evaluasi apendiks memang harus dilakukan agar udara
yang dapat membuat artefak dapat berkurang. Melakukan skening secara
keseluruhan juga penting dilakukan apabila struktur apendiks tidak
tervisualisasi di daerah mc burney mengingat terdapat beberapa variasi letak
apendiks yang tidak berada di rdaerah mc burney. Dalam pengambilan
gambaran, pembuluh darah iliaka dan muskulus psoas dapat dijadikan sebagai
landmark, karena secara anatomi normal organ apendiks berada di bagian
anterior dari organ tersebut.
b. Sampel 2
1) Masalah yang dihadapi
Pada skening pasien Tn. J mengalami kesulitan dikarenakan pasien memiliki
tubuh yang gemuk dan massa otot yang padat. Pemeriksaan memakan waktu
cukup lama untuk mengevaluasi daerah mc burney dan iliaka kiri.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Untuk melakukan evaluasi daerah mc burney dilakukan penekanan yang
cukup kuat menggunakan transduser agar organ apendiks dapat tervisualisasi
dengan jelas dan pengukuran diameter apendiks dapat maksimal. Hal serupa
juga dilakukan saat skening di daerah ilika kiri agar ekho struktur daerah iliaka
kiri terlihat jelas dengan landmark pembuluh darah iliaka dan muskulus psoas.
3) Temuan penelitian
Pada pasien yang memiliki badan gemuk dengan massa otot yang padat
penekanan yang cukup kuat dapat dilakukan agar apendiks dan ekho struktur
daerah iliaka kiri dapat tervisualisasi dengan baik. Namun penekanan yang
dilakukan juga harus mengingat keadaan pasien, lakukan semaksimal mungkin
tanpa memaksakan penekanan berlebihan agar pasien merasa nyaman.
c. Sampel 3
1) Masalah yang dihadapi
Pada skening pasien Tn. SP mengalami kesulitan dikarenakan pasien
merasakan sakit yang sangat tidak tertahankan diperut bagian kanannya. Organ
apendiks sulit tervisualisasi karena hanya terlihat struktur kompleks di daerah
mc burney.
55

2) Jalan keluar yang dilakukan


Untuk melakukan evaluasi daerah mc burney dilakukan penekanan
secukupnya namun tetap menghasilkan gambaran yang optimal. pengambilan
gambaran dilakukan seoptimal mungkin yang memeperlihatkan struktur
kompleks secara jelas dengan batasan yang tegas.
3) Temuan penelitian
Pada pasien yang merasa kesakitan di perut kanan daerah mc burney,
dalam melakukan skening dilakukan penekanan secukupnya saja namun tetap
menghasilkan gambaran yang optimal.

3. Pembahasan Tujuan Khusus 3


a. Sampel 1
1) Masalah yang dihadapi
Pada hasil gambaran pasien An. IA peneliti curiga adanya gambaran
apendisitis karena dari hasil laboratorium nilai leukosit pasien mengalami
peningkatan, namun setelah skening dilakukan tidak memperlihatkan struktur
apendiks berupa gambaran hipoekhoik berbentuk bulat yang disertai struktur
anekhoik melingkar seperti cincing pada potongan transversal.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Hasil gambaran yang telah didapatkan dikonsultasikan dengan dokter
radiolog, mengenai struktur hipoekhoik inhomogen saja yang terlihat pada
daerah mc burney. Walaupun skening telah dilakukan secara keseluruhan pada
daerah abdomen kanan namun struktur apendiks tidak tervisualisasi. Sehingga
pengambilan gambaran tetap dilakukan dengan landmark pembuluh darah
iliaka dan muskulus psoas.
3) Temuan penelitian
Pada hasil skening daerah mc burney tampak struktur hipoekhoik
inhomogen tanpa pergerakan peristaltik pada proyeksi transversal dan
longitudinal. Sedangkan pada hasil skening daerah iliaka kiri tampak gambaran
hipoekhoik homogen. Setelah berkonsultasi dengan dokter radiolog, gambaran
dengan struktur hipoekhoik inhomogen di daerah mc burney dapat mengarah
pada apendisitis, struktur tersebut terbentuk akibat dari pengaruh peradangan
56

apendiks. Hal ini dibuktikan dengan hasil patologi anatomi pasien An. IA yaitu
apendisitis dengan mikroperforasi. Hasil laboratorium juga menunjukan
adanya peningkatan nilai leukosit yaitu 20,7 ribu/uL.
b. Sampel 2
1) Masalah yang dihadapi
Pada hasil gambaran pasien Tn. J peneliti curiga adanya apendisitis,
sehingga peneliti harus melakukan pengambilan gambaran yang paling
optimal.
2) Jalan keluar yang dilakukan
Skening di daerah mc burney pada proyeksi transversal dilakukan
semaksimal mungkin hingga struktur hipoekhoik berbentuk bulat yang disertai
struktur anekhoik melingkar seperti cincin terlihat dengan jelas. Begitupun
pada proyeksi longitudinal hingga struktur yang sama berbentuk tubular
terlihat dengan jelas. Pengambilan gambaran daerah iliaka kiri juga dilakukan
dengan optimal dengan memperlihatkan pembuluh darah iliaka dan muskulus
psoas terlihat jelas.
3) Temuan penelitian
Pada hasil skening daerah mc burney proyeksi transversal tampak
gambaran hipoekhoik berbentuk bulat disertai struktur anekhoik melingkar
seperti cincin (doughnut sign) dengan diamater apendiks membengkak ± 1,47
cm. Struktur yang sama terlihat pada proyeksi longitudinal berbentuk tubular
(sosis sign) dengan dengan panjang ± 4,90 cm tanpa pergerakan peristaltik.
Sedangkan skening daerah iliaka kiri proyeksi transversal memperlihatkan
struktur hipoekhoik homogen. Hasil laboratorium nilai luekosit Tn. J yaitu 6,7
ribu/uL, nilai leukosit diperoleh dari data bagian laboratorium.
c. Sampel 3
1) Masalah yang dihadapi
Pada hasil gambaran pasien Tn. SP peneliti curiga adanya gambaran
apendisitis karena dari hasil laboratorium nilai leukosit pasien mengalami
peningkatan, namun setelah skening dilakukan hanya memperlihatkan struktur
kompleks di daerah mc burney dengan batasan yang tidak tegas.
2) Jalan keluar yang dilakukan
57

