Anda di halaman 1dari 21

IODIUM DAN GANGUAN AKIBAT KEKURANGAN IODIUM

12.1 Pendahuluan

Epidemiologi gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI) kini sudah berada dalam
fase transisi karena terjadinya kemajuan yang cukup besar selama tahun 1990- an di
dalam peperangan melawan GAKI; terutama dalam bentuk program iodinisasi garam
secara nasional. Pada tahun 1999, Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO)
mengestimasikan bahwa dari 191 negara anggotanya, 130 negara menghadapi
permasalahan GAKI yang signifikan dengan jumlah total penduduk yang terkena
penyakit gondok sebanyak 740 juta jiwa atau 13% dari total populasi penduduk dunia.
Pada tahun 1999, dari 130 negara dengan permasalahan GAKI terdapat 98 negara
(75%) yang sudah memiliki peraturan tentang iodinisasi garam setempat dan 12
negara berikutnya yang kini tengah menyusun draft peraturan tersebut. Sesudah
dikeluarkannya peraturan tentang garam dan dengan adanya tanggapan industri garam
terhadap peraturan tersebut, terjadilah peningkatan yang luar biasa dalam pemakaian
garam beriodium. Keadaan ini menyebabkan penurunan angka prevalensi penyakit
gondok. Data terakhir yang ada tentang besaran permasalahan GAKI ditunjukkan oleh
angka penyakit gondok pada berbagai kawasan: 20% di Afrika, 5% di Amerika, 12%
di Asia tenggara, 32% pt. d a daerah Mediteranian bagian tirnur, 15% di Eropa dan
8% di daerah Pasifik bagian barat. Pada tahun 1999, jumlah orang yang berisiko
untuk mengalami defisiensi iodium telah berkurang hingga angka lebih-kurang 500
juta.

12.2 Definisi defisiensi iodium '

Diagnosis defisiensi iodium harus lebih dilihat sebagai diagnosis kelompok,


komunitas, atau populasi ketimbang sebagai hasil penilaian pada tingkat perorangan.
Meskipun pengukuran yang relevan dilakukan pada sejumlah orang, namun data yang
digunakan untuk menginterpretasikan status GAKI adalah data yang dirangkum dari
kelompok. Kita ketahui dengan baik bahwa variasi biologi dapat teijadi pada kadar
iodium dalam urtine orang yang berbeda sebagai akibat dari tingkat hidrasi yang
beragam. Kita juga mengetahui bahwa cenderung terdapat variasi antarpemeriksa
ketika terdapat lebih dari satu pemeriksa yang meraba kelenjar tiroid pada
sekelompok orang. Untuk mengurangi efek variasi pengamat antar dan
intraindividual, diperlukan ukuran sampel yang cukup besar dan pelatihan pemeriksa
yang baik untuk menghasilkan estimasi angka prevalensi yang valid. Pada forum
konsultasi yang diselenggarakan oleh WHO, UNICEF (the United Nations Children's
Fund) dan ICCIDD (the International Council for Control of Iodine Deficiency
Disorder pada bulan Mei 1999 di Jenewa,- indikator outcome berikut ini
direkomendasikan bagi penilaian GAKI dan cara pem-berantasannya.

Ekskresi lodium dalam urine

Ekskresi iodium dalam urine merupakan indikator yang baik untuk menunjukkan
asupan iodium yang paling akhir dari makanan. Ukuran sampel yang besarnya paling
sedikit 30 orang akan mengimbangi variasi individual pada kadar iodium yang dapat
terjadi. Sampel urine sehari-hari atau spot urine sample (sampel urine yang diambil
saat penelitian) harus diambil dengan menggunakan wadah bebas iodium yang
kemudian disegel rapat dan disimpan sebelum dilakukan pemeriksaan analisis. Kita
harus berhati-hati agar tidak terjadi kontaminasi selama pengumpulan seluruh sampel
dan pelaksanaan pemeriksaan analisis. Kebanyakan laboratorium menggunakan reaksi
Sandell-Kolthoff dalam pemeriksaan analisis iodium urine, dan bagi laboratorium
yang melaksanakan pemeriksaan dianjurkan untuk turut mengikuti program
penjaminan mutu agar akurasi hasil pemeriksaannya dapat terjamin. Kadar iodium
dalam urine tidak selalu berkaitan dengan ekskresi kreatinin. Nilai cut off untuk
mendefinisikan status iodium pada suatu populasi menurut kadar median (median
concentration)

Karena nilai iodium urine dari berbagai populasi biasanya tidak terdistribusi secara
normal, diperlukan distribusi frekuensi untuk mendapatkan hasil inter-pretasi data
yang benar, dan nilai yang harus digunakan bukan nilai mean melainkan nilai tengah
(median value). Untuk memberantas defisiensi iodium, kadar me-dian iodium dalam
urine harus 100 pg/i atau lebih dan tidak lebih dari 20% sampel yang kadar iodium
urinenya di bawah 50 µg/1.

Ukuran kelenjar tiroid

Ukuran kelenjar tiroid akan mengalami perubahan secara terbalik sebagai respons
terhadap perubahan pada asupan iodium, dengan interval antarperiode yang bervariasi
dari beberapa bulan hingga beberapa tahun, bergantung pada faktor-faktor seperti
keparahan serta durasi defisiensi iodium, efektivitas intervensi iodium, dan mungkin
pula faktor-faktor goitrogenik. Selama berpuluh tahun, ukuran kelenjar tiroid hanya
ditentukan melalui inspeksi dan palpasi (rabaan). Merode ini tampak menarik karena
pemeriksa dapat melakukan pemeriksaan pada sejumlah besar orang dalam waktu
yang singkat tanpa menggunakan peralatan yang mahal. Namun demikian, dengan
metode ini terdapat kekhawatiran akan keakuratan diagnosis yang ditegakkan.
Pemeriksaan ultrasonografi merupakan metode yang lebih akurat dan objektif untuk
menentukan ukuran kelenjar tiroid, kendati diperlukan peralatan yang mahal,
pelatihan yang baik dan pemeriksaan tersebut juga mernerlukan waktu yang lebih
lama.

Kelompok sasaran yang dipilih harus tepat untuk penentuan ukuran kelenjar tiroid.
Karena kelenjar tiroid pada neonatus dan anak prasekolah berukuran kecil,
pemeriksaan penyakit gondok pada kelompok ini tidak mungkin atau tidak praktis
untuk dilaksanakan sckalipun dengan alat ultrasonografi.

