Anda di halaman 1dari 46

PANDUAN MANAJEMEN RISIKO RUMAH SAKIT

UMUM DAERAH MAJENE

Dr. Suryadi

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJENE


Tahun 2019
DAFTAR ISI

1. DEFINISI …………………………………………………………………………………….

a. Pendahuluan

b. Tujuan

c. Batasan Operasional

2. RUANG LINGKUP

3. TATA LAKSANA

a. Identifikasi Risiko

b. Analisa Risiko

c. Evaluasi Risiko

d. Kelola Risiko

e. Monitor dan Review

f. Komunikasi dan Konsultasi

4. PELAPORAN

a. Mekanisme Pelaporan

b. Formulir Pelaporan
BAB I

DEFINISI

A. Pendahuluan
Rumah sakit yang menerapkan prinsip keselamatan pasien berkewajiban untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan seluruh risiko strategis dan operasional yang penting.
Hal ini mencakup seluruh area baik manajerial maupun fungsional, termasuk area pelayanan,
tempat pelayanan, juga area klinis. Rumah sakit perlu menjamin berjalannya sistim untuk
mengendalikan dan mengurangi risiko. Manajemen risiko berhubungan erat dengan
pelaksanaan keselamatan pasien rumah sakit dan berdampak kepada pencapaian sasaran
mutu rumah sakit. Ketiganya berkaitan erat dalam suatu rangkaian yang tidak dapat
dipisahkan.
Hal ini meliputi dua hal:
 Identifikasi proaktif dan pengelolaan potensi risiko utama yang dapat mengancam
pencapaian sasaran mutu pelayanan rumah sakit.
 Reaktif atau responsif terhadap kerugian akibat dari keluhan, klaim, dan insiden, serta
respon terhadap laporan atau audit internal atau eksternal
Panduan ini akan menjelaskan mekanisme dan tanggung jawab untuk:
 Identifikasi risiko
 Analisa Risiko
 Evaluasi risiko
 Pengendalian risiko / mengelola risiko
 Mencatat risiko (risk register)
B. Tujuan Panduan
1. Memberikan panduan sistim manajemen risiko yang baku dan berlaku di rumah sakit
2. Memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik agar proses identifikasi,
analisa, dan pengelolaan risiko ini dapat memberikan manfaat bagi keselamatan pasien
dan peningkatan mutu rumah sakit secara keseluruhan
3. Membangun sistim monitoring dan komunikasi serta konsultasi yang efektif demi
tercapainya tujuan di atas dan penerapan yang berkesinambungan.
C. Batasan operasional
C. Batasan Operasional
1. Risiko : peluang / probabilitas timbulnya suatu insiden (menurut WHO), yang akan
berdampak merugikan bagi pencapaian sasaran-sasaran keselamatan pasien dan
menurunkan mutu pelayanan.
2. Manajemen Risiko Rumah Sakit: merupakan upaya mengidentifikasi dan
mengelompokkan risiko (grading) dan mengendalikan / mengelola risiko tersebut baik
secara proaktif risiko yang mungkin terjadi maupun reaktif terhadap insiden yang sudah
terjadi agar memberikan dampak negative seminimal mungkin bagi keselamatan pasien
dan mutu rumah sakit.
3. Insiden Keselamatan Pasien (IKP): setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi
yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cidera pada pasien. IKP terdiri dari
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak
Cedera (KTC), dan Kejadian Potensial Cedera (KPC).
4. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD): adalah insiden yang mengakibatkan cidera pada
pasien.
5. Kejadian Nyaris Cidera (KNC): adalah insiden yang berpotensi menimbulkan cidera
pada pasien tapi yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak ada cidera pada
pasien.
6. Kejadian Tidak Cedera (KTC): adalah insiden yang berpotensi mengakibatkan cidera
pada pasien dan sudah terpapar ke pasien, tetap ternyata tidak menimbulkan cidera pada
pasien.
7. Kondisi Potensial Cedera (KPC): adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk
menimbulkan cidera, tetapi belum terjadi.
8. Kejadian Sentinel : adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan dan telah
mengakibatkan kematian atau cidera fisik / psikologis serius, atau kecacatan pada
pasien. Termasuk di dalam kejadian sentinel antara lain: kematian yang tidak dapat
diantisipasi dan tidak berhubungan dengan penyebab alami dari penyakit pasien atau
kondisi medis dasar pasien; bunuh diri, kehilangan permanen dari sebagian besar fungsi
tubuh yang tidak berhubungan dengan penyakit dasar pasien; pembedahan yang salah
lokasi / salah prosedur / salah pasien; penculikan bayi atau bayi yang dibawa pulang
oleh orang tua yang salah.
9. Pelaporan insiden keselamatan pasien : adalah suatu sistim untuk mendokumentasikan
laporan insiden keselamatan pasien, menganalisa dan mengantisipasi / mengelola /
mengendalikan insiden secara berkesinambungan.
10. Risiko Sisa : adalah sisa risiko tingkat terendah yang dapat dicapai setelah upaya
pengendalian / tindakan dilakukan.
11. Penilaian Risiko : adalah upaya identifikasi dari risiko yang terjadi atau berpotensi
terjadi dalam pelayanan di rumah sakit dengan mempertimbangkan klasifikasi dan
derajat (grading) kerugian yang mungkin terjadi sebagai akibat dari terpapar risiko
tersebut.
12. Penilai Risiko : adalah anggota dari staf (manager atau yang lain) yang telah menghadiri
pelatihan penilaian risiko. Hal ini adalah tanggung jawab manajemen untuk memastikan
bahwa tiap unit kerja memiliki paling sedikit satu penilai risiko yang terlatih.
13. Internal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen di dalam rumah sakit.
14. Eksternal : merujuk kepada aktivitas atau dokumen yang bukan berasal dari rumah sakit.

