Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PROBLEMATIKA AGROEKOSISTEM
(DEGRADASI LAHAN PESISIR)

Anggota Kelompok :
Aswin Bahtiar R. 20180210112
Sefa Falahudin 20180210122
Elsa Aprilia Putri 20180210131
Dytia Rahmi Forlita 20180210144
Rifda Taqiyya 20180210149

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2019
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI............................................................................................................................ ii
I. PENDAHULUAN ........................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan Masalah ............................................................................................................. 2
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................................. 3
A. Wilayah Pesisir ............................................................................................................. 3
B. Pengertian Mangrove .................................................................................................... 4
III. PEMBAHASAN .......................................................................................................... 6
A. Penyebab Pembukaan Hutan Mangrove ....................................................................... 6
B. Dampak Pembukaan Hutan Mangrove ......................................................................... 7
IV. PENUTUP .................................................................................................................... 9
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 10

ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Degradasi lahan merupakan salah satu penurunan dari kualitas
lingkungan disebabkan kegiatan pembangunan yang dicirikan dengan tidak
bergunanya komponen-komponen lingkungan dengan secara baik. Wilayah
pesisir diartikan sebagai wilayah dimana daratan berbatasan dengan lautan
yaitu batas kearah daratan meliputi wilayah-wilayah yang tergenang air
maupun yang tidak tergenang air yang masih terpengaruh oleh proses laut
seperti pasang surut. Wilayah pesisir adalah wilayah yang merupakan tanda
atau batasan wilayah daratan dan wilayah perairan yang mana proses kegiatan
atau aktivitas bumi dan penggunaan lahan masih mempengaruhi proses dan
fungsi kelautan (Mustika, 2017).
Wilayah pesisir didefinisikan sebagai wilayah daratan yang berbatasan
dengan laut, batas di daratan meliputi daerah–daerah yang tergenang air
maupun yang tidak tergenang air yang masih dipengaruhi oleh proses-proses
laut seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan batas di laut
ialah daerah-daerah yang dipengaruhi oleh proses-proses alami di daratan
seperti sedimentasi dan mengalirnya air tawar ke laut, serta daerah-daerah laut
yang dipengaruhi oleh kegiatankegiatan manusia di daratan (Yasin, 2004).
Wilayah pesisir merupakan wilayah yang sangat padat penduduknya, jumlah
penduduk yang hidup di wilayah pesisir 50–70% dari jumlah penduduk dunia.
Di Indonesia sendiri 60% penduduknya hidup di wilayah pesisir, peningkatan
jumlah penduduk yang hidup di wilayah pesisir memberikan dampak tekanan
terhadap sumberdaya alam pesisir seperti degradasi pesisir, hutan mangrove,
terumbu karang, pembuangan limbah ke laut, sedimentasi sungai-sungai, erosi
pantai, abrasi dan sebagainya (Yasin, 2004). Hampir di seluruh kawasan pesisir
Indonesia sering terjadi permasalahan (konflik) dengan berbagai kepentingan.
Penyebab utama dari masalah (konflik) tersebut adalah penataan ruang yang
tidak/kurang memperhatikan sumberdaya pesisir yang ada pada kawasan

1
2

tersebut. Hal tersebut terjadi salah satunya sebagai akibat kurangnya informasi
penggunaan sumberdaya pesisir secara terpadu dan efisien. Berbagai pihak
berkepentingan dengan tujuan, target, dan rencana sendirisendiri dalam
mengeksploitasi sumberdaya pesisir. Hal inilah yang mendorong terjadinya
konflik pemanfaatan sumberdaya (user conflict) dan konflik kewenangan
(jurisdictional conflict). Masalahnya sekarang adalah apakah pemanfaatan
lahan di kawasan pesisir tersebut sudah memperhatikan aspek-aspek planologis
secara komprehensif , baik secara fisik, sosial maupun ekonomi (Mustika,
2017). Untuk contoh dari pembangunan di lahan pesisir yakni dapat diliat dari
kegiatan dari para nelayan, kegiatan ini merupakan bentuk dari pembangunan
ekonomi dan sudah menjadi kegiatan yang pokok di daerah lahan pesisir.
Namun kegiatan ini menimbulkan degradasi lahan dikarenakan para nelayan
saat penangkapan ikan menggunakan alat lampara dasar (bottom seine net) dan
rengge (gill net). Kondisi ini berdampak pada pergeseran dan menyusutnya
daratan, dan mengancam kehidupan hayati. Populasi beberapa jenis ikan terus
berkurang akibat rusak dan hilangnya habitat. Selain itu juga terjadi
pencemaran laut akibat aktivitas buangan masyarakat pesisir yang langsung ke
perairan. Kondisi ini biasanya juga diperparah dengan adanya kehadiran
pecemaran dari laut melalui kapal-kapal dan aktivitas pertambangan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa penyebab terjadinya degradasi lahan pesisir?
2. Apa dampak dari degradasi lahan pesisir?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui penyebab terjadinya degradasi lahan pesisir.
2. Untuk mengetahui dampak dari degradasi lahan pesisir.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Wilayah Pesisir

