Anda di halaman 1dari 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Zakat merupakan bagian rukun islam yang ketiga dan zakat terdiri dari dua macam
yaitu zakat harta benda dan zakat badan. Di Indonesia yang mana merupakan penduduk
muslim terbesar di dunia namun sampai sekarang masyarakat muslim kekurangan baik dari
sektor pelayanan umum dan kesejahteraan. Seandainya muslim di Indonesia menunaikan
zakat bukan tidak mungkin dari pengelolaan zakat yang tepat bisa membangun muslim
Indonesia yang lebih baik dan sejahtera.

Sementara jika wakaf bisa terlaksana dengan baik di Indonesia bisa saja negara ini tidak
lagi kekurangan di bidang pelayanan umum dan muslim tidak harus kebingungan mencari
dana untuk melengkapi sarana umum atau tempat ibadah.

B. Rumusan Masalah

Zakat

1. Apa arti dan definisi zakat?


2. Apa saja prinsip-prinsip zakat?
3. Apa saja tujuan zakat?
4. Apa saja hikmah zakat?
5. Apa saja syarat-syarat zakat?
6. Apa saja macam-macam zakat?
7. Siapa yang berhak menerima zakat?
8. Bagaimana pengaturan zakat dalam al-Quran?
9. Bagaimana pengelolaan zakat di Indonesia?
10. Bagaimana prosedur dan pengelolaan zakat fitrah dan zakat mal?
11. Apa itu BAZNAS?
12. Apa itu LAZNAS?

Wakaf

1. Apa definisi wakaf?


2. Apa saja tujuan wakaf?

1
3. Apa saja syarat-syarat wakaf?
4. Bagaimana administrasi wakaf di Indonesia?
5. Bagaimana pengelolaan wakaf yang dilakukan oleh KUA?
6. Bagaimana hukum wakaf tunai dalam perundang-undangan wakaf?

C. Tujuan Penelitian

Zakat

1. Mengetahui arti dan definisi zakat.


2. Mengetahui prinsip-prinsip zakat.
3. Mengetahui tujuan zakat.
4. Mengetahui hikmah zakat.
5. Mengetahui syarat-syarat zakat.
6. Mengetahui macam-macam zakat.
7. Mengetahui siapa pemerima zakat.
8. Mengetahui pengaturan zakat dalam al-Quran.
9. Mengetahui pengelolaan zakat di Indonesia.
10. Mengetahui prosedur dan pengelolaan zakat fitrah dan zakat mal.
11. Mengetahui apa itu BAZNAS.
12. Mengetahui apa itu LAZNAS.

Wakaf

1. Mengetahui definisi wakaf.


2. Mengetahui tujuan wakaf.
3. Mengetahui syarat-syarat wakaf.
4. Mengetahui administrasi wakaf di Indonesia.
5. Mengetahui pengelolaan wakaf oleh KUA.
6. Mengetahui hukum wakaf tunai dalam perundang-undangan wakaf.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ZAKAT
1. Arti dan Definisi Zakat

Perkataan zakat berasal dari kata zaka, artinya tumbuh dengan subur. Makna lain kata
zaka, sebagaimana digunakan dalam al-quran adalah suci dari dosa (M. Moh. Ali, 1977:
311). Dalam kitab-kitab hukum islam, perkataan zakat itu diartikan dengan suci, tumbuh,
dan berkembang serta berkah. Dan jika pengertian itu dihubungkan dengan harta, maka
menurut ajaran islam, harta yang dizakati itu akan tumbuh berkembang, bertambah karena
suci dan berkah (membawa kebaikan bagi hidup dan kehidupan yang punya harta.

Jika dirumuskan, zakat adalah bagian dari harta yang wajib diberikan oleh setiap
muslim yang memenuhi syarat kepada orang-orang tertentu, dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat-syarat tertentu itu adalah nisab, haul dan kadar-Nya. Menurut hadits, yang berasal
dari Ibnu Abbas, ketika Nabi Muhammad mengutus Mu’az bin Jabal ke Yaman untuk
mewakili beliau menjadi gubernur disana, antara lain Nabi menegaskan bahwa zakat adalah
harta yang diambil dari orang-orang kaya untuk disampaikan kepada yang berhak
menerimanya, antara lain fakir miskin.

2. Prinsip-Prinsip Zakat

Menurut M.A. Mannan dalam bukunya Islami Economic Theory and Practice (Lahore,
1970 : 285), zakat mempunyai enam prinsip, yaitu prinsip keyakinan keagamaan (faith),
prinsip pemerataan (equity) dan keadilan, prinsip produktivitas (productivity) dan
kematangan, prinsip nalar (reason), prinsip kebebasan (freedom), prinsip etik (ethic) dan
kewajaran.

Prinsip keyakinan keagamaan menyatakan bahwa orang yang membayar zakat yakni
pembayaran tersebut merupakan salah satu manifestasi kekayaan agama-nya, sehingga
kalau orang yang bersangkutan belum menunaikan zakatnya, belum merasa sempurna
ibadahnya. Prinsip pemerataan dan keadilan cukup jelas menggambarkan tujuan zakat yaitu
membagi lebih adil kekayaan yang telah diberikan Tuhan kepada umat manusia. Prinsip
produktivitas dan kematangan menekankan bahwa zakat memang wajar harus dibayar

3
karena milik tertentu telah menghasilkan produk tententu. Dan hasil (produksi) tersebut
hanya dapat dipungut setelah lewat jangka waktu satu tahun yang merupakan ukuran
normal memperoleh hasil tertentu. Prinsip nalar dan kebebasan menjelaskan bahwa zakat
hanya dibayar oleh orang yang bebas dan sehat jasmani dan rohaninya, yang merasa
mempunyai tanggung jawab untuk membayar zakat untuk kepentingan bersama. Zakat
tidak dipungut dari orang yang sedang dihukum atau orang yang menderita sakit jiwa.
Akhirnya prinsip etik dan kewajaran menyatakan bahwa zakat tidak akan diminta secara
semena-mena tanpa memperhatikan akibat yang ditimbulkannya. Zakat tidak mungkin
dipungut, kalau karena pemungutan itu orang yang membayarnya justru akan menderita
(Mubyarto, 1986 : 33).