Tahap persiapan mencakup : ruang lingkup kegiatan manajemen resiko, personil


yang terlibat, standar dalam penentuan kriteria resiko, prosedur / mekanisme pelaporan,
pemantuan serta review, dokumentasi yang terkait.

Identifikasi bahaya merupakan tahapan yang penting. Beberapa tehnik identifikasi


bahaya seperti observasi / survey, inspeksi, pemantauan, audit, kuesioner, data statistik,
konsultasi dengan pekerja, Fault Tee Analysis, Walk through survey.

Penilaian resiko merupakan acuan agar penilaian yang dilakukan seobjektif mungkin
berdasarkan data yang ada. Penilaian ini mencakup : informasi tentang suatu aktifitas,
tindakan pengendalian resiko yang ada, peralatan / mesin yang digunakan untuk melakukan
aktifitas, data Material Safety Data Sheet / MSDS, Data statistik kecelakaan / penyakit
akibat kerja, hasil studi atau survey, studi banding pada industri sejenis, penilaian dari pihak
spesialis / tenaga ahli.
Analisa resiko adalah kegiatan analisa suatu resiko dengan cara menentukan besarnya
kemungkinan / probability dan tingkat keparahan ( severity ) dari akibat atau konsekuensi
suatu resiko. Analisa ini dilakukan untuk membuat prioritas pengendalian resiko.

Kegiatan yang dilakukan berupa :


 Mengidentifikasi besarnya risiko
 Penentuan besar risiko : berapa besar bahaya dan kemungkinan terjadinya
BAB II

RUANG LINGKUP

A. Ruang Lingkup Panduan Manajemen Risiko


Panduan ini mencakup seluruh manajemen risiko di area pelayanan Rumah Sakit Umum
Daerak Kabupaten Majene, termasuk seluruh area pekerjaan, unit kerja dan area klinis.
Manajemen risiko merupakan tanggungjawab semua komponen di rumah sakit. Tujuan
manajemen risiko untuk identifikasi dan pengendalian risiko strategis dan operasional
tidak akan tercapai apabila semua perangkat yang ada di rumah sakit tidak bekerjasama
dan berpartisipasi pada pelaksanaannya.
Manajemen risiko meliputi identifikasi, analisa, evaluasi dan pengelolaan risiko:
1. Risiko yang berpotensi terjadi (pro-aktif)
2. Insiden yang telah terjadi (reaktif / responsive)
B. Tanggung jawab manajemen risiko Dalam rangka mencapai tujuan untuk
mengidentifikasi dan mengendalikan risiko, Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Majene mengatur kewenangan dan tanggung jawab manajemen rumah sakit:
a. Level rumah sakit oleh Tim (subkomite) mutu dan manajemen risiko dari Komite
Mutu dan Keselamatan Pasien rumah sakit
b. Level unit kerja / bagian dalam rumah sakit oleh kepala instalasi atau kepala bagian
dari masing- masing unit kerja

Uraian tanggung jawab manajemen risiko:


