Fiks Anemia
Fiks Anemia
OLEH
SUKU FLORES
KUPANG
2019
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang maha kuasa,
karena berkat rahmat dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ini
dalam bentuk sederhana.
Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu, kami memohon maaf jika ada kata-kata yang tidak berkenaan dihati pembaca.
Serta masukan berupa kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan.
Penulis
DAFTAR ISI
A. Pengertian ...............................................................................................4
B. Klasifikasi ..............................................................................................5
C. Etiologi ...................................................................................................6
D. Patofisiologi ...........................................................................................7
E. Manifestasi Klinis ..................................................................................8
F. Pemeriksaan Penunjang .........................................................................9
G. Penatalaksaan .........................................................................................10
H. Komplikasi .............................................................................................15
A. Kesimpulan ............................................................................................18
B. Saran .......................................................................................................18
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Anemia umum terjadi pada orang dewasa tua yang akan terus
meningkat kejadiannya seiring dengan usia oleh berbagai penyebab.
Menurut laporan The National Health and Nutrition Examination Survey
III (NHANES III) terhadap individu berusia ≥ 65 tahun ditemukan kasus
anemia akibat penyakit kronik sebanyak 19,7%, anemia defisiensi besi
16,6%, anemia akibat penyakit ginjal kronik 8,2%, dan anemia defisiensi
vitamin B12 sebanyak 5,9% (Weiss et al, 2010). Sedangkan kejadian
anemia di Indonesia menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
tahun 2007 menunjukkan 19,7% diderita oleh perempuan dewasa
perkotaan, 13,1% lakilaki dewasa, dan 9,8% anak-anak. Anemia pada
perempuan masih banyak ditemukan di 17 provinsi di Indonesia meliputi
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Lampung, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Kalimantan Barat, Kalimantan
Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan,
Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Maluku, dan Maluku Utara. Kondisi
anemia pada laki-laki juga ditemukan di 21 provinsi di Indonesia yaitu
Nanggroe Aceh Darussalam, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sumatera
Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat,
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat dan Papua.
Sedangkan pada anak-anak dibawah usia 14 tahun didapatkan di 14
provinsi yaitu Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, DKI Jakarta, Jawa
Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan
Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi
Tenggara, dan Maluku Utara (Riskesdas, 2007).
/
B. Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar semua mahasiswa/i dapat memahami penyakit anemia
b. Tujuan Khusus
1) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami pengertian penyakit
anemia
2) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami klasifikasi penyakit
anemia
3) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami penyebab
4) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami patofisiologi penyakit
anemia
5) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami manifestasi klinis
penyakit anemia
6) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami pemeriksaan
penunjang
7) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami penatalaksan
8) Agar semua mahasiswa/i dapat memahami komplikasi
BAB II
KONSEP TEORI
A. Pengertian
Anemia (dalam bahasa Yunani: Tanpa darah) adalah keadaan saat
jumlah sel darah merah atau jumlah hemoglobin (protein pembawa
oksigen) dalam sel darah merah berada di bawah normal. Anemia adalah
berkurangnya hingga dibawah nilai normal eritrosit, kuantitas hemoglobin,
dan volume packed red blood cell (hematokrit) per 100 ml darah.
Anemia atau kurang darah adalah kondisi di mana jumlah sel darah
merah atau hemoglobin (protein pembawa oksigen) dalam sel darah merah
berada di bawah normal. Sel darah merah mengandung hemoglobin yang
berperan dalam mengangkut oksigen dari paru-paru dan mengantarkannya
ke seluruh bagian tubuh.
