Anda di halaman 1dari 39

PROPOSAL SKRIPSI

PROGRAM SARJANA KEDOKTERAN FK UKRIDA

UNTUK KEPERLUAN SEKRETARIAT

1 Mahasiswa/i

Nama Herlin Indah Bangalino NIM 102014022

2 Pembimbing Tim pembimbing skripsi tidak boleh melebihi dua orang

Nama Andri Gelar dr., SpKJ,FAPM

Nama Dan Hidayat Gelar dr., SpKJ

3 Judul Skripsi Harus informatif dan singkat jangan. melebihi 20 kata

Hubungan antara Aktivitas Fisik dengan Kejadian Depresi pada Usia Lanjut di Wilayah Kerja Puskesmas
Tanjung Duren Selatan

4 Kata Kunci 3-5 kata kunci (key words)

Aktifitas fisik Lanjut usia

Kejadian depresi

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


5 Persetujuan Pembimbing

Nama Tanda Tangan Tanggal

dr.Andri, SpKJ,FAPM

Nama Tanda Tangan Tanggal

dr.Dan Hidayat, SpKJ

6 Persetujuan Penilai Proposal

Nama Penilai & Gelar Institusi

Tanggal dan Tanda tangan Penilaian (mohon diberi tanda  )

 Diterima tanpa perbaikan


 Diterima dengan perbaikan
( mohon diberikan komentar)
 Tidak diterima
(mohon diberikan komentar)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


7 Komentar Penilai (apabila tidak mencukupi dapat dituliskan di lembar tambahan)

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


8 Latar Belakang Jangan melebihi 2 halaman yang disediakan. Gunakan spasi tunggal (12 pts Font )

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kesehatan merupakan hal yang sangat penting bagi manusia. Karena pentingnya kesehatan bagi
manusia, seluruh negara di dunia melakukan pembangunan kesehatan. Pembangunan kesehatan adalah
usaha untuk mencapai kemampuan kehidupan yang sehat bagi setiap penduduk dalam mewujudkan
derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan umum. Indikator keberhasilan
pembangunan kesehatan adalah menurunnya tingkat mortalitas penduduk, angka kelahiran bayi selamat,
penurunan angka kematian ibu dan anak, juga umur harapan hidup yang meningkat. Dengan
meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula jumlah lansia setiap tahunnya. Meningkatnya populasi
lansia menyebabkan beberapa permasalahan, seperti kondisi perekonomian yang rendah akibat penurunan
kemampuan bekerja, dan peningkatan jumlah panti werda.1
Seiring meningkatnya derajat kesehatan dan kesejahteraan penduduk akan berpengaruh pada
peningkatan Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia. Berdasarkan laporan Perserikatan Bangsa-Bangsa
2011, pada tahun 2000-2005 Umur Harapan Hidup (UHH) adalah 66,4 tahun (dengan persentase populasi
lansia tahun 2000 adalah 7,74%), angka ini akan meningkat pada tahun 2045-2050 yang diperkirakan
Umur Harapan Hidup (UHH) menjadi 77,6 tahun (dengan persentase populasi lansia tahun 2045 adalah
28,68%). Begitu pula dengan laporan Badan Pusat Statistik (BPS) terjadi peningkatan Umur Harapan
Hidup (UHH). Pada tahun 2000 Umur Harapan Hidup (UHH) di Indonesia adalah 64,5 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,18%). Angka ini meningkat menjadi 69,43 tahun pada tahun 2010
(dengan persentase populasi lansia adalah 7,56%) dan pada tahun 2011 menjadi 69,65 tahun (dengan
persentase populasi lansia adalah 7,58%).2 Berdasarkan laporan terbaru Badan Pusat Statistik tahun 2008-
2015, peningkatan Umur Harapan Hidup di Indonesia dari 69 tahun menjadi 70,8 tahun dan proyeksi
tahun 2030-2035 mencapai 72,2 tahun.3
Lansia bukanlah suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan yang
ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.4
Permasalahan yang dialami lansia adalah gangguan fisik, mental, dan sosial. Gangguan mental yang
paling sering terjadi pada lansia adalah depresi. Gangguan depresi pada lanjut usia biasanya disebabkan
4

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


oleh kematian anggota keluarga dan teman-teman yang menimbulkan duka cita, kurangnya dukungan
sosial dari keluarga, hidup menyendiri tanpa pasangan, hidup penuh tekanan, rasa kurang dihargai
keberadaannya, kurangnya aktivitas serta stres yang ditimbulkan oleh lingkungan. Lingkungan dengan
kebisingan, kepadatan penduduk, suhu panas dan pencemaran udara menyebabkan stres pada penduduk di
lingkungan itu, yang umunya terjadi pada lingkungan perkotaan. Dari sisi sosial, stres di perkotaan
seringkali disebabkan karena menurunnya kecenderungan masyarakat perkotaan untuk bersosialisasi
dengan orang-orang di sekitar tempat tinggalnya. Risiko munculnya depresi meningkat seiring dengan
tingginya tingkat stres di kota-kota besar dibandingkan dengan daerah pedesaan. Kehidupan di kota
Jakarta sebagai salah satu kota besar di Indonesia turut pula memberikan tekanan hidup yang besar pada
penduduknya, tidak terkecuali lansia.5
Setiap panti sosial memiliki berbagai macam aktivitas yang diperuntukkan bagi para lanjut usia
agar dapat mengurangi berbagai permasalahan yang diderita. Di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Mulia 4
Margaguna Jakarta Selatan terdapat berbagai macam kegiatan, salah satunya adalah aktivitas fisik.
Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh yang menyebabkan pengeluaran tenaga yang sangat penting
bagi kesehatan mental bernilai positif bagi daya tahan tubuh seorang lanjut usia. 6 Pada penelitian
pendahulu di Panti Werdha Budi Luhur, Bantul diadakan berbagai aktivitas, baik fisik maupun non fisik.
Aktivitas fisik contohnya adalah senam bugar lansia, senam tongkat, menyapu, kerja bakti, dan lain
sebagainya. Aktifitas non fisik meliputi konseling, terapi okupasi, kegiatan keagamaan, dan sebagainya.
Kegiatan-kegiatan tersebut dilakukan secara rutin oleh para lansia di panti tersebut. Tujuan penelitian
untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan tingkat depresi pada lansia yang berada di panti
tersebut. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan signifikan antara aktivitas fisik dengan tingkat
depresi berdasarkan Geriatric Depression Scale (GDS) pada lansia di Panti Werdha Budi Luhur, Bantul.
Pada lansia dengan aktivitas fisik yang tinggi akan memiliki tingkat depresi yang rendah, dan sebaliknya
jika lansia memiliki aktivitas fisik rendah maka tingkat depresinya akan semakin tinggi.1
Aktivitas fisik akan memberikan efek apabila dilakukan secara rutin, minimal tiga kali seminggu,
dan terus-menerus. Aktivitas fisik juga dapat menstimulasi otak melalui peningkatan protein di otak yang
disebut Brain Derived Neurotrophic Factor (BDNF) yang menjaga sel saraf tetap bugar dan sehat.
Berbagai fakta juga menunjukkan olahraga dapat meningkatkan BDNF. Latihan fisik juga merangsang
peningkatan kemampuan jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh terhadap
oksigen, tekanan darah dan frekuensi nafas stabil. Seiring dengan emosi yang menjadi stabil, rasa percaya
diri dapat meningkat, kecemasan dan stres pun dapat menurun. Lansia yang rutin berolahraga cenderung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


untuk tidak mudah cemas sehingga secara tidak langsung dapat menurunkan ataupun mencegah
terjadinya gejala-gejala depresi.5
Melihat fenomena di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang hubungan aktivitas
fisik dengan kejadian depresi pada lansia karena terkadang depresi sulit dihindarkan seperti halnya proses
menua. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan agar lebih terlihat
perbedaan aktivitas pada lanjut usia. Sehingga hasil yang didapatkan, dapat berguna sebagai tindakan
pencegahan depresi pada usia lanjut.

9 Permasalahan Cantumkan juga hipotesis (bila ada) atau pertanyaan penelitian.


1.2 Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis merumuskan permasalahan, “Apakah ada hubungan
antara aktivitas fisik dengan kejadian depresi pada lansia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren
Selatan?”

1.3 Hipotesis
Aktivitas fisik mempengaruhi penurunan kejadian depresi pada lanjut usia.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


10 Tujuan Penelitian Uraikan tujuan khusus dan makna penelitian harus diuraikan dengan jelas.

1.4 Tujuan Penelitian


Tujuan Umum:
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui hubungan antara aktivitas fisik
dengan kejadian depresi pada lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan.