Hasil gambaran yang telah didapatkan dikonsultasikan dengan dokter


radiolog, mengenai struktur hipoekhoik inhomogen dengan struktur kompleks
di dalamnya dan batasan yang tidak tegas yang terlihat pada daerah mc burney.
Pengukuran diameter apendiks dilakukan semaksimal mungkin pada proyeksi
transversal.
3) Temuan penelitian
Pada hasil skening daerah mc burney proyeksi transversal tampak struktur
hipoekhoik inhomogen dengan batasan dinding yang tidak tegas. Diameter
apendiks membengkak ± 2,98 cm. Tampak kumpulan cairan bebas di daerah
apendiks sebagai struktur kompleks. Struktur yang sama terlihat pada proyeksi
longitudinal dengan dengan panjang ± 5,29 cm tanpa pergerakan peristaltik.
Setelah berkonsultasi dengan dokter radiolog, gambaran tersebut mengarah
pada jenis apendisitis perforasi. Hal ini dibuktikan dengan hasil patologi
anatomi pasien Tn. SP yaitu apendisitis perforasi. Hasil laboratorium juga
menunjukan adanya peningkatan nilai leukosit yaitu 25,6 ribu/uL.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil studi kasus dengan evaluasi pemeriksaan USG abdomen
pada apendisitis di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Umum Daerah
Cengkareng Jakarta maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur Persiapan Pasien, Persiapan Alat dan Posisi Pasien
a. Pada pasien 1 An. IA, kandung kemih pasien tidak terisi penuh dengan urin
sehingga evaluasi menjadi kurang maksimal dan terdapat artefak udara yang
berada di usus-usus sekitar apendiks. Solusinya adalah memberikan
penekakanan berlebih agar artefak udara berkurang.
b. Pada pasien 2 Tn. J, pasien melakukan persiapan pemeriksaan dengan baik dan
dapat berkomunikasi serta kerjasama dengan baik sehingga dapat melakukan
pemeriksaan sesuai dengan prosedur pemeriksaan USG pada apendisitis.
c. Pada pasien 3 Tn. SP, kandung kemih pasien terisi penuh dengan urin sehingga
evaluasi daerah mc burney dapat dilakukan dengan baik.
2. Teknik Skening
a. Pada pasien 1 An. IA, pasien merasa kesakitan di daerah perut kanan bawahnya
akibat penekanan dari transduser dan struktur apendiks sulit tervisualisasi.
Solusinya adalah melakukan penekanan seminimal mungkin namun tetap
menghasilkan gambaran yang optimal dan melakukan skening secara
keseluruhan daerah abdomen bagian kanan pada proyeksi transversal dari
daerah hati lobus kanan hingga mc burney terbawah dan proyeksi longitudinal
dari daerah MCP hingga MSP.
b. Pada pasien 2 Tn. J, pasien memiliki tubuh yang gemuk dan memiliki massa
otot yang padat sehingga skening menjadi lebih sulit dan memakan waktu yang
cukup lama. Solusinya adalah dilakukan penekanan yang cukup kuat dengan
menggunakan transduser agar organ apendiks dapat tervisualisasi dengan jelas
dan pengukuran diameter apendiks dapat maksimal.
c. Pada pasien 3 Tn. SP, pasien merasakan sakit yang sangat tidak tertahankan
diperut bagian kanannya saat skening dilakukan. Solusinya adalah penekanan
dilakukan secukupnya namun tetap menghasilkan gambaran yang optimal.

58
59

3. Hasil Mutu Gambaran USG pada Apendisitis


a. Pada pasien 1 An. IA, ditemukan struktur hipoekhoik inhomogen tanpa
pergerakan peristaltik pada proyeksi transversal dan longitudinal di daerah mc
burney. Sedangkan pada hasil skening daerah iliaka kiri tampak gambaran
hipoekhoik homogen. Setelah berkonsultasi dengan dokter radiolog, gambaran
dengan struktur hipoekhoik inhomogen di daerah mc burney dapat mengarah
pada apendisitis, struktur tersebut terbentuk akibat dari pengaruh peradangan
apendiks. Hasil patologi anatomi pasien An. IA adalah apendisitis dengan
mikroperforasi dan nilai leukosit pasien An. IA yaitu 20,7 ribu/uL.
b. Pada pasien 2 Tn. J, ditemukan struktur hipoekhoik berbentuk bulat disertai
struktur anekhoik melingkar seperti cincin (doughnut sign) dengan diamater
apendiks membengkak ± 1,47 cm pada proyeksi transversal dan struktur yang
sama pada proyeksi longitudinal berbentuk tubular di daerah mc burney tanpa
pergerakan peristaltik. Sedangkan skening daerah iliaka kiri proyeksi
transversal memperlihatkan struktur hipoekhoik homogen. Nilai luekosit
pasien Tn. J yaitu 6,7 ribu/uL.
c. Pada pasien 3 Tn. SP, ditemukan struktur hipoekhoik inhomogen dengan
batasan dinding yang tidak tegas berdiameter ± 2,98 cm dan tampak struktur
kompleks di dalamnya. Struktur yang sama terlihat pada proyeksi longitudinal
dengan dengan panjang ± 5,29 cm tanpa pergerakan peristaltik di daerah mc
burney. Hasil gambaran mengarah pada jenis apendisitis perforasi. Nilai
luekosit pasien Tn. SP menunjukan adanya peningkatan yaitu 25,6 ribu/uL.