Akibat dari anemia adalah transportasi sel darah merah akan
terganggu dan jaringan tubuh penderita anemia akan mengalami
kekurangan oksigen guna mengahasilkan energi. Maka tidak
mengeherankan jika gejala anemia ditunjukan dengan merasa cepat lelah,
pucat, gelisah, dan terkadang sesak. Serta ditandai dengan warna pucat di
beberapa bagian tubuh seperti lidah dan kelopak mata
B. Klasifikasi
a) Normositik: anemia normositik adalah anemia yang bentuk dan ukuran sel
darah merahnya normal (diameter 76 – 100 fl) namun jumlah sel darah
merah sedikit. Contoh anemia yang termasuk anemia normositik adalah
anemia hemolitik (anemia akibat peningkatan penghancuran sel darah
merah), anemia aplastik (anemia akibat jumlah sel darah merah yang
diproduksi sumsum tulang belakang berkurang) dan anemia akibat
pendarahan.
b) Anemia makrositik adalah anemia dimana jumlah sel darah merah
berkurang disertai dengan peningkatan ukuran sel (diameter > 100 fl).
Anemia makrositik dibagi menjadi dua, yaitu anemia makrositik
megaloblastik dan anemia makrositik nonmegaloblastik.
c) Anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat kelainan pada
sintesis/ pembelahan sel darah merah sehingga terbentuk megaloblast
(eritroblast yang besar) yang akan menjadi eritrosit dengan ukuran yang
besar. Contoh dari anemia makrositik megaloblastik adalah anemia akibat
defisiensi asam folat dan vitamin B12.
d) Anemia makrositik nonmegaloblastik adalah anemia dengan ukuran sel
darah merah besar namun bukan disebabkan oleh terbentuknya
megaloblast. Anemia makrositik nonmegaloblastik dapat disebabkan oleh
alkohol, penyakit hati, miksedema, sindrom mielodisplastik, obat
sitotoksik, anemia aplastik, kehamilan, merokok, retikulositosis, myeloma,
dan nenonatus.
e) Anemia mikrositik adalah kondisi anemia dimana jumlah sel darah merah
berkurang disertai dengan ukuran sel darah merah yang kecil (diameter
<76 fl). Hal ini terjadi akibat kegagalan dalam sintesis sel darah merah.
Anemia mikrositik biasanya disertai dengan hipokromik (kadar
hemoglobin dalam darah berkurang, sehingga warna eritrosit lebih pucat
dibanding normal). Contoh anemia mikrositik yang sering terjadi adalah
anemia akibat defisiensi zat besi.
Klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya:
C. Etiologi
D. Patofisiologi
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan
sumsum dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi
tumor atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah
merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemplisis (destruksi), hal ini
dapat akibat defek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel
darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.
Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik
atau dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limpa.
Hasil samping proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran
darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera
direfleksikan dengan peningkatan bilirubin plasma (konsentrasi normal ≤ 1
mg/dl, kadar diatas 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera).
Apabila sel darah merah mengalami penghancuran dalam sirkulasi,
(pada kelainan hemolitik) maka hemoglobin akan muncul dalam plasma
(hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya melebihi kapasitas
haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas) untuk
mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
dan kedalam urin (hemoglobinuria).
E. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari anemia tergantung dari jenis dan tingkat keparahan
anemia tersebut. Namun pada umumnya gejala anemia terdiri dari:
1. Pusing (dizziness dan fatigue) : Sel darah merah yang berkurang
menyebabkan oksihemoglobin yang terdistribusi ke bagian tubuh
seperti otak berkurang. Hal ini dapat menyebabkan pusing dan sakit
kepala.
2. Tekanan darah rendah
3. Mata menguning: warna kuning dapat disebabkan oleh adanya bilirubin
(hasil destruksi sel darah merah) pada aliran darah
4. Kulit pucat, dingin, dan berwarna kuning: kulit yang dingin berwarna
pucat terjadi akibat kurangnya sel darah merah pada pembuluh darah.
Kulit yang menguning bisa disebabkan oleh adanya bilirubin (hasil
destruksi sel darah merah) pada darah.
5. Napas pendek
6. Warna feces berubah: terutama pada anemia hemolitik, dimana terjadi
peningkatan destruksi sel darah merah. Hal ini dapat menyebabkan
peningkatan kadar bilirubin yang merupakan hasil destruksi sel darah
merah. Bilirubin akan membuat warna feces menguning.