3. Tujuan Zakat

Yang dimaksud tujuan zakat dalam hubungan ini adalah sasaran praktiknya. Tujuan
tersebut antara lain:

- Mengangkat derajat fakir miskin dan membantunya keluar dari kesulitan hidup serta
penderitaan.
- Membantu pemecahan permasalahan yang dihadapi oleh para gharimin, Ibnu Sabil dan
Mustahiq lainnya.
- Membentangkan dan membina tali persaudaraan sesama umat islam dan manusia pada
umumnya.
- Menghilangkan sifat kikir.
- Membersihkan sifat dengki dan iri dari hati orang-orang miskin.
- Menjembatani jurang pemisah antara yang kaya dengan yang miskin dalam suatu
masyarakat.
- Mengembangkan rasa tanggung jawab sosial pada diri seseorang, terutama pada
mereka yang mempunyai harta.
- Mendidik manusia untuk berdisiplin menunaikan kewajiban dan mnyerahkan hak orang
lain yang apa adanya.
- Sarana pemerataan pendapatan (rezeki) untuk mencapai keadilan sosial.

4
4. Hikmah Zakat

Zakat sebagai lembaga islam yang mengandung hikmah yang bersifat rohaniah dan
filosofis, hikmah itu digambarkan dalam berbagai ayat al-quran (2:261, 2:267, 9 103,
30:39) dan al-hadits. Diantaranya hikmah-hikmah itu adalah:

- Mensyukuri karunia ilahi, menumbuh suburkan harta dan pahala serta membersihkan
diri dari sifat-sifat kikir, dengki, iri serta dosa.
- Melindungi masyarakat dari bahaya kemiskinan dan akibat kemelaratan.
- Mewujudkan rasa solidaritas dan kasih sayang antara sesama manusia.
- Manifestasi kegotongroyongan dan tolong menolong dalam kebaikan dan takwa.
- Mengurangi kefakirmiskinan yang merupakan masalah sosiall.
- Membina dan mengembangkan stabilitas sosial salah satu jalan mewujudkan keadilan
sosial.

5. Syarat-Syarat Zakat

Menurut para ahli hukum islam, ada beberapa syarat yang harus dipenuhi agar kewajiban
zakat dapat dibebankan pada harta yang dipunyai oleh seorang muslim. Syarat-syarat itu
adalah:

a. Pemilikan yang pasti, artinya sepenuhnya berada dalam kekuasaan yang punya, baik
kekuasaan pemanfaatan maupun kekuasaan menikmati hasilnya.
b. Berkembang, artinya harta itu berkembang baik secara alami berdasarkan sunatullah
maupun bertambah karena ikhtiar atau usaha manusia.
c. Melebihi kebutuhan pokok, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi
kebutuhan pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai
manusia.
d. Bersih dari hutang, artinya harta yang dipunyai oleh seseorang itu melebihi kebutuhan
pokok yang diperlukan oleh diri dan keluarganya untuk hidup wajar sebagai manusia.
e. Mencapai nisab, artinya mencapai jumlah minimal yang wajib dikeluarkan zakatnya.
f. Mencapai haul, artinya harus mencapai waktu tertentu pengeluaran zakat, biasanya dua
belas bulan atau setiap kali setelah menuai atau panen (Abdullah Nasih Ulwan, 1985:
9-15).

5
6. Macam-Macam Zakat

Zakat terdiri atas:

1) Zakat mal atau zakat harta adalah bagian dari harta kekayaan seseorang (juga dalam
hukum) yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang-orang tertentu setelah dipunyai
selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu. Pada umumnya didalam
kitab-kitab hukum fiqh islam harta kekayaan yang wajib dizakati atau dikeluarkan
zakatnya digolongkan ke dalam kategori emas, perak, dan uang (simpanan), barang
yang diperdagangkan, hasil peternakan, hasil bumi, hasil tambang dan barang temuan.
Masing-masing kelompok itu berbeda nisab dan kadarnya.
2) Zakat fitrah adalah pengeluaran wajib dilakukan oleh setiap muslim yang mempunyai
kelebihan dari keperluan keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul Fitri,
sebagai tanda syukur kepada Allah telah selesai menunaikan ibadah puasa. Zakat fitrah
ini, selain dari untuk menggembirakan hati fakir miskin pada hari raya Idul Fitri, juga
dimaksudkan untuk menyuci-bersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika
melaksanakan puasa Ramadhan (al-Hadits), agar orang itu benar-benar kembali kepada
keadaan fitrah, suci seperti ketika dilahirkan ibunya. Orang islam yang mempunyai
bahan makanan pokok lebih dari dua setengah kg pada waktu itu, wajib membayar
zakat fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar membelanjakan hartanya untuk
kepentingan orang lain, kendatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu ia berhak
menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusuf al-
Qardhawi, A.A Basyir, 1975 : 51-52).

7. Penerima Zakat

Mengenai penerima zakat dapat dibagi ke dalam dua kategori, yaitu yang berhak dan yang
tidak berhak menerima zakat sebagaimana yang akan diuraikan berikut ini:

1) Yang berhak menerima zakat


Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan al-Quran surat 9 (at-taubah ayat 60,
adalah fakir miskin, amil, muallaf, riqab, gharim, sabilillah, dan ibnussabil.
2) Yang tidak berhak menerima zakat
Yang tidak boleh menerima zakat adalah kelompok orang-orang berikut yaitu
keturunan Nabi Muhammad berdasarkan hadits Nabi sendiri, kelompok orang kaya,
keluarga Muzakki yakni keluarga orang-orang yang wajib mengeluarkan zakat, orang

6
yang sibuk beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya sendiri tetapi melupakan
kewajiban mencari nafkah untuk diri dan keluarga dan orang-orang yang menjadi
tanggungannya, dan orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajaran
agama, mereka disebut maulid atau atheis.