Tujuan Khusus:
1. Mengetahui demografi lanjut usia (usia, jenis kelamin dan status perkawinan) di wilayah
kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan.
2. Mengetahui gambaran aktivitas fisik lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Duren Selatan.
3. Mengetahui gambaran kejadian depresi lanjut usia di wilayah kerja Puskesmas Tanjung
Duren Selatan.
4. Mengetahui hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian depresi pada lanjut usia di
wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan.

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis
Menambah kajian dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang gerontologi dengan tinjauan
ilmu kedokteran khususnya perilaku dan promosi kesehatan.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi Lansia
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran bagi lansia supaya tetap
mempertahankan aktivitas fisik sesuai yang dapat ditolerir oleh tubuhnya demi menjaga
kesehatan fisik maupun mental.
b) Bagi Keluarga Lansia
Diharapkan dapat digunakan sebagai informasi pada keluarga tentang pentingnya
mempertahankan aktivitas fisik bagi lansia dan hubungannya dengan kejadian depresi.
c) Bagi Praktisi Kesehatan
Meningkatkan pelayanan kesehatan dengan memotivasi lanjut usia dalam melakukan
aktivitas fisik untuk menjaga kesehatan fisik dan mental.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


d) Bagi Institusi
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan bagi lembaga pelayanan
masyarakat seperti puskesmas untuk lebih mengembangkan perawatan kesehatan lansia
oleh keluarga, dengan lebih intens memberikan penyuluhan kesehatan. Serta
mengembangkan program perawatan kesehatan lansia misalnya dengan melakukan senam
lansia secara rutin tiap seminggu sekali.
e) Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar, menambah informasi dan sebagai
rujukan bagi peneliti lain untuk kepentingan pengembangan ilmu yang berkaitan dengan
aktivitas fisik dan kejadian depresi pada lanjut usia.

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


11 Tinjauan Pustaka

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lanjut Usia (Lansia)


2.1.1 Definisi
Lanjut usia (lansia) merupakan istilah tahap akhir dari proses penuaan. Menua (menjadi tua =
aging) adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga
dapat bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Menurut
Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, seseorang dikatakan lanjut
usia apabila telah mencapai usia 60 tahun.6 Ada beberapa pembagian lansia, antara lain menurut
WHO, Depkes RI, dan menurut pasal 1 Undang-Undang No.4 tahun 1965. Departemen Kesehatan RI
membagi lansia sebagai berikut : kelompok menjelang usia lanjut (45-54 tahun) sebagai masa
vibrilitas, kelompok usia lanjut (55-64 tahun) sebagai presenium, kelompok usia lanjut (≥ 65 tahun)
sebagai senium.7 Sedangkan menurut pasal 1 Undang-Undang No.4 tahun 1965 : “Seseorang
dinyatakan sebagai orang jompo atau usia lanjut setelah yang bersangkutan mencapai usia 55 tahun,
tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri untuk keperluan hidupnya sehari-hari,
dan menerima nafkah dari orang lain.8
Berdasarkan World Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut : usia pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut (elderly)
antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua (very old) diatas 90 tahun.7

2.1.2 Proses Penuaan

Proses penuaan adalah peristiwa yang normal dan alamiah yang dialami oleh setiap individu.
Perubahan terjadi dari berbagai aspek fisik, mental dan sosial. Perubahan fisik yang dapat diamati
pada seseorang adalah rambut memutih, kulit keriput, tipis, kering dan longgar, mata berkurang
penglihatan oleh kelainan refraksi atau pun katarak, daya penciuman menurun, daya pengecap kurang
peka terhadap rasa manis dan asin, pendengaran berkurang, persendian kaku dan sakit, lepas
BAK/BAB (inkontinensia). Perubahan mental yang dialami karena perasaan kehilangan terutama
pasangan hidup maupun sanak-keluarga atau teman dekat (bereavement), sering menyendiri, perasaan
9

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


ketersendirian sampai menjadi lupa (demensia). Perubahan sosial yang paling menonjol dengan
meningkatnya keusialanjutan adalah ketidakmampuan merawat diri sendiri dalam hal kegiatan hidup
sehari-hari (ADL/IADL) misalnya: mandi, BAB/BAK, berpakaian, menyisir rambut, makan sehingga
lambat laun orang tersebut harus dibantu oleh seorang pengasuh baik informal maupun formal.
Sedangkan untuk kegiatan hidup instrumental misalnya menghitung uang, menggunakan telpon atau
pun komputer, menggunakan mesin cuci dan lain sebagainya akan semakin berkurang kemampuannya
seiring kapasitas hidup yang menurun.2
Banyak perubahan yang terjadi pada lanjut usia, diantaranya perubahan komposisi tubuh, otot,
tulang dan sendi, sistem kardiovaskular serta respirasi. Pada lanjut usia, ada penurunan massa otot,
perubahan distribusi darah ke otot, penurunan potential of Hydrogen (pH) dalam sel otot, otot menjadi
lebih kaku dan ada penurunan kekuatan otot. Dengan melakukan aktivitas fisik atau olahraga dapat
meningkatkan kekuatan otot, massa otot, perfusi otot dan kecepatan konduksi saraf ke otot. Massa
tulang menurun 10% dari massa puncak tulang pada usia 65 tahun dan 20% pada usia 80 tahun. Pada
wanita, kehilangan massa tubuh lebih tinggi, kira-kira 15-20% pada usia 65 tahun dan 30% pada usia
80 tahun. Laki-laki kehilangan massa tulang sekitar 1% per tahun sesudah usia 50 tahun, sedangkan
wanita mulai kehilangan massa tulang pada usia 30-an dengan laju penurunan 2-3% per tahun sesudah
menopause. Tulang, sendi, otot saling terkait, jika sendi tidak dapat digerakkan sesuai dengan Range
of Motion (ROM) maka gerakan menjadi terbatas sehingga fleksibilitas menjadi komponen esensial
dari program latihan bagi lanjut usia. Jika suatu sendi tidak digunakan, maka otot yang melintasi sendi
akan memendek dan mengurangi ROM. Latihan fleksibilitas dapat meningkatkan kekuatan tendon
dan ligament, mempertahankan kekuatan otot yang melintasi sendi, mengurangi nyeri pada kasus
osteoarthritis sehingga ROM bisa dipertahankan.6

2.2 Aktivitas Fisik pada Lansia


2.2.1 Definisi
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan
pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko
independen untuk penyakit kronis dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara
global.9 Aktivitas fisik sangat penting bagi pemeliharaan kesehatan fisik dan mental, serta
mempertahankan kualitas hidup agar tetap sehat dan bugar sepanjang hari.6
2.2.2 Jenis-Jenis Aktivitas Fisik pada Lansia

10

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Aktivitas fisik yang bermanfaat untuk kesehatan lanjut usia sebaiknya memenuhi kriteria FITT
(frequency, intensity, time, type). Frekuensi adalah seberapa sering aktivitas dilakukan dan berapa hari
dalam seminggu. Intensitas adalah seberapa keras suatu aktivitas dilakukan. Biasanya diklasifikasikan
menjadi intensitas rendah, sedang dan tinggi. Waktu mengacu pada durasi, seberapa lama suatu aktivitas
dilakukan dalam satu pertemuan, sedangkan jenis aktivitas adalah jenis-jenis aktivitas fisik yang
dilakukan.6 Ada 3 jenis aktivitas fisik yang dapat dilakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh
yaitu:
1. Ketahanan (endurance)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan
sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat tubuh jadi lebih bertenaga. Untuk mendapatkan
ketahanan maka aktivitas fisik yang harus dilakukan yaitu selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti : berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus
lebih awal menuju tempat kerja kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang
berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah; lari ringan; berenang;
senam; bermain tenis; berkebun dan kerja di taman.
2. Kelenturan (flexibility)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah,
mempertahankan otot tubuh tetap lentur dan sendi berfungi dengan baik. Untuk mendapatkan
kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu). Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti : peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa
kekuatan atau sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki;
senam taichi, yoga; mencuci pakaian, mobil; mengepel lantai.
3. Kekuatan (strength)

Aktivitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan
sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta
membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan
kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu). Contoh
beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti: push up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah
otot dan sendi dari kecelakaan; naik turun tangga; angka berat/beban; membawa belanjaan;
mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness).

