Anda di halaman 1dari 3

Secara umum, pneumothorax terbagi menjadi dua, yaitu pneumothorax primer dan sekunder.

Ketika pneumothorax terjadi pada orang yang sehat tanpa didahului penyakit paru-paru, kondisi
ini disebut pneumothorax primer. Sebaliknya, pneumothorax yang dialami akibat komplikasi dari
penyakit paru-paru disebut pneumothorax sekunder. Selain itu, berdasarkan penyebabnya,
pneumothorax dapat dibagi menjadi pneumothorax trauma yang disebabkan oleh cedera pada
dinding paru-paru atau dada, serta pneumohorax non trauma yang terjadi secara spontan tanpa
diawali cedera.

Seluruh jenis pneumothorax ini merupakan kondisi gawat darurat yang dapat mengancam nyawa
bila tidak ditangani secara cepat, terutama bila terjadi tension pneumothorax. Tension
pneumothorax merupakan kondisi di mana udara yang terkumpul pada rongga pleura tidak dapat
keluar, tetapi udara dari dinding dada dan paru-paru terus masuk ke rongga tersebut, sehingga
akan menekan bukan hanya paru-paru, melainkan juga jantung.

Gejala Pneumothorax

Peningkatan tekanan dalam pleura akan menghalangi paru-paru untuk mengembang saat kita
menarik napas. Akibatnya, dapat muncul gejala berupa:

 Sesak napas.
 Nyeri dada.
 Keringat dingin.
 Kulit menjadi biru atau sianosis.
 Jantung berdebar.
 Batuk.
 Lemas.

Gejala ini umumnya timbul secara mendadak dan terjadi setelah mengalami cedera.

Penyebab dan Faktor Risiko Pneumothorax

Pneumothorax bisa dialami secara tiba-tiba oleh orang yang sehat, maupun sebagai bentuk
komplikasi dari kondisi paru-paru tertentu. Beberapa jenis penyebab serta faktor risiko di balik
kondisi ini meliputi:

 Penyakit paru-paru yang menyebabkan kerusakan jaringan paru-paru, seperti


penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), infeksi paru-paru, atau cystic fibrosis
 Cedera pada dada, misalnya luka tembak atau tulang rusuk yang patah.
 Pecahnya kavitas pada paru-paru. Kavitas merupakan kantung abnormal yang
terbentuk di dalam paru-paru akibat infeksi (misalnya tuberkulosis) atau tumor, yang
dapat pecah sehingga menimbulkan pneumothorax.
 Menggunakan alat bantu pernapasan atau ventilator. Penggunaan ventilator dapat
menjadikan tekanan udara dalam paru-paru meningkat dan berisiko menyebabkan
robeknya kantung udara di paru-paru (alveolus).
Selain itu, orang-orang dengan kondisi berikut ini memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami
pneumothorax:

 Merokok.
 Berjenis kelamin pria.
 Berusia 20 hingga 40 tahun.
 Pernah mengalami pneumothorax sebelumnya.

Diagnosis Pneumothorax

Pneumothorax bisa merupakan keadaan gawat darurat yang dapat berakibat fatal, sehingga
dokter perlu mengevaluasi pasien secara cepat dari gejala, riwayat kesehatan, atau situasi yang
terjadi pada saat pasien mengalami gejala. Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik pada
pasien, terutama memeriksa paru-paru. Bila dicurigai terdapat tension pneumothorax, dokter
akan menusukkan jarum di antara sela iga untuk mengeluarkan udara yang terjebak dalam
rongga pleura. Hal tersebut dilakukan mendahului pemeriksaan penunjang lainnya.

Bila keadaan pasien stabil, dokter dapat melakukan pemeriksaan penunjang berupa:

 Pencitraan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menampilkan gambar organ paru-paru,


seperti , CT scan, atau USG.
 Tes darah. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kecukupan kadar oksigen
dalam darah pasien.

Pengobatan Pneumothorax

Tujuan utama pengobatan pneumothorax adalah untuk mengurangi tekanan pada paru-paru
sehingga organ ini dapat mengembang, dan untuk mencegah kambuhnya penyakit ini. Tindakan
pengobatan diputuskan berdasarkan tingkat keparahan pneumothorax yang dialami pasien.

Untuk kasus pneumothorax ringan, artinya hanya sebagian kecil paru-paru yang kolaps dan tanpa
gangguan pernapasan yang berat, kondisi pasien akan dipantau secara seksama. Selama masa
pemantauan yang biasanya berlangsung 1-2 minggu, dokter paru akan meminta pasien menjalani
foto Rontgen secara berkala hingga bentuk paru-paru pulih. Pemberian oksigen melalui masker
oksigen akan dilakukan jika pasien mengalami kesulitan bernapas atau kadar oksigen dalam
tubuhnya menurun.

Sementara itu, pada pasien dengan kondisi kolaps paru-paru yang lebih luas, penanganan
dibutuhkan untuk mengeluarkan timbunan udara. Dokter akan menggunakan jarum untuk
membantu memasukkan selang ke rongga dada melalui sela antara tulang iga, agar tekanan
berkurang dan bentuk paru-paru kembali seperti semula.

Pilihan penanganan pneumothorax lainnya adalah melalui operasi. Prosedur ini biasanya
disarankan jika metode penanganan lainnya tidak menunjukkan hasil yang memuaskan atau
pneumothorax kembali kambuh. Operasi dilakukan untuk memperbaiki bagian paru-paru yang
pecah dan menutupnya kembali. Selain itu, dokter dapat juga melakukan pleurodesis, terutama
untuk pneumothorax berulang. Dalam prosedur ini, dokter akan mengiritasi pleura sehingga
kedua pleura melekat, dan rongga pleura menutup. Tujuannya adalah agar udara tidak dapat lagi
masuk ke rongga pleura.

Pencegahan Pneumothorax Berulang

Bagi yang memiliki riwayat pneumothorax, dianjurkan untuk mengikuti saran-saran berikut ini
guna mencegah kekambuhan:

 Menghentikan kebiasaan merokok.


 Melakukan pengobatan penyakit paru-paru bilamana ada.
 Berhenti melakukan kegiatan fisik yang berat untuk paru-paru, misalnya menyelam.

Anda mungkin juga menyukai