Kelompok sasaran yang disukai adalah anak usia sekolah, yaitu antara usia 6 dan 12
tahun, dan jika mungkin anak yang berusia 8-10 tahun, untuk menghindari kelenjar
tiroid yangiberukuran kecil pada anak kecil serta efek pubertas pada anak yang lebih
besar. Anak sekolah sering kali digunakan dalam penelitian penyakit gondok karena
pertimbangan keterjangkauan dan kerentanan mereka terhadap defisiensi iodium Ibu
hamil merupakan kelompok sasaran utama dalam pengendalian GAKI karena
kelompok ini sensitif terhadap defisiensi marjinal iodium dan relatif dapat terjangkau
dengan memperhitungkan partisipasi mereka dalam klinik antenatal.

Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi (cobaan)

Menentukan ukuran tiroid melalui palpasi memerlukan pelatihan yang saksama dan
kolaborasi inisial dengan pemeriksa yang berpengalaman pada pemeriksaan pertama.
Sesudah dilakukan inspeksi secara visual, kelenjar tiroid dipalpasi dengan memakai
jari tangan untuk menelusuri secara hati-hati daerah di sepanjang tepi trakea (pipa
suara) di antara kartilago krikoideus (kartilago terbawah laring) dan puncak sternum
(tulang dada). Kedua sisi trakea juga harus dipalpasi. Ukuran dan konsistensi kelenjar
tersebut dicatat dengan cermat. Jika perlu, pemeriksaan palpasi dapat sedikit
dipermudah dengan menyuruh orang yang diperiksa itu untuk menelan sehingga
terjadi gerakan tiroid ke atas. Kelenjar tiroid dengan kedua lobus lareral yang masing-
masing berukuran lebih besar dari falang proksimal ibu jari tagan orang yang
diperiksa dapat dianggap sebagai suatu tanda yang menunjukkan penyakir gondok.
Ukuran kelenjar tiroid dapat dipilahkan menjadi salah satu dari beberapa derajat
berikut ini.

• derajat 0: kelenjar tiroid tidak teraba atau tidak terlihat

derajat 1: ada massa pada bagian leher yang konsisten dengan kelenjar tiroid yang
membesar, dan massa tersebut dapat dipalpasi kendati tidak dapat dilihat ketika leher
berada dalam posisi normal serta bergerak ketika orang yang diperiksa melakukan
gerakan menelan; perubahan noduler dapat terjadi sekalipun kelenjar tiroid tidak
terlihat membesar •

derajat 2: pembesaran pada bagian leher yang terlihat ketika leher berada dalam posisi
normal dan konsisten dengan kelenjar tiroid yang membesar ketika leher dipalpasi.

Sistem klasifikasi yang berdasarkan pada derajat (grade) ini menggantikan sistem
klasifikasi yang berdasarkan stadium. Pada sistem tersebut, derajat 1 dibagi lagi
menjadi stadium Ia (yang hanya dapat terdeteksi dengan palpasi) dan stadium 1b
(yang terlihat ketika leher didongakkan secara penuh; massa yang terlihat dapat pula
meliputi kelenjar-kelenjar noduler sekalipun bukan penyakit gondok); sementara itu,
derajat 2 dibagi menjadi stadium II (yang terlihat ketika leher berada dalam posisi
normal) dan stadium III (gondok yang sangat besar dan sudah dapat dilihat pada jarak
yang cukup jauh). Angka total penyakit gondok dihitung berdasarkan penjumlahan
derajat 1 dan 2. Jika angka ini melampaui 5% pada anak sekolah berusia 6 hingga 12
tahun, dikatakan bahwa populasi penduduk tersebut memiliki permasalahan kesehatan
masyarakat, kecuali jika hal ini terjadi dalam waktu singkat sesudah pelaksanaan
program iodinisasi. Biasanya keadaan defisiensi iodium dapat dikoreksi dengan cepat
melalui program iodinisasi yang efektif, kendati angka gondok sendiri memerlukan
waktu yang lama sebelum kembali kepada tingkat yang dapat diterima.

Menentukan ukuran tiroid melalui ultrasonografi

Ultrasonografi merupakan teknik pemeriksaan yang aman, tidak invasif, dan bersifat
khusus. Pemeriksaan ini adalah cara yang lebih akurat untuk mengukur volume
kelenjar tiroid jika dibandingkan metode palpasi. Peningkatan akurasi pada
pemeriksaan ultrasonografi terutama berguna untuk membedakan penyakit gondok
derajat 0 dengan derajat 1 pada situasi ketika prevalensi gondok yang terlihat cukup
kecil dan pada pemantauan program pengendalian iodium saat volume kelenjar tiroid
diharapkan akan mengecil setelah beberapa waktu.

Peralatan ultrasonografi portabel sudah tersedia di pasaran dan harus digunakan


dengan transducer 7,5 MHz oleh operator yang terlatih dengan keterampilan yang
sudah terstandarisasi. Tidak ada nilai normatif universal untuk menentukan volume
tiroid pada anak yang mengalami replet iodium kecuali volume kelenjar tiroid pada
anak sekolah di Eropa yang berusia 6-15 tahun dapat menggambarkan usia, gender,
dan luas permukaan tubuh. Nilai normatif bagi populasi yang sedang diteliti harus
diterapkan dahulu.

