Anda di halaman 1dari 34

Gejala-Gejala Klinik

yang Berkaitan dengan Sistem Penceraan


pada Anjing dan Kucing
(Suatu Bahan Diskusi)

I Wayan Batan

Lab Diagnosis Klinik dan Patologi Klinik Veteriner


Fakultas Kedokteran Hewan
Universitas Udayana
2017

1
Daftar Isi

No Judul Halaman

1 Pembesaran abdomen disertai ascites 3

2 Pembesaran abdomen tanpa ascites 6

3 Diare yang berlangsung akut 8

4 Konstipasi/obstipasi 11

5 Diare kronik 14

6 Kesulitan menelan/disfagia 18

7 Kehilangan nafsu makan/anoreksia 22

8 Muntah/vomiting 24

9 Muntah darah/hematemesis 27

10 Kehilangan bobot badan 30

11 Penyakit kulit/mukosa kuning: ikterus (jaundice) 32

2
PEMBESARAN ABDOMEN DISERTAI ASCITES

Ascites adalah suatu keadaan yang membuat cairan menumpuk dalam rongga
peritoneum sehingga membuat tampilan abdomen teramati membesar. Dalam kejadian ini
pemebesaran abdomen dapat diamati oleh pemilik hewan. Hendaknya perlu diingat bahwa
ascites yang kejadiannya bersifat dini tidak ditandai dengan pembesaran abdomen.
Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen dapat disebabkan oleh peradangan, penyakit
menular, gangguan metabolik, suatu keadaan degeneratif, dan neoplastik. Ascites hendaknya
dibedakan dari pembesaran abdomen yang tidak disertai dengan penumpukan cairan di dalam
rongga abdomen.

Gejala-gejala Penyertai Ascites

Gejala-gejala klinik yang disertai dengan pembesaran abdomen adalah suatu hal yang
umum. Sesuatu yang menciri yang berkaitan dengan gejala dapat memberikan informasi
penting untuk mendasari suatu diagnosis. Riwayat penyakit biasanya berkaitan dengan
peningkatan volume air yang diminum dan urinasi, diare, muntah, nafsu makan naik atau
turun, rasa nyeri, peningkatan bobot dan menurunnya masa otot.

Pada pemeriksaan fisik hendaknya bisa dipastikan bahwa pembesaran abdomen


terjadi karena penumpukan cairan. Periksalah pasien terhadap kemungkinan adanya suara
bising (murmur) jantung dan terpalpasi adanya aritmia jantung. Jika cairan tidak ditemukan,
pastikan adanya atau tidaknya massa di rongga perut. Jika cairan ditemukan, lakukan analisis
karakter, biokimia, dan sitologi cairan tersebut.

Rencana Diagnostik

1. Pemeriksaan fisik perlu dilakukan untuk meyakinkan terjadinya penyakit


kardiopulmonalis atau menyingkirkan kemungkinan penyakit tersebut. Perlu dilakukan.
evaluasi kulit dan rambut yang mungkin menyebabkan adanya suatu penyakit endokrin.
Lakukan penilaian terhadap pembesaran abdomen berdasarkan pemeriksaan palpasi dan
auskultasi.
2. Radiografi dan ultrasonografi perlu dilakukan guna memastikan adanya cairan, lemak
atau organomegali

3
3. Jika ditemukan cairan lakukan abdominosintesis, analisis cairan, dan jika tersedia
lakukan ultrasonografi abdominal
4. Jika cairan tidak ada dalam abdomen, maka perlu dilakukan radiografi kontras
terhadap abdomen (barium series), dexamethasone supresson test, laparotomi
abdominal, dan ultrasonografi abdominal

Tabel. Diagnosa Banding Ascites

1. Radiografi  Hemoperitoneum
abdominal traumatika
Hemoragi 2. Ultrasonografi  Neoplasia Berdarah
Abdominal  koagulopati
3. Waktu
prothrombin
partial,
prothrombin tisue
4. Radiografin dada

1. Kimia Serum  Peritonotis


Eksudat 2. Radiografi  Ruptur traktus
abdomen urinaria
3. Ultrasonografi  Pankreatitis
abdomen  Feline Infectious
4. Potassium peritonitis
Creatinie
5. Amilase, Lipase
6. Feline infectious
peritonitis, sitologi
7. Biakan cairan
ascites
8. Laparotomi
eksplolatori

Transudat
1. Kimia Serum  Penyakit jantung
2. Radiografi dada  Penyakit vena
termodifikasi 3. Echokardiografi cava
4. Elektrokardiografi  Penyakit hati
5. Radiografi
abdominal
6. Ultrasonografi
abdominal
7. Tes Fungsi hati 4
8. Kontras
Angiografi
1. Kimia Serum  Protein Lusius
Transudat nephropathi
2. Radiografi
Murni  Protein Lusius
Abdominal
3. Ultrasonografi ekteropathi
abdominal  Penyakit hati
4. Kontras  Arterio venous
Angiografi shuting

1. Kimia Serum  Penyakit jantung


2. Radiografi
 Penyakit ductus
Chyle abdominal
3. Ultrasonografi thorasikus
abdominal  Lymphangiektasi
4. Radiografi dada  Anomali
5. Echokardiografi kongenital
6. Lymphangiografi
7. Laparotomi
eksploratori
8. Biopsi

5
PEMBESARAN ABDOMEN TANPA ASCITES

Definisi pembesaran abdomen tanpa disertai ascites adalah suatu keadaan pada anjing dan
kucing yang menyebabkan pembesaran pada rongga abdomen yang teramati saat
pemeriksaan fisik. Pembesaran abdomen ada sifatnya fisiologi atau normal (seperti
pembesaran abdomen pasca makan/post pandria) pada anak anjing, anak kucing, atau hewan
bunting atau abnormal (suatu keadaan yang berkaitan dengan organomegali).