8. Pengaturan Zakat dalam Al-Quran


Tidak kurang dari 82 kali Allah menyebut zakat beriringan dengan shalat dalam
aI-Quran. Apabila shalat dinilai sebagai seutama utamanya ibadah badaniyah, maka
zakat adalah sentama utamanya Ibadah maliyyah. Kewajiban zakat tidak bisa
dipisahkan dari shalat. Ketika Umar ibn khattab berusaha mengemukakan pendapatnya
kepada khalifah Abu Bakar untuk membedakan dua ibadah ini, sang khalifah langsung
marah. Ia menyatakan sikapnya untuk memerangi orang yang membangkang
membayar zakat. Sikap "keras" Abu Bakar untuk memerangi orang yang enggan
membayar zakat memang terbukti dalam sejarah Islam. Abu Bakar kelihatannya
menganalogikan antara kewajiban membayar zakat dengan shalat. Apabila dalam
hadits dikatakan bahwa "shalat merupakan tiang agama, barang siapa yang
melaksanakannya ia menegakkan agama, dan barang siapa yang meninggalkan shalat
ia telah merusak agama", maka kewajiban zakat bisa pula dianalogikan sebagai berikut;
zakat merupakan tiang agama dan barang siapa yang melaksanakannya ia menegakkan
agama, dan barang siapa yang meninggalkan zakat ia telah merusak agama".
Tindakan Abu Bakar yang menganalogikan shalat dan zakat serta memerangi
orang yang tidak membayar zakat, tentu saja berimplikasi secara luas. Zakat bukan
hanya dipahami sebagai kewajiban yang semata-mata terserah kepada kesadaran
seseorang atau tidak, tetaapi zakat juga merupakan hak orang miskin yang masih berada
di tangan orang kaya. Oleh karena itu, apabila ada orang yang enggan membayar zakat
padahal dia mampu, maka harus ”dipaksa" untuk diambil dan kemudian diberikan
kepada orang miskin. Hal ini sejalan dengan ketentuan yang dimuat dalam Al-quran
surat al-Dzariyat ayat 19, “dan pada harta kekayaan mereka ada hak bagi golongan
miskin, baik yang meminta maupun yang tidak meminta".
Apa yang telah dilakukan Abu Bakar mengenai pemungutan zakat setidak-
tidaknya memberi alasan untuk masuknya unsur kekuasaan dalam pemungutan zakat.
Pemerintah yang berkuasa, bertindak mewakili kepentingan masyarakat untuk me-
ngambil haknya, kemudian diberikan kepada yang berhak. Ahmad Azhar Basyir

7
(1980:39) mengatakan, pihak pemerintah itu se-bagai ”wali pihak fakir miskin untuk
mengambil harta orang kaya”.
Campur tangan kekuasaan (negara) dalam pemungutan zakat dikarenakan zakat
bukan suatu kewajiban individual semata, akan tetapi perlu dipandang sebagai suatu
sistim penertiban sosial. Oleh karena itu, diperlukan suatu badan administrasi yang
secara khusus mewakili penguasa dalam mengelola zakat.
Dalam al-Quran surat al-Hasyr ayat 7 dinyatakan, "hendaknya harm kekayaan
tidak terkonsentrasi di kalangan orang-orang kaya (saja)”. Ayat ini merupakan
kelanjutan dari fungsi sosial zakat. Oleh karera itu, agar harta orang kaya itu betul-betul
diterima Iangsung oleh orang yang berhak, pengelolaan zakat tidak dilakukan secara
perorangan, melainkan dilakukan oleh negara dengan lembaga khusus yang
menanganinya.
9. Pengelolaan Zakat di Indonesia

Mengapa pemerintah perlu ikut campur untuk mengurusi zakat ? Selain


mengacu kepada landasan yuridis surat al-Taubah ayat 103, juga karena zakat (di
Indonesia) ditempatkan sebagai bagian dari hukum publik, bukan hukum private
Sehingga Pemerintah ikut terlibat di dalamnya.

Meskipun kedua bentuk hukum ini, secara tegas hampir sulit dibedakan, namun
pandangan bahwa zakat ditempatkan sebagai hukum publik akan menegaskan bahwa
zakat tidak hanya dikeluarkan berdasarkan kerelaan (saja), akan telapi perlu dipaksa
oleh kekuasaan.

Oleh karena zakat menjadi urusan publik, maka pemerintah pada tahun 1999
segera mengeluarkan Undang-undang Nomor 38 tentang Pengelolaan Zakat.
Pembentukan undang-undang ini sebetulnva sudah cukup lama disiapkan. Pertama
sekali diusulkan oleh Menteri Agama Mukti Ali tahun 1967. la mengajukan RUU Zakat
kepada DPRGR, Mensos, dan Menkeu. Tujuan diberikannya RUU ini kepada Mensos,
agar memberikan saran dan tanggapan khususnya mengenai kegunaan, kepentingan,
dan tujuan sosialnya. Sedangkan usul diberikan kepada Depkeu agar memberi saran
mengenai pengalamannya mengenai keuangan dan wewenangnya dalam penentuan
fiscal.

Tetapi Departemen Sosial tidak memberikan masukan terhadap RUU tersebut.


Hanya Depkeu yang memberikan saran. bahwa zakat tidak perlu diatur dengan undang-

8
undang, tetapi cukup diatur oleh Menteri Agama, sampai akhirnya Menag
mengeluarkan Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 4/1968 tanggal 15 Juli 1968
tentang pembentukan Badan Amil Zakat (BAZ) pada tingkat desa dan kecamatan di
Indonesia. Kemudian disusul dengan SKB Menag dan Mendagri Nomor 29 tahun
1991/47 tahun 1991 tentang Pembinan Bazis.

Dalam pasal 1 SKB tersebut dinyatakan bahwa yang di maksud dengan Bazis
ialah Lembaga Swadaya Masyarakat yang mengelola penerimaan, pengumpulan,
penyaluran dan pemanfaatan zakat, infaq dan shadaqah secara berdayaguna dan
berhasil guna.