B. Saran
1. Prosedur Persiapan Pasien, Persiapan Alat dan Posisi Pasien
a. Pada pasien 1 An. IA, sebaiknya sebelum pemeriksaan USG CITO dilakukan,
beberapa saat sebelum datang ke instalasi radiologi sebaiknya menahan buang
air kecil dan minum air mineral semampunya agar kandung kemih terisi penuh
oleh urin sehingga evaluasi daerah mc burney dan rongga pelvis menjadi lebih
mudah dan menghindari terjadinya kesalahan diagnosa.
2. Teknik Skening
60

a. Pada pasien 1 An. IA, sebaiknya penekanan saat skening apendiks dilakukan
agar udara yang dapat membuat artefak dapat berkurang. Selain itu Melakukan
skening secara keseluruhan juga penting dilakukan apabila struktur apendiks
tidak tervisualisasi di daerah mc burney mengingat terdapat beberapa variasi
letak apendiks yang tidak berada di daerah mc burney. Dalam pengambilan
gambaran, pembuluh darah iliaka dan muskulus psoas dapat dijadikan sebagai
landmark, karena secara anatomi normal organ apendiks berada di bagian
anterior dari organ tersebut.
b. Pada pasien Tn. J, sebaiknya pada pasien yang memiliki badan gemuk dengan
massa otot yang padat penekanan yang cukup kuat dapat dilakukan agar
apendiks dan ekho struktur daerah iliaka kiri dapat tervisualisasi dengan baik.
c. Pada pasien Tn. SP, sebaiknya pada pasien yang merasa kesakitan di perut
kanan daerah mc burney, dalam melakukan skening dilakukan penekanan
secukupnya saja namun tetap menghasilkan gambaran yang optimal.
3. Hasil Mutu Gambaran USG pada Apendisitis
Secara keseluruhan untuk menghasilkan hasil gambaran USG dengan
klinis apendisitis perlu dilakukan teknik penekanan agar artefak udara dari usus
dapat berkurang, selain itu rasa sakit yang ditimbulkan dari penakanan
ransduser dapat dijadikan tanda adanya indikasi peradangan apendiks. Skneing
dilakukan pada proyeksi transversal yang akan memperlihatkan struktur
hipoekhoik berbentuk bulat yang disertai struktur anekhoik melingkar seperti
cincing yang disebut sebagai doughnut sign dan proyeksi longitudinal dengan
struktur yang sama bentuk tubular yang biasa disebut sebagai sosis sign.
Dilakukan pengukuran apendiks dari dinding terluar ke dinding terluar
apendiks, pada apendisitis diameter akan membengkak melebihi 6 mm tanpa
pergerakan peristaltik. Pada apendisitis perforasi memperlihatkan struktur
hipoekhoik berbatas tidak tegas dengan struktur kompleks di dalamnya. Pada
apendisitis apendikolit akan memperlihatkan struktur hiperekhoik dengan
posterior akustik shadowing, untuk memperjelas struktur tersebut dilakukan
pengaturan TGC agar gamabaran menjadi lebih jelas. Selain itu pada
apendisitis akan memperlihatkan struktur hipoekhoik inhomogen di daerah mc
burney jika dibandingkan dengan struktur iliaka kiri yang lebih homogen.
DAFTAR PUSTAKA

1. Baradero, M., Dayrit, M. W., & Siswandi, Y. (2005). Klien Gangguan Hati:
Seri Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC. Hal. 15

2. Bellagha, I., Chehida, F. B., Couture, A., Gharbi, H., Hammou, A., Khomsi,
W. D., et al. (2013). Pediatric Ultrasound. Dalam Manual of Diagnostic
Ultrasound Volume 2, 2nd Edition. Geneva: World Health Organization. Hal.
276-278

3. Brayer, B., Bruguera, C. A., Gharbi, H. A., Golberg, B. B., H. Tan, F. E.,
Wachira, M. W., et al. (2002). Manual Of Diagnostic Ultrasound. In P. Palmer
(Ed.). Geneva: WHO. Hal. 138-139, 147

4. Breda Vriesman, A. V., & Puyleart, J. (2005, August). Appendicitis - Mimics,


Alternative Nonsurgical Diagnoses at Sonography and CT. Radilogy
Assistant. http://www.radiologyassistant.nl/en/p420f0a063222e/appendicitis-
mimics.html

diakses pada tanggal 31 Januari 2016

5. Bruyn, R. D. (2005). Pediatric Ultrasound How, Why and When 2nd Edition.
London: Elsevier. Hal. 184, 194-197

6. Chao, A., & Gharahbaghian, L. (2014). Tips and Tricks : Ultrasound In The
Diagnosis of Acute Appendicitis. American College of Emergency
Physicians.
http://www.acep.org/Content.aspx?id=101803
diakses pada tanggal 01 Januari 2016