Gejala-Gejala Penyerta

Berkaitan dengan penyebabnya, pembesaran abdomen umumnya disertai dengan upaya keras
pada hewan penderita untuk melakukan respirasi. Umumnya dicirikan dengan takhephoa
(laju respirasi meningkat). Pada anjing dibandingkan kucing, lebih sering disertai dengan
dengkuran (grunt) saat bernafas. Peningkatan laju degup jantung, lesu atau lemah, nafsu
makan turun, dan biasanya teramati juga orthopnoea (positional breathing).

Diagnosis Banding

Tabel. Diagnosis banding pembesaran abdomen

Pembesaran Tanpa Penumpukan Cairan Dengan Penumpukan Cairan


Fisiologis
Pascamakan Bunting Organomegali Kadar protein tinggi di atas 2,5
Neoplasia g/dL
Obstipasi
Dilatasi lambung Gagal hati.
Hiperadrenokortikisna Gagal jantung sisi kanan karena
Ruptera tendo prepubik pembendungan.
Pembesaran kantong kemih Peradangan karena infeksi seperti FIP
Pnenuopertoneum Kimia/ peritonitis akibat obat..
Trauma.
Neoplasia
Trombosis vena hepatika atau anomali
vaskuler.
Chyloabdomen.

kadar protein rendah di bawah 2,5


g/dL
Hipoproteinemia (disebabkan oleh
gangguan pada ginjal, hati,
gastriointestinal)
Hiportensiportal karena penyakit primer
pada hati
Neoplasia

6
Rencana Diagnostik

Riwayat penyakit. Apakah ada atau tidak suatu pakan yang dikonsumsi atau (pada
betina dewasa) apakah ada kemungkinan hewan tersebut sedang bunting
Palpasi abdominal. Catatan: lebih baik dilakukan dengan hewan berbaring ke sisi
kanan pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan kedua telapak tangan secara
bersamaan
Ballotment abdominal. Lakukan manipulasi dinding abdomen dalam upaya
menentukan apakah ada atau tidaknya penumpukan cairan di dalam abdomen
Citra atau imaging. Lakukan radiografi abdomen atau ultrasonografi terhadap
abdomen
Profil laboratorium. Umumnya dilakukan untuk menilai status kesehatan hewan
secara menyeluruh.
Aspirasi dengan jarum kecil. Bisa dilakukan untuk mengeluarkan cairan untuk
melakukan aspirasi terhadap massa atau organ. Sampel jaringan disiapkan untuk
pemeriksaan sitopatologi
Bedah ekploratori. Laparoskopi bisa menjadi pilihan lain memerlukan pengalaman
dan peralatan yang khusus.
Bedah eksplolatori. Laparotomi bisa menjadi pilihan lain, namun memerlukan
penanganan dan peralatan yang khusus.

7
DIARE YANG BERLANGSUNG AKUT

Diare akut adalah perubahan mendadak pada pola saluran pencernaan, dicirikan
dengan meningkatnya keencera/fluiditas, frekuensi, dan volume tinja, walaupun terapi
empirik dan suportif telah dilakukan. Pada dasarnya diare terjadi jika kandungan air dan
kandungan lain dalam usus yang mencapai kolon melampaui kemampuan kolon menyimpan
tinja dan menyerap kelebihan air yang dikandung tinja. Patogenesis diare akut dapat
dikategorikan ke dalam:

1. Diare osmotik: adalah terbentuknya tingkat perbedaan osmotik dalam usus yang
membuat air mengalir ke dalam usus. Gangguan pencernaan dan absorbsi dapat
menimbulkan perbedaan osmotik secara intraluminal. Pada diare osmotik sederhana
gejala klinik bisa menghilang bila pasien dipuasakan dan perbedaan osmotik dapat
diseimbangkan.
2. Permeabilitas usus yang tidak normal: sangat berkaitan dengan penyakit infiltratif
pada usus (seperti penyakit peradangan pada usus atau neoplasia). Lesi-lesi
peradangan pada usus mengubah permeabilitas mukosa dan mendorong terjadinya
eksudasi ke dalam lumen usus.
3. Diare sekretori: terjadi sebagai akibat berbagai bahan (seperti enterektoksin, hormon
usus) yang berperan sebagai sekretagugus. Usus dirangsang mensekresikan cairan
tanpa disertai dengan perubahan permeabilitas, kemampuan menyerap motilitas, atau
perbedaan osmotik
4. Motilitas usus abnormal: bisa terjadi karena gangguan primer pada saluran
pencernaan namun tidak selalu gangguan motilitas menimbulkan diare. Secara
normal kontraksi peristaltik mendorong chyme ke aboral, sementara itu aktivitas
segmental menghambat laju gerakan chyme karena aktivitas tersebut melaksanakan
peran penting dalam mencampur kandungan usus dan memaksimalkan kontak dengan
sistem enzim brush border. jika kontraksi segmental berkurang aliran kandungan
usus secara tanpa hambatan mengalir melintasi usus yang lemah atau kendor.

