Nabila Pasha Amelia - Acute Lymphoblastic Leukemia
Nabila Pasha Amelia - Acute Lymphoblastic Leukemia
Disusun oleh :
Nabila Pasha Amelia
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos (putih) dan haima (darah). Leukemia
adalah jenis kanker yang mempengaruhi sumsum tulang dan jaringan getah bening. Semua
kanker bermula di sel, yang membuat darah dan jaringan lainnya. Biasanya, sel-sel akan tumbuh
dan membelah diri untuk membentuk sel-sel baru yang dibutuhkan tubuh. Saat sel-sel semakin
tua, sel-sel tersebut akan mati dan sel-sel baru akan menggantikannya. Tetapi terkadang proses
yang teratur ini berjalan menyimpang, sel-sel baru ini terbentuk meski tubuh tidak
membutuhkannya, dan sel-sel lama tidak mati seperti seharusnya. Kejanggalan ini disebut
leukemia, di mana sumsum tulang menghasilkan sel-sel darah putih secara abnormal yang
akhirnya mendesak sel-sel lain.
Leukemia adalah kanker dari salah satu jenis sel darah putih di sumsum tulang belakang,
yang menyebabkan proliferasi salah satu jenis darah putih dengan menyingkirkan jenis sel lain
(Corwin, 2008). Leukemia merupakan penyakit klonal, yang berarti satu sel kanker abnormal
berproliferasi tanpa terkendali, menghasilkan sekelompok sel anak yang abnormal. Sel-sel ini
menghambat sel darah lain di sumsum tulang untuk berkembang secara normal, sehingga mereka
tertimbun di sumsum tulang. Karena faktor-faktor ini, leukemia disebut gangguan akumulasi
sekaligus gangguan klonal. Pada akhirnya, sel-sel leukemia mengambil alih sumsum tulang,
sehingga menurunkan kadar sel-sel nonleukemik di dalam darah yang merupakan penyebab
berbagai gejala umum leukemia (Corwin, 2008).
II. Etiologi
a) Genetik
Dalam banyak percobaan telah didapatkan fakta bahwa RNA virus menyebabkan leukemia pada
hewan termasuk primata . Penelitian pada manusia menemukan adanya RNA dependent DNA
polimerase pada sel-sel leukemia tapi tidak ditemukan pada sel-sel normal dan enzim ini berasal
dari virus tipe C yang merupakan virus RNA yang menyebabkan leukemia pada hewan. Salah
satu virus yang terbukti dapat menyebabkan leukemia pada manusia adalah Human T-Cell
Leukemia . Jenis leukemia yang ditimbulkan adalah Acute T- Cell Leukemia . Virus ini
ditemukan oleh Takatsuki dkk.
c) Bahan Kimia dan Obat-obatan
Paparan kronis dari bahan kimia ( misal : benzen ) dihubungkan dengan peningkatan insidensi
leukemia akut, misalnya pada tukang sepatu yang sering terpapar benzen. Selain benzen
beberapa bahan lain dihubungkan dengan resiko tinggi dari AML, antara lain : produk – produk
minyak, cat, ethylene oxide, herbisida, pestisida, dan ladang elektromagnetik.
Sedangkan dari obat-obatan, obat anti neoplastik ( misalnya : alkilator dan inhibitor topoisomere
II) dapat mengakibatkan penyimpangan kromosom yang menyebabkan AML. Kloramfenikol,
fenilbutazon, dan methoxypsoralen dilaporkan menyebabkan kegagalan sumsum tulang yang
lambat laun menjadi AML.
d) Radiasi
Hubungan yang erat antara radiasi dan leukemia ( ANLL ) ditemukan pada pasien-pasien
anxylosing spondilitis yang mendapat terapi radiasi, dan pada kasus lain : seperti peningkatan
insidensi leukemia pada penduduk Jepang yang selamat dari ledakan bom atom. Peningkatan
resiko leukemia ditemui juga pada pasien yang mendapat terapi radiasi, misalnya: pembesaran
thymic, para pekerja yang terekspos radiasi dan para radiologis .
e) Leukemia Sekunder
Leukemia yang terjadi setelah perawatan atas penyakit malignansi lain disebut Secondary Acute
Leukemia ( SAL ) atau treatment related leukemia. Termasuk diantaranya penyakit Hodgin,
limphoma, myeloma, dan kanker payudara.
Hal ini disebabkan karena obat-obatan yang digunakan termasuk golongan imunosupresif selain
menyebabkan dapat menyebabkan kerusakan DNA
III. Klasifikasi
Manifestasi klinis penderita leukemia akut disebabkan adanya penggantian sel pada sumsum
tulang oleh sel leukemik , menyebabkan gangguan produksi sel darah merah. Depresi produksi
platelet yang menyebabkan purpura dan kecenderungan terjadinya perdarahan .
