Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH RHEUMATOID ARTHRITIS

KELOMPOK 2

XXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXXXX

XXXXXXXXXXXXXX
KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
POLTEKES KEMENKES MAKASSAR
JURUSAN FISIOTERAPI
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Puji syukur senantiasa kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas Rahmat
dan Hidayah-Nya yang diberikan selama ini sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “Reumatoid Artritis” sebagai salah satu tugas mata kuliah FT Geriatri
pada jurusan Fisioterapi Poltekkes Kemenkes Makassar.

Dalam penyusunan makalah ini kami telah mendapat bantuan, dorongan semangat, dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak atas sumbangsih ide, waktu, tenaga dan pikiran dalam proses penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, oleh
karenanya kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat membangun
sehingga dapat menjadi tolak ukur dalam penyusunan makalah-makalah selanjutnya, dengan
demikian tujuan penyusunan makalah ini pun yakni bermanfaat untuk segala pihak dapat
terealisasikan. Semoga Allah senantiasa meridhai segala bentuk usaha kita. Amin

Makassar, 14 oktober 2018

Kelompok 2
BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang

Rheumatoid arthritis adalah penyakit kronis yang menyebabkan nyeri, kekakuan,


pembengkakan dan keterbatasan gerak serta fungsi dari banyak sendi. Rheumatoid arthritis dapat
mempengaruhi sendi apapun, sendi-sendi kecil di tangan dan kaki cenderung paling sering
terlibat. Pada rheumatoid arthritis kekakuan paling sering terburuk di pagi hari. Hal ini dapat
berlangsung satu sampai dua jam atau bahkan sepanjang hari. Kekakuan untuk waktu yang lama
di pagi hari tersebut merupakan petunjuk bahwa seseorang mungkin memiliki rheumatoid
arthritis, karena sedikit penyakit arthritis lainnya berperilaku seperti ini. Misalnya, osteoarthritis
paling sering tidak menyebabkan kekakuan pagi yang berkepanjangan (American College of
Rheumatology, 2012).

Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar kemungkinannya untuk
terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien. Kebanyakan penyakit rheumatoid
arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga
menyebabkan kerusakan sendi secara menetap. Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa
pasien atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit
rheumatoid arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan
aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kegagalan organ. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan masalah seperti rasa nyeri, keadaan
mudah lelah, perubahan citra diri serta gangguan tidur. Dengan 3 demikian hal yang paling buruk
pada penderita rheumatoid arthritis adalah pengaruh negatifnya terhadap kualitas hidup. Bahkan
kasus rheumatoid arthritis yang tidak begitu parah pun dapat mengurangi bahkan
menghilangkan kemampuan seseorang untuk produktif dan melakukan kegiatan fungsional
sepenuhnya. Rheumatoid arthritis dapat mengakibatkan tidak mampu melakukan aktivitas
sehari-hari seutuhnya (Gordon et al., 2002).

Secara umum kualitas hidup menggambarkan kemampuan individu untuk berperan dalam
lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari yang dilakukannya. Kualitas hidup yang
berhubungan dengan kesehatan menggambarkan pandangan individu terhadap kebahagiaan dan
kepuasan terhadap kehidupan yang mempengaruhi kesehatan mereka (American Thoracic
Society, 2007). Kualitas hidup dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, antara lain karakteristik
pasien, karakteristik penyakit dan tingkat nyeri yang dialami pasien (Asadi-Lari et al., 2004).
Selain itu, pengobatan atau 5 terapi, seperti jenis obat atau terapi juga ikut berperan dalam
kualitas hidup pasien (Chen et al., 2005). rheumatoid arthritis.
BAB II

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN

Artritis Reumatoid atau Rheumatoid arthritis (RA) adalah penyakit


autoimun sistemik (penyakit yang terjadi pada saat tubuh di serang oleh system
kekebalan tubuhnya sendiri). RA merupakan salah satu kelainan multisistem yang
etiologinya belum diketahui secara pasti dan dikarateristikkan dengan destruksi
sinovitis (Helmick, 2008). Penyakit ini merupakan peradangan sistemik yang paling
umum ditandai dengan keterlibatan sendi yang simetris (Dipiro, 2008). Penyakit
RA ini merupakan kelainan autoimun yang menyebabkan inflamasi sendi yang
berlangsung kronik dan mengenai lebih dari lima sendi (poliartritis) (Pradana,
2012).