Thyroid-stimulating hormone dan thyroglobulin

TSH (thyroid-stimulating hormone) dan thyroglobulin dapat digunakan sebagai


indikator untuk menilai GAKI, atau sebagai indikator surveilans, dalam kondisi
tertentu. Bercak-bercak darah pada kertas saring atau sampel serum dapat dipakai
untuk mengukur TSH dengan menggunakan pemeriksaan analisis yang sangat peka.
Kadar TSH akan meningkat pada keadaan defisiensi iodium sebagai bagian dari
sistem umpan-balik (feedback system) yang melibatkan hormon-hormon yang terkait
dengan kelenjar tiroid. Namun demikian, peningkatan tersebut tidak begitu besar
kecuali jika terjadi defisiensi yang sedang atau berat. Oleh karena itu, kadarTSH pada
anak usia sekolah dan orang dewasa bukan indikator yang baik untuk defisiensi
iodium, dan pemakaiannya dalam survei berbasis sekolah tidak direkomendasikan.
Pemeriksaan TSH dari bercak darah pada neonatus merupakan indikator yang
berharga untuk menentukan keadaan defisiensi iodium karena kelenjar tiroid
neonatus memiliki simpanan iodium yang terbatas sehingga defisiensi yang ringan
sekalipun sudah dapat meningkatkan sekresi TSH. Sampel darah dapat diambil dari
tali pusat pada saat bayi dilahirkan atau dengan menusuk tumit sesudah bayi itu lahir
(biasanya setelah 72 jam). Biasanya pemeriksaan skrining TSH pada neonatus
memiliki tujuan primer untuk mendeteksi hipotiroidisme kongenital, kendati
pemeriksaan ini dapat juga digunakan sebagai indikator nutrisi iodium dalam
masyarakat. Karena alasan inilah, pemeriksaan skrining tersebut harus bersifat
universal dan tidak boleh melupakan anak-anak yang lahir di daerah terpencil atau di
daerah dengan keadaan sosioekonomi yang rendah.
Ketika terjadi pembesaran kelenjar tiroid pada keadaan defisiensi iodium,
thyrcglobulin akan dilepas dengan jumlah yang besar sehingga terjadi peningkatan
kadar thyroglobulin di dalam sirkulasi darah. Teknik laboratorium untuk
memeriksanya, sama seperti pada pemeriksaan TSH dan pemeriksaan irnmunoassay
yang lain. Teknik tersebut membcrikan hasil yang baik ketika diaplikasikan pada
bercak darah kendati belum dikembangkan secara komersial.

lndikator lain defisiensi iodium

Krerinisme mengindikasikan besarnya permasalahan GAKI hanya jika kretinisme


tersebut cukup berat. Keadaan tersebut relatif jarang dijumpai dan sulit didiagnosis
(khususnya pada kasus yang gejalanya tidak jelas), kasus sering tersembunyi dan
karena usia harapan hidup penderita kretinisme sangat bervariasi maka data insidens
mungkin lebih tepat daripada data prevalensi. Menentukan kadar hormon tiroksin
tiroid (T4) dan triiodotironin (T3) dalam serum sebagai indikator defisiensi iodium
biasanya jarang direkomendasikan karena tes ini sulit dilaksanakan, memerlukan
biaya yang lebih besar serta tidak begitu sensitif jika dibandingkan dengan indikator
lainnya. Kadar T4 serum pada defisiensi iodium secara khas lebih rendah, dan kadar
T3 serum lebih tinggi jika dibandingkan dengan populasi penduduk yang normal;
namun, tumpang tindih keduanya mengurangi kegunaan hormon-hormon ini dalam
menilai GAKI.

12.3 Gambaran klinis

Pasokan iodium yang suboptimal dari makanan mengakibatkan insufisiensi sintesis


hormon tiroid dan pada hipotiroidisme, keadaan ini menyebabkan berbagai macam
kelainan yang secara kolektif dikenal dengan sebutan GAKI.

Kelenjar tiroid, atau gondok yang membesar (penyakit gondok, goiter) merupakan
manifestasi defisiensi iodium yang paling nyata dan berfungsi sebagai penanda
biologis yang berpotensi untuk menunjukkan keberadaan GAKI yang lain. Seseorang
dianggap menderita penyakit gondok jika kelenjar tiroidnya membesar hingga ukuran
lobus lateral kelenjar tersebut melebihi ukuran falang terminalis ibu jari tangan orang
yang diperiksa itu. Kelenjar tiroid dengan ukuran tersebut masih belum terlihat tetapi
dapat dipalpasi.
Ketika ukurannya menjadi lebih besar Iagi, kelenjar tiroid tersebut akan terlihat. Pada
tahun 1990 diestimasikan terdapat lebih dari 200 juta orang terutama tinggal di negara
berkembang, memiliki penyakit gondok yang dapat dilihat. Prevalensi serta keparahan
penyakit gondok bertambah bersamaan dengan men ingkatnya keparahan defisiensi
iodium, dan menjadi permasalahan yang hampir universal pada populasi dengan
asupan iodiumnya kurang dari 10 µg/hari. Pada umumnya, penyakit gondok bukanlah
gangguan yang serius. Jika terjadi pembesaran kelenjar tiroid, keadaan ini mungkin
membuat penampilan orang yang mengalaminya itu tidak menarik, dengan
konsekuensi sulit mencari suami atau isteri. Gaya penampilan orang berubah karena
dahulunya di Eropa, penyakit gondok dianggap sebagai suatu keadaan yang menarik,
seperti halnya obesitas. Pada penyakit gondok yang besar kadang-kadang terbentuk
nodul-nodul yang menimbulkan penekanan abnormal pada trakea dan esofagus,
keadaan ini menyebabkan kesulitan bernapas dan menelan.

12.4 Metabolisme iodium

Satu-satunya fungsi iodium yang diketahui dalam tubuh adalah untuk sintesis hormon
tiroid yang berlangsung di dalam kelenjar tiroid. Hormon ini memainkan peranan
yang penting dalam pengaturan metabolisme. Iodium diabsorpsi dengan cepat dari
dalam usus dan kemudian diedarkan melalui sirkulasi darah dalam bentuk senyawa
iodida anorganik plasma (PII; plasma inorganic iodide). Dari sirkulasi ini, sel-sel
kelenjar tiroid mengambil senyawa iodida tersebut melalui pompa iodium (sodiuml
iodine symporter) di bawah pengendalian TSH yang dilepas oleh kelenjar hipofisis.
Mekanisme ini merupakan mekanisme transportasi aktif yang mempertahankan
gradien 100:1 antara sel-sel kelenjar tiroid dan cairan ekstrasel. Gradien ini dapat
meningkat menjadi 400:1 pada keadaan defisiensi iodium. Dari 15-20 mg iodium di
dalam tubuh, 70-80% ditemukan dalam kelenjar tiroid.