1. Tanggung Jawab Pimpinan Rumah Sakit
a. Menetapkan kebijakan mengenai manajemen risiko rumah sakit
b. Menetapkan dan membina tim manajemen risiko rumah sakit
c. Mengawasi dan memastikan sistim manajemen risiko berjalan dengan baik dan
berkesinambungan
d. Menerima laporan dan rekomendasi pengelolaan / pengendalian risiko serta
menindaklanjuti sesuai arah kebijakan rumah sakit termasuk pendanaannya
e. Mengambil alih tanggung jawab pengelolaan dan pengendalian insiden
keselamatan pasien sesuai grading risiko.
2. Tanggung Jawab Komite Mutu dan Keselamatan Pasien
a. Meninjau daftar risiko rumah sakit dan memberi rekomendasi untuk menurunkan
skor risiko
b. Meninjau risiko-risiko ekstrim, tindakan, pengendalian, dan menyoroti area-area
utama kepada masing-masing kepala unit kerja terkait
3. Tim Manajemen Risiko
a. Membuat dan meninjau strategi dan kebijakan manajemen risiko.
b. Penyediaan pelatihan penilaian risiko.
c. Memantau daftar risiko per unit kerja untuk setiap perubahan, bagian yang tidak
lengkap, dengan perhatian pada tingkat risiko dan jadwal waktu.
d. Memberi saran kepada penilai risiko, kepala unit kerja dan pihak eksekutif
perihal manajemen risiko.
e. Memelihara dan membina daftar penilai risiko yang aktif.
f. Menanggapi permintaan audit internal dan eksternal berkaitan dengan
manajemen risiko.
g. Menanggapi permintaan pihak eksternal untuk informasi berkaitan proses risiko.
4. Tanggung Jawab Penilai Risiko Penilai risiko harus dipilih oleh Kepala Unit Kerja
untuk memastikan bahwa penilai risiko yang dipilih mempunyai keterampilan kerja,
pengetahuan, dan pengalaman yang memadai untuk memenuhi perannya. Staf yang
berminat pada peran sebagai penilai risiko harus mendiskusikan peran tersebut dan
mendapat persetujuan dari Kepala Unit Kerja.
Penilai risiko bertanggung jawab untuk :
a. Menghadiri pelatihan penilai risiko dan pemutakhiran yang diselenggarakan oleh
Tim Manajemen Risiko.
b. Menilai risiko di area kerja mereka menggunakan Form Penilaian Risiko,
mengidentifikasi seluruh risiko yang penting terlebih dahulu dan memastikan
bahwa Kepala Unit Kerja mengambil perhatian terhadap risiko tersebut.
c. Memastikan bahwa mereka menyimpan dokumen penilaian risiko yang asli dan
memberikan satu salinan kepada Kepala Unit Kerja untuk disimpan dalam arsip.
d. Menunjukkan bukti penilaian dan rencana tindakan yang lengkap dengan jadwal
waktu penyelesaian.
e. Jika penilai risiko memandang bahwa penilaian risiko mereka tidak memperoleh
perhatian yang memadai, mereka harus menghubungi Komite Mutu dan
Keselamatan Pasien untuk meminta nasehat.
5. Tanggung Jawab Kepala Unit Kerja
a. Mengelola seluruh risiko di tempat kerja mereka. Kepala Unit Kerja boleh
mendelegasikan tugas melakukan penilaian risiko kepada anggota tim yang telah
menghadiri pelatihan penilaian risiko untuk penilai.
b. Kepala Unit Kerja bertanggung jawab untuk :
1) Pelaksanaan strategi dan kebijakan manajemen risiko di area tanggung jawab
mereka.
2) Mengelola daftar risiko unit kerja masing-masing. Hal ini termasuk
mengumpulkan, meninjau, dan memutakhirkan data.
3) Menunjuk penilai risiko untuk area mereka, memastikan bahwa mereka
diijinkan untuk menghadiri pelatihan penilai risiko dan sesi pemutakhiran.
4) Memastikan bahwa penilai risiko mempunyai alokasi waktu yang memadai
untuk melakukan penilaian risiko.
5) Melakukan validasi seluruh penilaian risiko yang dilakukan, dan melakukan
tindakan untuk mengurangi risiko yang teridentifikasi sampai pada tingkat
terendah yang mungkin dicapai.
6) Melengkapi Form Penilaian Risiko (meninjau / menyetujui pemeringkatan
matriks: menyatakan tindakan apa yang diperlukan/ diambil untuk
menurunkan risiko sampai pada tingkat terendah yang mungkin dicapai).
7) Jadwal waktu untuk memulai/ meningkatkan langkah pengendalian. (pada
tingkat berapa risiko sisa tertinggal setelah pelaksanaan tindakan/peningkatan
langkah pengendalian: apakah risiko perlu dimasukkan ke dalam daftar risiko
unit kerja / rumah sakit).
8) Penyediaan informasi yang sesuai dan memadai, pelatihan dan supervisi bagi
staf untuk mendukung penurunan risiko. (Hal ini mencakup bahwa seluruh
staf menghadiri training wajib yang terkait).
9) Memelihara catatan penilaian risiko yang dilaksanakan dan untuk mencatat
perkembangan dan kinerja dibandingkan tindakan perbaikan yang
direncanakan.
10) Kepala unit kerja harus mengingatkan tim manajemen risiko jika penilai
risiko meninggalkan / tidak lagi memenuhi perannya, sehingga tim
manajemen risiko mempunyai tanggung jawab untuk memutakhirkan data
penilai risiko organisasi.
11) Berkoordinasi dengan unit kerja lain di dalam rumah sakit.
12) Dalam keadaan dimana rencana untuk mengelola risiko berada di luar
kewenangan Kepala Unit Kerja atau dimana ada implikasi sumber daya yang
besar, risiko akan diprioritaskan oleh Direktur Rumah Sakit.
13) Memastikan bahwa penilaian risiko divalidasi ulang pada jangka waktu yang
sesuai atau mengikuti perubahan keadaan. Frekuensi peninjauan akan
bervariasi mengikuti tingkat sisa risiko

