Anda di halaman 1dari 29

13 Aspek Psikososial dalam Keperawatan

Dalam sebuah unit keperawatan ada berbagai teknologi


canggih dan aplikasi ilmu psikologi dalam keperawatan yang
mengelilinginya, dimana dengan alat-alat tersebut tentu saja
bisa menyelamatkan pasien, khususnya untuk pasien yang ada
dalam keadaan kondisi kritis.

Namun selain itu bisa juga di dalamnya menciptakan suatu


lingkungan asing dan juga mengancam adanya suatu
kehidupan. dengan adanya berbagai dukungan psikososial di
sekeliling keperawatan, bisa saja termasuk di dalamnya
membantu dalam sisi keperawatan di dalam rumah sakit dan
sebanding dengan penyakit yang dialami oleh pasien tersebut.

Jika kita artikan secara seksama melalui psikologi keperawatan,


psikososial bisa diartikan sebagai suatu perubahan yang muncul
di dalam kehidupan sebuah individu, baik di dalamnya yang
termasuk hal yang sifat psikologik ataupun adanya hubungan
sosial yang terdapat pengaruh hubungan timbal balik.

Ada juga yang mengkaitkannya dengan hubungan masalah


kejiwaan yang terjadi di dalam masyarakat dan tentu saja bisa
sangat mempengaruhi hubungan timbal balik, dnegan adanya
suatu perubahan sosial dan juga gejolak sosial di dalam
lingkungan masyarakat.
Di dalam keperawatan sendiri, psikososial bisa mencakup
kesehatan mental dan juga dari kesehatan jiwa, dengan
psikososial juga dapat membangun emosional dari pasien dan
juga perilaku yang bisa terlihat di dalamnya. diantara 13 aspek
psikososial dalam keperawatan adalah:

1. Peningkatan kepercayaan diri

Dalam sebuah keperawatan ada juga beberapa hal yang harus


dilakukan, diantaranya peningkatan kepercayaan diri tentang
kesembuhan pada pasien dan juga kepada yang merawatnya,
dengan aspek tersebut bisa membuat pasien dan juga yang
merawatnya menjadi lebih percaya atas kesembuhan yang akan
terjadi pada pasien.

2. Riwayat klien atau pasien

Dari adanya riwayat pasien bisa terlihat dari latar belakang, dan
juga tahap perkembangan yang terjadi dari penyakit yang
sedang dialami, adanya keyakinan budaya dan juga sisi spiritual
dan keyakinan mengenai kesehatanya pasien, akan membantu
paisen dalam kesembuhan dan juga dalam sisi keperawatannya.
Karena perkembangan kondisi juga termasuk ke dalam kajian
psikososial yang cukup penting termasuk di dalamnya
komponen kesehatan jiwa.
3. Penampilan dan perilaku motoric

Dari sisi perawat biasanya akan melakukan pengkajian dari


penampilan pasien, apakah sudah sesuai dengan usia, apakah
sesuai dengan apa yang sudah dikatakan oleh pasien, dan juga
mengalami kajian perilaku motoric yang terjadi, sehingga
dengan melakukan pengkajian cara bicara dapat diketahui
kualitas dan juga kuantitas dari setiap abnormalitas yang
terdapat di dalamnya.

4. Mood dan juga afek

Yang dimaksud mood disini adalah mengenai hal yang


berkaitan di dalamnya status emosional yang ada pada diri
pasien, mood juga memiliki peranan yang sangat penting
dalams ebuah aspek psikososial untuk efek sendiri adalah
ekspresi dari status emosional dari terlihatnya klien.

5. Proses berfikir

Dari proses berfikir ini bisa berhubungan dengan bagaimana


cara klien tersebut berfikir. Proses pikir ini juga bisa disimpulkan
dari cara klien tersebut mengutarakan isi fikirannya dari cara
bicara, dengan isi piker juga bisa terlihat dari ucapan klien yang
memang sebenarnya, untuk perawat sendiri bisa menyimpulkan
apakah hal-hal yang dikatakan oleh klien tersebut benar adanya
ataukah tidak. Dan juga apakah adanya keterkaitan antara ide
yang bisa disampaikan dan berkaitan satu sama lainnya.