Pengaturan mengenai pengelolaan zakat baru dapat diwujudknn pada tahun


1999, pada saat Indonesia di pimpin oleh presiden Habibie. Meskipun banyak pengamat
yang berspekulasi tentang kehadiran Undang-undang Pengelolaan Zakat sebagai bagian
dari manuver Habibie, namun berbagai kalangan akhirnya menerima Undang-undang
ini sebagai kado dari presidenHabibie. Undang-undang tentang zakat itu kemudian
menjadi UU Nomor 38 tahun 1999 tentang PengeloIaan Zakat.

10. Prosedur dan Pengelolaan Zakat Fitrah dan Zakat Mal


a. zakat Harta (zakat mall)

Pada umumnya dalam kitab-kitab hukum (fiqih) islam, harta kekayaan yang
wajib dizakati atau dikeluarkan zakatnya digolongkan kedalam beberapa kategori ; (1)
emas, perak, dan uang (simpanan), (2) barang yang di perdagangkan, (3) hasil
peternakan), (4) hasil bumi, dan (5) hasil tambang serta barang temuan. Masing-masing
kelompok itu berbeda nisab, haul, dan kadar zakatnya.

Penerima Zakat

Penerima zakat (harta) dapat dibagi ke dalam dua kategorl, yaitu yang berhak
dan yang tidak berhak menerima zakat sebagaimana yang akan diuraikan berikut.

Yang berhak menerima zakat menurut ketentuan Qs 9:60 ; adalah (1) faklr. (2)
ml§kin. (3) amil (orang yang mengurus zakat). (4) muallaf (orang bang masuk Islam

9
yang masih lemah imannya). (S) riqab (hamba Sahaya atau budak belian). (6) gharim
(orang yang berutang). (7) sabilillah artinya jalan Allah. Maknanya adalah segala usaha
yang baik yang dilakukan untuk kepemingan agama dan ajaran Islam. dan (8) ibnussabil
(orang yang kehabisan biaya dalam perjalanan yang bermaksud baik).

Penjabaran rumusan kedelapan golongan tersebut dilakukan oleh manusia yang


memenuhi syarat untuk berijtihad dalam berbagai aliran hukum Islam. Oleh karena itu,
kadangkala rumusannya berbeda. Di Indonesia, tidak ada riqab dalam pengertian
semula, oleh karena itu diisi dengan pengertian baru yaitu pembebasan manusia dari
"perbudakan" lintah darat: pengijon dan nentenir.

Perumusan tentang penerima zakat yang lain juga disesuaikan dengan keadaan
di Indonesia dan perkembangan masa kini. Ayat al-Qur'an tersebut di atas (Qs 9:60)
hanya menyebut kelompok-kelompok masyarakat yang berhak menerima zakat. yang
dalam istilah hukum (fikih) Islam disebut ashnaf samaniyah atau kelompok delapan.
Perumusan dan pengaturan pembagiannya lebih lanjut diserahkan kepada-ijtihad
manusia, sesuai dengan perkembangan dan kebutuhan serta kemaslahatan masyarakat
(Marsekan Fatawi, 1986: 17).

Jika delapan golongan atau kelompokyag disebutkan dalam Qs 9:60 itu


dikelompokkan lagi, akan terdapat tiga hak dalam zakat. Hak-hak itu adalah: (1) hak
fakir-miskin, (2) hak masyarakat, dan (3) hak Allah.

Hak fakir-miskin (1) memrupakan hak yang esensial dalam zakat karena Tuhan
telah menegaskan bahwa dalam harta kekayaan dan pendapatan seseorang, ada hak
orang-orang miskin (Qs 70:24-25), baik yang meminta-minta maupun Yang diam-diam
saja. Hak masyarakat (2) juga terdapat dalam zakat, karena harta kekayaan yang
diperoleh seseorang, sesungguhnya berasal dari masyarakat juga terutama kekayaan
yang diperoleh melalui perdagangan dan badan-badan usaha. Hak masyarakat itu harus
dikembangkan kepada masyarakat terutama melalui saluran sabilillah. Dalam harta
kekayaan seseorang terdapat hak masyarakat(Qs 51 :19). Hak Allah (3), karena
sesungguhnya harta kekayaan seseorang itu adalah hak milik mutlak Allah, yang
diberikan kepada seseorang, untuk dinikmati, .dimanfaatkan, dan diurus sebaik-
baiknya. Menyebutkan zakat sebagai hak Allah adalah mendudukkan zakat sebagai
ibadah khassah (ibadah khusus) yang harus dilaksanakan dengan ikhlas dalam rangka
melaksanakan perintah Allah (Yusuflal-Qardhawi, A.A Basyir, 1975;44-45).

10
Yang tidak berhak menerima zakat adalah kelompok orang-oran berikut: (a)
keturunan Nabi Muhammad SAW, berdasarkan Hadits Nabi sendiri. (b) kelompok
orang kaya, (c). keluarga muzakki, yakni keluarga orang-orang yang wajib
mengeluarkah zakat. (Menurut pendapat para ahli, mereka itu adalah keluarga muzakki
yang bersangkutan dalam garis lurus ke atas dan ke bawah); (d) orang yang sibuk
beribadah sunnat untuk kepentingan dirinya sendiri, tetapi melupakan kewajibannya
mencari nafkah untuk diri dan keluarga serta orang-orang yang menjadi
tanggungannya; (e) orang yang tidak mengakui adanya Tuhan dan menolak ajaran
agama, yang disebut mulhid atau atheis (Abdullah Nasih Ulwan, 1986: 70-74, Pedoman
Zakat (3), 1982:35-38).

b. Zakat Fitrah

Zakat fitrah adalah pengeluaran yang wajib dilakukan oleh setiap muslim yang
mempunyai kelebihan danri nafkah keluarga yang wajar pada malam dan hari raya Idul
Fitri, sebagai tanda syukur kepada Allah karena telah selesai menunaikan ibadah puasa.
Zakat fitrah ini, selain untuk menggembirakan hati fakirmiskin pada hari raya Idul Fitri,
juga dimaksudkan untuk menyuci bersihkan dosa-dosa kecil yang mungkin ada ketika
melaksanakan puasa Ramadan (al-Hadits), agar orang itu benar-benar kembali kepada
keadaan fitrah, suci seperti ketika dilahirkan. Orang islam yang mempunyai bahan
makanan pokok lebih dari dua setengah kilogram pada waktu itu, wajib membayar
zakat fitrah sebagai upaya pendidikan agar orang gemar membelanjakan hartanya untuk
kepentingan orang lain, kendatipun setelah mengeluarkan zakat fitrah itu, ia berhak
menerima bagian yang mungkin lebih besar dari yang dikeluarkannya (Yusufal-
Qardhawi, A.A. Basyir, 1975:51-52).

11. Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Badan Amil Zakat adalah lembaga pengelola zakat yang didirikan oleh pemerintah
yang didirikan atas usul Kementrian Agama dan disetujui oleh Presiden. Kantor pusat dari
lembaga zakat ini berkedudukan di ibukota negara. Keanggotaan BAZNAS terdiri atas 11
orang anggota yakni delapan orang dari unsur masyarakat (ulama, tenaga profesional, dan
tokoh masyarakat islam) dan tiga orang dari unsur pemerintah (ditunjuk dari
kementrian/instansi yang berkaitan dengan pengelola zakat).

Tugas dari BAZ :

11
1. Menyelenggarakan tugas administratif dan teknis pengumpulan, pendistribusian dan
pendayagunaan zakat.
2. Mengumpulkan dan mengelola data yang diperlukan untuk menyusun rencana
pengelolaan zakat.
3. Menyelenggarakan tugas penelitian dan pengembangan, komunikasi informasi, dan
edukasi pengelolaan zakat (tingkat nasional dan provinsi).

12. Lembaga Amil Zakat Nasional (LAZNAS)

Lembaga Amil Zakat merupakan lembaga pengelola zakat yang dibentuk oleh swasta
atau diluar pemerintah. LAZ adalah institusi pengelolaan zakat yang sepenuhnya dibentuk
atas prakarsa masyarakat dan oleh masyarakat yang bergerak di bidang dakwah,
pendidikan, sosial dan kemaslahatan umat islam. Lembaga Amil Zakat ini dikukuhkan,
dibina, dan dilindungi oleh pemerintah. Dalam melaksanakan tugasnya LAZ memberikan
laporan kepada pemerintah sesuai dengan tingkatannya. Pengukuhan Lembaga Amil Zakat
dilakukan oleh pemerintah atas usul LAZ yang telah memenuhi persyaratan pengukuhan
dilaksanakan setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian persyaratan.

LAZ sendiri memiliki forum antar lembaga amil zakat yang mana forum ini memiliki
fungsi untuk saling bertukar fikir antar lembaga zakat dan membahas tentang bagaimana
perkembangan zakat di Indonesia. Adapun syarat-syarat dapat didirikannya LAZ adalah
sebagai berikut:

1. Berbadan hukum
2. Memiliki data muzakki, dan mustahik
3. Memiliki program kerja
4. Melampirkan surat pernyataan bersedia di audit

B. WAKAF
1. Definisi Wakaf

Perkataan waqf, yang menjadi wakaf dalam bahasa Indonesia, berasal dari kata kerja
bahasa Arab waqafa yang berarti menghentikan, berdiam di tempat atau menahan sesuatu.
Pengertian menahan sesuatu dihubungkan dengan harta kekayaan adalah yang dimaksud

12
dengan wakaf dalam uraian ini. Karena itu, wakaf artinya menahan sesuatu benda untuk
diambil manfaatnya sesuai dengan ajaran islam. Para mujtahid berbeda pendapat mengenai
pengertian wakaf. Perumusan pengertian wakaf seperti yang terdapat dalam PP No. 28
Tahun 1977 merupakan campuran pendapat mahdzab Hanbali dan Mahdzab Syafi’i yang
umumnya dianut di Indonesia. Menurut PP 28 Tahun 1977 tersebut yang dimaksud dengan
wakaf adalah perbuatan hukum seseorang atau badan hukum yang memisahkan sebagian
dari harta kekayaannya berupa tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya
bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya sesuai dengan ajaran islam.

The Shorter Encyclopedia of Islam, menyebut pengertian wakaf menurut istilah hukum
islam, sebagai memelihara sesuatu benda dengan jalan menahannya agar tidak menjadi
milik pihak ketiga. Barang yang ditahan itu haruslah benda yang tetap zatnya yang
dilepaskan oleh yang punya dari kekuasaannya sendiri dengan cara dan syarat tertentu,
tetapi tidak dipetik hasilnya dan dipergunakan untuk keperluan amal kebajikan yang
ditetapkan oleh ajaran islam.

Wakaf sebagai suatu lembaga, mempunyai unsur-unsur pembentuknya. Unsur


pembentuknya disebut dengan rukun wakaf, yakni:

a. Waqif (orang yang mewakafkan hartanya).


b. Mauquf (harta yang diwakafkan).
c. Mauquf ‘alaih (tujuan wakaf atau yang berhak menerima wakaf).
d. Shigat atau ikrar wakaf (pernyataan wakaf dari seorang waqif).

2. Tujuan Wakaf

Tujuan wakaf harus jelas, diantaranya:

a. Untuk kepentingan umum (seperti mendirikan mesjid, sekolah, rumah sakit, dan amal
sosial lainnya).
b. Untuk menolong fakir miskin dan orang-orang terlantar dengan membangun panti
asuhan.
c. Untuk keperluan keluarga sendiri, walaupun keluarga itu terdiri dari orang-orang
mampu.
d. Tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai ibadah.

13
3. Syarat-Syarat Wakaf

Syarat-syarat wakaf adalah: (a) perwakafan benda itu tidak dibatasi untuk jangka
tertentu saja, tetapi untuk selama-lamanya (b) tujuannya harus jelas; (c) harus segera
dilaksanakan setelah ikrar wakaf dinyatakan oleh wakiftanpa menggantungkan pelak
sanaannya pada suatu peristiwa yang akan terjadi di masa yang akan datang: (d) wakaf yang
sah wajib dilaksanakan, karena ikrar wakaf yang dinyatakan oleh wakif berlaku seketika
dan untuk selama-lamanya.