Kegagalan mekanisme pertahanan selular karena penggantian sel darah putih oleh sel
leukemik, yang menyebabkan tingginya kemungkinan untuk infeksi . Infiltrasi sel-sel leukemik
ke organ-organ vital seperti liver dan limpa oleh sel-sel leukemik yang dapat menyebabkan
pembesaran dari organ-organ tersebut. Sedangkan pada penderita Leukemia itu sendiri
disebabkan oleh :
a. Normalnya tulang marrow diganti dengan tumor yang malignan, imaturnya sel blast.
Adanya proliferasi sel blast, produksi eritrosit dan platelet terganggu sehingga akan
menimbulkan anemia dan trombositipenia.
b. Sistem retikuloendotelial akan terpengaruh dan menyebabkan gangguan sistem
pertahanan tubuh dan mudah mengalami infeksi
c. Manifestasi akan tampak pada gambaran gagalnya bone marrow dan infiltrasi organ,
sistem saraf pusat. Gangguan pada nutrisi dan metabolisme. Depresi sumsum tulang yang
akan berdampak pada penurunan lekosit, eritrosit, faktor pembekuan dan peningkatan
tekanan jaringan.
d. Adanya infiltrasi pada ekstra medular akan berakibat terjadinya pembesaran hati,
limfe,nodus limfe, dan nyeri persendian.
V. Manifestasi Klinis
Gejala leukemia akut biasanya terjadi setelah beberapa minggu dan dapat dibedakan
menjadi tiga tipe:
1. Gejala kegagalan sumsum tulang merupakan manifestasi keluhan yang paling umum.
Leukemia menekan fungsi sumsum tulang, menyebabkan kombinasi dari anemia,
leucopenia (jumlah sel darah putih rendah), dan trombositopenia (jumlah trombosit
rendah). Gejala yang tipikal adalah lelah dan sesak napas (akibat anemia), infeksi bakteri
(akibat leucopenia), dan perdarahan (akibat trombositopenia dan terkadang akibat
koagulasi intravascular diseminata (DIC). Pada pemeriksaan fisis ditemukan kulit yang
pucat, beberapa memar, dan perdarahan. Demam menunjukkan adanya infeksi,
walaupun pada beberapa kasus, demam dapat disebabkan oleh leukemia itu sendiri.
Namun, cukup berbahaya apabila kita menganggap bahwa demam yang terjadi
merupakan akibat leukemia itu sendiri.
2. Gejala sistemik berupa malaise, penurunan berat badan, berkeringat, dan anoreksia
cukup sering terjadi.
3. Gejala local, terkadang pasien datang dengan gejala atau tanda infiltrasi leukemia di
kulit, gusi, atau system saraf pusat. (Corwin, 2009)
VII. Penatalaksanaan
1. Kemoterapi
Terapi definitive leukemia akut adalah dengan kemoterapi sitotoksik
menggunakan kombinasi obat multiple. Obat sitotoksik bekerja dengan berbagai
mekanisme namun semuanya dapat menghancurkan sel leukemia. Tetapi dengan metode
ini beberapa sel normal juga ikut rusak dan ini menyebabkan efek samping seperti
kerontokan rambut, mual, muntah, nyeri pada mulut (akibat kerusakan pada mukosa
mulut), dan kegagalan sumsum tulang akibat matinya sel sumsum tulan. Salah satu
konsekuensi mayor dari neutropenia akibat kemoterapi adalah infeksi berat. Pasien harus
diterapi selama berbulan-bulan (AML) atau selama 2-3 tahun (ALL).
Menurut Suriadi (2006) dan Yuliani (2006), fase penatalakasanaan kemoterapi
meliputi tiga fase yaitu fase induksi, fase proflaksis, fase konsolidasi.
a. Fase Induksi
Dimulai 4-6 minggu setelah diagnose ditegakkan. Pada fase ini diberikan terapi
kortikosteroid (prednison), vincristin, dan L asparaginase. Fase induksi dinyatakan
berhasil jika tanda-tanda penyakit berkurang atau tidak ada dan dalam sumsum tulang
ditemukan jumlah sel muda kurang dari 5%.
b. Fase Profilaksis
Sistem saraf pusat, pada terapi ini diberikan metotreksat, cytarabine dan
hydrocortisone melalui intrathecal untuk mencegah invasi sel leukemia ke otak.
Terapi irradiasi cranial dilakukan hanya pada pasien leukemia yang mengalami
gangguan system saraf pusat.
c. Konsolidasi
Pada fase ini kombinasi pengobatan dilakukan untuk mempertahankan remisi dan
mengurangi jumlah sel-sel leukemia yang beredar dalam tubuh. Secara berkala,
mingguan atau bulanan dilakukan pemeriksaan darah lengkap untuk menilai respon
sumsum tulang terhadap pengobatan. Jika terjadi surpresi sumsum tulang, maka
pengobatan dihentikan sementra atau dosis obat dikurangi.