6. Proses intelektual

Adanya orientasi pengenaan pada pasien, tempat dan juga


waktu mampu mengetahui tahun yang benar, dan dari
terdapatnya sebuah informasi mengenai tempat dan juga
waktu, yang di dalamnya biasa disebut sevagai terorinterasi.

7. Keterlibatan keluarga

Dengan adanya keterlibatan keluarga ini juga mamou


melibatkan keluarga dalam melakukan keperawatan, dan
sehingga bisa mennetukan dari sumber fisik, psikososial dan
juga dari pendidikan dari adanya pelayanan kesehatan yang
ada, selain itu juga dapat menentukan dari adanya
ketergantungan pasien pada keluarga yang mellaui umur dan
juga penyakit.

8. Kecemasan

Kecemasan bisa dikatakans ebagai salah satu aspek dari


psikososial keperawatan, dimana dalam suatu kecemasan
terdapat suatu perasaan yang tidak santai, ada juga rasa
ketidaknyamanan, perasaan takut yang bisa diikuti degan suatu
respon dengan suatu antisipasi bahaya.
9. Kepanikan

Dalam suatu tingkatan kepanikan bisa berhubungan dengan


sesuatu ketakutan dna terror di dlaamnya, rinciannya sendiri
bisa kita lihat dari kemampuan seseorang dalam melakukan
sesuatu hal. Sikap panic juga bisa memperlihatkan suatu
kepribadian dari siis keperawatan. Di dalamnya juga bisa terjadi
suatu peningkatan aktovitas motorik. Dan juga persepsi yang
menyimpan.

10. Hubungan social

Hubungan sosial juga disebut dengan kehidupan klien, dimana


tempat mengadu saat bicara, tempat meminta bantuan dan
juga adanya dukungan material maupun non material, dengan
adanya hubungan kelompok sosial ini juga bisa melihat sejauh
mana adanya perkembangan dari keperawatan pasien.

11. Pertimbangan fisiologis.

Dalam sisi psikososial, perawat diharuskan untuk menyertakan


adanya fungsi fisiologis, meskipun di dalamnya terdapat
pengkajian kesehatan fisik dan juga mengenai hal yang tidak
dapat diindikasikan, seperti di dalamnya mengenai hubungan
emosional, pola atur makan, pola tidur dan hal lainnya.
12. Sikap dan juga pendekatan perawat

Dari sisi psikososial hal ini tentu bisa sangat mempengaruhi dari
adanya pendekatan pada perawat, sehingga harus dilakukan
pendekatan agar tidak terjadi ketidaknyamanan diantara
perawat dan juga dari sisi klien atau pasien., sehinga akan
terdapat informasi yang tersampaikan dengan jelas.

13. Interaksi

Interaksi memang harus dilakukan dan merupakan elemen yang


sangat penting dalam aspek psikososial, karena dengan interaksi
yang baik akan terjalin juga hubungan social yang utuh dan
nyaman dari sisi perawat dan juga klien.

Dalam secara keseluruhannya manusia merupakan mahluk


psikososial yang bisa menerapkan secara unik tentang sebuah
sistem bagaimana cara melakukan interaksi yang baik, dalam hal
ini juga manusia bisa dan mampu mempertahankan dengan
melakukan keseimbangan di dalam hidupnya, adanya
keseimbangan tersebut juga bisa melakukan penyesuaian diri
dari lingkungannya, namun jika terjadi pada seseorang yang
sakit, dan orang tersebut gagal dalam melakukan pertahanan
keseimbangan untuk dirinya malah akan sulit melakukan
keseimbangan dengan lingkungan.
Sehingga memang harus dilakukan cara, agar aspek aspek yang
ada di dalam psikososial ini bisa terjalin dengan baik diantara
perawat dan juga pasien. termasuk adanya peran psikologi
dalam keperawatan yang sangat penting,