B. ETIOLOGI

Artritis reumatoid adalah penyakit autoimun yang terjadi pada individu


rentan setelah respon imun terhadap agen pemicu. Agen pemicunya antara lain
bakteri, mikoplasma, atau virus yang menginfeksi sendi. Biasanya respon antibodi
awal terhadap mikroorganisme diperantarai oleh IgG. Walaupun respon ini
berhasil menghancurkan mikroorganisme, individu yang mengalami RA biasanya
mulai membentuk antibodi lain terhadap antibodi IgG awal. Antibodi yang
ditujukan ke komponen tubuh sendiri ini disebut reumatoid factor (RF). RF
menetap di kapsul sendi sehingga menyebabkan inflamasi kronik dan kerusakan
jaringan. Dari penelitian muntakhir, diketahui pathogenesis Artritis reumatoid
dapat terjadi akibat rantai peristiwa imunologis yang terdapat dalam genetik.
Terdapat kaitan dengan penanda genetik seperti HLA-DR4 (Human Leukocyte
Antigens) dan HLA-DR5 pada orang kulit putih. Namun pada orang amerika
berkulit hitam, jepang, dan Indian Chippewa, hanya ditemukan kaitannya dengan
HLA-DR4. Kecenderungan wanita untuk menderita AR dan sering dijumpainya
remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan terdapatnya faktor
keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit
ini. Walaupun demikian karena pemberian hormon estrogen eksternal tidak pernah
menghasilkan perbaikan sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum
berhasil dipastikan bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit
ini.

C. Faktor Risiko
1. Umur

Dari semua faktor resiko untuk timbulnya AR, faktor usia adalah yang terkuat.
Prevalensi dan beratnya AR semakin meningkat dengan bertambahnya umur.
AR hampir tak pernah pada anak-anak, jarang pada umur dibawah 40 tahun dan
sering pada umur diatas 60 tahun.

2. Jenis Kelamin

Wanita lebih sering terkena AR lutut dan sendi, dan lelaki lebih sering terkena
AR paha, pergelangan tangan dan leher. Secara keseluruhan di bawah 45 tahun
frekuensi AR kurang lebih sama pada laki dan wanita tetapi diatas 50 tahun
frekuensi AR lebih banyak pada wanita dari pada pria hal ini menunjukkan
adanya peran hormonal pada patogenesis AR.

3. Genetik

Faktor herediter juga berperan pada timbulnya AR. Sebagai contoh, pada ibu
dari seorang wanita dengan AR pada sendi-sendi inter falang distal terdapat dua
kali lebih sering AR pada sendi-sendi tersebut, dan anak-anaknya perempuan
cenderung mempunyai tiga kali lebih sering dari pada ibu dan anak perempuan
dari wanita tanpa AR.

4. Suku

Prevalensi dan pola terkenanya sendi pada AR nampaknya terdapat perbedaan


diantara masing-masing suku bangsa, misalnya AR paha lebih jarang diantara
orang-orang kulit hitam dan usia dari pada kaukasia. AR lebih sering dijumpai
pada orang – orang Amerika asli dari pada orang kulit putih. Hal ini mungkin
berkaitan dengan perbedaan cara hidup maupun perbedaan pada frekuensi
kelainan kongenital dan pertumbuhan.

5. Obesitas (Kegemukan)

Berat badan yang berlebihan nyata berkaitan dengan meningkatnya resiko untuk
timbulnya AR baik pada wanita maupun pada pria. Kegemukan ternyata tak
hanya berkaitan dengan AR pada sendi yang menanggung beban, tapi juga
dengan AR sendi lain (tangan atau sternoklavikula).

6. Aktifitas/mobilitas yang berlebihan

Aktifitas penderita dengan usia yang sangat lanjut sangatlah membutuhkan


perhatian yang lebih, karena ketika penderita dengan kondisi tubuh yang tidak
memungkinkan lagi untuk banyak bergerak, akan memberatkan kondisi
penderita yang menurun terlebih lagi sistem imun yang sangat buruk. Sehingga
penderita dengan sistem imunitas tubuh yang menurun, sangatlah dibutuhkan
perhatian lebih untuk mengurangi /memperhatikan tipe aktifitas/mobilitas yang
berlebih. Hal ini dikarenakan kekuatan sistem muskuloskeletal penderita yang
tidak lagi seperti usianya beberapa tahun yang lalu, masih dapat beraktifitas
maksimal.