7. Pembesaran hati
8. Peningkatan detak jantung
9. Pada anemia akut dapat terjadi gejala kardiorespiratori seperti takikardi,
kepala terasa ringan dan sesak napas.Sementara pada anemia kronis
gejala yang nampak adalah lelah, letih, pusing, vertigo, sensitif dingin,
pucat.
10. Khusus pada anemia akibat defisiensi zat besi dapat terjadi penurunan
saliva, rasa tidak enak pada lidah, dan pica. Pada anemia defisiensi
vitamin B12 dan asam folat, terjadi ikterus, pucat, atropi mukosa gastrik,
abnormalitas neuropsikiatrik (abnormalitas neuropsikiatrik khusus pada
defisiensi vitamin B12).
Faktor resiko terjadinya anemia antara lain :
1. Genetik dan Sejarah keluarga : sejarah keluarga merupakan faktor resiko
untuk anemia yang disebabkan oleh genetik, misalnya sickle-cell anemia,
talasemia, atau fancony anemia.
2. Nutrisi : pola makan yang kurang zat penting bagi sel darah merah seperti
zat besi, vitamin B12, dan asam folat dapat meningkatkan resiko anemia
3. Kondisi saluran cerna: kondisi saluran cerna dapat mempengaruhi absorbsi
nutrisi yang penting bagi pembentukan sel darah merah sehingga dapat
meningkatkan resiko anemia. Selain itu, pendarahan akibat tukak lambung,
tukak peptik, dan infeksi parasit pada saluran cerna juga dapat
menyebabkan anemia.
4. Menstruasi : menstruasi dapat meningkatkan resiko anemia akibat
kekurangan zat besi. Kehilangan darah akibat menstruasi memicu
pembentukan darah berlebih. Apabila tidak diikuti dengan peningkatan
asupan nutrisi terutama zat besi, dapat memicu terjadinya anemia
defisiensi zat besi.
5. Kehamilan : kehamilan dapat meningkatkan resiko anemia akibat
kekurangan zat besi. Hal ini disebabkan tubuh harus memiliki nutrisi yang
cukup untuk tubuh ibu dan fetus, serta nutrisi untuk pembentukan sel
darah fetus. Apabila tidak dibarengi dengan asupan nutrisi yang cukup
terutama zat besi, dapat menyebabkan anemia
6. Penyakit kronis seperti kanker, gagal ginjal, dan tukak dapat meningkatkan
resiko anemia.
7. Zat kimia dan obat: beberapa obat dan zat kimia seperti benzena, penisilin,
primaquin, dan sulfasalazin dapat menyebabkan anemia.
8. Faktor lain seperti infeksi, penyakit autoimun.
F. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada anemia adalah:
1. Jumlah darah lengkap (JDL) di bawah normal (hemoglobin, hematokrit
dan SDM).
2. Feritin dan kadar besi serum rendah pada anemia defisiensi besi.
G. Penatalaksaan
a) Therapi non farmakologi
Terapi non-farmakologi dapat dilakukan dengan istirahat yang cukup,
pola hidup sehat yang teratur, dan mencukupi asupan makanan,
yaitu nutrisi dari besi, vitamin B12, dan asam folat.
Terapi non-farmakologi sendiri dapat dilakukan dengan tranfusi darah.
Transfusi darah dapat menjaga jumlah sel darah merah dalam tubuh
dan mengurangi gejala yang timbul. Namun perlu diperhatikan
kecocokan antara pendonor dan penderita.
Di bawah ini daftar makanan beserta jumlah vitamin B12 yang
terkandung di dalamnya :
b) Therapi Farmakologi
a) Terapi fe (Besi) secara oral
Fe2+ sulfat, fumarat, dan glutamat diabsorpsi tubuh dalam jumlah yang
kurang lebih sama. Besi karbonat lebih menguntungkan karena
resiko kematian yang lebih rendah jika terjadi overdosis. Adanya
substansi chelator mukopolisakarida mencegah besi terpresipitasi
dan menjaga besi dalam bentuk yang larut. Bentuk besi yang paling
baik diabsorpsi adalah bentuk Fe2+ dengan absorpsi paling baik
terjadi di duodenum dan jejunum.