6. Tanggung Jawab Karyawan


a. Seluruh staf mempunyai tanggung jawab untuk memberi informasi kepada atasan
mereka setiap bahaya yang bermakna di tempat kerja. Merupakan suatu hal yang
mendasar bahwa jika seorang staf menganggap ada hal yang serius yang telah
mereka laporkan kepada atasan langsung mereka, tetapi belum ditindaklanjuti,
mereka harus melaporkan ini kepada tingkat yang lebih tinggi.
b. Dalam rangka untuk memastikan kebijakan ini dilaksanakan dengan efektif, setiap
karyawan harus :
1) Menghadiri pelatihan sebagaimana ditentukan oleh atasan mereka atau oleh
rumah sakit (misal induksi / orientasi dan prosedur baru, pelatihan wajib :
induksi, keselamatan kebakaran, memindahkan dan mengangkat, keselamatan
personal, dan lain-lain).
2) Dapat bekerja sama secara penuh dalam menerapkan pedoman, protokol, dan
kebijakan yang berkaitan dengan keselamatan dan kesehatan, dan manajemen
risiko.
3) Melaporkan setiap insiden, kecacatan, atau setiap perubahan yang dapat
mempengaruhi kondisi kerja langsung kepada atasan / penilai risiko lokal dan
melengkapi form insiden report dengan tepat.
4) Mengikuti petunjuk kerja yang tertulis serta pelatihan yang disediakan
5) Berpartisipasi aktif dalam proses penilaian risiko.
6) Memenuhi dan melaksanakan langkah pengendalian / tindakan setelah penilaian
dilakukan
BAB III
TATA LAKSANA

A. Identifikasi Risiko dan Penilaian Risiko (Risk Assessment)


Dalam hal ini, risiko dapat dibedakan menjadi risiko potensial (dengan pendekatan pro-
aktif) dan insiden yang sudah terjadi (dengan pendekatan reaktif / responsif).
Risiko potensial dapat diidentifikasi dari berbagai macam sumber, misalnya:
a. Informasi internal (rapat bagian / koordinasi, audit, incident report, klaim, complain
b. Informasi eksternal (pedoman dari pemerintah, organisasi profesi, lembaga
penelitian)
c. Pemeriksaan atau audit eksternal
Risiko atau insiden yang sudah teridentifikasi harus ditentukan peringkatnya (grading)
dengan memperhatikan:

1. Tingkat peluang / frekwensi kejadian (likelihood)


2. Tingkat dampak yang dapat / sudah ditimbulkan (consequence)
CONTOH DAFTAR IDENTIFIKASI RISIKO INSTALASI / BAGIAN
Identifikasi risiko juga dapat dikategorikan berdasarkan dampak sesuai dengan jenis-jenis
insiden keselamatan pasien sebagaimana dicontohkan dalam tabel berikut:

B. Analisis Risiko Analisa dilakukan dengan menentukan score risiko atau insiden tersebut
untuk menentukan prioritas penanganan dan level manajemen yang harus bertanggung
jawab untuk mengelola / mengendalikan risiko / insiden tersebut termasuk dalam kategori
biru / hijau / kuning / merah.
Hal ini akan menentukan evaluasi dan tata laksana selanjutnya. Untuk risiko / insiden
dengan kategori biru dan hijau maka evaluasi cukup dengan investigasi sederhana sedangkan
untuk kategori kuning dan merah perlu dilakukan evaluasi lebih mendalam dengan metode
RCA (root cause analysis – reaktif / responsive) atau HFMEA (healthcare failure mode effect
analysis – proaktif)

C. Evaluasi Risiko
1. Risiko atau insiden yang sudah dianalisis akan dievaluasi lebih lanjut sesuai skor dan
grading yang didapat dalam analisis. SKOR RESIKO = DAMPAK x PELUANG
2. Pemeringkatan memerlukan keterampilan dan pengetahuan yang sesuai, dan meliputi
proses berikut :
a. Menilai secara obyektif beratnya / dampak / akibat dan menentukan suatu skor
b. Menilai secara obyektif kemungkinan / peluang / frekuensi suatu peristiwa terjadi
dan menentukan suatu skor c. Mengalikan dua parameter untuk memberi skor risik
3. Penilaian risiko akan dilaksanakan dalam dua tahap.
a. Tahap pertama akan diselesaikan oleh penilai risiko yang terlatih, yang akan
mengidentifikasi bahaya, efek yang mungkin terjadi dan pemeringkatan risiko.
b. Tahap kedua dari penilaian akan dilakukan oleh Kepala Unit Kerja yang akan
melakukan verifikasi tahap pertama dan membuat suatu rencana tindakan untuk
mengatasi risiko
Dari contoh terdahulu pada instalasi rawat inap, dapat dibuat evaluasi sebagi berikut
D. Kelola Risiko
Setelah analisis dan evaluasi selesai dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengelolaan
risiko atau insiden dengan target menghilangkan atau menekan risiko hingga ke level
terendah (risiko sisa) dan meminimalisir dampak atau kerugian yang timbul dari insiden
yang sudah terjadi.
D.1. Investigasi Sederhana
Dalam pengelolaan risiko / IKP yang masuk dalam kategori biru atau hijau, maka
tindak lanjut evaluasi dan penyelesaiannya dilakukan dengan investigasi sederhana, melalui
tahapan:

1. Identifikasi insiden dan di-grading


2. Mengumpulkan data dan informasi: - observasi
- Telaah dokumen
- Wawancara
3. Kronologi kejadian
4. Analisa dan evaluasi sederhana:
a. penyebab langsung: - individu
- peralatan
- lingkungan tempat kerja
- prosedur kerja
b. penyebab tidak langsung: - individu
- tempat kerja
5. Rekomendasi: jangka pendek, jangka menengah, jangka panjang

Perbedaan Penyebab akar masalah dan faktor kontributor:


Tanyakan: 1. Akankah timbul masalah apabila penyebab tersebut tidak ada ?
1. Akankah masalah timbul bila penyebab ini dikoreksi / dieliminasi?
2. Akahkah eliminasi / koreksi penyebab menimbulkan insiden serupa lagi?
(Bila jawabannya TIDAK: akar masalah, YA: faktor contributor)
Di dalam menganalisa penyebab masalah, jangan berhenti hanya pada penyebab langsung namun
harus terus menggali hinga kepada akar masalah sehingga penyelesaian yang direkomendasikan
nantinya bukanlah penyelesaian simptomatik semata melainkan benar-benar penyelesaian
etiologi yang dapat mencegah berulangnya insiden yang sama di kemudian hari.

Contoh kasus:
Pasien setelah menjalani fisioterapi pemanasan dengan alat mengalami luka bakar derajat
1. Petugas fisioterapinya adalah tenaga yang baru bekerja 1 bulan Langkah yang dilakukan:

- Identifikasi insiden dan mengumpulkan informasi (observasi, wawancara, telaah


RM)
- Membuat laporan insiden keselamatan pasien dan kronologi kejadian (lampiran 1)
- Nilai Dampak = 3, karena cidera sedang
- Nilai Probabilitas = 2, karena kejadiannya jarang terjadi (2-5 tahun sekali)
- Skor risiko = 3 x 2 = 6
- Kategori risiko moderate dengan warna bands hijau.
- Maka dilakukan investigasi sederhana
D.2 RCA (Root Causa Analysis)

1. Identifikasi Insiden: Root cause analysis digunakan untuk menganalisa dan mengevaluasi
IKP pada derajat kuning dan merah
2. Tentukan tim investigator yang mewakili berbagai komponen:
a. Subkomite keselamatan pasien
b. Subkomite mutu dan manajemen risiko
c. Bidang keperawatan dan perwakilan kepala ruang
d. Perwakilan kepala instalasi / bagian
e. Perwakilan klinisi
f. Personil lain yang dinilai perlu (misal dari komponen K3, PPI, administrasi keuangan,
kepegawaian, farmasi, logistik dll sesuai IKP yang terjadi)
Dalam hal insiden sentinel maka tim investigator harus terdiri dari:

1. Expert insiden dan analis expert external (misal yang tidak berlatar belakang medis)
2. Senior management expert (misal direktur medis)
3. Senior clinical expert (misal konsultan senior)
4. Orang yang mengetahui unit kerja / bagian terkait dengan baik namun tidak terlibat
langsung dalam insiden tersebut

Tim ini dibentuk oleh Komite Mutu dan Keselamatan Pasien yang akan bertanggung jawab
kepada Direksi RSUD Kabupaten Majene. Tim diberi tenggang waktu kerja sesuai grading untuk
memberikan laporan kepada ketua komite mutu dan keselamatan pasien.

3. Pengumpulan data dan informasi dilakukan di lapangan dengan berbagai cara:


a. Observasi
Observasi langsung kepada praktek di lapangan dan tempat kejadian
b. Telaah Dokumentasi
Meliputi penelusuran kepada rekam medik pasien dan seluruh pedoman / panduan /
SPO terkait dengan insiden untuk korelasi keduanya
c. Wawancara
Dilakukan dalam sesi tertutup kepada setiap personil terkait secara terpisah termasuk
kepada pihak yang dirugikan / pasien dalam insiden tersebut.
Tujuan pengumpulan informasi pada tahap ini:
1. Mengamankan informasi untuk memastikan dapat digunakan selama investigasi dan jika
kasus disidangkan ke pengadilan
2. Identifikasi kebijakan dan prosedur yang relevan
3. Menggambarkan insiden secara akurat
4. Mengorganisasi informasi
5. Memberikan petunjuk kepada tim investigasi