Wilayah pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan dan laut, ke


arah darat meliputi bagian daratan yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut
seperti pasang surut, angin laut dan intrusi garam, sedangkan ke arah laut
mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang ada di
darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar serta daerah yang dipengaruhi oleh
kegiatan-kegiatan manusia di daratan. Menurut Undang-Undang (UU) Nomor
27 tahun 2007, wilayah pesisir adalah daerah peralihan antara ekosistem darat
dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut (Asyiwati, 2012)

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut, ke arah
darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air,
yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air asin, sedangkan ke arah laut wilayah pesisir mencakup bagian
laut yang masih dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat
seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun yang disebabkan oleh kegiatan
manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran (Aprisal, 2011).

Menurut Nontji (2002) karakteristik khusus dari wilayah pesisir antara


lain:
1. Suatu wilayah yang dinamis yaitu seringkali terjadi perubahan sifat
biologis, kimiawi, dan geologis.

2. Mencakup ekosistem dan keanekaragaman hayatinya dengan produktivitas


yang tinggi yang memberikan tempat hidup penting buat beberapa jenis
biota laut.

3. Adanya terumbu karang, hutan bakau, pantai dan bukit pasir sebagai suatu
sistem yang akan sangat berguna secara alami untuk menahan atau
menangkal badai, banjir dan erosi.

3
4

4. Dapat digunakan untuk mengatasi akibat-akibat dari pencemaran,


khususnya yang berasal dari darat.
B. Pengertian Mangrove

Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang


hidup di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Habitat
mangrove seringkali ditemukan di tempat pertemuan antara muara sungai dan
air laut yang kemudian menjadi pelindung daratan dari gelombang laut yang
besar. Sungai mengalirkan air tawar untuk mangrove dan pada saat pasang,
pohon mangrove dikelilingi oleh air garam atau air payau (Rais, 2001). Hutan
bakau atau mangal adalah sebutan umum yang digunakan untuk
menggambarkan suatu varietas komunitas pantai topik yang di dominasi oleh
beberapa spesies pohon-pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai
kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin (Nontji, 2002)
Mangrove disebut juga sebagi hutan pantai, hutan payau atau hutan
bakau. Pengertian mangrove sebagi hutan pantai adalah pohon-pohonan yang
tumbuh di daerah pantai (pesisir), baik daerah yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut maupun wilayah daratan pantai yang dipengaruhi oleh ekosistem
pesisir. Sedangkan pengertian mangrove sebgai hutan payau atau hutan bakau
adalah pohon-pohonan yang tumbuh di daerah payau pada tanah aluvial atau
pertemuan air laut dan air tawar di sekitar muara sungai. Pada umumnya
formasi tanaman di dominasi oleh tanaman bakau. Oleh karena itu istilah bakau
digunakan hanya untuk jenis-jenis tumbuhan dari genus Rhizophora.
Sedangkan istilah mangrove digunakan untuk segala tumbuhan yang hidup di
sepanjang pantai atau muara sungai dipengaruhi pasang surut air laut (Dana
Adikusuma, 2014)
Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang
penting diwilayah pesisir dan lautan. Secara istilah terperinci, fungsi bio-
ekologis dan sosio-ekonomis dari hutan mangrove sebagai berikut.
5