SEKSUALITAS DALAM KEPERAWATAN

1.1 Latar Belakang

Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan

manusia.Seksualitas di defenisikan sebagai kualitas manusia,

perasaan paling dalam, akrab, intim dari lubuk hati paling dalam,

dapat pula berupa pengakuan, penerimaan dan ekspresi diri

manusia sebagai mahluk seksual. Karena itu pengertian dari

seksualitas merupakan sesuatu yang lebih luas dari pada hanya

sekedar kata seks yang merupakan kegiatan fisik hubungan

seksual. Seksualitas merupakan aspek yang sering di bicarakan

dari bagian personalitas total manusia, dan berkembang terus

dari mulai lahir sampai kematian. Banyak elemen-elemen yang

terkait dengan keseimbangan seks dan seksualitas. Elemen-


elemen tersebut termasuk elemen biologis; yang terkait

dengan identitas dan peran gender berdasarkan ciri seks

sekundernya dipandang dari aspekbiologis. Elemen sosiokultural,

yang terkait dengan pandangan masyarakat akibat pengaruh

kultur terhadap peran dan kegiatan seksualitas yang dilakukan

individu. Sedangkan elemen yang terakhir adalah elemen

perkembangan psikososial laki-laki dan perempuan. Hal ini

dikemukakan berdasarkan beberapa pendapat ahli tentang

kaitannya antara identitas dan peran gender dari aspek

psikososial. Termasuk tahapan perkembangan psikososial yang

harus dilalui oleh oleh individu berdasarkan gendernya.

2.1 Konsep tentang seksualitas.

Seksualitas merupakan bagian integral dari kehidupan

manusia. Lingkup anseksualitas suatu yang lebih luas dari pada

hanya sekedar kata seks yang merupakan kegiatanhubungan fisik

seksual. Kondisi Seksualitas yang sehat juga menunjukkan

gambaran kualitas kehidupan manusia, terkait dengan perasaan


paling dalam, akrab dan intim yang berasal darilubuk hati yang

paling dalam, dapat berupa pengalaman, penerimaan dan

ekspresi dirimanusia.Seks adalah perbedaan badani atau biologis

perempuan dan laki-laki, yangseringdisebut jenis kelamin yaitu

penis untuk laki-laki dan vagina untuk perempuan.

Seksualitas menyangkut berbagai dimensi yang sangat

luas, yaitu dimensi biologis, sosial, perilaku dankultural.

Seksualitas dari dimensi biologis berkaitan dengan organ

reproduksi dan alatkelamin, termasuk bagaimana menjaga

kesehatan dan memfungsikan secara optimal organ reproduksi

dan dorongan seksual (BKKBN, 2006).

Seksualitas dari dimensi psikologis erat kaitannya dengan

bagaimana menjalankan fungsi sebagai mahluk seksual, identitas

peran atau jenis (BKKBN, 2006).Dari dimensi sosial dilihat pada

bagaimana seksualitas muncul dalam hubungan antar manusia,

bagaimana pengaruh lingkungan dalam membentuk pandangan


tentang seksualitas yang akhirnya membentuk perilaku seks

(BKKBN, 2006)

Dimensi perilaku menerjemahkan seksualitas menjadi

perilaku seksual, yaitu perilaku yang muncul berkaitan dengan

dorongan atau hasrat seksual (BKKBN, 2006).

2.2 Sikap terhadap kesehatan seksual.

Kesehatan seksual adalah kemampuan seseorang

mencapai kesejahteraan fisik, mental dan sosial yang terkait

dengan seksualitas, hal ini tercermin dari ekspresi yang bebas

namun bertanggung jawab dalam kehidupan pribadi dan

sosialnya misalnya dalam menjaga hubungan dengan teman atau

pacar dalam batasan yang diperbolehkan oleh norma dalam

masyarakat atau agama. Bukan hanya tidak adanya kecacatan,

penyakit atau gangguan lainnya. Kondisi ini hanya bisa dicapai

bila hak seksual individu perempuan dan laki-laki diakui dan

dihormati (BKKBN, 2006).