Dokumentasi semua bukti yang berkaitan dengan insiden harus dikumpulkan sesegera mungkin:
1. Semua catatan medis dan catatan keperawatan
2. Semua hasil pemeriksaan yang berhubungan dan penunjang diagnostic
3. Incident report (laporan keselamatan pasien)
4. Kebijakan dan prosedur
5. Integrated care pathway yang berhubungan
6. Pernyataan-pernyataan dan hasil observasi
7. Bukti fisik
8. Daftar staf yang terlibat
9. Lakukan interview dengan semua orang yang terlibat
10. Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi terjadinya insiden (misal
pergantian jaga, ketersediaan petugas terlatih, kecukupan tenaga, dll)
4. Pemetaan kronologi kejadian dilakukan dengan cara:
a. Kronologi naratif : berguna pada laporan akhir insiden
b. Timeline: menelusuri rantai insiden secara kronologis dan berguna untuk menemukan
bagian dalan proses dimana insiden terjadi
c. Tubular Timeline: seperti timeline tapi lebih detail terutama dalam hal good practice &
CMP (care management problem), berguna untuk kejadian yang berlangsung lama
d. Time-Person Grid: untuk mengetahui pergerakan dan keberadaan seseorang sebelum,
selama, dan sesudah kejadian. Berguna pada kejadian yang melibatkan banyak orang
namun dalam periode waktu pendek.
5. CMP (Care Management Problem) Adverse event yang berkaitan dengan penyimpangan
dari standar pelayanan yang telah ditetapkan dan berdampak langsung atau tidak
langsung kepada pasien
6. Analisa Informasi
1. Tehnik 5 Whys (atau tehnik why – why)
Bertanya secara berlapis dengan tujuan menemukan akar penyebab masalah, dengan
mengidentifikasi gejala, penyebab langsung, faktor kontributor, dan akhirnya akar
masalah.
Dengan tehnik ini, investigator tidak boleh berhenti bertanya walaupun sudah
menemukan pneyebab langsung sebelum menemukan akar penyebab masalah.

2. Analisis perubahan Digunakan bila dicurigai adanya perubahan praktek daripada


prosedur yang seharusnya.
3. Analisis Barrier
Contoh dari kasus di atas:

4. Analisis Fish Bone


D.3 HFMEA (Healthcare Failure Mode Effect Analysis)
Di dalam upaya mengurangi kemungkinan terjadinya suatu insiden, metode HFMEA
digunakan untuk mengidentifikasi modus kegagalan (kegagalan proses) yang berpotensi
terjadi kemudian mengidentifikasi dampak yang mungkin timbul diikuti analisis akar
masalah, sebelum melakukan redisain proses untuk meminimalisir risiko modus kegagalan /
dampaknya kepada pasien.

HFMEA merupakan proses pro-aktif untuk memperbaiki kinerja dengan mencegah potensi
kegagalan sebelum terjadi sehingga akhirnya meningkatkan keselamatan pasien. (F =
failure, yaitu saat sistim tidak bekerja sesuai yang diharapkan; M = mode, yaitu cara /
perilaku yang dapat menimbulkan kegagalan tersebut; E = effect, yaitu dampak /
konsekuensi dari modus kegagalan tadi; A = analysis, yaitu upaya investigasi terhadap
proses secara detail).

Pada prinsipnya langkah-langkah untuk menjalankan HFMEA meliputi:


1. Identifikasi proses yang berisiko tinggi (IDENTIFIKASI)
2. Bentuk tim HFMEA (TIM)
3. Menggambarkan diagram dari proses tersebut (DIAGRAM PROCESS)
4. Analisis hazard (HAZARD ANALYSIS):
a. Brainstorming kemungkinan kegagalan proses dan menentukan dampaknya
b. Menentukan prioritas kegagalan proses yang akan diperbaiki
c. Menentukan akar masalah dari kegagalan proses yang sudah diprioritaskan tadi
5. Implementasi dan monitoring hasil dari redisain proses tersebut (ACTION &
OUTCOME MEASURE)
I. Langkah 1. IDENTIFIKASI PROSES BERISIKO TINGGI
Proses yang dimaksud dapat merupakan proses yang baru dan belum dilakukan
(misalnya pembelian alat baru, pemakaian rekam medik elektronik, redisain kamar
bedah), proses yang sudah berjalan, berisiko tinggi walaupun belum menimbulkan
insiden (misalnya pemeriksaan di laboratorium), proses klinik (misalnya proses
pelayanan kateterisasi jantung), atau proses non medik (pembayaran tagihan pasien
asuransi). Dalam menentukan proses yang hendak dianalisis dengan HFMEA,
kumpulan proses yang ada digrading untuk menentukan skor risikonya (sebagaimana
dalam prosedur RCA, risk assessment).

II. Langkah 2. TIM INVESTIGASI


Komposisi dan prosedurnya mirip seperti RCA di atas, terdiri dari orang-orang
multidisiplin yang tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4-8 orang), memahami proses
yang akan dianalisa, mewakili unit yang akan dianalisa, dan memiliki kemampuan
berpikir kritikal.
III. Lankah 3. GAMBARKAN ALUR PROSES
Gambarkan seluruh tahapan dalam alur proses beserta dengan sub-proses dari
masing-masing tahapan proses
Kemudian uraikan modus kegagalan (dalam sub proses) dari masing-masing tahapan dalam alur
proses tersebut.
IV. Langkah 4. HAZARD ANALYSIS
Failure Mode (Kegagalan Proses) yang dipilih dijabarkan lebih lanjut dan lebih detail
dalam tabel berikut:
Dalam kaitan dengan contoh sebelumnya maka ke dalam tabel dapat dituliskan sebagai berikut
Untuk setiap hazard dengan score > / = 8, dianalisa lebih lanjut dengan Pohon Keputusan
(Decision Tree)

Bila dari analisa Pohon Keputusan berakhir pada STOP, maka tidak perlu lagi meneruskan
pencarian akar masalah untuk hazard ini karena berarti hazard tersebut tidak prioritas. Sedangkan
hazard yang berakhir pada titik hijau sebagaimana gambar di atas, perlu ditindaklanjuti sebagai
langkah ke-5.