Setelah diambil oleh sel-sel kelenjar tiroid, iodium dilepaskan ke dalam koloid
kelenjar tiroid dan ditempat ini, iodium dioksidasi oleh hidrogen peroksida yang
berasal dari sistem peroksidase tiroid. Kemudian senyawa iodida disatukan ke dalam
molekul tirosin dari tiroglobulin untuk membentuk monoiodotirosin (MIT) dan
diiodotirosin (DIT). Jika sebuah molekul DIT terangkai dengan molekul DIT yang
lain, terbentuklah tetraiodotironin atau tiroksin (T4), dan jika yang dirangkaikan itu
adalah MIT dengan DIT, terbentuklah triiodotironin (T3). Tiroglobulin kemudian
diambil oleh sel-sel kelenjar tiroid melalui sebuah proses yang dikenal sebagai
pinositosis. Dalam sel-sel kelenjar tiroid, hormon T3 dan T4 dilepas dari kelenjar tiroid
tersebut melalui proses proteolisis. Sekresi T3 dan T4 dari kelenjar tiroid berlangsung
di bawah pengaruh TSH, yang sekresinya distimulasi oleh thyrotropin-releasing
hormone (TRH) dari hipotalamus. Ada suatu mekanisme umpan-balik (feedback
mechanism) ketika kadar T4 yang meningkat akan menghambat secara langsung
sekresi TSI-I dan melawan kerja TRI-I .Jadi, ketika kadar T4 dalam darah menurun,
sekresi TSH akan meningkat dan begitu pula sebaliknya. Pada defisiensi iodium yang
berat, hormon T4 tetap rendah dan meninggi; gambaran T4 yang rendah dan TSII yang
tinggi mengindikasikan hipotiroidisme. Kenaikan TSH dapat disebabkan oleh
dcfisiensi iodium atau terjadi karena kecautan kongenital pada sintesis tiroksin yang
insidensnya adalah 1:4000 kelahiran. Peningkatan kadar TSH pada keadaan defisiensi
iodium menstimulasi aktivitas sel-sel kelenjar tiroid sehingga terjadi hipertrofi dan
hiperplasia sel-sel tiroid dan menghasilkan pembesaran kelenjar tiroid. Pembesaran
kelenjar tiroid ini dinamakan goiter atau penyakit gondok.

Jika pasokan iodium ke dalam kelenjar tiroid sangat terbatas, kelenjar tersebut akan
memproduksi lebih banyak T3 (yang bekerja lebih aktif daripada T4) sementara
produksi T4 menjadi lebih sedikit. Jika kadar T4 rendah, jaringan sasaran (target
tissue) juga mengubah T4 menjadi T3. Kendati demikian, perlu dicatat bahwa otak
hanya dapat mengambil T4 dan bukan T3 sehingga fungsi otak akan terpengaruh jika
kadar T4 rendah sekalipun kadar T3 mungkin cukup untuk melaksanakan fungsi
hormon tiroid pada organ serta jaringan tubuh yang lain. Jika pasokan iodium pada
kelenjar tiroid sangat terbatas, maka kelenjar tersebut akan melepaskan tiroglobulin
ke dalam sirkulasi darah yang sebagian di antaranya tidak mengandung hormon tiroid
(T3 atau T4). Dengan demikian kenaikan kadar tiroglobulin akan menjadi calon
indikator untuk menunjukan defisiensi iodium yang sudah berlangsung selama
berbulan-bulan atau bertahun-tahun.

Sesudah usia kehamilan 12 minggu, terbentuk kelenjar tiroid dan hipofisis yang
masing-masing bertanggung jawab atas produksi T4 dan TSH. Hipotalamus yang
bertanggung jawab atas produksi TRH terbentuk pada usia kehamilan antara minggu
ke-10 dan ke-30. Jadi, hingga usia kehamilan sekitar 20 minggu, janin akan
bergantung pada ibu untuk mendapatkan pasokan T4. Sesudah masa ini, janin akan
memproduksi TSH-nya sendiri yang dapat menstimulasi produksi T3 dalam tubuh
janin. Kadar bentuk T3 yang normal masih rendah karena keberadaan enzim 5-
deiodinase (tipe III atau ID-III) mengakibatkan pembentukan reverse T3. (Reverse T3
kurang mengandung atom iodium pada cincin bagian dalam molekul tersebut
sehingga berbeda dengan bentuk T3 normal yang kekurangan atom iodium pada
cincin bagian luarnya. Reverse T3 merupakan hormon inaktif sementara T3 yang
normal bekerja lebih aktif daripada T4). Sesaat sebelum bayi lahir terjadi perubahan
sistem enzim, yaitu dari ID-III menjadi 5'-deiodinase (deiodinase tipe I atau ID-I)
yang memproduksi bentuk T3 yang normal.

Selenium merupakan komponen enzim 5'- deiodinase (1D-1 serta ID-II) dan 5-
deiodinase (ID-III). Dari penelitian yang dilakukan di Republik Demokratik Kongo
(dahulunya bernama Zaire) terdapat bukti bahwa defisiensi selenium dapat memicu
GAKI di daerah yang kekurangan iodium dan selenium.

12.5 Referensi asupan untuk iodium

Kebutuhan iodium dan sumbernya Asupan iodium yang dianjurkan dari makanan
(atau AKG iodium) untuk berbagai kelompok umur dan bagi ibu hamil scrta
menyusui.

Tabel 12.2 Asupan iodium dari makanan yang direkomendasikan oleh


WHO/UNICEF/ICCIDD (2001)

Kategori Asupan (µg/hari)

Bayi, 0-59 bulan 90 (µg/hari)

Anak sekolah, 6-12 tahun 120 (µg/hari)

Anak-anak >12 tahun dan orang dewasa 150 (µg/hari)

Ibu hamil dan menyusui 200 (µg/hari)

Direproduksi dengan izin dari WHO

Laut merupakan sumber utama iodium, dengan demikian makanan laut seperti ikan,
kerang-kerangan serta rumput laut yang dapat dimakan merupakan sumber pangan
yang kaya akan iodium. Siklus ekologis iodium di alam dimulai dalam bentuk uap air
laut (yang mengandung iodium) yang dibawa oleh angin dan awan ke wilayah
daratan. Uap air laut ini akan jatuh sebagai air hujan yang sebagian akan
menggantikan iodium yang hilang pada lipisan permukaan tanah kendati salju, hujan,
banjir, dan sungai melarutkan kembali iodium dan membawanya ke laut. Sebagian
iodium yang diperoleh dari tanah akan masuk ke dalam air minum serta sejumlah
kecil iodium masuk ke dalam air minum serta sejumlah kecil iodium masuk ke dalam

tanaman, hewan, dan produk pangan yang dihasilkan seperti sereal, kacang-kacangan,

buah, sayuran, daging, susu, serta telur. Oleh karena itu, di daerah tempat makanan
laut tidak biasa dikonsumsi dan tidak terdapat garam beriodium, asupan iodium di
daerah tersebut terutama bcrgantung pada kandungan iodium dalam lahan yang
menjadi tempat tinggal penduduk.