Pada pasien ada pandangan bahwa hanya satu dari mekanisme tersebut yang terlibat.
Namun, semakin lama penyebab diare ini ada, tampaknya mekanisme homeostasis dan
kompensasi akan dikalahkan oleh penyebab tadi. Dalam hal tersebut, patogenesis diare pada
pasien berkaitan dengan berbagai kejadian dalam tubuh pasien.
8
Gejala-Gejala Penyerta
Diare akut merupakan gejala yang sering ditemukan dan ada banyak kemungkinan
diagnosis. Catatan gejala yang menyertainya secara klinik bisa begitu luas di antara gejala
yang paling sering dijumpaipada hewan yang mengalami diare akut adalah muntah, dehidrasi,
kehilangan sedikit bobot badan, dan hematochezia (berak darah). Nyeri abdomen, halitosis,
terkentut-kentut/flatulence, dan borborygmus adalah tanda-tanda lain yang menyertai
gangguan usus walaupun tidak semua pasien yang mengalami diare akut menderita penyakit
intestinal primer, karena sangat mungkin karena penyakit gagal ginjal, gagal hati atau
hipoadenokortikisme. Maka dari itu gejala ikterus, ulkus mulut, kelemahan otot, hendaknya
selalu diperhatikan. Demam, anoreksia, dan lesu umumnya menyertai diare akut pada anjing
dan kucing.

Tabel Diagnosis diare akut


Kategori penyebab Agen yang terlibat

1. Agen infeksius
a. Parasit usus Nematoda seperti askaris, cacing kait, cacing
keremi, Strongyloides spp, Trichinella spp,
protozoa (Coccidea, Giardia,
Cryptosporidium spp, Pentatrichomas)
b. Bakteri E. coli, Salmonella spp, Pseudomonas spp,
clostridium spp, Campylobacter spp,
Yearsinia enterocolitica, Staphylococus spp,
Helocobacter spp.
c. Virus Paramyxso virus (distemper anjing), parvo
virus anjing dan kucing, adenovirus-1
(corona virus dan reo virus kejadiannya
jarang dan kurang penting).
d. Ricketsia Salmon poisoning
2. Bahan beracun Antibiotik, antiparasit, antineoplastik, logam
berat, insektisida, oragano posfat, anti
radang.
3. Dietari Pakan sembarangan, engorverment,
hipersensitif pakan, pakan yang mendadak
diubah.
4. Obtruksi usus Benda asing, intususepsi, volvulus,
meoplasia.
5. Ekstraintestinal Gagal ginjal, penyakit hati,
hipoadenokortikisme (addison’s disease),
pankreatitis akut dan kronis.

9
Rencana diagnostik

Telusuri riwayat penyakit dan lakukan pemeriksaan fisik meliputi palpasi abdomen.
Buktikan hewan terhadap kemungkinan terpapar agen infeksius dan tanda- tanda yang
menyertainya.
Terapi cairan NaCl secara intravena merupakan suatu tindakan yang penting dalam
evaluasi dini (hewan dengan tanda-tanda yang berkaitan dengan hipoadenokortikisme
atau penyakit addison, setelahditangani biasanya pulih dalam beberapa menit atau
jam), pada pasien yang mengalami dehidrasi parah karena diare akut.
Profil laboratarium (termasuk hematologirutin), profil biokimia (termasuk amilase
atau lipase dan sodium dan potasium), urinalisis, pemeriksaan tinja (langsung dan
apung atau flotation). Lakukanlah sejumlah pemeriksaan sebelum menyingkirkan
(rolling out) kemungkinan diare disebabkan oleh parasit). Pasien kucing hendaknya
diperiksa terhadap kemungkinan menderita FeLV dan FIV. Anjing hendaknya
diperiksa terhadap kemungkinan adanya antigen parvo virus pada anjing.
Lakukan radiografi abdomen
Tes diagnostik khusus bisa dilakukan seperti: tes ultrsound abdomen, duodenoscopy
dan biopsi mukosa, biakan tinja untuk bakteri dan virus, uji serologi untuk penyakit
ricketsia, virus dan jamur dan laparotomy abdomen.

10
KONSTIPASI (OBSTIPASI)

Konstipasi adalah suatu kesulitan dalam melakukan/defekasi atau frekuensi berak


bertambah jarang. Obstipasi adalah konstipasi yang intractable menyebabkan sumbatan/
inpaction jalur rektum atau kolon. Pada kucing dan anjing keadaan tersebut bersifat dapatan
(menurun).

Hewan merejan (straining) saat buang air besar atau nyeri saat defekasi merupakan
pertanda penting konstipasi atau obstipasi. Sebenarnya tidak ada definisi yang pasti tentang
keteraturan saluran pencernaan, tidak ada suatu jadwal normal atau jumlah yang akan terjadi
dalam sehari atau dalam seminggu dalam hal buang air besar, namun penyimpangan dari hal
tersebut dapat mengakibatkan konstipasi.

Dalam praktek, konstipasi dapat dipandang terjadi jika terjadi penundaan yang signifikan
dalam frekuensi berak atau tinja teramati bentuknya yang tidak umum yakni menjadi keras
atau kering. Konstipasi yang terjadi dapat dikategorikan menurut salah satu yang
dikemukakan berikut yakni neurogenik, mekanik (fisik), muskuler (otot polos), dan
iatrogenik (dipicu oleh obat).