V. Langkah 5. ACTION & OUTCOME MEASURE


1. Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan dapat dikontrol, eliminasi,
terima
2. Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di eliminasi
atau di control
3. Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redisain proses
4. Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
5. Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk melaksanakan
rekomendasi

D.4. Menurunkan Risiko


1. Tujuan dari identifikasi dan menilai risiko adalah untuk memastikan bahwa tindakan
dilakukan untuk mengurangi risiko pada tingkat terendah yang dapat dicapai.
2. Tabel penanda tingkat risiko dan skala waktu yang dapat diterima untuk memulai
tindakan.

D.5 Daftar Risiko


Daftar risiko adalah pusat dari proses manajemen risiko rumah sakikt. Setelah identifikasi,
penilaian, dan pengendalian awal suatu risiko, risiko dan rencana tindakan yang berhubungan
dengannya akan dimasukkan ke dalam daftar risiko unit kerja. Untuk mengurangi
administrasi, risiko ”rendah” tidak perlu dimasukkan ke dalam daftar. Risiko ekstrim yang
dapat membahayakan sasaran-sasaran organisasi secara bermakna, juga akan dicatat dalam
daftar risiko korporat. Salinan dari seluruh penilaian perlu untuk dipelihara. Kepala Unit
Kerja harus menentukan siapa yang akan menangani penilaian risiko di dalam unit kerja
mereka masing-masing.

1. Daftar Risiko Unit Kerja


Daftar risiko unit kerja dan rencana tindakan yang berhubungan akan ditinjau,
didiskusikan dan dimutakhirkan pada pertemuan Tim Manajemen Risiko setiap bulan.
2. Daftar Risiko Korporat
a. Daftar risiko korporat adalah suatu dokumen yang didisain untuk memberi informasi
kepada Direksi Rumah Sakit perihal risiko tingkat tertinggi di rumah sakit; dan
menjamin pengendalian serta tindakan telah dilakukan berupa menghilangkan risiko
atau menurunkannya sampai pada tingkat terendah yang mungkin.
b. Risiko ekstrim dengan skor 15 atau lebih pada daftar risiko unit kerja akan
dimasukkan dalam daftar risiko korporat. Proses ini akan dilakukan oleh Tim
Manajemen Risiko.
c. Komite Mutu dan Keselamatan Pasien akan meninjau daftar risiko korporat sebelum
diserahkan kepada Direksi Rumah Sakit.

E. Pengawasan, Audit, dan Peninjauan


1. Kebijakan ini akan diawasi melalui audit tahunan melihat kepada sampel Form Penilaian
Risiko, daftar risiko unit kerja dan daftar risiko korporat.
2. Audit
3. Tinjauan notulen dari tim unit kerja, komite mutu dan keselamatan pasien serta direksi
rumah sakit untuk mengkonfirmasi diskusi seputar manajemen risiko
F. Komunikasi dan Konsultasi
Di dalam melaksanakan tugasnya tim manajemen risiko harus terus menerus
menjalin komunikasi dengan berbagai pihak baik yang terkait langsung dengan risiko /
insiden maupun yang tidak terkait namun memiliki pengetahuan mengenai risiko /
insiden yang sedang dievaluasi.
Di dalam melaksanakan fungsinya, tim dapat pula berkonsultasi baik secara
internal maupun external sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan dari masalah yang
sedang dievaluasi.
Di dalam melakukan evaluasi, tim diharapkan dapat bekerja independen sehingga
mampu menghasilkan evaluasi yang objektif dan akhirnya membuat rekomendasi
(ACTION PLAN) yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan untuk meningkatkan mutu
dan keselamatan pasien.
BAB IV
PELAPORAN

4.1 Mekanisme Pelaporan


FORMULIR LAPORAN INSIDEN KE TIM KP DI RS

Rumah Sakit Umum Daerah Majene

RAHASIA, TIDAK BOLEH DIFOTOCOPY, DILAPORKAN MAXIMAL 2 x 24 JAM

LAPORAN INSIDEN
(INTERNAL)