11

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran
kalori), misalnya: berjalan kaki (5,6-7 kkal/menit); berkebun (5,6 kkal/menit); menyetrika (4,2
kkal/menit); menyapu rumah (3,9 kkal/menit); membersihkan jendela (3,7 kkal/menit); mencuci
baju (3,56 kkal/menit); mengemudi mobil (2,8 kkal/menit).
Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain : menyapu; mengepel; mencuci baju; menimba
air; berkebun/bercocok tanam; membersihkan kamar mandi; mengangkat kayu atau memikul
beban; mencangkul, dan kegiatan lain dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain: jalan sehat dan jogging;
bermain tenis; bermain bulu tangkis; sepakbola; senam aerobik; senam pernapasan; berenang;
bermain bola basket; bermain voli; bersepeda; latihan beban : dumble dan modifikasi lain;
mendaki gunung, dan lain-lain.9
2.2.3 Manfaat Aktivitas Fisik bagi Kehidupan Lansia
Menurut Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia tahun
2006, aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu :
a) Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan darah tinggi, kencing manis
dan lain-lain.
b) Berat badan terkendali
c) Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
d) Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional
e) Lebih percaya diri
f) Lebih bertenaga dan bugar
g) Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik
h) Dapat mempengaruhi kesehatan otak dan fungsi kognitif.6

2.3 Depresi pada Lansia


2.3.1 Definisi
Gangguan depresi, dalam buku Synopsis of Psychiatry termasuk dalam kelompok gangguan mood.
Emosi merupakan kompleksitas perasaan yang meliputi psikis, somatik dan perilaku yang berhubungan
dengan afek dan mood. Kata emosi untuk perasaan yang dihayati secara sadar, sedangkan kata afek
dirujukkan pada dorongan-dorongan yang lebih mendalam yang mendasari kehidupan perasaan yang
sadar maupun yang nirsadar. Mood merupakan subjektivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat
diutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah.
Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah,
sulit berkonsentrasi mengalami hilangnya nafsu makan, berpikit mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala
lain termasuk perubahan aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi vegetative (termasuk tidur,

12

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya
interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan.10
Depresi menurut WHO (World Health organization) merupakan suatu gangguan mental umum
yang ditandai dengan mood tertekan, kehilangan kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri
rendah, gangguan makan atau tidur, kurang energi, dan konsentrasi yang rendah. 11 Depresi adalah salah
satu penyakit mental yang sering dijumpai pada pasien berusia di atas 60 tahun dan merupakan penyakit
paling umum dengan gejala tidak spesifik atau tidak khas pada populasi lanjut usia; oleh karena itu sulit
diidentifikasi sehingga tidak atau terlambat diterapi. Selain itu depresi pada usia lanjut sering tidak diakui
pasien dan tidak dikenali dokter karena gejalanya yang tumpang tindih, sering komorbid dengan penyakit
medis lain sehingga lebih menonjolkan gejala somatik daripada gejala depresinya.12
2.3.2 Epidemiologi
Prevalensi depresi pada populasi lansia diperkirakan 1-2%, prevalensi perempuan 1,4% dan laki-
laki 0,4%. Suatu penelitian menunjukkan variasi prevalensi depresi pada lansia antara 0,4%-35%, rata-
rata prevalensi depresi mayor 1,8%, depresi minor 9,8% dan gejala klinis depresi nyata 13,5%. Sekitar
15% lansia tidak menunjukkan gejala depresi yang jelas dan depresi terjadi lebih banyak pada lansia yang
memiliki penyakit medis.11 Beberapa kondisi lingkungan juga berkaitan dengan tingkat depresi lebih
besar, orang yang tinggal di kota dua kali lebih depresi di banding di desa, orang yang tinggal sendiri,
orang yang bercerai, kondisi ekonomi miskin, tidak punya tempat tinggal, dan tidak bekerja selama enam
bulan atau lebih tiga kali lebih sering depresi dibanding populasi umum.13
2.3.3 Penyebab Depresi
a) Faktor organobiologik: dilaporkan terdapat kelainan atau disregulasi pada metabolit amin
biogenik-seperti asam 5-hydroxyindoleacetic (5-HLAA), asam homovanilic (HVA), dan 3-
methoxy-4-hydroxyphenyl-glycol (MHPG)- di dalam darah, urin dan cairan serebrospinal
(CSF) pasien dengan gangguan mood.
b) Amin biogenik : norepinephrine dan serotonin adalah dua neurotransmitters yang paling
terlibat patofisiologi gangguan mood.
c) Norepinefrin : penurunan regulasi reseptor beta adrenergic dan respons klinis anti-depresi
mungkin merupakan peran langsung sistem noradrenergik pada depresi. Bukti lain yang
juga melibatkan reseptor b2 presipnatik pada depresi, yaitu aktifnya reseptor yang
mengakibatkan pengurangan jumlah pelepasan norepinefrin. Reseptor b2 presipnatik juga
terletak pada neuron serotonergik dan mengatur jumlah pelepasan serotonin.
d) Dopamin : aktivitas dopamin mungkin berkurang pada depresi. Penemuan subtipe baru
reseptor dopamine dan meningkatnya pengertian fungsi regulasi presipnatik dan

13

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


pascasipnatik dopamine memperkaya hubungan antara dopamine dan gangguan mood.
Dua teori terbaru tentang dopamine dan depresi adalah jalur dopamin mesolimbik mungkin
mengalami disfungsi pada depresi dan reseptor dopamine D1 mungkin hipoaktif pada
depresi.
e) Serotonin : aktivitas serotonin berkurang pada depresi. Serotonin bertanggung jawab untuk
kontrol regulasi afek, agresi, tidur dan nafsu makan. Pada beberapa penelitian ditemukan
jumlah serotonin yang berkurang di celah sinap dikatakan bertanggung jawab untuk
terjadinya depresi.
f) Faktor genetik : genetik merupakan faktor penting dalam perkembangan gangguan mood,
tetapi jalur penurunan sangat kompleks. Sulit untuk mengabaikan efek psikososial, dan
juga, faktor nongenetik kemungkinan berperan sebagai penyebab berkembangnya
gangguan mood, setidaknya pada beberapa orang.
g) Penelitian dalam keluarga : generasi pertama, 2 sampai 10 kali lebih sering mengalami
depresi berat.
h) Faktor psikososial : Peristiwa kehidupan yang membuat seseorang merasa tertekan (stres)
dapat mencetuskan terjadinya depresi. Episode pertama ini lebih ringan dibandingkan
episode berikutnya. Ada teori yang mengemukakan adanya stres sebelum episode pertama
menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Hal ini menyebabkan
perubahan berbagai neurotransmitter dan sistem sinyal intraneuron, termasuk hilangnya
beberapa neuron dan penurunan kontak sinaps. Dampaknya, seorang individu berisiko
tinggi mengalami episode berulang gangguan mood, sekalipun tanpa stressor dari luar.
Data paling mendukung sehubungan dengan peristiwa kehidupan atau stresor lingkungan
yang sering berkaitan dengan depresi adalah kehilangan orang tua sebelum berusia 11
tahun dan kehilangan pasangan. Faktor risiko lain adalah kehilangan pekerjaan; orang
yang keluar dari pekerjaanya berisiko tiga kali lebih besar untuk timbulnya gejala
dibandingkan yang bekerja. Kehilangan objek cinta pada masa perkembangan walaupun
tidak secara langsung dapat mencetuskan gangguan depresi, namun berpengaruh pada
ekspresi penyakit, misalnya awitan timbulnya gangguan, episode yang lebih parah, adanya
gangguan kepribadian dan keinginan bunuh diri.
i) Faktor kepribadian : orang dengan gangguan kepribadian obsesi kompulsi, histrionik dan
ambang, berisiko tinggi untuk mengalami depresi dibandingkan dengan gangguan
kepribadian paranoid atau antisosial. Pasien dengan gangguan distimik dan siklotimik
berisiko mengalami gangguan depresi berat. Peristiwa stressful merupakan prediktor

14

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


terkuat untuk kejadian episode depresi. Riset menunjukkan bahwa pasien yang mengalami
stressor akibat tidak adanya kepercayaan diri lebih sering mengalami depresi.10