Pemilik hewan yang sadar hewan miliknya merejan saat defekasi, mungkin saja dalam
kenyataannya, hewan tersebut merejan saat kencing. Hal ini sangat sering terjadi pada
kucing-kucing yang mengalami gangguan saluran perkencingan bagian bawah, seperti feline
urologic syndrome (FUS). Dalam konteks yang didiskusikan ini lebih dalam kaitannya
dengan konstipasi dan obstipasi.

Gejala-Gejala Penyerta Konstipasi

Menilai seekor pasien yang memperlihatkan gejala konstipasi atau obstipasi bisa menjadi
suatu tantangan medik yang signifikan karena mekanisme patogeniknya yang kompleks dan
bervariasi. Hewan-hewan yang konstipasinya karena neurogenic, umumnya adalah penyakit
yang memperlihatkan rasa nyeri di daerah peritoneal atau rektum, dan disertai lesi setempat.
Pasien lain bisa saja menunjukkan penyakit neurogenic tanpa rasa nyeri, atau komplikasi
dalam waktu yang lama karena trauma pelvis atau spinal.

11
Penyebab mekanik dapat berupa ekstraluminal atau intraluminal. Palpasi abdomen dan
palpasi rektal perlu dilakukan pada pasien jantan maupun betina baik pada anjing maupun
kucing.

Tinja yang langsing atau tinja yang terwarnai darah bisa merupakan pertanda adanya lesi
intraluminal, sementara itu pasien dengan lesi ekstraluminal tanda yang ditemukan pada
gangguan intraluminal tidak dijumpai. Penyebab yang sifatnya muskuler paling jarang terjadi
dan pada umumnya sebagai akibat gangguan metabolik yang ekstrim. Atau kolon yang
sifatnya idiopatik pernah dilaporkan, tapi konstipasi bisa juga disebabkan oleh keadaan
katabolik yang parah. Bukti-bukti pemeriksaan lab penyakit endokrin dan kelainan terhadap
elektrolit hendaknya selalu diperiksa.

Tabel Diagnosis banding konstipasi

Penyebab Penyebab mekanik Penyebab muskuler Penyebab dipacu


neurogenik obat

Kortikal (dipicu Ekstraluminal Atoni kolon Anastetik


nyeri) Maltrunisi parah dan Anticholinergic
Prostat cachexia (contoh atropine)
Perianal (neoplasis/hyperplasia) Hipotiroidisme Antikovulsan
Neoplasia Tumor berukuran besar Hiperkalsemia Barium sulfat
Penyakit intraabdominal Hyperkalemia Diuretik
saccusanalis Bunting Hiperparatiroidisme Terapi laksativa
Fistula perianal Fraktur pelvis Dilatasi segmental berkepanjangan
Myasis Pascabedah Keracunan logam
berat (timbal/Pb)
Penyakit sistem Intraluminal
saraf pusat
Striktura rektal
Trauma spinalis (adenocarsinoma)
Neoplasia spinalis Striktura kolon
Myelopati Granuloma
degenerasi (histoplasmosis)
Tumor jinak kolorektal
Fecalith
Prolapses kolonik rektal
Intesusepsi
Penyakit saraf
tepi
Komplikasi pasca-
trauma pelvis
12
Gambar Algoritme klinis untuk konstipasi pada anjing dan kucing

Hewan positif
Signalemen dan
riwayat penyakit

KonstipasiygKon Retensis feses Bunting Dipicu Peri


nyata misalnya berkepanjangan seperti (?) pengobatan laku
sehabis diare hewan yang dikurung

Pemeriksaan fisik Hewan Positif

Nyeri anal/rektal Obstruksi Penurunan Kelemahan otot


kolon/rektal fungsi neurologic secara
Luka/trauma; Infeksi
Neoplasia; Penyakit Prostat; Tumor; Feca- seperti conscious menyeluruh dan
saccusanalis lith; Striktura; Pro proprioception dehidrasi
lapsus/hernia;
Biopsy/terapi lokal Radiografi spinal Lab data base
Pemeriksaan lan-
jutan/penanganan Pemeriksaan
lanjutan
Radiografi temuan positif(megacolon)
abdomen

Fecalth Penyakit korda Pembesaran Tumor intra Trauma pelvis


(obstipasi) spinalis atau prostat abdominal yang telah
seperti atoni cidera pulih atau
trauma pelvis
Pemeriksaan Pemeriksaan (khusus pada
Pemeriksaan kucing)
lanjutan lanjutan
lanjutan

Laboratory temuan
data base pp positif

Sedasi atau Hipo Hiper


Hiper Hiperpara Hipotiro
bius umum kalsemia kalemia tiroidisme idisme adreno
kortikisme

Pemeriksaan
lanjutan

13
Pemeriksaan Proktosko Kolonosko Radiografi Laparotomi Aspirasi perku Myelo Biopsi
anal atau pi dengan pi disertai kontras ekploratory taneus prostat -gram otot
rectum scr disertai biopsi terhadap tat untuk sito EMG/Elek
berulang logy & biakan tromyo
biopsi kolon
gram
DIARE KRONIK

Diare kronik adalah suatu perubahan pada pola saluran pencernaan yang terjadi secara
bertahap atau persisten, dicirikan dengan peningkatan fluiditas/keenceran, frekuensi, dan
volume tinja yang dikeluarkan dan berlangsung lebih dari 1-2 minggu, walaupun telah
dilakukan terapi sportif atau empirik. Secara klinik, riwayat penyaki dan gejala yang
menyertainya hendaknya dimanfaatkan untuk lebih menajamkan apakah diare kronik yang
terjadi akibat gangguan usus besar atau usus kecil.