2.3 Perkembangan seksual.

- Masa Dewasa

Dewasa telah mencapai maturasi tetapi terus untuk

mengesplorasi dan menemukan maturasi emosional dalam

hubungan. Dewasa mudah secara tradisonal dipandang sebagai

berperan dalam melahirkan anak atau membesarkan anak. Model

ini menggambarkan sebagian besar orang dewasa. Keintiman

dan seksualitas juga merupakan masalah bagi orang dewasa

yang memilih untuk tidak melakukan hubungan seks, tetap

melajang karena pilihan sendiri atau karena situasi tertentu tetap

menginginkan aktivitas seksul, yaitu mereka yang melajang

setelah memutuskan hubungan, mereka yang homoseksual,

mereka yang tidak mempunyai anak berdasarkan pilihan, atau

mereka yang tidak mampu melahirkan anak. Sambil

mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa


yang secara seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respon

seksual yang memuaskan bagi pasangan mereka beberapa orang

dewasa mungkin hanya memerlukan isi untuk bereskperimen

dengan perilaku, pilihan atau keyakinan bahwa ekspresi seksual

selain dari senggama penis-vagina adlah normal. Orang dewasa

dapat didorong untuk mengungkapkan kepada pasangan

mereka tipe stimuli dan seksual atau kasih sayang yang dianggap

sebagai memuaskan. Pengenalan secara mutual tentang

keinginan dan preverensi dan negosiasi praktik seksual

mencetuskan ekspresi seksual yang positif. Penyuluhan

keagaman, nilai keluarga, dan sikap keluarga mempengaruhi

penerimaan terhadap sebagian bentuk stimulasi atau mungkin

akan mempunyai efek emosional residual seperti rasa bersalah

atau ansietas dan disfungsi seksual.

Pada akhir masa dewasa individu menyesuiakan diri

terhadap perubahan social dan emosi sejalan denga anak-anak

mereka meninggalkan rumah.pembaruan kembali keintiman


dapat memungkinkan atau diperlukan diantara pasangan.nmun

demikian salah sati atau kedua pasangan dapat mengalami

ancaman terhadap gambaran diri karena tubuh ltelah menua dan

mungkin berupaya untuk mencapai kemudaan melalui hubunga

seksual dengan pasangan yang jauh lbh muda.jika di inginkan

pasangan dapat di bantu untuk mennemukan sesuatu yang baru

atau kegairahan baru galam hubungan monogami yang

langgeng melalui percobaan posisi teknik seksual dan

penggunaan fantasi.

- Masa Dewasa Muda Dan Pertengahan Umur

Pada tahap ini perkembangan secara fisik sudah cukup

dengan ciri seks sekunder mencapai puncaknya, yaitu antara

umur 18-30 tahun. Pada masa pertengahan umur terjadi

perubahan hormonal: pada wanita ditandai dengan penurunan

estrogen, pengecilan payudara dan jaringan vagina, penurunan

cairan vagina selanjutnya akan tejadi penurunan reaksi ereksi.

Pada pria di tandai dengan penurunan ukuran penis serta


penurunan semen. Dari perkembangan psikososial, sudah mulai

terjadi hubungan intim antara lawan jenis proses pernikahan dan

memiliki anak sehingga terjadi perubahan peran.

- Masa dewasa tua

Perubahan yang terjadi pada tahap ini pada wanita di

antaranya adalah atropi pada vagina dan jaringan payudara,

penurunan cairan vagina, dan penurunan intensitas orgasme

pada wanita sedang akan pada pria akan mengalami penurunan

produksi sperma, berkurangnya intensitas orgasme,

terlambatnya pencapaian ereksi dan pembesaran kelenjar

prostat.