7. Gritzmann, N. (2007). Acute Appendicitis and Appendiceal Mucocele. In G.


Maconi, & G. B. Porro (Eds.), Ultrasound of The Gastrointestinal Tract.
Berlin: Springer. Hal. 4-6
8. Hiors, M. P., & Hall, C. M. (2008). The Colon. In A. S. Devos, & J. G.
Blickman (Eds.), Radiological Imaging of The Digestive Tract In Infants and
Childern. Berlin: Springer. Hal. 193-196
9. Incesu, L. (2015, September). Appendicitis Imaging. Medscape.
http://emedicine.medscape.com/article/363818-overview#a5 di
akses pada tanggal 31 Januari 2016
10. Lutz, H. T., & Deuerling, J. (2011). Gastrointestinal Tract. Dalam Manual of
Diagnostic Ultrasound Volume I, 2nd Edition. Geneva: World Health
Organization. Hal. 239
11. Mansjoer, A., Suprohaita, AWardhani, W. I., & Setiowulan, W. (2000). Kapita
Selekta Kedokteran. Jakarta: Aesculapius. Hal. 307
12. Moore, K. L., Dalley, A. F., & Agur, A. M. (2014). Clinically Oriented
Anatomy 7th Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins. Hal. 259-
260
13. Nasution, A. P. (2013, April). Hubungan Antara Jumlah Leukosit Akut dan
Apendisitis Perforasi di RSU Dokter Seodarso Pontianak Tahun 2011. IPI.
http://id.portalgaruda.org/?ref=browse&mod=viewarticle&article=32487
diakses pada tanggal 21 Januari 2016
14. Netter, F. H. (2014). Atlas of Human Anatomy 6th Edition. Philadelphia:
Elsevier. Hal. 296

15. Pacharn, P., Ying, J., Linam, L. E., Broody, A. S., & Babcock, D. S. (2010,
December). Sonography in the Evaluation of Acute Appendicitis, Are
Negative Sonographic Findings Good Enough? Ultrasound in Medicine.
http://www.jultrasoundmed.org/content/29/12/1749.full
diakses pada tanggal 31 Januari 2016
16. Price, S. A., & Wilson, L. M. (2003). Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
proses Penyakit Edisi 6 Vol.1. Jakarta: EGC. Hal. 448-449
17. Scoutt, L. M., Sawyers, S. R., Bokhari, J., & Hamper, U. M. (2007).
Ultrasound of Acute Abomen. Dalam L. M. Scoutt (Penyunt.), Ultrasound
Clinic. New Heaven: Elsevier. Hal. 507-510
18. Siegfried, D. R. (2004). Anatomy & Physiology For Dummies. Canada/
Indianapolis: Wiley Publishing, Inc.
19. Singh, V. (2014). Textbook of Anatomy Abdomen and Lowe Limb : Second
Edition. New Delhi: Reed Elsevier India. Hal. 153-155
20. Skandalakis, L. J., Skandalakis, J. E., & Skandalakis, P. N. (2009). Surgical
Anatomy and Technique a Pocket Manual Third Edition. New York: Springer.
Hal. 403-405
21. Underwood, J. C. (1996). General and Systemic Pathalogy Volume 2 2nd
Edition. London: Churchill Livingstone. Hal. 442-445

22. Valesky, Aponte, Secko, Mehta, & Solomon, R. (2012). Focus On:
Ultrasound for Appendicitis. American College of Emergency Physicians.
http://www.acep.org/Continuing-Education-top-banner/Focus-On--
Ultrasound-for-Appendicitis/
diakses pada tanggal 09 Oktober 2015
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

BIODATA

NAMA : AULIA NURISNAENI


NPM : P2.31.30.1.12.004
TTL : JAKARTA, 25 DESEMBER 1994
AGAMA : ISLAM
ALAMAT : JALAN OLAH RAGA 1 RT.008/05 NO.44A
KEL. CILILITAN. KEC. KRAMAT JATI. JAKARTA TIMUR
13640
NO.TELPON : (021) 80898469 / 08999077558
EMAIL : aulianurisnaeni@ymail.com

PENDIDIKAN FORMAL
2000 – 2006 Madrasah Ibtidaiyah Asy Syuhada Jakarta
2006 – 2009 SMP Negeri 281 Jakarta
2009 – 2012 SMA Negeri 9 Jakarta
2012 – 2016 Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL)


1. RSUD Pasar Rebo Jakarta
2. RSAB Harapan Kita Jakarta
3. IGD RSUP Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta
4. RSUP Fatmawati Jakarta
5. RSUD Cengkareng Jakarta
6. RS Harapan Bunda Jakarta
7. RSPAD Gatot Soebroto Jakarta
8. RSUP Persahabatan Jakarta
9. RSAL Dr. Mintohardjo Jakarta

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN (PKL) SELAMA D-IV


USG
1. RSUD Cengkareng Jakarta
2. Klinik Parahita Diagnostic Center Jakarta
3. RS Bhinneka Bhakti Husada Tangerang
4. Klinik Firdausy Jakarta
5. RS Sari Asih Serang
6. RS Budhi Asih Serang
7. RSUD Cilegon
8. RSU Berkah Pandeglang
9. Klinik Laboratorium Biomed Serang
10. Klinik Laboratorium Biomed Cilegon

PENGALAMAN PRAKTEK KERJA NYATA (PKN)


RS Paru dr. H.A. Rotinsulu Bandung Jawa Barat
LAMPIRAN
LAMPIRAN 3

PEDOMAN WAWANCARA

Evaluasi Pemeriksaan USG Abdomen pada Apendisitis di Rumah Sakit


Umum Daerah Cengkareng Jakarta

Wawancara Dengan

Nama Responden :
Fungsional : Dokter Spesialis Radiologi di RSUD Cengkareng
Lokasi :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :

Daftar pertanyaan yang telah disusun sebagai pedoman wawancara :

1. Adakah persiapan khusus yang perlu dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan
pemeriksaan USG abdomen pada apendisitis?
2. Bagaimana teknik pemeriksaan yang dilakukan pada USG abdomen dengan
diagnosa apendisitis?
3. Apa saja yang dapat dijelaskan dari sonogram pemeriksaan USG abdomen
pada apendisitis?
4. Apakah sonogram yang dihasilkan sudah dapat memberikan informasi
diagnostik secara optimal?
5. Apakah modalitas USG dalam mendeteksi kasus apendisitis cukup efektif?
6. Apa kelebihan dan kekurangan yang perlu diperbaiki untuk menghasilkan
gambaran USG abdomen pada apendisitis yang lebih baik lagi dari segi
informasi diagnostik yang dihasilkan?
LAMPIRAN 4

TRANSKRIP WAWANCARA MENDALAM

Nama Responden : dr. Lestari W. Soewarto, Sp.Rad


Fungsional : Dokter Spesialis Radiologi di RSUD Cengkareng Jakarta
Lokasi : Instalasi Radiologi RSUD Cengkareng Jakarta
Tanggal Wawancara : Sabtu, 14 Mei 2016
Waktu Wawancara : 15.00 WIB
P : Pewawancara
R1 : Responden 1

P : Assalamualaikum, permisi dokter Tari.