Faktor Predisposisi Terjadinya Gangguan Depresi pada Lanjut Usia:


a) Perempuan mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk menderita depresi dan lebih terpapar
mengalami risiko depresi walaupun dengan makin bertambahnya usia rasio akan semakin
berkurang. Penelitian di Hongkong mendapatkan bahwa perempuan usia lanjut lebih rentan jatuh
ke dalam depresi apabila ia kehilangan pasangannya
b) Riwayat adanya gangguan depresi sebelumnya
c) Status janda/duda, riwayat berpisah dengan pasangan
d) Adanya perubahan neurotransmitter neuroamin pada otak. Pada orang tua terjadi penurunan kadar
berbagai neurotransmitter, seperti serotonin, dopamine, norepinefrin dan noradrenalin.
e) Adanya gangguan neuroendokrin. Pada pasien depresi terjadi hiperaktivitas dan disregulasi pada
aksis hipotalamus-pituitari sehingga terjadi peningkatan kortisol.
f) Perubahan pada otak seperti adanya atrofi pada neuron-neuron otak, dan perfusi yang menurun.
g) Kepribadian menghindar, dependent, anankastik cenderung menderita depresi pada usia lanjut.
h) Komorbiditas dengan penyakit fisik terutama penyakit vascular, seperti hipertensi. Merokok dan
konsumsi alkohol merupakan faktor risiko penyakit vascular. Tekanan darah yang rendah juga
menjadi faktor risiko terjadinya depresi pada usia lanjut.
i) Perubahan fungsional otak. Pada pasien lanjut usia yang mengalami depresi akan terjadi
perubahan otak yang ireversibel.
j) Obat yang dapat menimbulkan depresi yaitu obat-obatan antihipertensi (β-blockers, methyldopa,
reserpin, klonidin, calcium channel blockers, digoksin), steroid, analgesik (kodein, opioid,
indomethasin, Cox-2 inhibitors), antiparkinson (L-dopa, amantadin, tetrabenazine), antipsikotik
dan benzodiazepine.14

2.3.4 Gambaran Klinis


Pada umumnya lansia mengalami depresi ditandai oleh mood depresi menetap yang tidak naik,
gangguan nyata fungsi atau aktivitas sehari-hari, dan dapat berpikiran atau melakukan percobaan bunuh
diri. Pada lansia gejala depresi lebih banyak terjadi pada orang dengan penyakit kronik, gangguan
kognitif, dan disabilitas. Kesulitan konsentrasi dan fungsi eksekutif lansia depresi akan membaik setelah
depresi teratasi.11 Gangguan depresi lansia dapat menyerupai gangguan kognitif seperti demensia,
sehingga dua hal tersebut perlu dibedakan.
-
Depresi : onset tiba-tiba, kejadian berulang, penurunan memori minimal, mood sedih dan depresi,
kecerdasan tidak terganggu, pemahaman baik, abstraksi baik, jarang bingung, delusi konsisten
dengan afek, halusinasi jarang (dapat auditorik), bicara lambat, kemunduran psikomotor,

15

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


kemunduran personalitas sementara, daya nilai sosial sedang-baik, tilikan (insight) sedang-baik,
dan prognosis baik.
-
Demensia : onset bertahap, kejadian progresif, penurunan memori jelas, mood labil, kadang
depresi, kecerdasan sangat terganggu, pemahaman buruk, abstraksi buruk, sering bingung
(terutama malam hari) , delusi paranoid (tersering) menetap, halusinasi sewaktu-waktu (auditorik),
bicara kacau (inkoheren dan terlambat), psikomotor tremor dan rigiditas, kemunduran personalitas
menetap, daya nilai sosial buruk, tilikan (insight) buruk, dan prognosis sangat buruk.15

Perubahan pada lansia depresi dapat dikategorikan menjadi perubahan fisik, perubahan dalam
pemikiran, perubahan dalam perasaan, dan perubahan perilaku.

Perubahan Fisik
• Perubahan nafsu makan sehingga berat badan turun (lebih dari 5% dari berat badan bulan terakhir)
• Gangguan tidur berupa gangguan untuk memulai tidur, tetap tertidur, atau tidur terlalu lama
• Jika tidur, merasa tidak segar dan lebih buruk di pagi hari
• Penurunan energi dengan perasaaan lemah dan kelelahan fisik
• Beberapa orang mengalami agitasi dengan kegelisahan dan bergerak terus
• Nyeri, nyeri kepala, dan nyeri otot dengan penyebab fisik yang tidak diketahui
• Gangguan perut, konstipasi
Perubahan Pemikiran
• Pikiran kacau, melambat dalam berpikir, berkonsentrasi, atau sulit mengingat informasi
• Sulit dan sering menghindari mengambil keputusan
• Pemikiran obsesif akan terjadi bencana atau malapetaka
• Preokupasi atas kegagalan atau kekurangan diri menyebabkan kehilangan kepercayaan diri
• Menjadi tidak adil dalam mengambil keputusan
• Hilang kontak dengan realitas, dapat menjadi halusinasi (auditorik) atau delusi
• Pikiran menetap tentang kematian, bunuh diri, atau mencoba melukai diri sendiri
Perubahan Perasaan
• Kehilangan minat dalam kegiatan yang dulu merupakan sumber kesenangan
• Penurunan minat dan kesenangan seks
• Perasaan tidak berguna, putus asa, dan perasaan bersalah yang besar
• Tidak ada perasaan
• Perasaan akan terjadi malapetaka
• Kehilangan percaya diri
16

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


• Perasaan sedih dan murung yang lebih buruk di pagi hari
• Menangis tiba-tiba, tanpa alasan jelas
• Iritabel, tidak sabar, marah, dan perasaan agresif
Perubahan Perilaku
• Menarik diri dari lingkungan sosial, kerja, atau kegiatan santai
• Menghindari mengambil keputusan
• Mengabaikan kewajiban seperti pekerjaan rumah, berkebun, atau membayar tagihan
• Penurunan aktivitas fisik dan olahraga
• Pengurangan perawatan diri seperti perawatan diri dan makan
• Peningkatan penggunaan alkohol atau obat-obatan16
2.3.5 Klasifikasi Depresi
Menurut PPDGJ-III (Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia), DSM-IV
(Diagnostic and Statistical Manual), dan ICD-10 (International Classifi cation of Diseases) individu
depresi sering mengalami suasana perasaan (mood) depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi, mudah lelah, dan berkurangnya aktivitas. Depresi pada lansia sering tidak
terdeteksi, dalam populasi lansia depresi bervariasi sekitar 19-94%, tergantung kemampuan diagnosis
dokter. Klasifikasi dan diagnosis gangguan depresi pada lansia berdasarkan diagnosis depresi pada
populasi umum dan lebih difokuskan pada kriteria yang sesuai dengan populasi lansia.
a) Gangguan Depresi Mayor
-
Harus terdapat lima dari gejala berikut, yaitu mood depresi, kehilangan minat, kehilangan
kesenangan dalam semua atau sebagian besar kegiatan, berat badan berkurang atau bertambah
(lebih dari 5%), insomnia atau hipersomnia, retardasi atau agitasi psikomotor, lelah, perasaan tidak
berharga atau bersalah yang tidak jelas, penurunan kemampuan berkonsentrasi, pemikiran
kematian atau bunuh diri yang berulang
-
Harus terdapat satu dari gejala utama, yaitu mood depresi atau kehilangan minat atau kehilangan
kesenangan
-
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan gangguan fungsi, dan
tidak merupakan pengaruh penggunaan zat, kondisi medis, atau kehilangan (kematian).
b) Gangguan Depresi Minor
-
Harus terdapat dua gejala, namun kurang dari lima gejala gangguan depresi mayor
-
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan gangguan fungsi, dan
tidak merupakan pengaruh dari penggunaan zat, kondisi medis, atau kehilangan (kematian)
-
Diagnosis ini hanya untuk penderita tanpa riwayat gangguan depresi mayor, distimik, bipolar, atau
psikotik.
c) Gangguan Distimik