- Masa Dewasa Tua (Lansia)

Seksualitas dalam usia tua beralih dari penekanan pada

prokreasi menjdi penekanan pada pertemanan kedekatan fisik

komunikasi intim dan hubungan fisik mencari ksenangan

(Ebersole & Hess 1994).Tidak ada alasan bagi individu tidak dapat

tetap aktif secara seksual sepanjang mereka memilihnya. Hal ini


dapat secara teratur sepanjang hidup, terutama seks bagi wanita

hubungan senggama teratur membantu mempertahankan

elastisitas vagina mncegah atrofi dan mempertahankan

kemampuan untuk lubrikasi. Namun demikian proses penuaan

mempengaruhi perilaku seksual. Perubahan fisik yang terjadi

bersama proses penuaan harus dijelaskan kepada klien lansia.

Lansia mungkin juga menghadapi kekuatiran kesehatan yang

membuat sulit bagi mereka untuk melanjutkan aktifitas seksual.

dewasa yang menua mungkin harus menyesuaikan tindakan

seksual dan berespons terhadap penyakit kronis medikasi sakit

dan nyeri atau masalah kesehatan lainnya.

2.4 Respon seksual.

Siklus respon seksual normal terdiri dari empat tahap

yang terjadi berturut-turut. Normal pada umumnya mengacu


pada panjang siklus masing-masing fase, dan hasil bercinta yang

memuaskan. Empat tahapan siklus respon seksual:

1. Kegembiraan

2. Plateau

3. Orgasme

4. Resolusi

Keempat fase yang dialami oleh laki-laki dan perempuan,

meskipun waktu dan panjang durasi dari masing-masing

bervariasi antara kedua jenis kelamin. Selain itu, intensitas dari

masing-masing fase dapat bervariasi antara setiap orang, dan

antara laki-laki dan perempuan.

1. Fase kegembiraan adalah tahap pertama, yang dapat

berlangsung dari beberapa menitsampai beberapa jam.

Beberapa karakteristik dari fase kegembiraan meliputi:

a. Peningkatan ketegangan otot

b. Peningkatan denyut jantung

c. Perubahan warna kulit


d. Aliran darah ke daerah genital

e. Mulainya pelumasan Vagina

f. Testis membengkak dan skrotum mengencang

2. Fase plateau adalah fase yang meluas ke ambang orgasme.

Beberapa perubahan yang terjadi dalam fase ini meliputi :

a. Fase kegembiraan meningkat

b. Peningkatan pembengkakan dan perubahan warna vagina

c. Klitoris menjadi sangat sensitive

d. Testis naik ke dalam skrotum

e. Adanya peningkatan dalam tingkat pernapasan, denyut

jantung, dan tekanan darah

f. Meningkatnya ketegangan otot dan terjadi kejang otot

3. Fase orgasme adalah puncak dari siklus respons seksual,

dan merupakan fase terpendek, hanya berlangsung beberapa

detik.
Fase ini memiliki karakteristik seperti berikut:

a. Kontraksi otot tak sadar

b. Memuncaknya denyut jantung, tekanan darah, dan tingkat

pernapasan

c. Pada wanita, kontraksi otot vagina menguat dan kontraksi

rahim berirama

d. Pada pria, kontraksi otot panggul berirama dengan

bantuan kekuatan ejakulasi

e. Perubahan warna kulit ekstrem dapat terjadi di seluruh

tubuh

4. Tahap terakhir, yang disebut fase resolusi, adalah ketika

tubuh secara perlahankembali ke tingkat fisiologis normal.

Fase resolusi ditandai dengan relaksasi, keintiman,dan

seringkali kelelahan. Sering kali perempuan tidak memerlukan

faseresolusi sebelum kembali ke aktivitas seksual dan kemudian

orgasme, sedangkan laki-laki memerlukan waktu pemulihan


sebelum orgasme selanjutnya. Seiring pertambahan usia laki-laki,

panjang dari fase refraktori akan sering meningkat.

Disfungsi seksual yang paling umum pada pria adalah

ejakulasi dini. Masalah ini terjadi ketika ada pemendekkan fase

kegembiraan dan fase plateau. Dalam rangka untuk mencegah

ejakulasi dini, seorang pria harus belajar bagaimana

memperlambat fase kegembiraan dan fase plateau, yang dapat

dicapai hanya dengan teknik yang benar dan latihan.