R1 : Waalaikumsalam, iya masuk. Kenapa? Kok kamu belum pulang?
P : Iya dok hehe, boleh gangguin waktunya sebentr dok. Mau wawancara
Sama dokter untuk skripsi aku dok.
R1 : Oh boleh lah, yaudah ambil bangku kita diskusi sama-sama.
P : Siap dokter.
R1 : Jadi mau wawancara apa ul?
P : Ini dok, aku ambil judul skripsi tentang evaluasi pemeriksaan USG
abdomen pada apendisitis dok. Didalamnya ada penjelasan mengenai
mengenai prosedur persiapan pemeriksaan, teknik skening sama hasil
sonogram apendisitis.
R1 : Oh gitu, bagus tuh ul. Jadi gimana?
P : Aku mau tanya dok, kalo untuk pemeriksaan USG abdomen pada
apendisitis ada persiapan khususnya ga dok?
R1 : Apendisitis sih sebenernya ga perlu persiapan ul, karena kebanyakan
Pasien cito. Sekalipun pasien itu terjadwal dan melakukan persiapan
puasa, gak akan berpengaruh sama gambaran apendisitis, untuk GI tract
(gastro intestinal tract) pun fungsinya di kantung empedu aja biar keisi
sama cairan empedu. Jadi ga usah persiapanpun gak apa.
P : Kalo dari teknik skening dok, bagaimana teknik skening yang dilakukan
pada USG abdomen dengan diagnosa apendisitis?
R1 : Yang pasti organ abdomen lainnya udah diperiksa. Untuk apendisitis
berarti kita terfokus sama apendiks di daerah fosa iliaka kanan kan.
Skeningnya mah kaya biasa yang dilakukan longitudinal sama transversal,
tinggal bagaimana kita menggerakannya karna kan ga semua apendiks
letaknya sama. Kalo di dapet apendisitisnya terus diukur biasanya si lebih
besar dari ukuran normal. Karna berdasarkan pengalaman saya, untuk
apendisitis itu
susah kalo gak memang dia bener-bener membengkak dan meradangan.
P : Pada hasil sonogram USG abdomen apendisitis apa saja dok yang dapat
dijelaskan?
R1 : Doughnut sign dan sosis sign. Kecuali kalo infiltrat, nah itu jelas banget.
Kalo emang si doughnut sign ga ketemu, langsung aja bandingin fosa
iliaka kanan sama kiri. Akan keliatan berbeda kok, semakin banyak jam
terbangnya akan paham perbedaannya. Doughnut sign mah emang ada
cuma itu jarang banget. Saat doughnut sign terlihat dilakukan pengukuran
diameternya, pasti akan mengalami pembengkakkan dan melebihi nilai
normalnya.
P : Dok, apakah sonogram yang dihasilkan selama ini sudah dapat
memberikan informasi diagnostik yang optimal?
R1 : Sudah cukup optimal menurut aku. Cuma itu memang memerlukan
pengalaman. Makin banyak pengalaman makin bagus. Dan sekarang pun
aku lebih congdong menggunakan USG dari pada apendicogram.
P : Menurut dokter apakah modalitas USG cukup efektif untuk mendiagnosa
apendisitis?
R1 : Cukup efektif yah, kaya yang aku bilang tadi kualifikasi sonografernya
sangat berpengaruh, makin biasa menghadapi kasus tersebut makin
mudah juga dan jenis pesawat juga mempengaruhi, kadang kalo dari
alatnya kurang bagus hasil sonogramnya juga ga jelas.
P : Dok untuk pasien apendisitis apa laukositnya tinggi semua atau
Bagaimana dok?
R1 : Nilai leukosit membantu buat diagnosa apendisitis, umumnya sih tinggi
Tapi kalau pasiennya sudah dikasih antibiotik biasanya bisa turun juga ul.
P : Terakhir dok, kira-kira kelebihan dan kekurangan apa yang perlu
diperbaiki untuk mengasilkan gambaran USG abdomen pada apensitis
yang lebih baik lagi?
R1 : Pemilihan pesawat yang bagus sama skill dan pengalaman harus
diperbanyak. Kalo dari pasiennya kan kita gabisa apa-apain lagi ya
hehehe. USG sudah paling enak sebenernya, non invasif, ga pake sinar
pengion. CT Scan dan MRI udah ga perlu dipakelah untuk apendisitis
dari segi waktu, biaya dan lainnya tidak efisien. USG memang modalitas
utama sih untuk apendisitis apalagi yang cito sangat membantu banget.
Jadi idealnya mah kalo menurut aku USG sama apendicogram.
P : Untuk sementara pertanyaannya hanya itu dulu aja dok. Terimakasih
Banyak dokter atas waktu dan ilmunya.
R1 : Sama-sama yah, belajar yang rajin biar semakin banyak pengalaman
seperti ka Becca.
P : Siap dokter, terimakasih dok.
LAMPIRAN 5

TRANSKRIP WAWANCARA MENDALAM

Nama Responden : dr. Rosiana Anneke Sjahruddin, Sp.Rad


Fungsional : Dokter Spesialis Radiologi di RSUD Cengkareng Jakarta
Lokasi : Instalasi Radiologi RSUD Cengkareng Jakarta
Tanggal Wawancara : Senin, 30 Mei 2016
Waktu Wawancara : 15.20 WIB
P : Pewawancara
R2 : Responden 2

P : Assalamualaikum, permisi dokter boleh aku ganggu waktunya sebentar?