17

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


-
Mood sedih yang menetap yang terdapat dua atau lebih gejala seperti peningkatan atau penurunan
nafsu makan, peningkatan atau penurunan tidur, lelah atau kehilangan energi, penurunan
kepercayaan diri, penurunan konsentrasi atau kesulitan memutuskan sesuatu, dan perasaan tidak
ada harapan.
-
Mood sedih dan dua gejala tersebut tidak hilang selama dua bulan atau lebih dalam dua tahun
-
Tidak ada episode depresi mayor selama dua tahun pertama
d) Gangguan Bipolar 1 (paling banyak episode depresi)
-
Terdapat kriteria gangguan depresi mayor dan terdapat riwayat setidaknya satu kali episode manik
e) Gangguan Penyesuaian dengan Mood Depresi
-
Terdapat mood depresi, rasa takut, atau tidak ada harapan dalam tiga bulan setelah ada stresor
-
Gejala tersebut menimbulkan gangguan atau disabilitas berat dan akan menghilang dalam enam
bulan setelah hilangnya stresor
-
Kehilangan (kematian) tidak dimasukan sebagai stresor dalam gangguan penyesuaian.11
2.3.6 Geriatric Depression Scale
Penggunaan DSM IV dan PPDGJ III dapat tidak spesifik karena depresi pada usia lanjut dapat
muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti insomnia, kelemahan umum, kehilangan nafsu makan,
masalah pencernaan, dan sakit kepala, sehingga digunakan instrumen skala Depresi Khusus Usia Lanjut
(Geriatric Depression Scale) untuk menunjang diagnosis.12 GDS 15 pertanyaan paling sering digunakan
untuk mendeteksi depresi pada lanjut usia dan dapat berfungsi sebaik GDS 30 pertanyaan, meskipun fakta
menunjukkan bahwa GDS-15 sedikit berbeda dari GDS-30 dalam kemampuannya mendeteksi depresi dan
kapabilitasnya berbeda tergantung jenis kelamin, pengaturan, dan acuan baku yang digunakan (ICD atau
DSM). Pada studi meta-analisis atas 15 studi yang menggunakan GDS-15, didapatkan sensitivitas 84,3%
(95% CI 79,7-88,4%) dengan spesifisitas 73,8% (95% CI 68,0-79,2%). Jika responden menderita
gangguan kognitif yang signifikan, sensitivitas turun menjadi 70,2% (95% CI 47,7-88,5%) dengan
spesifisitas naik menjadi 74,5% (95% CI 61,2-85,7%). Jika digunakan di perawatan rumah jangka
panjang (Long Term Care [LTC] Home), sensitivitas dan spesifisitas menjadi 86,6% dan 72,3% dan jika
digunakan pada pasien rawat jalan didapatkan sensitivitas dan spesifisitas menjadi 82,2% dan 74,5%.
Penelitian lain membandingkan GDS-15 untuk mendeteksi depresi mayor di perawatan rumah jangka
panjang dengan rawat jalan geriatri di Thailand. Didapatkan untuk GDS-15 hasilnya lebih baik pada
rawat jalan geriatric dengan sensitivitas 92% dan spesifisitas 87% (titik potong ≥5), sedangkan pada
kelompok perawatan rumah jangka panjang dengan kognitif masih intak, sensitivitasnya mencapai 100%
dan spesifisitas 49% (titik potong ≥8). Nilai prediksi negatif baik pada kedua grup, tetapi nilai prediksi
positif pada grup rawat jalan lebih baik daripada pada grup perawatan rumah jangka panjang (83,3% vs
31,2%).17

18

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


GDS-30 dapat digunakan untuk mendeteksi gejala depresi pada gangguan kognitif ringan tetapi
tidak pada penderita dengan demensia Alzheimer. Untuk mendeteksi gejala depresi pada penderita
demensia, disarankan menggunakan instrumen lain yang lebih spesifik seperti Cornell Scale for
Depression in Dementia (CSDD). Jadi, untuk menentukan depresi pada usia lanjut terutama pada
penderita dengan fungsi kognitif yang masih intak dapat menggunakan GDS 15 soal dengan titik potong
6/7.17

2.4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kejadian Depresi


Penanganan depresi yang telah dilakukan selama ini menggunakan berbagai macam pendekatan,
antara lain farmakologis, electroconvulsive therapy, dan non farmakologis yang terdiri psikoterapi
interpersonal, terapi kognitif-perilaku, terapi perkawinan dan terapi keluarga (marital therapy and family
therapy), serta seleksi terapi spesifik. Pendekatan okupasi terapi yang menekankan proses biopsikososial
dapat menggunakan aktivitas olahraga (sports) atau latihan fisik dapat memperbaiki fungsi, meningkatkan
kesehatan, dan sarana pemanfaatan waktu yang konstruktif. Latihan fisik yang dimaksud merupakan
suatu jenis aktifitas fisik yang terencana, terstruktur, melibatkan gerakan tubuh berulang-ulang untuk
memperbaiki atau mempertahankan kesehatan tubuh (physical fitness). Latihan fisik ini dapat meliputi
latihan aerobik (aerobic exercise), latihan kekuatan dengan tahanan (strength/ resistance exercise), dan
latihan kelenturan (flexibility exercise).18
Otak bekerja secara elektrokimiawi. Di sepanjang serabut saraf, aliran impuls berjalan secara
elektrik, karena perbedaan kadar ion di dalam dan di luar sel. Di sinaps, saraf berkomunikasi secara
kimiawi melalui zat kimia saraf yang disebut neurotransmitter. Neurotransmiter yang terkait dengan
latihan fisik adalah norepinefrin, serotonin dan dopamin. 19
Riset pada dekade terakhir menunjukkan bahwa otak orang dewasa pun mampu membentuk sel
saraf (neuron) baru, suatu proses yang disebut neurogenesis. Neuron-neuron baru bertahan hidup dan
mengintegrasikan diri mereka ke dalam struktur otak. Hal tersebut mengindikasikan potensi otak untuk
menyembuhkan dirinya sendiri. Untuk bertahan hidup dan menjadi bagian dari struktur aktif otak, neuron
baru memerlukan dukungan tidak hanya dari sel-sel penyokong saraf (sel glia) dan nutrisi melalui darah,
tetapi lebih penting adalah dukungan dari hubungan dengan sel saraf yang lain (sinapsis). Tanpa
hubungan ini, saraf akan mati. Riset juga menunjukkan bahwa daerah yang paling aktif mengalami
neurogenesis adalah hipokampus, suatu daerah yang terletak pada otak bagian dalam. Bukti-bukti
menunjukkan bahwa latihan fisik tidak hanya baik untuk kesehatan jantung, tetapi juga baik untuk otak.
Individu yang rutin melakukan latihan fisik mempunyai neuron baru di hipokampus dua kali lebih banyak
daripada individu yang tidak melakukan latihan fisik. Saat seseorang melakukan aktivitas fisik, otak
19

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


mencapai kondisi homeostasis, keseimbangan kandungan zat-zat kimia otak, hormon, dan fungsi sistem-
sistem dalam otak.19
Latihan fisik dapat meningkatkan atensi dan motivasi dengan cara meningkatkan kadar dopamine
dan norepinefrin, membuat mood lebih positif, kecemasan lebih rendah, dan rasa percaya diri lebih tinggi.
Selain itu, efek latihan fisik adalah meningkatkan aktivitas neurotransmitter, memperbaiki aliran darah,
dan memicu produksi faktor pertumbuhan otak (brain growth factor). Dengan demikian, latihan fisik
menyiapkan sel saraf untuk terhubung lebih mudah dan lebih kuat. Latihan fisik dapat meningkatkan
aliran darah ke otak sehingga pembuluh darah terstimulasi dan akses otak untuk mendapatkan energi dan
oksigen meningkat dan lebih mudah menghilangkan produk-produk pecahannya. Meningkatmya aliran
darah ke otak menyebabkan stimulasi secara khusus gyrus dentate, suatu area otak yang membantu
pembentukan memori. Selain itu, meningkatnya serotonin, dopamine, BDNF akibat latihan fisik akan
memperkuat ikatan antar sel saraf. BDNF bertanggung jawab pada pembentukan, dan daya tahan saraf
terhadap kerusakan dan stress, dan banyak ditemukan di hipokampus.20

2.5 Kerangka Teori

Aktivitas Fisik Lanjut Usia

Meningkatkan aktivitas
neurotransmitter, memperbaiki
GDS-15 (Geriatric
aliran darah, dan memicu Kejadian Depresi Depression Scale)
produksi faktor pertumbuhan
otak (brain growth factor).

-
Faktor
organobiologik
Fungsi Kognitif
- Faktor genetik
Usia, Jenis Kelamin, yang intak
- Faktor psikososial
Status Perkawinan
- Faktor kepribadian 20
- Komorbiditas
dengan
FAKULTAS KEDOKTERAN penyakit KRISTEN KRIDA WACANA
UNIVERSITAS
Diteliti

Tidak diteliti

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat


Aktivitas Fisik Kejadian Depresi

12 Metodologi Penelitian Uraikan dengan jelas tetapi ringkas strategi umum dari penelitian yang diusulkan
serta pendekatan khusus dan metode yang akan digunakan. Apabila diperlukan fasilitas di institusi lain, tunjukan
bahwa lembaga yang bersangkutan telah dihubungi dan memberikan persetujuan. Jangan melebihi 3 halaman spasi
tunggal (12 pts Font)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian observasional analitik dengan pendekatan cross
sectional yaitu mencari hubungan antara variabel bebas (faktor risiko) dengan variabel tergantung (efek)
dengan melakukan pengukuran sesaat.21
21

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


3.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Tanjung Duren Selatan yang terdapat di Kelurahan
Tanjung Duren Selatan pada bulan Juli 2017.