Defisiensi iodium merupakan keadaan yang prevalen di daerah pegunungan dan


wilayah lain tempat terjadinya penapisan tanah (leaching of the soil) dan tempat
dengan kandungan iodium yang rendah di dalam tanah serta air yang biasa dipakai
untuk minum dan irigasi tanaman pangan. Defisiensi iodium juga terjadi pada dataran
rendah yang jauh dari laut seperti Afrika bagian tengah. Di. negara industri,
kandungan iodium dalam tanah tidak begitu penting karena pasokan pangan
penduduknya lebih beragam dan pasokan itu juga berasal dari wilayah yang jauh luas
sementara garam beriodium banyak tersedia.

Sumber iodium dari makanan

Pengambilan iodium oleh kelenjar tiroid dan pelepasan hormon tiroid dari kelenjar
tersebut dapat dihambat oleh tiga macam goitrogen.

Goitrogen yang menghasilkan substansi yang bersaing dengan kelenjar tiroid dalam
mengambil iodium meliputi senyawa-senyawa glikosida sianogenik yang terdapat
dalam ketela singkong), jagung, rebung, ubi jalar, lima beans, dan. millet. Glikosida
sianogenik melepas sianida yang membentuk tiosianat dan senyawa tiosianat ini
bersaing dengan kelenjar tiroid dalam mengambil iodium. Substansi yang berasal dari
bakteri koliformis juga bersaing dengan kelenjar tiroid di dalam pengambilan iodium
dan penyatuan iodium ke dalam hormon-hormon tiroid.

Goitrogen penghasil substansi yang mencegah (secara nonkompetitif) pengambilan


iodium oleh kelenjar tiroid adalah goitrin (5-vinil-2-tiooksazolidindion). Goitrogen
tersebut bukan hanya menghalangi penyatuan iodium ke dalam hormon tiroid tetapi
juga menghambat proses perangkaian untuk menghasilkan hormon T4. Karena
bersifat nonkompetitif, proses penghambatan tersebur tidak dapat diatasi dengan
meningkatkan asupan iodium dari makanan. Goitrin dihasilkan oleh tanaman genus
Brassica (kubis, bit, mustard) dari Famili Cruciferae, tanaman ini juga memproduksi
tiosianat yang memiliki efek serupa dengan efek sianida seperti yang disebutkan di
atas.

Goitrogen penghasil substansi yang mencegah proteolisis hormon tiroid dari


tiroglobulin meliputi iodida yang berlebihan dan substansi dari beberapa jenis rumput
laut. Jika ketersediaan hayati iodium sangat rendah karena adanya zat-zat goitrogenik
dalam makanan, asupan iodium sehari-hari harus ditingkatkan sebanyak 50-100 µg.

12.6 Aspek defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat

Implikasi defisiensi iodium pada kesehatan masyarakat

Dari sudut pandang kesehatan masyarakat, manifestasi defisiensi iodium pada segala
usia dianggap sebagai permasalahan yang sangat penting karena keadaan ini dapat
dicegah. Periode defisiensi iodium yang paling kritis terjadi selama usia janin dan
awal usia kanak-kanak ketika otak yang sedang berkembang sangat rentan, terutama
terhadap kekurangan iodium dan konsekuensinya sebagai produksi hormon tiroid
menjadi tidak cukup.

Tabel 12.3 Spektrum gangguan akibat kekuranganjodium (GAKI) pada berbagai


tahap kehidupan

Tahap kehidupan Gangguan akibat kekurangan iodium (GAKI)


Janin Abortus, lahir-mati, kelainan kongenital
Peningkatan mortalitas perinatal dan bayi
Kretinisme neurologi (defisiensi mental, mustime-tuli, diplegia
spastik, juling)
Kretinisme miksedema (dwarfisme, defisiensi mental)
Defek psikomotor
Neonatus Penyakit gondok neonatus
Hipotiroidisme neonatus
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Anak dan remaja Penyakit gondok
Hipotiroidisme juvenilis
Gangguan fungsi mental
Retardasi perkembangan fisik
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir
Orang dewasa Penyakit gondok dengan komplikasi seperti gangguan
bernapas dan menelan
Hipotiroidisme
Gangguan fungsi mental
Hipertiroidisme karena iodium (IIH; iodine-induced
hyperthyroidism)
Peningkatan kerentanan terhadap radiasi nuklir

Spektrum GAKI pada berbagai tahap kehidupan diperlihatkan dalam Tabel 12.3.
Dampak semua kelainan ini pada kelompok masyarakat dapat disaksikan melalui
produktivitas kerja yang lebih rendah dan kebutuhan yang lebih tinggi akan pelayanan
sosial.

Meskipun perhatian terhadap defisiensi iodium dalam tahun-tahun sebelumnya


berfokus pada penyakit gondok endemik, namun perhatian tersebut kini sudah beralih
kepada efek yang ditimbulkan oleh hipotiroksinemia terhadap perkembangan otak dan
sistem saraf pusat dalam periode waktu dari usia kehamilan 15 minggu hingga usia
bayi 3 tahun. Perubahan ini bersifat permanen dan dapat menimbulkan cacat
neurologis yang permanen, serta penurunan kemampuan belajar. Akibat efek
neurologis pada anak-anak di daerah kekurangan iodium dapat juga dilihat melalui
intelligente quotient (IQ) yang rendah, yaitu IQ antara 10 dan 15 poin, dan pada nilai
sekolah yang buruk. Lebih lanjut, beberapa penelitian melaporkan perbaikan nilai
pada tes IQ yang dilakukan di antara anak-anak yang mendapat suplemen iodium.

IIH (iodine-inducedhyperthyroidism, hipertiroidisme yang timbul karena iodium)


merupakan efek samping yang penting dan terjadi pada.beberapa individu yang rentan
sebagai akibat dari peningkatan asupan iodium yang cepat. Dengan demikian, IHH
dianggap sebagai salah saru bentuk GAKI. Setelah pelaksanaan iodinisasi pada garam
atau roti, atau pemakaian minyak beriodium dalam tahun 1920-an, IHH telah terjadi
pada banyak negara, meliputi AS, Belanda, Austria, Brazil, Australia (Tasmania),
Ekuador, dan paling akhir, Zimbabwe, serta Republik Demokratik Kongo.