Masih banyak ya dok foto yang harus dibaca?
R2 : Waalaikumsalam, lumayan fotonya yang belum. Kenapa aulia?
P : Ini dok aku mau wawancara dokter yang waktu itu sempat tertunda,
wawancaranya mengenai penelitian untuk tugas akhir aku dok.
R2 : Boleh, tapi saya sambil baca foto yah.
P : Iya dokter, maaf ya dok aku gangguin dokter lagi baca foto rontgen.
R2: Gak apa kok, jadi apa yang kamu teliti?
P: Jadi judul skripsi aku itu tentang evaluasi pemeriksaan USG abdomen pada
apendisitis dok. Mengenai persiapan pemeriksaan, teknik skening dan
sonogram apendisitis.
R2: Hasilnya sampai kamu telusuri ke patologi anatomi?
P: Iya dok hasilnya sampai aku telusuri ke patologi anatomi, dari 20 orang pasien
yang menjalani USG aku peroleh 15 orang pasien hasil patologi
anatominya positif apendisitis, sedangkan yang 5 orang pasien ga
ada hasil patologi anatominya.
R2: Oh gitu, lalu gimana yang lainnya?
P: Aku mau tanya dok, untuk pemeriksaan USG abdomen dengan diagnosa
apendisitis apakah ada persiapan khusus sebelum pemeriksaan?
R2: Tidak ada, karena sebagaian besar pasien datang dengan pemeriksaan cito.
Bila memungkinkan tahan kencing sampai buli penuh, tujuannya agar
udara yang ada di usus terdorong ke lateral jadi artefak udara
berkurang sehingga apendiks akan lebih mudah di temukan. Sedangkan
pasien yang puasa pun tidak akan berpengaruh sama gambaran app nya
itu sendiri, jadi tidak puasa atau berpuasa ga ada pengaruhnya untuk app.
P : Untuk teknik skening pada apendisitis bagaimana dok?
R2 : Teknik khusus nya tidak ada, tapi skening harus dilakukan di fosa
iliaka kanan, lakukan penekanan saat skening ada nyeri tekan atau tidak.
Jangan lupa tanya pasien sudah konsumsi obat analgetik atau antibiotik
atau belum, karna kalo pasien sudah minum analgetik pasti nyeri tekan
sudah tidak terasa lagi. Skeningnya proyeksi longitudinal sama
transversal di fosa iliaka kanan tadi dan sekitarnya.
P : Lalu dok dari sonogram USG abdomen apendisitis apa saja yang dapat
dijelaskan?
R2 : Ciri khas dia terlihat inflamasi dengan gambaran hipoekhoik inhomogen
di fosa iliaka kanan jika dibandingkan dengan yang kiri, karena sesuatu
yang bersifat peradangan akan membentuk struktur hipoekhoik yang
terkadang diserati puss yang membuat struktur sekitar menjadi tidak
merata, sedangkan di kiri tidak ada organ yang meradang kan, otomatis
gambarannya akan lebih homogen. Kalo bisa dapat jelas akan terlihat
doughnut sign dan sosis sign yang membengkak, cuma memang sulit
untuk menemukan struktur yang jelas seperti itu. Tapi kalo gambaran
apendisitis pada anak akan terlihat berbeda, di gambaran tubulernya dia
akan terlihat lebih hiperekhoik terkadang disertai fluid collection di
sekitarnya, itu namanya periapendicular infiltrat. Kenapa hiperekhoik
karena struktur app anak anak masih merapat mankanya dia jadi putih.
dan mereka lebih tahan nyeri karena peritoneum anak itu belum
berkembang maksimal sehingga rasa nyeri dari inflamasi app itu tidak
terlalu terasa, bahkan sampai perforasi suka tidak terasa sakit.
P : Dari hasil sonogram yang telah dihasilkan selama ini apakah sudah dapat
memberikan informasi diagnostik yang optimal?
R2 : Sudah cukup. Jika gambaran hipoekhoik inhomogen sudah terlihat yang
disertai nyeri tekan di fosa iliaka kanan sudah cukup bisa dianggap
mengarah pada apendisitis. Ditunjang dengan hasil laboratorium juga
pasti laukosit pasien tinggi jika pasien belum mengkonsumsi antibiotik.
P : Menurut dokter apakah modalitas USG cukup efektif untuk mendiagnosa
apendisitis?
R2 : Cukup efektif, jenis pesawat terutama mempengaruhi dengan resolusi
yang bagus evaluasi akan lebih mudah dilakukan serta didukung dengan
pengalam dari praktisinya juga yang pasti.
P : Lalu dok kira-kira dari kelebihan dan kekurangan apakah ada yang perlu
diperbaiki untuk mengasilkan gambaran USG abdomen pada apendisitis
yang lebih baik lagi?
R2 : Pemilihan pesawat yang bagus sehingga artefaknya tidak banyak dan
pengalaman harus diperbanyak. Saat skening pasien yang susah kalau
pengalamannya banyak pasti dapat dilakukan walaupun dengan berbagai
variasi letak anatomi apendiks yang berbeda-beda.
P : Kalau posisi LLD bagaimana dok, bisa dijadikan alternatif tidak dok?
R2: Bisa sih LLD yah, ususnya akan ke arah bawah sisi kanan. Mungkin bisa
dijadikan alternatif, tetapi harus mengingat kondisi pasien juga karena
pasien yang datang pasti dalam kondisi kesakitan.
P: Baik dok, nanti coba saya praktekan dengan pasien yang memungkinkan. Untuk
sementara pertanyaannya hanya itu dulu dok. Terimakasih banyak dokter
atas waktu dan ilmunya.
R2: Sama-sama, belajar yang rajin yah biar semakin banyak pengalaman dan
ilmunya.
P: Siap dokter, terimakasih dok.
R2: Iya.
LAMPIRAN 6