Dilihat dari wujud wakaf di Indonesia dan kepentingan masyarakat di tanah air kita,
perwakafan tanah tampaknya mendapat perhatian utama. Oleh karena itu pula dalam
Undang-undang Pokok Agraria (UU No. 5:1960) diletakkan dasar-dasar pengaturan tanah
wakaf di Indonesia, yang kemudian diatur dengan Peraturan Pemerintah (PP) No. 28 Tahun
1977. Dalam PP ini disamping disebutkan pengertian wakaf sebagaimana disebutkan di
atas, juga disebutkan fungsi wakaf.

Fungsi wakaf menurut PP itu adalah mengekalkan manfaat benda wakaf, sesuai dengan
tujuan wakaf, yakni untuk kepentingan peribadatan dan kepentingan umum lainnya. Agar
wakaf dapat berfungsi sebagaimana mestinya, maka pelembagaannya haruslah untuk
selama-lamanya. Agar benda itu tetap dapat ber- manfaat bagi peribadatan dan kepentingan
umum lainnya, ia harus dikelola oleh suatu badan yang bertanggung jawab, baik kepada
wakif, masyarakat maupun kepada Allah. Itulah sebabnya, dalam sistem perwakafan di
Indonesia ditentukan pula kedudukan nadzir yaitu kelompok orang atau badan yang
diserahi tugas pemeliharaan dan pengurusan benda wakaf. Nadzir wakaf menurut PP ini
merupakan salah satu unsur wakaf. Unsur wakaf ada lima, yaitu: (1) wakif, (2) ikrar, (3)
benda yang diwakafkan, (4) tujuan wakaf, dan (5) nadzir.

Wakif, menurut PP tersebut adalah orang atau orang-orang atau badan hukum yang
mewakafkan tanah miliknya. Wakif itu, jika ia orang atau orang-orang, harus memenuhi
syarat untuk melakakan tindakan hukum, yakni: (a) dewasa, (b) sehat akalnya, (e) tidak
terhalang melakukan tindakan hukum karena berada di bawah perwalian, ditahan atau
sedang menjalani hukuman, (d) atas kehendak sendiri mewakafkan tanahnya, dan (e)
pemilik tanah bersangkutan. Badan hukum Indonesia yang dapat menjadi wakif, harus
memenuhi syarat yang ditentukan dalam peraturan Pemerintah No. 38 tahun 1963, yaitu

14
badan-badan hukum yang dapat mempunyai hak milik atas tanah, misalnya bank negara,
koperasi.

Ikrar, dalam hubungan ini, adalah pernyataan kehendak dari wakif untuk mewakafkan
tanahnya. Menurut PP No. 28 Tahun 1977 dan peraturan pelaksanaannya, ikrar wakaf harus
dinyatakan secara lisan, jelas, dan tegas kepada nadzir yang telah disahkan di hadapan
Pejabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf : Kepala Kantor Urusan Agama Kecamatan dan dua
orang saksi. Ikrar lisan ini, kemudian, harus diruangkan dalam bentuk tertulis.

Yang dapat dijadikan benda wakaf, adalah tanah hak milik yang bebas dari segala
pembebanan, ikatan, sitaan, dan perkara. Ketentuan ini didasarkan pada pertimbangan
bahwa wakaf adalah sesuatu yang bersifat suci dan abadi, juga agar tidak timbul masalah
kemudian hari.

Tujuan wakaf tidak disebut secara rinci dalam PP, hanya dinyatakan sepintas lalu dalam
perumusan pengertian wakaf (pasal 1) yang kemudian disebut dalam pasal 2 waktu
menegaskan fungsi wakaf. Menurut PP itu, tujuan perwakafan tanah milik adalah untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran Islam.

Nadzir adalah kelompok orang atau badan hukum yang diserahi tugas pemeliharaan
dan pengurusan benda wakaf. Syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir perorangan :
(a) warga negara Indonesia, (b) beragama Islam, (c) sudah dewasa, (d) sehat jasmaniah dan
rohaniah, (e) tidak berada di bawah pengampunan, (f) bertempat tinggal di kecamatan
tempat tanah itu diwakafkan. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh nadzir badan
hukum adalah : (a) badan hukum Indonesia, berkedudukan di Indonesia, (b) mempunyai
perwakilan di kecamatan tempat tanah itu diwakafkan, (c) sudah disahkan oleh Menteri
Kehakiman dan dimuat dalam Berita Negara, (d) jelas tujuan dan usahanya untuk
kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai dengan ajaran agama Islam.

Nadzir wakaf, baik perorangan maupun badan hukum, harus terdaftar pada Kantor
Urusan Agama kecamatan setempat. Masa kerjanya tidak mutlak seumur hidup. Seorang
nadzir (dapat) berhenti dari jabatannya, karena : (a) meninggal dunia, (b) mengundurkan
diri, (c) tidak dapat lagi melakukan kewajibannya sebagai nadzir, dan (d) dibatalkan
kedudukannya oleh Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) kecamatan karena (1) tidak
memenuhi syarat dan (2) melakukan tindak pidana berhubungan dengan jabatan
kenadziran.

15
Nadzir mempunyai kewajiban dan hak-hak. Kewajiban nadzir adalah : (a) mengurus
dan mengawasi harta wakaf dan hasilnya, dengan jalan memelihara tanah wakaf.
memanfaatkannya, meningkatkan hasilnya dan menyelenggarakan pembukuan serta
administrasi perwakafan; (b) memberi laporan kepada Kepala KUA kecamatan; (c)
mengusulkan penggantinya. Haknya adalah : (a) menerima penghasilan dari hasil tanah
wakaf, tetapi tidak boleh melebihi sepuluh persen, dan (b) menggunakan fasilitas tanah
wakaf atau hasilnya yang telah ditetapkan oleh Kepala Seksi Urusan Agama Islam
setempat. Tanah wakaf harus didaftarkan menurut ketentuan peraturan perundang-
undangan, dapat diubah penggunaan serta statusnya menurut prosedur dan ketentuan yang
berlaku.