Penambahan iodium pada asupan dasar atau asupan normal, bahkan dengan
konsentrasi fisiologi yang normal, membawa risiko terjadinya IIH pada orang yang
rentan. lodium dari segala sumber, baik yang berasal dari garam beriodium, air
minum, obat-obatan, minyak beriodium, larutan Lugol®, makanan yang mengandung
iodium, maupun dari semua bentuk bahan kimia yang mengandung iodium, akan
membawa risiko terjadinya hipertiroidisme. IIH endemik tampaknya merupakan
fenomena temporer yang berhubungan dengan program garam beriodium yang
dimulai terlalu cepat pada daerah-daerah yang sebelumnya dilanda oleh GAKI berat.
Di Switzerland ternyata suplementasi iodium jangka panjang pada akhirnya akan
mengurangi insidens hipotiroidistne. Karena manfaat program iodinisasi garam bagi
populasi secara keseluruhan jauh melebihi risiko timbulnya IIH pada beberapa orang
maka tindakan pendekatan yang terakhir adalah dengan melanjutkan program
iodinisasi sementara semua dokter di daerah tersebut disiagakan dan diberitahu
tentang diagnosis dan penanganan IHH.

Berbeda dengan keadaan kebalikannya pada hipotiroidisme maka hipertiroidisme


terjadi ketika dalam sirkulasi darah terdapat hormon T3 dan T4. Area fokal atau yang
lebih sering, nodul tunggal atau banyak, pada kelenjar tiroid menjadi otonom dan
menghasilkan hormon dalam jumlah yang berlebihan. Oleh karena itu, peristiwa yang
kritis dalam proses terjadinya IIH adalah otonomi fungsi kelenjar tiroid.

Otonomi dapat diartikan sebagai keadaan bekerjanya sel-sel folikuler dalam kelenjar
tiroid tanpa adanya efek stimulasi fisiologis yang normal dari TSH. Kendati efek
inhibisi yang ditimbulkan oleh kenaikan hormon tiroid pada kelenjar hipofisis
menyebabkan penekanan sekresi TSH, namun sekresi hormon ti-roid yang tidak
terkontrol terus terjadi selama iodida tersedia dalam jumlah yang cukup. IIH paling
banyak terjadi, sekalipun tidak selalu demikian, pada manula, khususnya wanita lanjut
usia, dengan penyakit gondok multinoduler (toxic nodular goiter) yang sudah ada
sebelumnya, pada orang-orang yang menderita penyakit Grave dan tinggal di daerah
dengan defisiensi iodium berat ditangani melalui program fortifikasi atau
suplementasi iodium. Orang-orang yang menderita eutiroid dengan fokus fungsional
tiroid yang otonom dapat juga mengalami hipertiroidisme jika tersedia iodium dalam
jumlah yang cukup.

Tirotoksikosis mengacu kepada efek klinis yang rerjadi karena kelebihan hormon
tiroid tanpa memperhitungkan penyebabnya. Efek ini dapat meliputi kegelisahan,
ansietas, palpitasi, penurunan berat badan, kelemahan otot, mudah lelah, berkeringat,
dan alergi terhadap .panas. Manifestasi IHH yang paling berat terlihat pada jantung
ketika palpitasi menjadi gejala simptom kardiak yang paling sering ditemukan. Akibat
IHH yang lain, meliputi takiltardia, hipertensi sistolik, fibrilasi atrium, gagal jantung,
dan kardiomiopati. Diagnosis klinis IHH sering tidak jelas karena kesamaan keluhan
dan gejala yang terdapat antara IHH dengan beberapa penyakit infeksi lainnya atau
dengan proses penuaan serta penyakit kronis. Jika efek klinis tirotoksikosis terlihat
pada penderita penyakit gondok atau pada orang yang asupan iodiumnya baru saja
ditingkatkan, kita harus melanjutkan penemuan ini dengan tes biokimia, seperti
pengukuran kadar TSH yang sangat sensitif dan pemeriksaan keseluruhan T3 dan T4
serta free T3 dan T4 bebas. Pemeriksaan biokimia lainnya adalah tes pengambilan
resin T3, pemeriksaan kadar tiroglobtdin dan antibodi tiroid. Jika dapat dilakukan,
pembuatan gambar kelenjar tiroid (thyroid imaging) yang terdiri atas pemeriksaan
USG dengan tranduscer 5 MHz (atau frekuensi yang lebih tinggi) dan pengamatan
dengan radioaktif (scintigraphy) sangat berguna untuk membedakan tipe penyakit
tiroid yang mendasari dan melihat struktur serta fungsi kelenjar tiroid tersebut.

Setelah diagnosis positif ditegakkan, biasanya pasien IIH ditangani dengan obat-obat
antitiroid, terapi iodium radioaktif atau pembedahan dengan tindakan berkelanjutan
jangka panjang.

12.7 Manajemen defisiensi iodium

Salah satu atau kombinasi dari sejumlah strategi dapat diputuskan untuk memberantas
defisiensi iodium pada sebuah negara tertentu. Strategi yang diputuskan bergantung
pada:

• keparahan GAKI

• aksesibilitas target populasi

• sumber-sumber yang tersedia


Program dapat meliputi satu atau kedua strategi belikut ini, yaitu:

• pendekatan berbasis pangan

• penggunaan bahan pangan alami

Mengingat defisiensi iodium biasanya terjadi karena kekurangan iodium dalam air
minum, dalam tanah dan air yang menjadi tempat tumbuhnya tanaman pangan bagi
konsumsi manusia serta hewan ternak maka pemilihan bahan pangan yang alami
untuk meningkatkan asupan iodium atau untuk mengurangi konsumsi goitrogen
umumnya tidak dianggap sebagai cara mengatasi defisiensi iodium yang efektif.
Peningkatan konsumsi iodium biasanya jauh lebih efektif.

Penggunaan garam beriodium

Selama bertahun-tahun, penggunaan garam beriodium sudah dianggap sebagai cara


yang paling efektif untuk memberantas GAKI di sejumlah besar negara. Kebijakan
bersama yang dibuat WHO, UNICEF, dan ICCIDD merekomendasikan bahwa untuk
memberikan lebih-kurang 120-140 µg iodium/hari, kadar iodium dalam garam pada
saat diproduksi harus berkisar 20-40 mg iodium per kilogram garam. Rekomendasi ini
mengasumsikan bahwa 20% iodiurn akan hilang dalam perjalanan dari tempat
produksi hingga rumah tangga, sementara 20% lainnya hilang pada saat memasak,
dan asupan garam rata-rata adalah 10 gram per orang per hari.