7. Lingkungan

Mereka yang terdiagnosis atritis reumatoid sangatlah diperlukan adanya


perhatian lebih mengenai keadaan lingkungan yang sangat mendukung. Ketika
lingkungan sekitarnya yang tidak mendukung, maka kemungkinan besar klien
akan merasakan gejala penyakit ini. Banyak diantaranya ketika keadaan suhu
lingkungan sekitar penderita yang cukup dingin, maka penderita akan merasa
ngilu, kekakuan sendi pada area-area yang biasa terpapar, sulit untuk
mobilisasi, dan bahkan kelumpuhan.

D. Manifestasi Klinis

RA dapat ditemukan pada semua sendi dan sarung tendo, tetapi paling
sering di tangan. RA juga dapat menyerang sendi siku, kaki, pergelangan kaki dan
lutut. Sinovial sendi, sarung tendo, dan bursa menebal akibat radang yang diikuti
oleh erosi tulang dan destruksi tulang disekitar sendi (Syamsuhidajat, 2010).
Ditinjau dari stadium penyakitnya, ada tiga stadium pada RA yaitu
(Nasution, 2011):

a. Stadium sinovitis. Artritis yang terjadi pada RA disebabkan oleh sinovitis,


yaitu inflamasi pada membran sinovial yang membungkus sendi. Sendi yang
terlibat umumnya simetris, meski pada awal bisa jadi tidak simetris. Sinovitis ini
menyebabkan erosi permukaan sendi sehingga terjadi deformitas dan kehilangan
fungsi (Nasution, 2011). Sendi pergelangan tangan hampir selalu terlibat,
termasuk sendi interfalang proksimal dan metakarpofalangeal (Suarjana, 2009).

b. Stadium destruksi Ditandai adanya kontraksi tendon saat terjadi


kerusakan pada jaringan sinovial (Nasution, 2011).

c. Stadium deformitas Pada stadium ini terjadi perubahan secara progresif


dan berulang kali, deformitas dan gangguan fungsi yang terjadi secara menetap
(Nasution, 2011).

Manifestasi klinis RA terbagi menjadi 2 kategori yaitu manifestasi artikular


dan manifestasi ekstraartikular (Suarjana, 2009).

Manfestasi artikular RA terjadi secara simetris berupa inflamasi sendi,


bursa, dan sarung tendo yang dapat menyebabkan nyeri, bengkak, dan kekakuan
sendi, serta hidrops ringan (Sjamsuhidajat, 2010). Tanda kardinal inflamasi berupa
nyeri, bengkak, kemerahan dan teraba hangat mungkin ditemukan pada awal
atau selama kekambuhan, namun kemerahan dan perabaan hangat mungkin
tidak dijumpai pada RA kronik (Surjana, 2009). Sendi-sendi besar, seperti bahu
dan lutut, sering menjadi manifestasi klinis tetap, meskipun sendi-sendi ini
mungkin berupa gejala asimptomatik setelah bertahun-tahun dari onset
terjadinya (Longo, 2012).

Manifestasi ekstraartikular jarang ditemukan pada RA (Syamsyuhidajat,


2010). Secara umum, manifestasi RA mengenai hampir seluruh bagian tubuh.
Manifestasi ekstraartikular pada RA, meliputi (Longo, 2012):

a. Konstitusional, terjadi pada 100% pasien yang terdiagnosa RA. Tanda


dan gejalanya berupa penurunan berat badan, demam >38,3oc , kelelahan
(fatigue), malaise, depresi dan pada banyak kasus terjadi kaheksia, yang secara
umum merefleksi derajat inflamasi dan kadang mendahului terjadinya gelaja awal
pada kerusakan sendi (Longo, 2012).

b. Nodul, terjadi pada 30-40% penderita dan biasanya merupakan level


tertinggi aktivitas penyakit ini. Saat dipalpasi nodul biasanya tegas, tidak lembut,
dan dekat periosteum, tendo atau bursa. Nodul ini juga bisa terdapat di paru-
paru, pleura, pericardium, dan peritonuem. Nodul bisanya benign (jinak), dan
diasosiasikan dengan infeksi, ulserasi dan gangren (Longo, 2012).

c. Sjogren’s syndrome, hanya 10% pasien yang memiliki secondary


sjogren’s syndrome. Sjogren’s syndrome ditandai dengan keratoconjutivitis sicca
(dry eyes) atau xerostomia (Longo, 2012).

d. Paru (pulmonary) contohnya adalah penyakit pleura kemudian diikuti


dengan penyakit paru interstitial (Longo, 2012).