2.5 Masalah yang berhubungan dengan seksualitas.

Adapun penyebab dari masalah seksualitas adalah antara lain:

1. Ketidaktahuan mengenai Seks.

Lebih dari 70% wanita di Indonesia tidak mengetahui

dimana letak klitorisnya sendiri. Sebuah hal yang sebenarnya

sangat penting tetapi tidak diketahui oleh banyak orang. Masalah

ketidaktahuan terhadap seks sudah betul-betul merakyat. Ini

berpangkal dari kurangnya pendidikan seks yang sebagian besar


dari antara masyarakat tidak memperolehnya pada waktu remaja.

Tidak jarang, pengetahuan seks itu hanyalah sebatas informasi,

bukan pendidikan. Itu terjadi karena mereka tidak mendapatkan

pendidikan seks di sekolah atau lembaga formal lainnya.

Akibatnya, keingintahuan soal seks didapatkannya dari

berbagai media. Untuk itu orang tua hendaknya memberikan

pendidikan soal sekskepada anak-anaknya sejak dini. Salah

satunya dengan memisahkan anak anaknya tidur dalam satu

kamar setelah berusia sepuluh tahun, sekalipun sama-sama

perempuan atau laki-laki. Demikian halnya dengan

menghindarkan anak-anaknya mandi bersama keluarga atau

juga teman temannya.

Orang tua harus menjawab jujur ketika anaknya bertanya

soal seks. Jawaban-jawaban yang diberikan hendaknya mudah

dimengerti dan sesuai dengan usia si anak. Karena itulah,

orangtua dituntut membekali dirinya dengan pengetahuan-

pengetahuan tentang seks. Terlebih lagi, perubahan fisik dan


emosi anak akan terjadi pada usia 13 ± 15 tahun pada pria dan 12

± 14 tahun pada wanita. Saat itulah yang dinamakan masa

pubertas yaitu masa peralihan dari masa anak-anak menjadi

remaja. Pada saat itu pula, mereka mulai tertarik kepada lawan

jenisnya.

Masa remaja merupakan masa yang penuh gejolak serta

penuh keingintahuan dan petualangan akan hal-hal baru sebagai

bekal untuk mengisi kehidupan mereka kelak. Sayangnya, banyak

di antara mereka tidak menyadari beberapa pengalaman yang

tampaknya menyenangkan justru dapat menjerumuskan. Rasa

ingin tahu para remaja kadang-kadangkurang disertai

pertimbangan rasional akan akibat lanjut dari suatu perbuatan.

Itu pun terjadi akibat kurangnya kontrol orang tua dan minimnya

pendidikan seks dari sekolah atau lembaga formal lainnya.

2. Kelelahan
Rasa lelah adalah momok yang paling menghantui

pasangan pada jaman ini dalam melakukan hubungan seks.

Apalagi dengan meningkatnya tuntutan hidup, sang wanita harus

ikut bekerja di luar rumah demi mencukupi kebutuhan sehari-

hari. Pada waktu suami istri pulang dari kerja, mereka akan

merasa lelah. Dan pasangan yang sedang lelah jarang merasakan

bahwa hubungan seks menarik minat. Akhirnya mereka memilih

untuk tidur. Kelelahan bisa menyebabkan bertambahnya usaha

yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan lawan jenis dan

merupakan beban yang membuat kesal yang akhirnya bisa

memadamkan gairah seks.

3. Konflik

Sebagian pasangan memainkan pola konflik merusak

yang berwujud sebagai perang terbuka atau tidak mau berbicara

sama sekali satu sama lain. Konflik menjadi kendala hubungan

emosional mereka. Bahkan ini bisa menggeser proses foreplay.