Gejala-gejala penyerta

Mampu membedakan secara klinik antara diare usus besar dengan diare usus kecil adalah
suatu hal yang mendasar dalasm mendiagnosis dan menangani diare kronik. Gejala-gejala
diare kronik sebenarnya kurang lhas, dan hal-hal yang berkaitan dengan penyakit ini adalah
dehidrasi, kualitas rambut penutup tubuh yang buruk, dan demam. Pada saat melakukan
palpasi abdomen, pemeriksa terkadang dapat merasakan adanya masa memadat, penebalan
lengkungan (loop) usus, rasa nyeri, dan adanya gas dalam usus. Adanya edema, ascites, dan
efusi pleura pada penderita diare kronik, menandakan bahwa pada penderita tersebut sedang
mengalami kehilangan protein melalui usus. Pasien yang disertai dengan mukosa yang
memucat hendaknya dinilai terhadap kemungkinan terjadinya perdarahan usus seperti
kejadian anemia pada penyakit kronik,

Gejala hematologi yang penting diperhatikan adalah eosinofilia (alergi atau peradangan) dan
limfopenia (limfangiektasis). Hipoproteinemia umumnya berkaitan dengan malnutrisi yang
parah, protein losing enteropathy, dan kehilangan darah dalam saluran pencernaan.
Hiperglobulinemia jika terjadi umumnya berkaitan dengan enteropati (pada anjing ras
Basenji).

Rencana Diagnostik

Riwayat penyakit dan temuan pemeriksaan fisik, dapat digunakan untuk menggolongkan
diare kronik yang dihadapi, apakah diare usus besar atau diare usus kecil. Tindakan
pemeriksaan screening rutin terhadap pasien hendaknya meliputi pemeriksaan hematologi,
profil biokimia, uji apung tinja, pemeriksaan tinja secara langsung, dan urinalisis.

Diagnosis parasit usus. Pemeriksaan secara visual terhadap tinja dan anus perlu dilakukan
untuk melihat kemungkinan adanya proglotid, di samping uji apung dengan zeng sulfat untuk
14
memeriksa Giardia dan sista koksidia, pemeriksaan dengan suspensi larutan garam jenuh
untuk trofozoit protozoa, dan sedimentasi atau pemeriksaan larva Strongyloides ala
Boermann. Cacing keremi dewasa kadang dapat teramati dalam kolon pada saat dilakukan
kolonoskopi.

15
Tabel 1. Langkah-langkah diagnostik terhadap gangguan diare usus kecil kronik yang
spesifik

Penyebab diare usus kecil kronik Uji diagnostik/prosedur

Eksokrin, insufisiensi pankreas Serum trypsin-like immunoreactivity


Penyakit radang kronik usus halus
Eosinofilik enteritis Biopsi, eosinofilia
Enteritis limfositik plasmasitik Biopsi, serum protein elektroforesis
Immunoproliferative enteropathy Radiografi, biopsi
of basenji
Lymphangiectasia Limfopenia, biopsi
Atrofi villi
Gluten enteropathy Merespons pakan bebas gluten
Idiopathic Biopsi
Histoplasmosis Serologi, sitologi, biopsi
Lymphosarcoma Biopsi
Small intestine bacterial overgrowth Kultur isi usus (aspirasi), folate, respons terhadap
(SIBO) antibiotik
Giardiasis Pemeriksaan tinja, respons terhadap parasitisida
Defisiensi laktase Respons terhadap pakan tanpa laktosa

Tabel 2. Langkah-langkah diagnostik terhadap gangguan diare usus besar kronik yang spesifik

Penyebab diare usus kecil kronik Uji diagnostik/prosedur

Kolitis kronik
Idiopatik Kolonoskopi, biopsi kolon
Histiosit
Eosinofilik
Kolitis abrasif Riwayat diet, inspeksi tinja
Kolitis karena cacing keremi Uji apung tinja, kolonoskopi, respons terhadap fenbendazole
Kolitis protozoa
Amebiasis Ulas tinja air gara
Balantidiasis
Trichomonas
Kolitis histoplasma Sitologi tinja, biopsi kolon, serologi, kultur
Kolitis salmonella Biakan
Kolitis campylobacter Bakan
Kolitis protothecal Biopsi kolon
Polips rektokolon Palpasi digital, enema barium
Adenokarsinoma kolon Kolonoskopi, enema barium, ultrasound abdomen
Limfosarkoma kolon Enema barium, kolonoskopi
Diare fungsional (iritasi kolon) Riwayat penyakit, upaya pemeriksaan sehingga dapat
menyingkirkan penyebab lain

16
Pemeriksaan tambahan bagi tinja. Selain melakukan pemeriksaan rutin seperti uji apung tinja
dan pemeriksaan langsung, pemeriksaan lain perlu dilakukan seperti pemeriksaan
mikroskopis terhadap lemak (dengan pewarnaan sudan III), pati/starch (dengan iodium),
pewarnaan sitologi (pewarnaan Giemsa dan Wright) untuk menilai keberadaan leukosit dan
agen-agen infeksi. Suatu malasimilasi dapat dinilai berdasarkan analisis kuantitas lemak
pada tinja dan bobot tinja (produksi tinja setiao hari) walau pun secara klinik uji ini jarang
dilakukan, sejumlah uji biokimia dan fisik dapat pula dilakukan pada feses seperti kandungan
air dalam timja, kandungan nitrogen (untuk azotorrhea dan malasimilasi), elektrolit, pH,
osmolalitas, darah dalam tinja, dan biakan baik untuk bakteri mau pun jamur.