I. DATA PASIEN
Nama : …………………………………………………………………
NO. MR : ………………..Ruangan : ……………………………………
Umur : 0-1 bulan >1 bulan – 1 Tahun
>1 tahun- 5 tahun >5 tahun-15 tahun
> 15 tahun- 30 tahun >30 tahun – 65 tahun
> 65 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki Perempuan
Penanggung jawab pasien : Pribadi Asuransi Swasta Perusahaan
BPJS Pegawai BPJS Pemerintah
Tanggal masuk RS: …………………….Jam: ……………..
II. RINCIAN KEJADIAN
1. Tanggal dan Waktu Insiden
Tanggal: ……………………………………Jam ……………
2. Insiden : ………………………………………………………………….
3. Kronologis Insiden :
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
4. Jenis Kejadian
Kejadian Nyaris Cedera / KNC (Near Miss)
Kejadia Tidak diharpakan/ KTD (Adverse event)/ Kejadian sentinel (Sentinel
event)
5. Orang Pertama Yang Melaporkan Insiden* Karyawan : Dokter / Perawat /
Petugas lainnya Pasien Keluarga / Pendamping pasien Pengunjung Lain-lain
...........................................................................................(sebutkan)
6. Insiden terjadi pada* : Pasien Lain-lain
.............................................................................................................(sebutkan)
Mis : karyawan / Pengunjung / Pendamping / Keluarga pasien, lapor ke K3 RS.
7. Insiden menyangkut pasien : Pasien rawat inap Pasien rawat jalan Pasien UGD
Lain-lain
.............................................................................................................(sebutkan)
8. Tempat Insiden Lokasi kejadian
................................................................................................... (sebutkan) (Tempat
pasien berada)
9. Insiden terjadi pada pasien : (sesuai kasus penyakit / spesialisasi)
Penyakit Dalam dan Subspesialisasinya Anak dan Subspesialisasinya
Bedah dan Subspesialisasinya
Obstetri Gynekologi dan Subspesialisasinya
THT dan Subspesialisasinya
Mata dan Subspesialisasinya
Saraf dan Subspesialisasinya
Anastesi dan Subspesialisasinya
Kulit & Kelamin dan Subspesialisasinya
Paru dan Subspesialisasinya Jiwa dan Subspesialisasinya Lain-lain
........................................................................................................... (sebutkan)
10. Unit / Departemen terkait yang menyebabkan insiden Unit kerja penyebab
........................................................................................... (sebutkan)
11. Akibat Insiden Terhadap Pasien* :
Kematian
Cedera Irreversibel / Cedera Berat
Cedera Reversibel / Cedera Sedang
Cedera Ringan Tidak ada cedera
12. Tindakan yang dilakukan segera setelah kejadian, dan hasilnya :
....................................................................................................................................
............ ......
....................................................................................................................................
............ ......
...................................................................................................................................
13. Tindakan dilakukan oleh* : Tim : terdiri dari :
..................................................................................................................
Dokter
Perawat
Petugas lainnya
.....................................................................................................................
14. Apakah kejadian yang sama pernah terjadi di Unit Kerja lain?*
Ya Tidak
Apabila ya, isi bagian dibawah ini. Kapan ? dan Langkah / tindakan apa yang
telah diambil pada Unit kerja tersebut untuk mencegah terulangnya kejadian yang
sama?
....................................................................................................................................
............ .................................................................................................................
Pembuat Laporan :………………. Pembuat Laporan :……………….
Paraf :………………… Paraf :…………………
Tgl. Lapor :………………….. Tgl. Lapor :…………………..

Grading Risiko Kejadian* (Diisi oleh atasan pelapor) :


BIRU HIJAU KUNING MERAH
NB. * = pilih satu jawaban
FORM PENILAIAN RISIKO
No. : ………………………………….
Bagian : ………………………………………………
Unit : ………………………………………………
Deskripsi risiko / insiden / complain / temuan audit :

Risiko Teridentifikasi :

Siapa (atau apa) yang terkena risiko dan bagaimana ? (misal : dokter, perawat, staf,
pasien, pengunjung, gedung, reputasi RS) :

Akar masalah (root cause) :

Tindakan pengendalian risiko yang ada (jika ada) (misal : peralatan, kesiapan staff,
lingkungan, kebijakan / prosedur, pelatihan, dokumentasi) :
1. ……………………………………………………………………………
2. ……………………………………………………………………………
3. …………………………………………………………………………..
1 2 3 4 5
Consequence TidakBermakna Kecil Sedang Besar Malapetaka
Likelihood 5-10 tahun 2-5 Tahun Setahun Triwulan Sebulan

Peringkat risiko saat ini (Consequence X Likelihood) → ……… X ……… = ………


 Extreme (15-25)  High (8-12)  Medium (4-6)  Low (1-3)
Rencana tindakan untuk mencegah / mengurangi risiko (misal : perubahan dalam
pelaksanaan, peralatan, kesiapan staff, lingkungan, kebijakan / prosedur, pelatihan,
dokumentasi) :
No TINDAKAN PENANGGUNG BATAS WAKTU
JAWAB PENYELESAIAN

Penilai Resiko Diperiksa Oleh Menyetujuai Catatan :

{ Nama TTD) (Manager Risiko) (Kepala Unit Kerja)

Anda mungkin juga menyukai