PEDOMAN WAWANCARA

Evaluasi Pemeriksaan USG Abdomen pada Apendisitis di Rumah Sakit


Umum Daerah Cengkareng Jakarta

Wawancara Dengan

Nama Responden :
Fungsional : Sonografer di RSUD Cengkareng
Lokasi :
Tanggal Wawancara :
Waktu Wawancara :

Daftar pertanyaan yang telah disusun sebagai pedoman wawancara :

1. Adakah persiapan khusus yang perlu dilakukan oleh pasien sebelum dilakukan
pemeriksaan USG abdomen pada apendisitis?
2. Bagaimana persiapan alat yang dilakukan pada USG abdomen dengan
diagnosa apendisitis?
3. Bagaimana teknik pemeriksaan yang dilakukan pada USG abdomen dengan
diagnosa apendisitis?
4. Bagaimana kriteria sonogram pemeriksaan USG abdomen pada apendisitis?
LAMPIRAN 7

TRANSKRIP WAWANCARA MENDALAM

Nama Responden : Sri Rebekka Banjarnahor, S.ST


Fungsional : Sonografer di RSUD Cengkareng Jakarta
Lokasi : Instalasi Radiologi RSUD Cenkareng Jakarta
Tanggal Wawancara : Sabtu, 14 Mei 2016
Waktu Wawancara : 12.00 WIB
P : Pewawancara
R3 : Responden 3

P : Kaka, USG nya sudah selesai kah? Boleh aku ganggu waktunya sebentar
ga ka buat wawancara?
R3 : Udah dong ul, ayo boleh diruangan aku aja yah.
P : Ok, ka.
R3 : Jadi apa yang mau ditanyain ul? Skripsinya gimana udah selesai?
P : Bulum selesai ka skripsi aku, masih dalam proses hehe, doakan ya ka.
Jadi ini ka, ada beberapa pertanyaan yang akan aku tanyain ke kaka
mengenai skripsi evaluasi USG abdomen pada apendisitis itu ka.
R3 : Semoga lancar ya de. Apa aja tuh pertanyaannya?
P : Ka, apakah ada persiapan khusus yang harus dilakukan sebelum
pemeriksaan USG abdomen pada kasus apendisitis?
R3 : Tidak ada, karena seringnya pemeriksaan USG untuk diagnosa
apendisitis bersifat cito dengan kondisi pasien yang harus segera
diperiksa. Sekalipun ada pasien yang diperiksa dengan perjanjian dan
berpuasa tidak ada pengaruhnya terhadap gambaran app.
P : Lalu, kalo dari segi persiapan alat bagaimana ka?
R3 : Persiapan alat, maksudnya pesawat atau pemilihan probe?
P : Pemilihan probe ka.
R3 : Menggunakan transduser konveks sudah dapat memperlihatkan
gambaran organ apndiks biasanya. Sekalipun apendiksnya tidak
tervisualisasi akan terlihat gambaran hipoekhoik inhomogen yang jelas di
daerah fosa iliaka kanan atau mc burney’s dengan bayangan tulang iliaka
kanan yang berbentuk melengkung sebagai landmark atau arteri dan vena
iliaka juga bisa digunakan sebagai landmark juga.
P : Bagaimana dengan teknik skening yang dilakukan untuk pemeriksaan
USG abdomen pada apendisitis?
R3 : Kalo untuk evaluasi apendisitis biasanya skening yang dilakukan hanya
proyeksi transversal dan longitudinal aja si de sejauh ini. Skening
dilakukan di daerah fosa iliaka kanan, setelah itu biasanya dilakukan
perbandingan antara fossa iliaka kanan dan fossa iliaka kiri untuk melihat
perbandingan struktur ekhogenitasnyanya apakah homogen atau
inhomogen.
P : Terus ka, bagaimana kriteria sonogram USG abdomen pada apendisitis?
R3: Pada potongan transversal biasanya akan terlihat gambaran hipoekhoik
seperti lingkaran atau biasa disebut doughnut sign. Sedangkan pada
potongan longitudinal akan terlihat gambaran hipoekhoik berbentuk
tubuler biasa disebut sosis sign. Kalo dilakukan pengukuran akan
melebihi nilai normal dan terlihat membengkak de. Atau apabila sudah
terjadi perforasi struktur apendiks sudah tidak terlihat jelas lagi hanya
gambaran hipoekhoik seperti ada klasifikasi atau puss disekitarnya.
Kalau struktur bulat atau tubuler tidak terlihat, dilakukan perbandingan
antara fossa iliaka kanan dan kiri untuk melihat perbedaan ekhonya.
Biasanya pada apendisitis ekho struktur fosa iliaka kanan akan terlihat
berbeda de dengan yang sebelah kiri, kalau dokter rosiana biasa
menjelaskan terlihatnya struktur hipoekhoik inhomogen di fosa iliaka
kanan.
P: Kaka sementara ini pertanyaannya hanya itu saja. Jangan bosan-bosan ya Ka
sama aku hehe. Terimakasih banyak kaka untuk waktunya.
R3: Sama-sama adeku.
LAMPIRAN 8

NASKAH PENJELASAN

Dalam rangka memenuhi persyaratan tugas akhir, Saya, Nama: Aulia


Nurisnaeni sebagai peneliti adalah mahasiswa Program Diploma IV (PS DIV)
Jurusan Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi Politeknik Kesehatan
Kementerian Kesehatan Jakarta II peminatan USG, bermaksud mengadakan
penelitian dengan judul Evaluasi Pemeriksaan USG pada Apendisitis di
Rumah Sakit Umum Daerah Cengkareng Jakarta. Dalam penelitian ini,
peneliti akan melakukan evaluasi mengenai prosedur persiapaan pemeriksaan
yang digunakan oleh pasien, teknik skening yang dilakukan saat pemeriksaan dan
hasil gambaran yang dihasilkan dari pemeriksaan yang telah dilakukan.