Perlu dilakukan Tes penyerapan dan fungsi pencernaan seperti trypsin-like immunoreactivity
(TLI), folate dalam serum, dan pemeriksaan kandungan vitamin B12.

Perlu dilakukan pemeriksaan radiografi dan ultrasonografi gastrointestinal.

Perlu dilakukan endoskopi gastrointestinal (gastroskopi, duodenoskopi, dan kolonoskopi),


disertai biopsi mukosa. Intubasi dan aspirasi terhadap duodenum dapat dilakukan guna
memperoleh spesimen untuk pemeriksaan sitologi dan biakan.

Perlu dilakukan laparotomi eksploratori dan biopsi usus.

Respons terhadap penanganan secara empirik seperti sulih/penggantian enzim atau


penanganan terhadap parasit-parasit usus.

17
KESULITAN MENELAN/DISFAGIA

Disfagia adalah proses menelan yang sulit dan disertai dengan rasa nyeri. Secara klinik
hewan yang mengalami disfagia ditandai upaya menelan secara terus menerus dengan penuh
tenaga, dengan atau tanpa disertai dengan regurgitasi. Tanda-tanda tersebut akan tampak
nyata segera setelah hewan melakukan prehensi terhadap pakan dan air.

Menelan adalah suatu refleks yang rumit, diperlukan koordinasi sejumlah otot dan reaksi
neurologi yang melibatkan lidah (lingua), langit-langi (pallatum durum dan pallatum molle),
farings, larings, esofagus, dan gastroesofagus junction. Refleksmenelan dikoordinasikan oleh
nervus kranialis (NK) V, NK VII, NK IX, NK X, dan NK XI, maka dari itu lesi lesi neurologi
yang terjadi pada nuklei di batang otak dan pembentuk retikular dapat mengakibatkan refleks
menelan menjadi tidak normal.

Disfagia dapat terjadi sebagai akibat gangguan yang memengaruhi salah satu dari tiga fase
menelan, bisa fase orofarings, fase esofagus, dan fase gastroesofagus. Gangguan yang
bersifat morfologi yang membuat lesi dan menekan fungsi orofarings, esofagus, lambung,
otak atau batang otak dapat mengakibatkan disfagia. Gangguan fungsional atau motilitas
yang memengaruhi proses menelan meliputi spastisitas, inkoordinasi, atau kontraksi otot
yang gagal, dapat diakibatkan gangguan neurologi, gangguan transmisi neuromuskuler, atau
penyakit primer yang terjadi pada otot. Gangguan tersebut dapat bersifat menurun
(congenital) atau sifatnya dapatan. Gangguan yang memengaruhi proses menelan pada fase
orofarings menjadi penyebab disfagia yang menimbulkan bunyi (saat berupaya menelan),
sedangkan gangguan yang memengaruhi fase esofagus dan fase gastroesofagus membuat
proses menelan diikuti dengan kejadian regurgitasi.

Gejala-gejala Penyerta

Disfagia teramati pada hewan muda, khususnya yang berkaitan dengan gangguan motilitas
esofagus yang sifatnya kongenital, sedangkan yang sifatnya dapatan dilaporkan terjadi pada
hewan tua. Kejadian disfagia lebih banyak dilaporkan terjadi pada anjing dibandingkan pada
kucing. Disfagia bisa terjadi baik pada hewan jantan mau pun betina.

Prehensi pakan pada penderita disfagia umumnya normal. Hipersalivasi kadang-kadang


dilaporkan terjadi pada hewan yang mengeluarkan leleran hidung dan disertai regurgitasi.
Regurgitasi bukanlah gejala yang selalu muncul pada penderita disfagia, dan regurgitasi tidak

18
berkaitan dengan tingkat keparahan disfagia. Regurgitasi umumnya sebagai akibat gangguan
proses menelan pada fase esofagus dan fase gastroesofagus.

Walaupun kebanyakan penderita disfagia memiliki nafsu makan yang normal atau bahkan
meningkat (polifagia), namun gejaala anoreksia, penurunan bobot badan, dan batuk-batuk
sangat mungkin berkaitan dengan penyakit obstruksi esofagus kronik atau ulserasi esofagus.

Hendaknya selalu diingat dan diwaspadai bahwa pemeriksaan pasien yang menunjukkan
gejala neurologi mesti dilakukan dengan penuh kehati-hatian, karena disfagia dapat
merupakan akibat utama infeksi virus rabies.

Rencana diagnostik

Lakukan pengamatan dengan penuh seksama pada penderita disfagia saat menelan pakan dan
meminum air.

Lakukan pemeriksaan hematologi, profil biokimia, dan urinalisis. Pemeriksaan laboratorium


umumnya kurang membantu dalam mendiagnosis, namun penting dalam menilai keadaan
pasien secara menyeluruh. Uji apung tinja perlu dilakukan untuk menemukan telur cacing
dan mendiagnosis cacing lambung/esofagus, Spirocerca lupi

Pemeriksaan lab khusus yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan antinuclear antibody
(ANA), pemeriksaan lupus erythema (LE) dan titernya untuk menilai adanya penyakit
berperantara kekebalan (immuned mediated), di samping melakukan tes thyroid stimulating
hormone (TSH) agar dapat mendiagnosis atau meniadakan kemungkinan penyakit neuropati
perifer karena hipotiroidisma.

Lakukan pemeriksaan radiografi nonkontras terhadap leher dan dada.