4. Administrasi Wakaf

Sebelum lahirnya Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 1977 yang kemudian menjadi
Undang-undang Nomor 41 tahun 2004 tentang perwakafan diundangkan, hal-hal
menyangkut perwakafan, termasuk mewakafkan tanah didasarkan pada pemikiran para
fuqaha yang tersebar dalam berbagai kitab fiqh. Pemikiran para fuqaha itu telah melahirkan
berbagai keragaman dalam praktek mewakafkan yang menyebabkan prosedur mewakafkan
dan objek wakaf satu sama lain berbeda.

Pengelolaan dan pendayagunaan benda wakaf yang mengikuti pemikiran para fuqaha
itu, perlu dilengkapi dengan administrasi wakaf yang jelas, misalnya dilakukan pencatatan.
Pengaturan semacam ini dirasakan semakin penting untuk menghindari penyalahgunaan
hakikat tujuan wakaf. Sebab, mengabaikan administrasi wakaf, akan memungkinkan
terjadinya rasa enggan berwakaf dan hilang kepercayaan dari masyarakat karena prosedur
mewakafkan tidak jelas. Padahal, lembaga perwakafan ini merupakan salah satu asset
pemberdayaan ekonomi ummat. Dengan demikian, agar benda wakaf tetap sesuai dengan
tujuan wakaf, maka tanah wakaf harus dikelola oleh badan yang bertanggungjawab.

Secara umum, praktik wakaf bukanlah sesuatu yang baru dalam kehidupan sosial
masyarakat Indonesia. Wakaf merupakan ibadah yang sudah cukup lama dikenal di
masyarakat Islam Indonesia, sejak masa pra penjajahan, penjajahan maupun pasca
penjajahan. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid, madrasah-madrasah dan
pesantren-pesantron yang dibangun di atas tanah wakaf.

16
Dari segi jenis bendanya, wakaf yang dilaksanakan oleh masyarakat Indonesia lebih
banyak berupa tanah yang dibangun untuk keperluan masjid, madrasah, makam dan lain-
lain. Ada juga berupa tanah pesawahan dan perkebunan. Namun karena terbatasnya
kemampuan dan sempitnya pemahaman terhadap wakaf itu sendiri, mengakibatkan banyak
tanah wakaf yang tidak produktif. Selain itu juga, tidak kecil jumlahnya terdapat benda-
benda wakaf yang justru menjadi beban para nadzirnya.

Fenomena di atas, mendorong pemerintah untuk membuat aturan terkait dengan praktik
wakaf. Beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan mekanisme ibadah ini,
dari mulai UU No.5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria, PP No.28 Tahun
1977, tentang Perwakafan Tanah Milik, dan Inpres No.1 Tahun 1991 tentang
Penyebarluasan Kompilasi Hukum Islam.

Berbagai peraturan tentang wakaf yang tersebar dalam peraturan perundang-undangan,


dirasakan kurang memadai, sehingga perlu dilakukan penyatuan hukum bagi perundang-
undangan yang mengatur tentang wakaf dalam satu undang-undang yang akan dilengkapi
berbagai peraturan perundang- undangan dibawahnya.

Dewasa ini, pengelolaan benda wakaf telah mengalami perkembangan yang cukup
pesat, terbukti dengan lahirnya sejumlah organisasi nirlaba yang dikelola oleh masyarakat.
Misalnya Dompet Dhuafa (DD) Bandung, dan Dompet Peduli Ummat (DPU). Selain
pengelolaannya dilakukan oleh masyarakat, wakaf juga dikelola oleh pemerintah, mulai
dari tingkat kecamatan sampai dengan pusat. Untuk tingkat kecamatan wakaf masih
dikelola oleh KUA kecamatan.

5. Pengelolaan Wakaf oleh KUA


1) Tata Cara Pendaftaran Ikrar Wakaf

Pendaftaran ikrar wakaf dilakukan oleh wakif, yaitu orang atau sekelompok orang atau
badan hukum yang mewakafkan benda miliknya dengan mendatangi Kepala Kantor Urusan
Agama (KUA) yang oleh Menteri Agama diputuskan sebagai Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (PPAIW).Segera setelah dilakukan pemeriksaan terhadap wakif, nadzir dan benda
yang diwakafkan, kemudian PPAIW telah siap melaksanakan ikrar wakaf.

2) Pelaksanaan Ikrar Wakaf

17
Pelaksanaan ikrar wakaf dilakukan sebagai berikut:

a. Pihak yang mewakafkan harus menyatakan ikrar wakaf kepada nadzir yang telah
disyahkan dihadapan PPAIW secara lisan dengan jelas dan tegas yang dituangkan
dalam bentuk tertulis (W.1). Apabila yang bersangkutan tidak mampu
mengutarakannya secara lisan, dapat dilakukan dengan isyarat;
b. Pihak yang mewakafkan apabila berhalangan hadir disebabkan oleh sakit, lanjut usia
dan lain-lain dapat membuat wakaf secara tertulis dengan persetujuan Kandepag yang
mewilayahi tempat benda wakaf;
c. Ikrar wakaf harus dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua orang saksi yang telah dewasa,
sehat akalnya dan oleh hukum tidak terhalang melakukan perbuatan hukum
d. PPAIW kemudian membuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) dalam bentuk W.2 dan salinan
AIW dalam bentuk W.2a Apabila ikrar wakaf telah dilaksanakan, tahap berikutnya
ialah penandatangangan Akta Ikrar Wakaf.

3) Penandatanganan Akta Ikrar

Wakaf Penandatanganan Ikrar Wakaf dan AIW dilakukan oleh wakif, nadzir, saksi-saksi
dan Kepala Kantor Urusan Agama selaku PPAIW. Sedangkan penandatanganan salinan
AIW hanya dilakukan oleh Kepala Kantor Urusan Agama selaku PPAIW.