Kalium iodat atau iodida dapat dipakai untuk fortifikasi, tetapi garam iodat lebih
cocok pada iklim panas serta lembap karena stabilitas garam ini lebih besar.
Kehilangan dan kebutuhan iodium sesuai dengan kondisi suatu daerah harus
ditentukan, dan para pejabat kesehatan harus memastikan dahulu apakah pemantauan
penggunaan garam beriodium yang benar sudah dilaksanakan secara rutin. Garam
yang dipilih bagi tujuan tertentu dapat ditargetkan untuk program iodinisasi. Sebagai
contoh, sejak tahun 1942 Belanda telah menggunakan garam beriodium untuk
pembuatan roti tetapi ketersediaan garam meja beriodium dipromosikan secara
terbatas sampai saat ini. Kadar iodium dalam roti maupun garam meja ditingkatkan
pada tahun 1982 dan tahun 1998 sebagai respons terhadap penurunan rata-rata
konsumsi roti.

lodinisasi air minum


Pendekatan dengan menggunakan berbagai jenis alat iodinator ini terbukti
memberikan hasil yang memuaskan di sebagian daerah dengan syarat bahwa kadar
iodiumnya tidak boleh terlalu tinggi. Pada suatu daerah yang mengalami kekurangan
iodium di Cina, program iodinisasi air irigasi relah meningkatkan status iodium pada
wanira dan menurunkan angka mortalitas neonatus serta bayi.

Fortifikasi susu formula bayi

Dari sudut informasi tentang fungsi kelenjar tiroid dan fisiologi bayi prematur,
kandungan iodium pada banyak susu formula bayi tampaknya kurang memadai.
Karena bayi-bayi prematur di banyak negara mengalami kekurangan iodium maka
ICCIDD mengeluarkan rekomendasi pada tahun 1992 bahwa tingkat fortifikasi pada
susu formula untuk bayi prematur dan formula pemula, dalam kaitannya dengan
konsentrasi akhir di dalam formula yang telah disiapkan, masing-masing harus
sebesar 200 µg/I dan 100 µg/I.

Fortifikasi produk pangan lainnya

Pada sejumlah negara, seperti misalnya Inggris (UK), pemberantasan defisiensi


iodium dilaksanakan bukan melalui perencanaan (jadi, dilaksanakan secara kebetulan)
melalui pemakaian bahan iodophores (bahan deterjen yang mengandung iodium)
untuk membersihkan mesin pengolah susu dan melalui suplementasi iodium pada
pakan ternak sapi perah. Ketika penggunaan iodophores dibatasi keadaan defisiensi
iodium dilaporkan telah muncul kembali di Inggeris. Bahan pangan lain juga sudah
diselidiki untuk dijadikan sebagai pembawa iodium seperti misalnya terasi (fish paste)
di Thailand dan gula pasir di Sudan.

Fortifikasi pakan ternak

GAKI pada hewan sedang mendapat banyak perhatian karena peningkatan status
iodium pada hewan ternak ternyata memperbaiki kesehatan hewan tersebut dan
produktivitas ekonominya. Memperbaiki starus iodium pada hewan juga akan
meningkatkan status iodium pada manusia yang mengonsumsi produk hewan seperti
daging, berbagai produk susu dan telur. Jadi, program pengendalian defisiensi iodium
bagi manusia juga harus mengatasi persoalan kekurangan iodium pada hewan ternak.
Kita harus berhati-hati untuk memastikan apakah jumlah iodium yang digunakan,
biasanya dengan ditambahkan pada garam, sudah cukup untuk mengatasi keadaan
defisiensi tanpa menimbulkan pemberian yang berlebihan.

Pendekatan nutraseutikal (produk pangan dengan zat gizi tambahan)

Penggunaan minyak beriodium Pada sebagian negara berkembang dengan kondisi


GAKI yang sedang atau berat tidak selalu tersedia garam beriodium, atau garam itu
tersedia, keberadaannya tidak menjangkau daerah-daerah terpencil. Pada keadaan
ketika strategi suplementasi iodium yang lain, gagal atau bukan merupakan tindakan
yang praktis, maka penanganan defisiensi iodium dengan minyak beriodium menjadi
sangat efektif. Iodium dengan takaran tinggi dapat disuntikkan secara intramuskuler
atau diberikan per oral dalam bentuk minyak beriodium dengan penyerapan yang
lambat. Efektivitas penggunaan minyak beriodium yang diberikan per oral tampaknya
lebih bertambah ketika digunakan minyak tak jenuh tunggal, seperti minyak rapeseed
dan minyak kacang jika dibandingkan dengan minyak poppyseed seperti yang lazim
dipakai. Parasit intestinal ditemukan menghambat penyerapan minyak beriodium.
Jadi, jika kita akan menggunakan minyak beriodium untuk mengendalikan keadaan
defisiensi iodium, pemberian obat cacing harus dilakukan sebelum sebelum program
tersebut, akan meningkatkan durasi efektivitas minyak beriodium ini. Sampai saat ini
belum ada penelitian yang dilaksanakan untuk menilai efek keberadaan cacing atau
pun efek pemberantasan cacing (deworming) terhadap peningkatan kebutuhan iodium
atau terhadap penurunan efektivitas garam beriodium dalam mengendalikan defisiensi
iodium.

Penggunaan larutan kalium iodida

Larutan kalium iodida 10% mudah dibuat, dapat segera tersedia, dan merupakan cara
pendekatan alternatif yang sederhana serta murah ketika metode utama (pemberian
garam dan minyak beriodium) yang dipakai untuk mencegah dan mengendalikan
defisiensi iodium tidak dapat tersedia dengan segera. Iodida dengan takaran lebih-
kurang 30 mg yang diberikan sebulan sekali atau dengan takaran 8 mg setiap 2
minggu sekali dapat diberikan dengan mudah sebagai larutan biasa di dalam botol
berpipet.

12.8 Pengkajian dan pemberantasan gangguan akibat kekurangan iodium


Indikator yang dipakai untuk menilai GAKI (gangguan akibat kekurangan iodium)
dan pemberantasannya dapat dibagi lagi menjadi indikator proses dan indikator
outcome. Dalam rangkaian temporal kejadian, indikator proses mengukur faktor-
faktor yang memainkan peranan kausal dalam timbulnya respons indikator outcome.
Idealnya, baik indikator proses maupun outcome harus diikusertakan sebagai variabel
dalam mengkaji situasi GAKI pada sebuah komunitas atau negara.

Indikator proses

Beberapa strategi kesehatan masyarakat telah diimplementasikan secara global untuk


memberantas GAKI pada suatu komunitas atau basis populasi. Strategi yang paling
universal adalah iodinisasi garam dan karena itu, bagian ini akan berfokus pada
indikator proses yang menilai program iodinisasi garam nasional.