Lakukan esofogram kontras positif pada leher dan dada.

Lakukan esofagoskopi karena tindakan ini dapat menangani jika terdapat benda asing (corpus
alienum), tindakan yang dilakukan dapat menekan akibat gangguan benda asing tersebut.
Endoskopi esofagus bukanlah langkan yang dapat diandalkan dalam mendiagnosis
megaesofagus.

Lakukan penilaian secara flouroskopi terhadap motilitas esofagus.

19
Lakukan pengamatan secara visual terhadap orofarings pada pasien yang dibius (Namun, hal-
hal yang ditemukan umumnya kurang membantu dalam mendiagnosis).

20
Tabel. Diagnosis banding disfagia

Lokasi anatomi Bentuk gangguan atau infeksi

Kardiovaskuler Megaesofagus sebagai ikutan persistensi arkhus aorta IV


Gangguan limfatika dan sistem imun
Limfadenopati mandibularis, retrofaringealis, dan bronkhialis (jarang), yang
berkaitan dengan limfosarkoma, neoplasia thymus pada FeLV pada kucing dan
mikosis sistemik (histoplasmosis atau blastomikosis)
Epidermolisis bullosa yang memicu terjadinya esofagitis (jarang).
Gastrointestinal Obstruksi esofagus oleh corpus alienum/benda asing atau granuloma parasit
(Spirocerca lupi), striktura, neoplasia esofagus.
Cricopharyngeal achalasia (pada anjing muda)
Megaesofagus sebagai ikutan obstruksi pylorus pada kucing.
Divertikula esofagus
Ruptura esofagus karena trauma
Refluks esofagus
Esofagitis yang dipicu oleh pemberian obat doxycycline
Feline herpes virus yang memicu esofagitis
Neurologi Megaesofagus kongenital atau dapatan
Myasthenia gravis pada anjing
Infeksi virus rabies

21
KEHILANGAN NAFSU MAKAN/ANOREKSIA

Anoreksia adalah suatu keadaan hewan yang nafsu makannya berkurang atau hilang. Pada
bidang kedokteran hewan, istilah ini digunakan untuk menjelaskan sedikit berkurang atau
hilangnya sebagian nafsu makan hewan, sebagai lawan hewan yang sama sekali tidak mau
makan.

Selain itu, sulitnya dalam melakukan penilaian terhadap penurunan nafsu makan, membuat
pemeriksa sebenarnar bergantung pada harapan pemilik hewan (diceritakan saat anamnesis)
terhadap apa dan bagaimana suatu nafsu makan yang tidak normal bagi hewan
kesayangannya

Hewan peliharaan memiliki kebiasaan makan dengan selang waktu tertentu dalam satu hari.
Namun, berdasarkan pengalaman, hewan mungkin memiliki periode tidak bernafsu makan
dalam waktu-waktu tertentu dan keadaan ini tidak selalu berkaitan dengan suatu penyakit.

Pada saat menilai hewan yang nafsu makannya menurun, pemeriksa perlu menggali riwayat
penyakit dengan seksama, di samping melakukan pemeriksaan fisik dengan teliti, agar dapat
menentukan apakah penyakit yang sedang berlangsung menimbulkan atau tidak
mengakibatkan gejala klinik berupa penurunan nafsu makan. Pemeriksa hendaknya dapat
mengungkap berapa lama penurunan nafsu makan atau anoreksia telah berlangsung dan
apakah penurunan nafsu makan yang terjadi sifatnya komplit atau parsial.

C a t a t a n: kenapa perubahan nafsu makan menjadi gejala klinik yang penting ? Karena
dalam kenyataannya , kehilangan nafsu makan merupakan tanda yang pertama kali yang
teramati pemilik hewan ketika hewan kesayangannya mulai sakit.

Gejala-gejala Penyerta

Anoreksia merupakan suatu kejadian yang menimbulkan gejala klinik yang tidak begitu
kentara, tanda tersebut tidak secara berkesinambungan muncul, dan seperti halnya keadaan
nyeri, anoreksi mungkin berkaitan dengan sejumlah gangguan dalam tubuh hewan.

Perubahan kondisi lingkungan yang signifikan, adanya suasana yang berubah (adanya anakan
hewan baru dalam suatu keluarga), atau adanya perubahan kehidupan sehari-hari (anjing
berada seorang diri dalam rumah untuk pertama kalinya), merupakan hal-hal yang perlu
dicermati. Informasi tentang pengobatan dengan obat tertentu yang diberikan terakhir kali

22
pada penderita sangat perlu diketahui, apakah mungkin hewan penderita seperti kucing
misalna diberikan pakan yang lengket, atau terdapat benda asing di dalam rongga mulut (di
bawah lidah kucing), apakah pakan yang diberikan berubah, atau pakan yang diberikan sudah
tidak segar lagi (pakan kaleng yang jamuran atau pakan kering yang umumnya tidak
disarankan untuk dimakan) adalah hal yang penting untuk didapat.

Pemeriksaan fisik hendaknya dapat menilai conformation tubuh secara menyeluruh dan
apakah penurunan bobot badan terus berlangsung, dan apakah ada teramati suatu cidera pada
tubuh hewan? Umur hewan juga menjadi faktor penting yang menentukan kejadian
anoreksia. Menurunnya daya penciuman, neoplasia, pengakit sendi, dan penyakit pada gigi
merupakan gangguan yang berkaitan dengan usia, dan juga sangat mungkin berkaitan dengan
anoreksia.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding yang berkaitan dengan anoreksia begitu banyak untuk dipecahkan agar
dicapai suatu diagnosis. Para klinikus dihadapkan dengan pasien yang memperlihatkan satu
gejala, sehingga klinikus berhadapan dengan tantangan berat secara klini dalam menentukan
gangguan yang sedang terjadi. Bahkan katagori penyakit yang berkaitan dengan anoreksia
begitu luas seperti psikologik, metabolik, ortopedik, penyakit menular, peradangan, dan
neoplasia.