3.3 Subjek Penelitian

Populasi
Populasi penelitian adalah seluruh penduduk lanjut usia yakni mereka yang berusia ≥ 60 tahun dan
berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan.
Sampel
Sampel adalah bagian (subset) dari populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap
dapat mewakili populasinya. Subyek terpilih (eligible subjects) atau sampel yang dikehendaki (intended
sample) merupakan bagian dari populasi terjangkau yang direncanakan untuk diteliti langsung. Mereka
adalah subyek yang memenuhi kriteria pemilihan, yakni kriteria inklusi dan eksklusi, dan terpilih sebagai
subyek yang akan diteliti.21

Kriteria Inklusi
1. Seseorang baik pria dan wanita yang berusia 60-74 (Menurut kriteria lanjut usia (elderly) yang
ditetapkan WHO).
2. Berdomisili di wilayah kerja Puskesmas Tanjung Duren Selatan.
3. Dapat diajak berkomunikasi secara verbal.
4. Lanjut usia yang dapat membaca dan menulis dengan baik.
5. Lanjut usia yang masih berpotensi dalam melakukan aktivitas fisik.

6. Hasil tes fungsi kognitif dengan menggunakan Mini Mental State Examination (MMSE) normal
yaitu 24-30.
7. Bersedia menjadi responden dan menandatangani informed consent

Kriteria Eksklusi
1. Lanjut usia yang menolak berpartisipasi dalam penelitian.
2. Lanjut usia yang tidak dapat membaca dan menulis.
3. Memiliki kondisi yang mengganggu atau membatasi pergerakan.

22

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


3.4 Sampling (menyebutkan teknik sampling dan menghitung besar sampel dengan rumus yang
sesuai)

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Non Probability Sampling. Metode Non
Probability Sampling yang digunakan adalah Purposive Sampling. Pada Purposive Sampling ini peneliti
memilih responden berdasarkan pada pertimbangan subyektif dan praktis, bahwa responden tersebut
dapat memberikan informasi yang memadai untuk menjawab pertanyaan penelitian. Dalam penelitian ini
jumlah sampel ditentukan menurut perhitungan sampel yang menggunakan uji hipotesis terhadap rasio
odds pada studi kasus kontrol kategorik-kategorik tidak berpasangan. Dasarnya sama dengan uji klinis
pada variabel bebas berskala nominal dikotom dan variabel efek berskala nominal dikotom. Untuk uji
hipotesis hendaknya dipilih uji 2 arah. Rumus yang digunakan adalah seperti pada uji perbedaan 2
proporsi.21

n1  n 2 
 Z 2 PQ  Z  P1Q1  P2 Q2 2
 P1  P 2  2

Keterangan :

Zα = deviat baku alfa (tingkat kesalahan tipe I) = 5 %, maka Zα adalah 1,96

Zβ = deviat baku beta (tingkat kesalahan tipe II) = 20 %, maka Zβ adalah 0,842
P2 = proporsi pada kelompok standar, tidak berisiko, atau kontrol (kepustakaan). Nilai P2 yang didapatkan
yaitu 0,75
Q2 = 1-P2 = 1-0,75 = 0,25
P1-P2 = selisih proporsi minimal yang dianggap bermakna (judgement) ditetapkan sebesar 0,2
P1 = proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement peneliti. Nilai P1 yang didapatkan, P1-
P2 = 0,2
P1 = 0,2+P2  0,2+0,75 = 0,95
QI = 1-P1 1-0,95 = 0,05
P = proporsi total = (P1+P2)/2 ( 0,95+0,75 )/2 = 0,85
Q = 1-P  1-0,85 = 0,15
2

1,96 2 0,85 0,15  0,84 0,95 0,05  0,75 0,25 

n1  n 2   
 0,95  0,75 2

2

1,96 0, 255  0,84 0,0475  0,1875 

n1  n 2   
 0,2  2

23

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


n1  n 2 
1,960,50  0,840,48 2
0,04

n1  n 2 
 0,98  0,40 2
0,04

n1  n2 
1,38 2
0,04
1,9044
n1  n 2 
0,04
n1  n 2  47,61 dibulatkan 48

Jadi, besar sampel yang dibutuhkan adalah 48.

Untuk mengantisipasi kemungkinan subyek terpilih yang drop out, loss to follow up atau subyek
tidak taat, maka perlu dilakukan koreksi terhadap besar sampel, dengan menambahkan sejumlah subyek
agar besar sampel tetap terpenuhi. Untuk ini tersedia formula sederhana yaitu :

n’ =

Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa kira-kira 10% (f=0,1) subyek drop out atau tidak taat
protokol. Dengan formula di atas, maka dapat dihitung jumlah subyek yang direncanakan diteliti (n’) =
48 / (1-0,1) = 53.

3.5 Bahan, alat dan cara pengambilan data

3.5.1 Bahan Penelitian

1. Kuisioner Mini Mental State Examination (MMSE) merupakan instrument penapis


untuk mendeteksi kemungkinan gangguan kognitif yang terdiri dari pertanyaan mengenai
orientasi waktu dan tempat, pengenalan benda (registrasi), perhitungan, ingatan, bahasa
(penyebutan, pengulangan, pengertian, dan menulis) dan visuospasial (konstruksi). 22
MMSE terdiri dari 30 poin yang dikelompokkan menjadi 7 kategori yaitu orientasi
terhadap tempat (negara, provinsi, kota, gedung dan lantai), orientasi terhadap waktu
(tahun, musim, bulan, hari dan tanggal), registrasi (mengulang dengan cepat 3 kata), atensi
dan konsentrasi (secara berurutan mengurangi 7, dimulai dari angka 100, atau mengeja
kata WAHYU secara terbalik), mengingat kembali (mengingat kembali 3 kata yang telah
diulang sebelumnya), bahasa (memberi nama 2 benda, mengulang kalimat, membaca

24

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


dengan keras dan memahami suatu kalimat menulis kalimat dan mengikuti perintah 3
langkah), dan kontruksi visual (menyalin gambar). Terlampir
2. Kuisioner Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang
digunakan untuk mempermudah pengenalan gejala depresi pada usia lanjut terutama pada
penderita dengan fungsi kognitif yang masih intak.23 GDS 15 pertanyaan paling sering
digunakan untuk mendeteksi depresi pada usia lanjut dan dapat berfungsi sebaik GDS 30
pertanyaan.17 Dalam penelitian ini, digunakan kuisioner GDS versi pendek yaitu GDS 15
dengan pertimbangan waktu yang diperlukan untuk melengkapi kuisioner ini lebih singkat
dan pertanyaannya yang lebih sederhana. Selain itu juga bertujuan untuk mencegah
munculnya kejenuhan maupun teralihnya perhatian dalam menjawab pertanyaan kuisioner.
Tiap pertanyaan dapat dijawab dengan pilihan “ya” atau “tidak”, yang akan memberikan
satu poin pada salah satu plilihan jawaban tersebut.24 Terlampir
3. Kuisioner General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ) adalah suatu
instrumen screening yang telah divalidasi yang dapat digunakan untuk menilai pencegahan
primer. Instrument ini digunakan pada orang dewasa untuk melihat level aktivitas, yang
terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index
(PAI) dengan kategori active, moderately active, moderately inactive dan inactive.
Instrument ini juga memberikan informasi kepada dokter ketika ada peningkatan aktivitas
fisik yang tidak sesuai.9 Terlampir

3.5.2 Alat Penelitian


1. Alat   yang   digunakan   dalam   kuisioner  Mini Mental State Examination (MMSE)
adalah kertas kosong, pensil, arloji atau jam tangan, tulisan yang harus dibaca dan
gambar yang harus ditiru.
2. Alat yang digunakan dalam kuisioner Geriatric Depression Scale (GDS) adalah alat
tulis.
3. Alat   yang   digunakan   dalam  kuisioner General Practice Physical Activity
Questionnaire (GPPAQ) adalah alat tulis.