Pasangan dapat mempertajam perselisihan mereka dengan

menghindari seks atau mengeluarkan ungkapan negatif atau

membandingkan dengan orang lain, yang sangat melukai

perasaan pasangannya. Kemarahan dan kecemasan yang tidak

terpecahkan bisa menyebabkan sejumlah masalahseksual antara

lain masalah ereksi, hilang gairah atau sengaja menahan diri

untuk tidak bercinta. Perbedaan antara satu orang dan lainnya

biasanya tidak baik dan tidak juga buruk.Jadi haruslah dipandang

hanya sebagai perbedaan. Kemarahan, ketegangan atau

perasaan kesal akan selalu menghambat gairah seks.

4. Kebosanan

Seperti halnya menggosok gigi atau menyetel alarm jam,

seks bisa dianggap seperti “kerja malam”. Hubungan seks yang

rutin sebelum tidur sering menjadi berlebihan sampai kesuatu

titik yang membosankan. Yang mendasari rasa bosan itu adalah

kemarahan yang disadari atau tidak disadari karena harapan anda


tidak terpenuhi. Masalah ini diderita oleh kebanyakan pasangan

yang sudah hidup bersama bertahun-tahun. Sebagian pasangan

yang sudah hidup bersama untuk jangka waktu yang lama

merasa kehilangan getaran kenikmatan yang datang ketika

melakukan hubungan seks dengan pasangan yang baru. Orang

demikian melihat rayuan penguat ego, dibandingkan bila

bersenggama dengan mitra baru.

2.6 Seksualitas dalam keperawatan.

1. Pengkajian

Katagori :

a) klien menerima pelayanan kesehatan untuk kehamilan, dll,

atau PMS

b) klien yang sakit atau dalam mendapat terapi yang

kemungkinan dapatmempengaruhi fungsi seksualnya

c) klien yang secara jelas mempunyai masalah seksual


Pengkajian seksual mencakup:

a) Riwayat Kesehatan

· Seksualpertanyaan masa lalu atau tidak mengetahui

apakahklien mempunyai masalahkekhawatiran seksual.

b) PengkajianFisik

· inspeksi dan palpasi

c) Identfkasi klien yang beresiko

Misalnya :

a. adanya gangguan struktur atau fungsi tubuh akibat

trauma, dll

b. riwayat pnganiayaan seksual.

c. kondisi yang tidak menyenangkan

d. terapi medikasi spesifik yang dapat menyenangkan masalah

seksual.

e. gangguan aktivitas fisik sementara maupun permanen

f. konflik nilai-nilai antara kepercayaan pribadi dengan aturan

religi.
2. Diagnosa Keperawatan

a. Perubahan pola seksualitas berhubungan dengan (b.d)

· Ketakutan kehamilan

· Efek antihipertensi

· Depresi perpisahan dengan perceraian

b. Disfungsi seksual b.d

· edera medulla spinalis

· penyakit kronis

· nyeriansietas mengenai penempatan di RSc.

c. Gangguan Citra tubuh b.d

· efek masektomi

· disfungsi seksual

· perubahan pasca persalinan


d.Ganguan harga diri b.d

· kerentanan yang dirasakan setelah mengalami serangan

infrak miokardium

· pola penganiayan ketika masih kecil

3. Perencanaan

Tujuan yang dicapai mencakup :

a. mempertahankan, memperbaiki, atau meningkatkan kesehatan

seksual

b. meningkatkan pengtahuan seksualitas dan kesehatan

c. mencegah PMS

d. mecegah kehamilan yang tidak diinginkan

e. meningkatkan kepuasan terhadap tingkat fungsi seksual

f.memperbaiki konsep seksual diri

4. Implementasi
Proses kesehatan seksual

a. perawat : keterampilan komuniksi yang baik

b. Topik tentang penyuluhan tergantung

c. karakteristik dan faktor yang berhubungn

d. Rujukan mungkin diperlukan

5. Evaluasi

a. Evaluasi tujuan yang telah ditentukan dalam perencanaan

b. Klien, pasangan perawat mungkin harus mengubah harapan

atau menetapkan jangka waktu yang lebih sesuai untuk

mencapai tujuan yang ditetapkan

c. Komunikasi terbuka dan harga diri yang positif dalam artian

penting.

Anda mungkin juga menyukai