e. Jantung (cardiac) pada <10% penderita. Manifestasi klinis pada jantung


yang disebabkan oleh RA adalah perikarditis, kardiomiopati, miokarditis, penyakti
arteri koreoner atau disfungsi diastol (Longo, 2012).

f. Vaskulitis, terjadi pada <1% penderita, terjadi pada penderita dengan


penyakit RA yang sudah kronis (Longo, 2012).

g. Hematologi berupa anemia normositik, immmune mediated


trombocytopenia dan keadaan dengan trias berupa neutropenia,
splenomegaly,dan nodular RA sering disebut dengan felty syndrome. Sindrom ini
terjadi pada penderita RA tahap akhir (Longo, 2012).

h. Limfoma, resiko terjadinya pada penderita RA sebesar 2-4 kali lebih besar
dibanding populasi umum. Hal ini dikarenakan penyebaran B-cell
lymphoma sercara luas (Longo, 2012).
E. PATOLOGI

Pada artritis reumatoid, reaksi autoimun tersebut terutama terjadi pada


jaringan synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran synovial. Pada inflamasi kronis, membran sinovial mengalami hipertrofi
dan menebal sehingga menyumbat aliran darah dan lebih lanjut menstimulasi
nekrosis sel dan respons inflamasi. Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi
synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular.
Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama
pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk
pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang
subchondral. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan
pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Panus akan
meghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya
menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative
dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot.

Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan


sendi. Pannus ini dapat menyebar ke seluruh sendi sehingga menyebabkan
inflamasi dan pembentukan jaringan parut lebih lanjut. Bila kerusakan kartilago
sangat luas maka terjadi adhesi di antara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa
atau tulang bersatu (ankilosis) sehingga sendi tidak dapat digerakkan terutama
pada sendi tangan dna kaki. Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon
dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari
persendian. Invasi dari tulang subcondral bisa menyebabkan osteoporosis
setempat. Lamanya rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan
masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang
sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain
terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang
progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai
kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus. Pasien
dengan penyakit ringan memiliki kurang dari enam sendi yang terlibat, tidak ada
erosi tulang pada x-ray dan tidak ada kegiatan RA luar sendi. Pasien dengan
penyakit moderat 6-20 sendi yang terlibat dan mungkin telah penyempitan ruang
sendi atau erosi pada x-rays. Parah RA pasien memiliki lebih dari 20 sendi yang
terlibat, anemia, kerusakan sendi cepat pada x-ray dan aktivitas RA luar sendi.

F. PEMERIKSAAN FISIOTERAPI
Pada pemeriksaan ini bertujuan untuk meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional
penderita melakukan aktivitas:
1. ANAMNESIS
a. Anamnesis Umum
Anamnesis umum dan anamnesis khusus meliputi : identitas dari pasien dan keluhan
yang diderita oleh pasien. Pada umumnya pasien secara jelas akan menunjukkan
dimana ada rasa sakit dan gerakan mana yang mengakibatkan rasa sakit.
b. Anamnesis Khusus
1) Klasifikasi perkembangan reumatoid artritis:
 Stadium 1, Dini
a) Tidak terdapat perubahan destruktif, pada pemeriksaan roentgenografik
b) Bukti osteoporosis mungkin terdapat secara roentgenologik

 Stadium 2, Sedang
a) Terdapat bukti osteoporosis secara roentgenologik
b) Tidak terdapat deformitas sendi
c) Terdapat atrofi pada otot – otot yang berdekatan
d) Mungkin terdapat lesi jaringan lunak ekstra – artikular
seperti noduldan tenosinovitis
 Stadium 3, Berat

a) Terdapat destruksi tulang rawan dan tulang secara roentgenelogik disamping


osteoporosis

b) Deformitas sendi, seperti subluksasio, hiperekstensi, tanpa disertai antikilosis


fibrotik
c) Terdapat atrofi otot yang meluas

d) Mungkin terdapat lesi jaringan lunak ekstra – artikular seperti nodul


dan tenosinovitis

 Stadium 4, Terminal

a) Terdapat ankilosis fribotik dan ankilosis oseosa

b) Kriteria stadium 3

2) Klasifikasi kapasitas fungsional reumatoid artritis


a. Kelas 1; kapasitas fungsional sempurna
b. Kelas 2; kapasitas fungsional memadai untuk melakukan kegiatan normal,
walaupun terdapat kesulitan berupa perasaan tidak nyaman atau keterbatasn
gerak pada satu atau beberapa sendi.
c. Kelas 3; kapasitas fungsional masih memadai hanya untuk melakukan
beberapa atau tidak dapat melakukan pekerjaan sehari – hari.
d. Kelas 4; sebagain besar atau seluruh pekerjaannya tidak mampu dikerjakan
sendiri.