3.5.3 Cara
1) Mini Mental State Examination (MMSE)

a) Persiapan Alat
25

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Sebelum melaksanakan pemeriksaan perlu disiapkan alat­alat sebagai berikut: pensil, jam,

kertas kosong, dan gambar standar yang ada pada pemeriksaan.

b) Persiapan pasien

Sebelum melaksanakan pemeriksaan, pasien perlu diberitahu bahwa akan dilakukan tes

untuk mengetahui daya ingatan penderita dan tidak ada batas waktu untuk penderita serta

berikan   dorongan   dan   dukungan   pada   pasien   selama   pemeriksaan   tanpa   mengganggu

pasien itu sendiri

c) Orientasi

Tanyakan pada pasien jam berapa sekarang, hari apa, bulan apa, dan tahun berapa, serta

musim apa. Berikan 1 poin untuk setiap jawaban yang benar, maksimal 5 poin. Kemudian

tanyakan   mengenai   orientasi   tempat   meliputi   dimana   sekarang   pasien   (kota,   provinsi,

negara, rumah sakit apa, lantai berapa, dan sebagainya), dengan skor maksimal 5 poin.

d) Registrasi

Beritahu pada pasien bahwa pemeriksaan akan menyebutkan 3 nama benda dan minta

pasien   untuk   mengulangi   ketiga   nama   benda   tersebut.   Berikan   nilai   1   untuk   masing­

masing   yang   benar.   Ulangi   bila   pasien   salah   sampai   dapat   menyebutkan   benar   catat

jumlah pengulangan yang dilakukan.

e) Konsentrasi, Atensi dan Kalkulasi

Pasien disuruh mengurangi 100 dengan 7, 93 dengan 7, 86 dengan 7, 79 dengan 7, 72

dengan 7, berikan nilai satu untuk tiap jawaban yang benar. Hentikan setelah 5 jawaban,

atau pasien diminta untuk mengeja terbalik kata: ”WAHYU” (nilai diberikan pada huruf

yang benar sebelum kesalahan dengan skor maksimum 5).

f) Recall

Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama benda yang ditunjukkan di atas. Nilai 1 untuk

tiap jawaban benar, nilai maksimal 3.

g) Bahasa

26

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


­ Pasien   diminta   menyebutkan   nama   benda   yang   ditunjukkan   pemeriksa   (pensil,jam

tangan/arloji), nilai 1 untuk jawaban yang benar.

­ Pasien   disuruh  mengulang   kata­kata    ”namun”,  ”tanpa”,   dan  ”bila”.  Nilai  1  untuk

jawaban yang benar pada pengulangan yang pertama.

­ Pasien disuruh melakukan perintah  ”Ambil kertas ini dengan tangan anda, lipatlah

menjadi 2 dan letakkan dilantai”. Nilai 1 untuk setiap langkah yang benar.

­ Pasien   disuruh   membaca   dan   melakukan   perintah   ”pejamkan   mata   anda”.   Nilai   1

untuk respon yang benar.

­ Pasien disuruh menulis sebuah kalimat dengan spontan. Nilai 1 untuk kalimat yang

memiliki subyek dan kata kerja.

­ Tunjukkan  pada pasien gambar 2 segilima/pentagon  pada sebuah kertas  dan suruh

pasien untuk menggambar pentagon tersebut. Nilai 1 untuk gambar yang benar.

h) Penilaian

­ Nilai 24­30 : normal atau baik

­ Nilai 18­23 : gangguan kognitif ringan

Pelupa,   cenderung   untuk   melalaikan   pekerjaan   di   rumah,   tetapi   masih   bisa

mengerjakan   pekerjaan   yang   mudah   dan   aman,   masih   bisa   mengenali   orang   atau

alamat sendiri, pembicaraan terbatas tapi masih bisa dimengerti, mampu mengerjakan

tugas khusus tertentu.

­ Nilai 10­17 : gangguan kognitif sedang

Seringkali tersesat di luar rumah, tak tahu alamat sendri, cenderung kecelakaan.

­ <10 : gangguan kognitif berat

Gangguan memori berat, tak menghiraukan hygiene pribadi sama sekali, pembicaraan

kacau.9

2) Geriatric Depression Scale (GDS)

a) Persiapkan alat dan bahan yaitu alat tulis dan lembar kuisioner GDS­15.

27

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


b)Menjelaskan kepada pasien tujuan dalam wawancara, meminta kesediaan pasien untuk

diwawancara, pertanyaan  terdiri dari 15 pertanyaan dan pasien cukup menjawab dengan

”ya” atau ”tidak”.

c) Pertanyaan pada nomor 1, 5, 7, 11, dan 13 akan mendapatkan nilai 0 apabila dijawab

”ya”, sedangkan apabila dijawab ”tidak” mendapat nilai 1. Sistem penilaian ini berlaku

sebaliknya   untuk   10   pertanyaan   lainnya.   Kemudian   semua   nilai   dijumlahkan   dan

diinterpretasikan   menjadi,   skor   0­4   menunjukkan   tidak   depresi   dan   skor   ≥5

mengindikasikan depresi.24

3) General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ)

a) Persiapkan alat dan bahan yaitu alat tulis dan lembar kuisioner GPPAQ

b)Menjelaskan kepada pasien tujuan dalam wawancara, meminta kesediaan pasien untuk

diwawancara, dan tanyakan pertanyaan yang tercantum dalam kuisioner GPPAQ.

c) Kalkulasi lalu interpretasikan jawaban dari pasien menurut Level  Physical Activity

Index (PAI) yang terdiri dari:
-
Level 1 (In Active) : Pekerjaan yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau

bersepeda.
-
Level 2 (Moderately Inactive) : Pekerjaan yang harus duduk terus, gerak badan

kurang dari 1 jam dan/atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus

berdiri terus tanpa gerak badan atau bersepeda.
-
Level 3 (Moderately Active) : Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1 sampai 2,9

jam gerak badan dan atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus

berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam gerak badan dan atau bersepeda per minggu

ATAU pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda.
-
Level 4 (Active) : Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak

badan dan atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus berdiri terus

dan   1   sampai   2,9   jam   gerak   badan   dan   atau   bersepeda   per   minggu   ATAU

28

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


pekerjaan yang membutuhkan fisik sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan

atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang memerlukan tenaga berat.9

3.6 Parameter yang diperiksa :

Parameter yang diperiksa adalah Aktivitas Fisik dan Kejadian Depresi pada lansia, lalu ada atau
tidaknya hubungan antara keduanya.

3.7 Variabel penelitian


 Variabel terikat:
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah kejadian depresi.
 Variabel bebas:
Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah aktivitas fisik.
3.8 Dana Penelitian Terlampir
3.9 Analisis Data

1. Analisis univariat merupakan análisis tiap variabel yang dinyatakan dengan menggambarkan
dan meringkas data dengan cara ilmiah dalam bentuk tabel atau grafik. Variabel dalam penelitian
ini meliputi data demografi (usia, jenis kelamin, status perkawinan), variabel independen (bebas)
yaitu aktivitas fisik lanjut usia dan variabel dependen (terikat) yaitu kejadian depresi pada lanjut
usia.
2. Analisis bivariat berguna untuk melihat hubungan dua variabel yaitu untuk melihat hubungan
variabel aktivitas fisik lanjut usia dan variabel kejadian depresi lanjut usia. Analisis bivariat yang
digunakan dalam penelitian ini, yaitu uji chi square. Uji chi square digunakan untuk mengadakan
pendekatan dari beberapa faktor atau mengevaluasi frekuensi yang diselidiki atau frekuensi hasil
observasi yang diharapkan dari sampel apakah terdapat hubungan atau perbedaan yang signifikan
atau tidak.6 Peneliti menggunakan derajat kepercayaan 95% sehingga jika nilai p < 0,05 berarti
hasil perhitungan statistik bermakna (signifikan) atau menunjukkan ada hubungan antara variabel
independen dengan variabel dependen.

3.10 Definisi Operasional:


1. Aktivitas Fisik

29

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


Definisi : Aktivitas Fisik merupakan kegiatan olah fisik yang dilakukan lansia dalam kehidupan
sehari-hari dan memerlukan pengeluaran energi mulai dari bekerja, dan berbagai macam jenis
olahraga.
Alat ukur : Kuisioner General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ).
Skala pengukuran : Ordinal
2. Kejadian Depresi
Definisi : Depresi merupakan suatu gangguan mental umum yang ditandai dengan mood tertekan,
hilangnya kesenangan atau minat, perasaan bersalah atau harga diri rendah, gangguan makan atau
tidur, turunnya energi dan konsentrasi.
Alat ukur : Kuisioner Geriatric Depression Scale (GDS-15) digunakan untuk mempermudah
pengenalan gejala depresi pada usia lanjut terutama pada penderita dengan fungsi kognitif yang
masih intak. Sehingga untuk mengukur fungsi kognitif digunakan kuisioner Mini Mental State
Examination (MMSE).
Skala pengukuran : Nominal

30

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


13 Jadwal Penelitian Cantumkan lama penelitian dan rincian jadwal secara skematis.

Bulan (Tahun 2017)


No Kegiatan Mei Juni Juli Agus Sept Des Maret Aprl Mei Juni
1 Studi pustaka 1 bln
Persiapan alat
dan bahan
2 penelitian 1bln 1bln
3 Penelitian 2 mgg
4 Penulisan 1 bln 1 bln

31

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


14 Persyaratan Etik Bagian dibawah ini harus diisi apabila penelitian yang diusulkan berkaitan dengan
eksperimentasi pada manusia dan hewan. Metode yang digunakan harus memenuhi ketentuan etik penelitian pada
manusia dan hewan (Human and Animal Ethics). Persyaratan ini dianut oleh semua jurnal ilmiah berbobot.