3. Resusitasi
Pasien yang baru didiagnosis leukemia akut biasanya berada dalam keadaan sakit
berat dan renta terhadap infeksi berat dan atau perdarahan. Prioritas utamanya adalah
resusitasi menggunakan antibiotic dosis tinggi intravena untuk melawan infeksi, transfusi
trombosit atau plasma beku segar (fresh frozen plasma) utuk mengatasi anemia.
Penggunaan antibiotic dalam situasi ini adalah tindakan yang tepat walaupun demam
yang terjadi ternyata merupakan akibat dari penyakit itu sendiri dan bukan akibat infeksi.
Lebih mudah menghentikan pemberian antibiotic daripada menyelamatkan pasien dengan
syok dan septicemia yang telah diberikan tanpa terapi antibiotik.
VIII. Komplikasi
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia.
3. Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah.
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping
agen kemoterapi.
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis.
7. Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia.
8. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi, radioterapi,
imobilitas.
4. Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan munta
Tujuan :
Tidak terjadi kekurangan volume cairan
Pasien tidak mengalami mual dan muntah
Intervensi :
Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional : untuk mencegah mual dan muntah
Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional : untuk mencegah episode berulang
Kaji respon pasien terhadap anti emetic
Rasional : karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional : bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional : karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional : untuk mempertahankan hidrasi
5. Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek samping agen
kemoterapi
Tujuan : pasien tidak mengalami mukositis oral
Intervensi :
Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional : untuk mendapatkan tindakan yang segera
Hindari mengukur suhu oral
Rasional : untuk mencegah trauma
Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa.
Rasional : untuk menghindari trauma
Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
Rasional : untuk menuingkatkan penyembuhan
Gunakan pelembab bibir
Rasional : untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional : karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional : agar makanan yang masuk dapat ditoleransi pasien
Inspeksi mulut setiap hari
Rasional : untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional : untuk membantu melewati area nyeri
Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional : dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi,
memperlambat penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional : untuk mencegah atau mengatasi mukositis
Berikan analgetik
Rasional : untuk mengendalikan nyeri
6. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia, malaise,
mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
Tujuan : pasien mendapat nutrisi yang adekuat
Intervensi :
Dorong keluarga untuk tetap rileks pada saat pasien makan
Rasional : jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan
muntah serta kemoterapi
Izinkan pasien memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan pasien meningkat
Rasional : untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
Rasional : untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
Izinkan pasien untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional : untuk mendorong agar pasien mau makan
Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional : karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional : kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk
menghilangkan produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam
mempertahankan masukan kalori dan protein yang adekuat
Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional : membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila
BB dan pengukuran antropometri kurang dari normal
7. Nyeri berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
Tujuan : pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima
pasien
Intervensi :
Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional : informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau
keefektifan intervensi
Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat akses
vena
Rasional : untuk meminimalkan rasa tidak aman
Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional : untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional : sebagai analgetik tambahan
Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional : untuk mencegah kambuhnya nyeri
Alimul Hidayat, Aziz. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika
Bulechek, Gloria et al. 2016.Nursing Interventions Clasification (NIC) 6th edition. Singapore :
Elsevier
Handayani, Wiwik & Hariwibowo, Andi Sulistyo. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan pada
Klien dengan Gangguan Sistem Hematologi. Jakarta: Salemba Medika .
Hidayat, Aziz Alimut. 2008. Pengantar Ilmu Anak untuk Pendidikan Kebidanan. Jakarta:
Salemba Medika.
Herdman, T. Heather. 2015. Nanda International Inc. Diagnosis Keperawatan : definisi dan
klasifikasi 2015-2017 edisi 10, editor, T. Heather Herdman, Shigemi Kamitsuru; alih
Bahasa, Budi Anna Keliat et.al; editor penyelaras,
Moorhead, Sue et al. 2016. Nursing Outcomes Clasifications (NOC) 5th edition. Singapore:
Elsevier
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. (H.
Hartanto, N. Susi, P. Wulansari, & D. A. Mahanani, Eds.) (6th ed.). EGC.
Smeltzer, C. S. (2013). Keperawatan Medikal Bedah (Handbook For Brunner & Suddarth’s of
Medical Surgical Nursing) Edisi 12. (Eka Anisa Mardela, Ed.) (12th ed.). EGC.
Wilkinson, J. M., & Ahern, N. R. (2009). Buku saku diagnosis keperawatan: Diagnosis
NANDA, intervensi NIC, Kriteria hasil NOC. In E. Wahyuningsih (Ed.) (9th ed.). Jakarta:
EGC.