Dosis yang diberikan tergantung pada toleransi setiap individu.
Umumnya, dosis yang direkomendasikan sebesar 200 mg besi
setiap hari dalam 2 atau 3 dosis terbagi. Besi disarankan untuk
dikonsumsi 1 jam sebelum makan karena makanan akan
mengganggu absorpsi besi. Namun pada beberapa pasien, besi
harus diberikan bersama makanan karena dapat menyebabkan mual
dan diare ketika mengkonsumsi besi dalam keadaan perut kosong.
Besi ditransportasikan melalui darah. Sebanyak 0,5-1 mg besi
dieksresi melalui urin, keringat, dan sel mukosa intestinal pada pria
sehat, sedangkan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi
kehilangan besi sekitar 1-2 mg.
Indikasi : Defisiensi besi untuk pencegahan dan pengobatannya,
Suplemen besi
Kontraindikasi: Hipersensitifitas
Dosis : Secara oral : 1-2 mg setiap hari selama 1-2 minggu, dilanjutkan
1 mg setiap hari. Secara parenteral : baru digunakan jika terdapat
gejala neurologi, diberikan 1 mg setiap hari selama 1 minggu,
kemudian setiap minggu selama sebulan, dan terakhir setiap bulan.
Ketika gejala teratasi, pemberian oral harian dapat dilakukan.
H. Komplikasi
Komplikasi dalam penyakit anemia
1. Masalah pada jantung,seperti detak jantung yang cepat dan tidak
beraturan
2. Untuk wanita hamil ,seperti kelahiran prematur atau berat badan
lahir yang rendah pada bayi
3. Pada bayi,seperti gangguan pertumbuhan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
Diharapkan dengan dibuatnya makalah ini bisa bermanfaat bagi
mahasiswa khususnya mahasiswa keperawatan untuk bisa lebih mengerti
dan memahami gangguan sistem hematology. Makalah “Anemia” ini
masih jauh dari kata sempurna, maka diharapkan kritik dan saran untuk
lebih memperbaiki makalah.
DAFTAR PUSTAKA
Ani, LS. 2016. Buku Saku Anemia Defisiensi Besi. Jakarta: EGC.
Antara, M., & Wirawan, I. (2013). Permintaan Buah Pisang Ambon Oleh Rumah
Tangga di Kecamatan Denpasar Barat, Kota Denpasar, Provinsi Bali. Jurnal
Ekonomi Kuantitatif Terapan, 6(1).
Ariutami, RK., Subagio HW, 2012. Beda Kadar Hemoglobin Remaja Putri
Anemia Setelah Pemberian Suplementasi Tablet Besi Folat Satu Kali Dan Dua
Kali Per Minggu. Diakses dari website:
http://eprints.undip.ac.id/35951/1/429_Kintha_Raditya_Ariutami_G2C007041.pd
f. Pada tanggal 29 Agustus 2016.
Chauhan, U., Sandeep, G., Dahake, P, 2016. Correlation Between Iron Deficiency
Anemia And Cognitive Achievement In School Aged Children. Annals Of
International Medical And Dental Research, Vol (2), Issue (4). DOI:
10.21276/aimdr.
Dharma, KK, 2013. Metodologi Penelitian Keperawatan. Jakarta Timur: CV
Trans
Info Media.
Garcia, op., martinez, m., ramano, d., camacho, m., moura, ffd., abrams, sa.,
khanna,
hk., dale, jl., dan rosado, jl, (2015). Iron absorption in raw and cooked bananas: a
field study using stable isotopes in women. Food & nutrition research, 59: 25976.
Dignass, A. U., Gasche, C., Bettenworth, D., Birgegård, G., Danese, S., Gisbert, J.
P.,
& Magro, F, 2015. European Consensus On The Diagnosis And Management Of
Iron Deficiency And Anaemia In Inflammatory Bowel Diseases. Journal of
Crohn's and Colitis, 9(3), 211-222.