4) Penggandaaan Akta Ikrar Wakaf

Penggandaan Akta Ikrar Wakaf dibuat rangkap tiga yang diperuntukkan bagi :

a. Lembar pertama disimpan oleh PPAIW

b. Lembar ke dua dilampirkan pada surat permohonan pendaftaran wakaf kepada


Bupati/Walikota Kepala Daerah c.q. kepala Sub Direktorat Agraria;

c. Lembar ke tiga dikirim kepada Pengadilan Agama yang mewilayahi tempat benda
wakaf tersebut.

Sedangkan salinan akta ikrar wakaf dibuat rangkap empat diperuntukkan kepada :

a. Salinan lembar pertama diberikan kepada wakif

b. Salinan lembar ke dua diberikan kepada Nadzir

18
c. Salinan lembar ke tiga diberikan kepada Kandepag

d. Salinan lembar ke empat diberikan kepada Kepala Desa yang mewilayahi tempat benda
wakaf tersebut

5) Proses Sertifikasi Ikrar Wakaf

Setelah ikrar wakaf dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku, maka Kepala Kantor
Urusan Agama Kecamatan atas nama naszir yang bersangkutan mengajukan permohonan
kepada Camat untuk mendaftarkan perwakafan benda tersebut guna menjaga keutuhan dan
kelestariannya.

6. Wakaf Tunai dalam Perundang-Undangan Wakaf

Sejak peraturan perundang-undangan tentang perwakafan diundangkan dalam undang-


undang nomor 41 tahun 2004, segala peraturan yang berkaitan dengan perwakafan merujuk
pada ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini. Undang undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang wakaf, telah melakukan reformasi materi perwakafan, diantaranya terhadap
benda-benda wakaf. Menurut undang-undang Nomor 41 tahun 2004 dalam pasal 16
dinyatakan bahwa "benda wakaf itu terdiri dari benda bergerak dan benda tidak bergerak.
Benda tidak bergerak adalah tanah, bangunan, dan tanaman yang berkaitan dengan tanah.
Sedangkan benda bergerak adalah uang, logam mulia, surat berharga, kendaraan, hak atas
kekayaan intelektual, hak sewa dan benda bergerak lain sesuai dengan ketentuan syariah
dan peraturan perundang-undangan yang berlaku".

Undang-undang wakaf mengakui adanya benda wakaf berupa uang dapat dijadikan
objek wakaf. Hal ini juga menjadi bukti bahwa wakaf yang diatur dalam perundang-
undangan terdahulu yang hanya mengakui benda wakaf sebatas tanah kini semakin
diperluas pada objek yang bisa dijadikan nilai produktif. Reformasi benda wakaf telah
dilakukan dalam Undang-undang nomor 41 ini.

Wakaf berupa uang itu kini lazim disebut dengan wakaf tunai. Istilah wakaf tunai tidak
dikenal dalam perundang-undangan wakaf. Akan tetapi karena objek wakafnya uang, maka
wakaf uang selain dinamakan wakaf tunai juga dapat disebut pula dengan wakaf produktif
(www. pkpu. online. com).

19
Wakaf Tunai merupakan penyerahan hak milik berupa uang tunai kepada seseorang
atau lembaga nadzir (pengelola wakaf). Ketentuan, hasil, dan manfaatnya digunakan untuk
amal kebajikan sesuai dengan syariat Islam, dengan tidak mengurangi atau menghilangkan
jumlah pokoknya. Wakaf Tunai dapat menghidupkan wakaf-wakaf non tunai (tanah,
bangunan) menjadi wakaf-wakaf non tunai lainnya seperti rumah sakit, sekolah, gedung
perkantoran, dan lain-lain.

20
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Zakat adalah kewajiban seorang muslim untuk mengeluarkan nilai bersih dari
kekayaannya tidak melebihi satu nisab, diberikan kepada mustahik dengan beberapa syarat
yang telah ditentukan. Zakat merupakan rukum islam ketiga yang diwajibkan di Madinah
pada bulan Syawal tahun kedua Hijriyah setelah diwajibkannya Puasa Ramadhan.

Tujuan pengelolaan zakat adalah untuk meningkatkan pelayanan bagi masyarakat


dalam menunaikan zakat, mewujudkan kesejahteraan masyarakat dan keadilan sosial, serta
meningkatkan hasil guna dan daya guna zakat.

Lembaga pengelola zakat di Indonesia terdiri dari 2 macam, yaitu Badan Amil Zakat
(BAZ) yang dibentuk oleh pemerintah dan Lembaga Amil Zakat (LAZ) yang dibentuk oleh
masyarakat.

Wakaf adalah hukum wakif untuk memisahkan dan atau menyerahkan sebagian harta
benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu tertentu sesuai
dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan atau kesejahteraan umum menurut
syariah.

Wakaf berfungsi untuk mewujudkan potensi dan manfaat ekonomis harta benda wakaf
untuk kepentingan ibadah dan untuk memajukan kesejahteraan umum.

B. Saran

Keluarkanlah zakat jika mampu dan sedekahkan sebagian hartamu yang sebenarnya
milik Allah, karena bermanfaat bukan hanya dalam segi sosial, ekonomi, dan lain-lain. Dan
patut kita ketahui bahwa zakat dipraktekkan secara benar di Indonesia, kesenjangan antara
yang kaya dan miskin mungkin akan tidak ada.

21
DAFTAR PUSTAKA

Daud, Muhammad dan habibah daud. 1995, lembaga-lembaga Islam di Indonesia.


Jakarta : Raja Grafindo Persada.

Wahyu, Ramdani, M.Ag, Administrasi Islam DI Indonesia, Bandung: Insan Mandiri,


2003.

https://www.google.com/amp/s/www.kompasiana.com/amp/fathanul-hakim-risal/apa-
itu-baz-dan-laz-bagaimana-perilaku-pemerintah-terhadap-baz-dan-
laz_558a4f97737e61c20cbf70f3

22

Anda mungkin juga menyukai