Garam iodinisasi melalui penambahan kalium iodida atau kalium iodat dengan jumlah
yang tetap dalam bentuk preparat padat kering atau larutan cair pada saat produksi.
Ketersediaan iodium yang sebenarnya dari garam beriodium tersebut di tingkat
konsumen dapat bervariasi dalam kisaran yang luas sebagai akibat dari beberapa
faktor. Faktor-faktor ini meliputi jumlah iodium yang ditambahkan selama proses
iodinisasi, distribusi iodium yang tidak merata dalam garam iodium pada masing-
masing batch atau kantong (akibat pencampuran yang tidak efisien), jumlah iodium
yang hilang akibat garam yang terkontaminasi, kondisi pengemasan dan lingkungan
selama penyimpanan dan distribusi, serta kehilangan iodium selama pemrosesan
pangan dan pemasakan di rumah tangga. Kehilangan iodium karena garam beriodium
yang disimpan dalam kemasan berpori dapat berkisar dari 30% hingga 80% untuk
periode waktu 6 bulan di bawah kondisi iklim yang panas dan lembap.

Dengan demikian, di dalam pengkajian situasi GAKI, kita harus mengukur kandungan
iodium dalam garam beriodium. Pengukuran kandungan iodium tersebut dapat
dilaksanakan pada satu atau lebih dari tiga tingkat ini, yaitu pada tempat produksi
(atau pada tempat masuk jika garam diimpor dati luar), pada tingkat pengencer, dan
pada tingkat rumah tangga.

Faktor-faktor seperti tujuan pengkajian, logistik, dan aksesibilitas akan menentukan di


tingkat manakah pengkajian harus dilakukan. Biasanya informasi yang paling berguna
akan diperoleh di tempat produksi dan di tingkat rumah tangga. Hasil-hasil yang
paling akurat didapat melalui metode titrasi, kendati untuk tujuan pemantauan di
tingkat rumah tangga dapat digunakan pula perangkat tes cepat (rapid test kit) untuk
menunjukkan secara kualitatif apakah garam yang digunakan dalam rumah tangga
sudah beriodium atau belum. Perangkat tes yang digunakan baru-baru ini tidak
memberikan ukuran kuantitatif yang akurat untuk kadar iodium dalam garam.

Selain mengukur kadar iodium dalam garam, diperlukan pula cakupan garam
beriodium di tingkat rumah tangga sebagai sampel representatif suatu komunitas atau
populasi. Cakupan (couerage) mengacu kepada proporsi rumah tangga yang
menggunakan garam beriodium secara adekuat atau dengan kata lain, garam yang
dipakai dalam rumah tangga itu mengandung iodium dengan kadar lebih dari 15
mg/kg garam. Idealnya, proporsi ini harus melampaui 90%. Indikator proses
memberikan ukuran seberapa jauh program iodinisasi garam telah dilaksanakan
dengan hasil yang memuaskan dan menunjukkan apakah akan terdapat hasil
pengamatan pada indikator outcome yang sesuai harapan atau tidak.

Hasil observasi terhadap kadar iodium dalam garam dan proporsi rumah tangga yang
mengonsumsi garam beriodium secara adekuat akan diinterpretasikan lebih akurat
jika jumlah jumlah garam yang dikonsumsi setiap orang diketahui. Secara umum,
diasumsikan bahwa konsurnsi garam per hari berkisar antara 5 dan 10 gram per orang
pada sebagian besar populsi. Namun, asumsi ini mungkin tidak valid pada sebagian
populasi yang mengonsumsi garam dengan jumlah cukup banyak karena kebiasaan
nutrisi kultural mereka, atau pada sebagian populasi lainnya, yang karena tingkat
sosioekonomi yang rendah, mengonsumsi lebih sedikit garam. Meskipun sulit untuk
menetapkan konsumsi garam per hari dalam sebuah populasi, informasi ini bukan
hanya membantu menginterpretasikan indikator proses, tetapi juga berguna untuk
menentukan tingkat iodinisasi secara tepat.

lndikator outcome

Sebelum memulai suatu program kesehatan masyarakat untuk mengatasi GAKI pada
sebuah negara, angka prevalensi dan distribusi GAKI harus sudah diketahui terlebih
dahulu. Survei nasional merupakan cara yang lazim dikerjakan untuk mendefinisikan
besarnya permasalahan GAKI pada sebuah negara. Jika tidak terdapat data survei
nasional tentang GAKI, dapat digunakan informasi berupa data yang menggambarkan
keadaan keseleruhan seperti data nasional tentang GAKI atau data dari beberapa
daerah geografik yang menunjukkan keberadaan GAKI. Indikator hasil-akhir yang
direkomendasikan melalui konsultasi WHO/UNICEF/ICCIDD bagi pengkajian dan
pemberantasan GAKI diuraikan secara rinci dalam subbab

12.2. Indikator ini, meliputi:

• sekresi iodium dalam urine

• ukuran kdenjar tiroid, kadar TSH dan tiroglobulin

• kretinisme

• kadar T3 dan T4.

Sumber data lainnya, seperti pengetahuan tentang bayi dengan kretinisme, informasi
yang didapat melalui sistem skrining nasional untuk TSH, data historis adanya GAKI
pada daerah tertentu, dan informasi tentang GAKI pada negara tetangga, dapat juga
menunjukkan keberadaan GAKI.

12.9 presfektif di masa mendatang

Berbeda dengan situasi pada penyakit infeksi yang dapat diobati dan dapat diberantas
secara permanen, peperangan melawan GAKI harus terus berlangsung tanpa batas
waktu yang pasti. Begitu diagnosis defisiensi iodium ditegakkan di suatu daerah,
program intervensi iodium jelas akan dibutuhkan. Beberapa contoh kasus
memperlihatkan timbulnya kembali persoalan GAKI dalam periode antartindakan
profilaktik iodium. Sustainabilitas program pemberantasan GAKI jelas sangat
menentukan dan memerlukan dukungan politik yang terus-menerus, dukungan
administrasi, serta pembaruan data ilmiah untuk mempertahankan perperangan
melawan GAKI.
Dapus

Wiyono, Sugeng. 2016.”Buku Ajar Epidemiologi Gizi Konsep dan Aplikasi. Jakarta :
CV Sagung Seto.

Syafiq, Ahmad. Dkk. 2007. Gizi Dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Raja
Grafondo Persada

Gibney, Michael J.dkk.2009. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta. Buku Kedokteran


EGC

Anda mungkin juga menyukai