Implikasi Etik Eksperimental pada Manusia Berikan pernyataan singkat mengenai permasalahan etik
yang dapat timbul dari eksprimentasi, dan jelaskan bagaimana permasalahan tersebut dapat diatasi. Permasalahan etik
termasuk (a) bahaya dan komplikasi perlakuan, (b) kerahasiaan data (confidentiality), (c) Informed consent, dan sebagainya.

Penelitian ini menggunakan subjek lansia, tetapi untuk saat ini tidak ada masalah etik yang akan dihadapi,
karena penelitian ini bukan penelitian invasif pada lansia. Tindakan yang dilakukan pada penelitian ini
hanya wawancara terarah kepada lansia.

Implikasi Etik Eksperimental pada Hewan

32

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


33

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


15 Daftar Pustaka Harus relevan dengan usulan.

Daftar Pustaka
1. Kurniawan B. Hubungan antara aktifitas fisik dengan tingkat depresi pada lansia di panti werdha
budi luhur, bantul. ETD UGM 2013: h.1-47.
2. Kementerian Kesehatan RI. Gambaran kesehatan lanjut usia di Indonesia. Buletin Jendela Data
dan Informasi Kesehatan 2013:h.1-27.
3. Kementerian Kesehatan RI.Situasi lanjut usia di Indonesia. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI 2016: h.1.
4. Efendi F, Makhfudli. Keperawatan kesehatan komunis teori dan praktik dalam keperawatan.
Jakarta: Salemba Medika; 2009: h.243.
5. Nurullah FA, Nuripah G, Dewi MK. Hubungan olahraga rutin dengan tingkat depresi pada lansia
di kecamatan coblong kota bandung. Universitas Islam bandung 2015:694-5.
6. Nafidah N. Hubungan antara aktifitas fisik dengan tingkat kognitif lanjut usia di panti sosial tresna
werdha budi mulia 4 margaguna Jakarta selatan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayahtullah
2014: h.5-43.
7. Hidayanty DF. Hubungan aktivitas fisik dan aktivitas kognitif terhadap kejadian demensia pada
lansia di kelurahan sukabumi selatan tahun 2012. FK UIN Syarif Hidayatullah 2012: h.5.
8. Mubarak, WI, dkk. Ilmu keperawatan komunitas konsep dan aplikasi buku 2. Jakarta: Salemba
Medika; 2009.
9. Puspitasari F. Hubungan aktivitas fisik dan perawatan keluarga dengan fungsi kognitif lansia di
desa kedungguwo kecamatan sukomoro kabupaten magetan. Perpustakaan UNS 2012: h.13-33.
10. Ismail RI, Siste K. Gangguan depresi. Dalam: Kusumawardhani AAAA,dkk. Buku ajar psikiatri.
Edisi ke 2. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2015: h. 228-31.
11. Irawan H. Gangguan depresi pada lanjut usia. CDK 210 2013; 40(11): h.815-7.
12. Soejono CH, Probosuseno, Sari NK. Depresi pada pasien usia lanjut. Dalam: Sudoyo AW, dkk.
Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1. Edisi ke 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009: h.845-50.
13. Bjornlund L. Depression (disease and disorder). Farmington hills: Lucent Books; 2010.
14. Damping CE. Psikiatri geriatric. Dalam: Sudoyo AW, dkk. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1.
Edisi ke 5. Jakarta: Interna Publishing; 2009: h.509-12.
15. Traywick L. Depression in the elderly. University of Arkansas Division of Agriculture; 2007.
16. Mood Disorders Society of Canada. Depression in elderly. Consumer and Family Support; 2010.
17. Wongpakaran N, dkk. The use of GDS-15 in detecting MDD: A comparison between residents in a
Thai long term care home and geriatric outpatients. Chiang Mai: J Clin Med Res; 2013;5(2):
h.101-11.
18. Kusumowardani A, Untari R, Nugroho PB. Model latihan fisik dalam menurunkan tingkat depresi
pada pasien. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan Jilid 3 Mei 2013: h.203-6.
19. Ambardini RA. Pendidikan jasmani dan prestasi akademik: tinjauan neurosains. FIK UNY 2012:
h.6-7.
34

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


20. Ratey, John. The revolutionary new science of exercise and the brain. New York: Little Brown and
Company; 2008.
21. Sastroasmoro S, Ismael S. Dasar-dasar metodologi penelitian klinis. Edisi ke-5. Jakarta:
CV.Sagung Seto; 2014: h.90-373.
22. Abadi K,Wijayanti D,Gunawan EA, Rumawas ME,Sutrisna B. Hipertensi dan risiko mild
cognitive impairment pada pasien usia lanjut. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Oktober
2013; 8(3): h.120.
23. Njoto EN. Mengenali depresi pada usia lanjut penggunaan geriatric depression scale (GDS) untuk
menunjang diagnosis. CDK 217 2014; 41(6):472.
24. Aryawangsa AAN, Ariastuti NLP. Prevalensi dan distribusi faktor risiko depresi pada lansia di
wilayah kerja puskesmas tampaksiring I kabupaten gianyar bali 2015. ISM September-Desember
2015; 7(1): h.5.

LAMPIRAN I

35

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


MINI-MENTAL STATE EXAM (MMSE)

Nama Pasien:………………..( Lk / Pr ) Umur:………………Pendidikan……...........……Pekerjaan:........


…………
Riwayat Penyakit: Stroke( ) DM( ) Hipertensi( ) Peny.Jantung( ) Peny. Lain…................
…………………..
Pemeriksa:…………………………….. Tgl ………………

Item Tes Nilai maks. Nilai


1 ORIENTASI
Sekarang (tahun), (musim) , (bulan), 5
(tanggal), hari apa, jam berapa?

Kita berada dimana? (negara), 5


2 (provinsi), (kota), (rumah sakit),
(lantai/kamar)

REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (apel, 3
3 meja, koin) tiap benda 1 detik, pasien
disuruh mengulangi ketiga nama benda
tadi. Nilai 1 untuk tiap nama benda yang
benar. Ulangi sampai pasien dapat
menyebutkan dengan benar dan catat
jumlah pengulangan

ATENSI DAN KALKULASI


Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk
36

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


4 tiap jawaban yang benar. Hentikan 5
setelah 5 jawaban. Atau disuruh
mengeja terbalik kata “ WAHYU” (nilai
diberi pada huruf yang benar sebelum
kesalahan; misalnya uyahw =2 nilai

MENGINGAT KEMBALI (RECALL)


5 Pasien disuruh menyebut kembali 3
nama benda di atas 3

6 BAHASA
Pasien diminta menyebutkan nama
benda yang ditunjukkan ( pensil, arloji) 2

7 Pasien diminta mengulang rangkaian


kata :” tanpa kalau dan atau tetapi ” 1
8 Pasien diminta melakukan perintah: “
Ambil kertas ini dengan tangan kanan,
lipatlah menjadi dua dan letakkan di 3
lantai”.

9 Pasien diminta membaca dan


melakukan perintah “Pejamkan mata 1
anda”

10 Pasien diminta menulis sebuah kalimat


1
(spontan)

11 Pasien diminta meniru gambar di bawah


ini 1

Skor Total
30

37

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA


LAMPIRAN II
Geriatric Depression Scale
Nama Responden:
Usia :
Jenis Kelamin :
Status Perkawinan :
Skor MMSE :
Tanggal Wawancara :
Pewawancara :

Pertanyaan YA TIDAK

1. Apakah anda pada dasarnya puas


dengan kehidupan anda?

2. Apakah anda sudah meninggalkan


banyak kegiatan dan minat/kesenangan
Anda?

3. Apakah Anda merasa kehidupan anda


hampa?

4. Apakah anda sering bosan?

5.Apakah anda mempunyai semangat


baik sepanjang waktu?

6. Apakah anda takut sesuatu menjadi


buruk akan terjadi pada anda?

7. Apakah anda merasa bahagia pada


sebagian besar waktu anda?

8. Apakah anda sering merasa tidak


berdaya?

9. Apakah anda senang tinggal di rumah


38
daripada pergi ke luar mengerjakan
sesuatu hal yang baru? FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

10.Apakah anda mempunyai banyak


39

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

Anda mungkin juga menyukai