Pada penelitian ini, anda merupakan pasien USG abdomen dengan klinisi
apendisitis. Apabila anda memenuhi kriteria persyaratan sebagai sampel dalam
penelitian ini, maka anda dengan sukarela tanpa tekanan dari siapapun,
diperkenankan untuk mengikuti penelitian ini. Apabila ditengah penelitian, anda
merasa tidak berkenan mengikiti penelitian ini, anda dengan bebas dapat
mengundurkan diri tanpa ada sanki apapun.

Pada saat penelitian, anda akan melakukan persiapan pemeriksaan yang harus
dilakukan sebelum pemeriksaan dilakukan, setelah itu akan dilakukan
pemeriksaan USG abdomen secara lengkap dengan pemeriksaan apendiks. Sampel
diposisikan tiduran terlentang (supine) di atas tempat tidur pemeriksaan. Setelah
itu akan dilakukan pemeriksaan sesuai dengan Standar Operasional Prosedur
(SOP) rumah sakit yang bersangkutan.

Catatan mengenai data pribadi anda akan diharasiakan. Kalaupun diuji


kembali, anda hanya akan dikenal sebagai inisial dan sebuah nomor saja dan tidak
akan diketahui siapapun yang turut atau tidak turut mengambil bagian dalam
penelitian ini.

Atas partisipasi dan kerjasamanya, diucapkan terimakasih. Jika ada hal-hal yang
belum jelas, dapat menghubungi peneliti :

Aulia Nurisnaeni. Gedung Jurusan


Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi.
Jalan Hang Jebat III, Kebayoran Baru,
Jakarta Selatan, 12120.
HP: 08999077558
Email : aulianurisnaeni@ymail.com
LAMPIRAN 9

PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN

INFORM CONSENT

Setelah mmperoleh informasi baik secara lisan maupun tulisan mengenai


penelitian yang akan dilakukan oleh Aulia Nurisnaeni mahasiswi Program Studi
Diploma IV Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Jakarta II Jurusan
Teknik Radiodiagnostik dan Radioterapi dengan peminatan Ultrasonografi (USG),
yang berjudul :

“Evaluasi Pemeriksaan USG pada Apendisitis di Rumah Sakit Umum Daerah


Cengkareng Jakarta”

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama :

Umur :

Alamat :

Menyatakan bersedia berpartisipasi dalam penelitian tersebut.

Dengan demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenar-benarnya tanpa


paksaan dari pihak manapun.

Jakarta,
Saksi Yang menyatakan

(.......................................)
(.......................................)
LAMPIRAN 18

LEMBAR KERJA PENELITIAN

EVALUASI PEMERIKSAAN USG PADA APENDISITIS DI RUMAH SAKIT


UMUM DAERAH CENGKARENG JAKARTA

Pemeriksaan : USG Abdomen pada Apendisitis

No Kegiatan Keterangan
1 Persiapan pasien 1. Menjelaskan prosedur pemeriksaan
1. Pasien diposisikan supine diatas tempat tidur
2. Data pasien dimasukan kedalam register
2 Persiapan pemeriksaan pesawat USG sebelum melakukan skening
3. Diberikan jelly pada daerah abdomen
sebelum melakukan skening

1. Melakukan skening pada organ abdomen


( hati, kantung empedu, ginjal kanan dan
kiri, aorta, pankreas, lien, kandung kemih
dan prostat/ uterus
2. Melakukan skening potongan transversal
pada daerah kanan bawah abdomen ( mc
burney’s) untuk mengetahui kelainan
apendiks
0
3. Putar probe sampai 90 untuk mendapatkan
3. Teknik pemeriksaan
potongan longitudinal dari apendiks
4. Konfirmasi ukuran diameter apendiks
dengan melakukan pengukuran pada
gambaran potongan transversal dan
longitudinal
5. Konfirmasi gambaran dengan melakukan
perbandingan antara hasil skening daerah
fossa illiaca kanan dan kiri pada potongan
transversal.
1. Pengambilan gambar apendiks pada
potongan transversal dan longitudinal
4 Pengambilan data disertai pengukuran diameter apendiks
penelitian 2. Pengambilan perbandingan gambaran pada
potongan transversal di daerah fossa illiaca
kanan dan kiri

5 Mencetak hasil gambaran 1. Hasil gambar pemeriksaan yang telah


dilakukan dicetak
LAMPIRAN 19

TABEL PERENCANAAN PENELITIAN

NAMA BULAN
No. KEGIATAN DESEMBER JANUARI FEBRUARI MARET APRIL MEI JUNI JULI
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV
1 Pengajuan Judul √
Proposal
2 Bimbingan Proposal √ √ √ √ √ √
3 Seminar Proposal √
4 Perbaikan Proposal √ √
5 Pengumpulan √
Perbaikan Proposal
6 Pembuatan Protokol √ √
7 Pengajuan Perizinan √
8 Pengumpulan Data √ √ √ √ √ √ √ √
9 PKN √ √ √ √
10 Seminar Laporan √
PKN
11 Penyusunan Skripsi √ √ √ √ √ √ √ √ √
12 Seminar Skripsi √
13 Perbaikan Skripsi √ √ √ √ √
14 Pengumpulan √
Perbaikan Skripsi

Anda mungkin juga menyukai