1. Perlindungan pantai terhadap bahaya abrasi


Sistem perakaran mangrove ynag rapat dan terperancang sebagai
jangkar, dapat berfungsi untuk merendam gempuran gelombang laut
dan ombak, serta cengkraman akar yang menancap pada tanah dapat
menahan lepasnya partikel-pertikel tanah. Dengan demikian bahaya
abrasi atau erosi oleh gelombang laut dapat dicegah.
2. Penyerapan sedimen
Sistem perakaran mangrove juga efektif dalam menangkap
partikle-partikel tanah yang berasal dari hasil erosi di sebelah hulu.
Perakaran mangrove menangkap partikel-partikel tanah tersebut dan
mngendapkannya. Dengan demikian akan terjadi suatu kondisi dimana
endapan lumpur tidak hanyut oleh arus gelombang laut.
Sebagai salah satu ekosisitem pesisir, hutan mangrove
merupakan ekosistem yang unik dan rawan. Ekosistem ini mempunyai
fungsi ekologis hutan mangrove antara lain : pelindung garis pantai,
mencegah intrusi air laut, habitat, tempat mencari makan, tempat
pemijahan bagi aneka biota perairan, serta sebagia pengatur iklim
mikro. Sedangkan fungsi ekonominya antara lain : penghasil keperluan
rumah tangga, penghasil keperluan industri dan penghasil bibit
(Asyiwati, 2012)
III. PEMBAHASAN
A. Penyebab Pembukaan Hutan Mangrove
Ekosistem pesisir mencakupi ekosistem terumbu karang, ekosistem
padang lamun, serta ekosistem mangrove. Hutan mangrove memiliki peran
diantaranya sebagai peredam gelombang dan angin badai, menjernihkan air,
penahan lumpur dan perangkap sedimen, mencegah abrasi serta erosi, dan lain
sebagainya. Mangrove termasuk salah satu ekosistem langka, sebab luasnya
hanya 2% permukaan bumi. Kondisi hutan mangrove di pesisir Indonesia saat
ini, dalam keadaan yang memprihatinkan. Penyebab rusaknya hutan mangrove
ada 2 faktor yakni faktor manusia dan faktor alam. Faktor manusia merupakan
faktor yang paling dominan penyebab rusaknya hutan mangrove. Aktivitas di
wilayah pesisir ini berpotensi menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap
keberlanjutan ekologi di wilayah pesisir terutama ekosistem mangrove.
Menurut Gumilar (2012), pola pembangunan suatu daerah akan berpengaruh
terhadap kelestarian sumberdaya hutan mangrove.
Ragam bentuk aktivitas masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya
alam pesisir yang dapat merusak ekosistem mangrove, antara lain pembukaan
tambak, penebangan hutan mangrove, pencemaran lingkungan, reklamasi dan
sedimentasi, pertambangan, pariwisata, industri, pemukiman dan lainnya.
Sedangkan, kerusakan hutan mangrove yang disebabkan oleh faktor alam,
biasanya dikarenakan adanya badai dan tsunami. Namun demikian, kontribusi
dalam hal kerusakan hutan mangrove, masih jauh lebih kecil bila dibandingkan
dengan kegiatan pertambakan. Pertambakan memberikan sumbangan yang
sangat besar terhadap menurunnya luas areal hutan mangrove di Indonesia, baik
itu secara kualitatif maupun kuantitatif. Hal- hal tersebut dapat terjadi karena
secara turun-temurun, masyarakat beranggapan bahwa hutan mangrove sebagai
lahan kosong, oleh karena itu sering secara sengaja dialihfungsikan menjadi hal
yang lebih menguntungkan (Franks and Falcover,1999).

6
7

B. Dampak Pembukaan Hutan Mangrove


Hutan mangrove sangat berkaitan erat dengan nelayan meskipun secara
tidak langsung. Hutan mangrouve merupakan tempat ikan-ikan mencari
makanan dan sebagai daerah pemijahan. Ini berarti bila keberadaan hutan
mangrouve tidak dijaga dan dilestarikan akan mengancam kelangsungan para
nelayan (Dariah dkk, 2003). Nelayan merasakan bahwa penghasilannya
semakin hari semakin menurun akibat adanya degradasi lahan. Berkurangnya
luas hutan mangrouve merupakan salah satu penyebab yang berdampak pada
penghasilan nelayan. Adanya penggarapan tambak-tambak baru dan
penebangan liar yang dilakukan masyarakat juga berdampak pada penghasilan
nelayan. Dampak kerusakan hutan mangrouve sangat buruk karena mengancam
populasi biota laut yang semakin berkurang. Kerusakan hutan mangrouve
sebesar 50% menjadi salah satu dampak terjadinya banjir dan jembolnya
tambak-tambak sehingga pendapatan ikan maupun kepiting menurun. Hutan
mangrouve yang berfungsi sebagai tempat reproduksi biota laut seperti udang,
kepiting, dan ikan hampir merata rusak akibat degradasi hutan mangrouve.
Dampak jangka panjang akibat kerusakan hutan mangrouve ini diperkirakan
semakin memburuknya tingkat sosial ekonomi nelayan (Aprisal, 2011).
Permasalahan ekologis yang muncul dari pemanfaatan areal hutan
mangrouve yang tidak memperhatikan aspek pelestarian akan menyebabkan
terjadinya perubahan ekosistem, pencemaran, dan hilangnya biota laut di
kawasan perairan sekitarnya. Perlu diketahui bahwa hutan mangrouve
mempunyai peranan sebagai filter terhadap bahan-bahan polutan yang berupa
limbah rumah tangga, limbah industri maupun tumpahan minyak (Aprisal,
2011). Eksploitasi hutan mangrouve harus dibatasi guna memperkecil
kerusakan yang terjadi, sehingga menjamin kelangsungan mata rantai ekologi
dari ekosistem, terjaga sumber keanekaragaman hayati dan stabilitas
lingkungan yang justru bermanfaat untuk kelangsungan kehidupan masyarakat
8