2. INSPEKSI

Pada gangguan-gangguan yang sifatnya simetris seperti misalnya reumatiod arthritis


terutama pada tahap permulaan kadang-kadang sulit untuk menemukan pembengkakan.

Reumatoid artritis akan mengakibatkan pembengkakan fisiform


pada artikulasiointerfalangeal selama masa akut penyakit. Kalau terjadi destruksi sendi
pada tangan dan pergelangan tangan maka akan terjadi deformitas flipper dimana tengan
berada dalam deviasi ulnaris dan jari – jari berada dalam keadaan fleksi pada artikulasio
metakarpofalengea (Delp Mohlan, 1994).
3. PEMERIKSAAN FUNGSI

Dalam melaksanakan pemeriksaan fungsi ini, kita mencoba untuk menguji struktur
masing-masing sebaik mungkin. Bila perlu sendi-sendi jari masing-masing dapat
diperiksa sehubungan dengan ada tidaknya pembatasan gerak. Arthritis dan arthrosis
biasanya disertai oleh pembatasan gerak terutama pada fleksi.

Sendi radio-ulner : hanya ada rasa sakit pada pronasi dan supinasi yang maksimal, carpus
: exstensi ( fleksi dorsal ) dan fleksi ( palmar ), ukuran terbatasnya sama.

G. PENATALAKSANAAN FISIOTERAPI

Pengobatan fisioterapi pada penyakit ini bertujuan untuk mengoptimalkan kapasitas fisik dan
fungsional penderita dengan cara mangurangi atau menghilangkan keterbatasan luas gerak sendi.
Untuk menangani masalah tersebut, modalitas fisioterapi yang digunakan adalah sebagai berikut
:

1 Persiapan pasien, alat :


Persiapan segala sesuatu tentang pasien dari segi tempat dan sebagainya, persiapan alat
meliputi segala sesuatu yang akan digunakan oleh fisioterapis untuk melakukan
penanganan.
2 Pelaksanaan terapi :
a. Hidroterapi dengan Paraffin
Dengan menggunakan Paraffin ini bertujuan untuk vasodilatasi dan mengurangi tonus
otot.
b. Massage dengan:
1. Stroking
Merupakan teknik massage berupa gosokan tanpa tekanan dengan arah tidak
beraturan, irama, ritmik. Stroking ini bertujuan untuk memberikan rangsangan
pada sarat sensorik sehingga dapat mengakibatkan saraf mengalami daya
akomodasi dan dapat mengurangi nyeri.
2. Petrissage
Teknik massage dengan pemijatan dengan memegang jaringan lunak, berupa :
pegang, tekan, angkat, lepas. Adalah salah satu tehnik petrissage
dalam massage yang bertujuan untuk melemaskan jaringan yang mengalami
peningkatan tonus dan menambah fleksibilitas jaringan.
c. Exercise untuk jari-jari dan tangan
Tujuan tehnik ini adlah menambah LGS dan memperoleh relaksasi otot antagonis
dan memperbaiki kelainan fungsi yang ada.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gangguan yang terjadi pada pasien rheumatoid arthritis lebih besar kemungkinannya untuk
terjadi pada suatu waktu tertentu dalam kehidupan pasien. Kebanyakan penyakit rheumatoid
arthritis berlangsung kronis yaitu sembuh dan kambuh kembali secara berulang-ulang sehingga
menyebabkan kerusakan sendi secara menetap. Rheumatoid arthritis dapat mengancam jiwa
pasien atau hanya menimbulkan gangguan kenyamanan. Masalah yang disebabkan oleh penyakit
rheumatoid arthritis tidak hanya berupa keterbatasan yang tampak jelas pada mobilitas dan
aktivitas hidup sehari-hari tetapi juga efek sistemik yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kegagalan organ.

Saran

Saat ini tidak ada cara untuk mencegah RA. Mereka yang memiliki riwayat keluarga
penyakit ini harus waspada. Jaga gaya hidup sehat dan kebiasaan makan serta hindari tekanan
dan merokok untuk meminimalkan resiko pengembangan RA.

Anda mungkin juga menyukai