pesisir secara menyeluruh. Dengan kata lain, semakin luas cakuoan hutan
mangrouve di daerah pesisir semakin besar manfaatnya bagi kehidupan
masyarakat pesisir. Namun sebaliknya, mengekploitasi hutan mangrouve
secara tidak terkontrol akan memberikan dampak negative bagi masyarakat
pesisir dari segi penurunan ekonomi maupun kerusakan ekologi, sehingga pada
akhirnya mengancam mata pencaharian masyarakat pesisir (Fadhil dkk, 2013).
IV. PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penyebab terjadinya degradasi lahan pesisir salah satunya adalah
pembukaan lahan mangrove yang dijadikan sebagai lahan tambak,
permukiman, pertambangan dan pariwisata industri.
2. Pembukaan lahan mangrove selain berdampak pada degradasi lahan
berdampak juga pada perubahan ekosistem, pencemaran, dan hilangnya
biota laut di kawasan perairan sekitarnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Asyiwati, Y. (2012). PENGARUH PEMANFAATAN LAHAN TERHADAP


EKOSISTEM PESISIR DI KAWASAN TELUK AMBON. Jurnal
Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol.10 No.2, 1-5.
Dana Adikusuma, E. Y. (2014). Dampak Degradasi Lingkungan Terhadap Potensi
Pengembangan Ekowisata Berkelanjutan di Delta Mahakam: Suatu Tinjauan.
Jurnal Wilayah dan Lingkungan volume 2 Nomor 1, 11-24.
Mustika, R. (2017). Dampak Degradasi Lingkungan Pesisir Terhadap Kondisi
Ekonomi Nelayan. Dinamika Maritim, Volume.6 No.1, 28-34.
Rais, D. (2001). Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir dan Lutan Secara Terpadu.
PT Pradnya Paramita Jakarta, 47-60.
Yasin, S. (2004). Degradasi Lahan Akibat Berbagai Jenis Penggunaan Lahan Di
Kabupaten Dharmasraya. J. Solum Vol.1 No.2, 69-73.
Dariah, A., Subagyo, H., Tafakresnanto dan S. Marwan. 2003. Kepekaan tanah
terhadap erosi. Jurnal Akta Agrosia Vol. 8, No. 2. Bogor.
Aprisal. 2011. Prediksi Erosi dan Sedimentasi pada Berbagai Penggunaan Lahan di
Sub DAS Masang Bagian Hulu di Kabupaten Agam. J Solum Vol. VIII No. 1,
11-18.
Fadhil, M., Monde, A., Rahman, A. 2013. Tingkat Bahaya Erosi (TBE) pada hutan
dan Lahan Kakao di Desa Sejahtera, Kecamatan Palolo, Kabupaten Sigi. E-
Journal Agrotekbis, Vol. 1 (3), 236-243.
Gumilar Iwang. 2012. Partisipasi Masyarakat Pesisir Dalam Pengelolaan Ekosistem
Hutan Mangrove Berkelanjutan Di Kabupaten Indramayu. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jawa Barat. Jurnal
Akuatika.Vol.3.No.2.
Franks T. and Falcover R. 1999. Developing Procedure for The Sustainable Use of
Mangrove System. Elsevier: Agricultural Water Management (40): 59 – 64.

10
11

Anda mungkin juga menyukai