Rencana Diagnostik

Lakukan observasi yang seksama terhadap penderita.

Lakukan pemeriksaan fisik secara metodik

Lakukan pemeriksaan laboratorium secara standar dalam hal profil hematologi, biokimiawi,
dan urinalisis. Pemeriksaan tinja dilakukan jika ada gejala yang mengarahkan untuk
pemeriksaan itu.

Radiografi atau pemeriksaan citra (imaging) lainnya perlu dilakukan jika rasa nyeri dapat
dilokalisir pada regio tertentu pada tubuh (seperti rongga perut).

Tes diagnosis khusus perlu dilakukan bila kelainan yang spesifik dapat dilacak (untuk itu
perlu dilakukan biopsi, aspirasi, sitopatologi, dan myelografi).

23
MUNTAH/VOMITING

Muntah adalah pengeluaran pakan atau cairan dengan penuh tenaga melalui mulut dari
lambung, dan kadang-kadang dari usus halus duodenum bagian depan/proksimal. Istilah
muntah juga diberikan pada hewan-hewan yang menunjukkan tanda-tanda mengeluarkan
pakan, dicirikan dengan perut yang dikempiskan, punggung melengkung, gagging atau
retching, dan hipersalivasi. Sementara itu regurgitasi yang ditandai dengan pengeluaran
pakan atau cairan dari esofagus dan upaya pada regurgitasi bersifat pasif dibandingkan
dengan pada muntah.

Catatan: batuk yang memicu gagging biasanya berkaitan dengan trakheitis atau trakheobronkhitis,
umumnya disertai dengan keluarnya lendir kental/mukus dari saluran pernapasan dan hal terebut
umumnya disertai dengan penuh tenaga

Muntah adalah refleks yang rumit karena memerlukan koordinasi antara saluran pencernaan,
sistem muskuloskeletal, dan sistem saraf. Walaupun pusat muntah pada sistem saraf pusat
adalah pemicu muntah, namun pusat tersebut memerlukan adanya suatu rangsangan. Bahkan
pada kejadian muntah yang dipicu oleh obat-obatan, perangsangan pusat muntah terjadi
setelah perangsangan chemoreceptor trigger zone (CTZ) pada medulla, yang melanjutkan
impuls ke pusat muntah. Sejumlah saraf sensoris dapat berperan memerantarai impuls
muntah/emetik. Maka dari itu rasa nyeri yang teramat sangat (khususnya abdomen), saraf
(psikogenik), rangsangan aroma yang tidak menyenangkan, rasa, dan bebauan, sensasi dari
labirin (telnga) dan daerah farings, berbagai toksin dan obat, tertahannya produk sisa
metabolik, semuanya itu dapat menimbulkan muntah. Sejumlah reseptor muntah ditemukan
keberadaannya di viscera abdominal, khususnya duodenum, sedangkan saraf motorik/aferen
ditemukan pada nervus vagus dan saraf simpatik.

Muntah dapat mengakibatkan kondisi hewan melemah. Jika muntah berlangsung secara
berlebihan, dapat mengakibatkan kehilangan cairan ekstraselular yang parah, khususnya
sodium (Na), potassium (K), dan chloride (Cl), dan air. Kehilangan kandungan yang ada
dalam lambung, mengakibatkan kehilangan ion-ion hidrogen (H), mendorong kadar
bikarbonat (HCO3--) serum yang tinggi, dan alkalosis metabolik. Bahan muntahan yang
berasal dari duodenum proksimal kaya akan kandungan bikarbonat. Secara klinik muntah
hendaknya bisa dibedakan sebagai masalah yang berasal dari saluran pencernaan (penyebab

24
primer) atau masalah yang terjadi di luar saluran pencernaan seperti penyebab metabolik
(penyebab sekunder).

Gejala-Gejala Penyerta

Gejala yang muncul sangat tergantung pada penyebabnya dan muntah umumnya disertai
dengan sejumlah gejala klinik yang penting. Penyebab primer muntah umumnya
memunculkan gejala klinik yang berkaitan dengan saluran pencernaan, seperti mencret, nyeri
abdomen, dan teramati adanya benda asing seperti benda berbentuk linier yang terperangkap
pada ujung bawah lidah, mencerna bahan yng sifatnya iritatif atau obat-obatan, hemtochezia,
atau tumor abdominal yg bisa dipalpasi. Penyebab sekunder muntah umumnya menimbulkan
gejala berupa lesu, kurang nafsu makan, dan lemah, khususnya bila muntah telah berlangsung
selama beberapa hari. Pada sejumlah anjing dapat ditemukan gejala poliuria, polidipsia,
anuria, ikterus, batuk, dan anemia.

Diagnosis Banding

Tabel. Diagnosis banding muntah pada hewan kecil

Penyebab infeksius Penyebab obstuktif Penyebab kimiawi

Infeksi virus panleukopenia Benda asing dalam usus Logam berat


kucing Neoplasia gastrointestinal Pestisida
Infeksi virus parvo anjing Dilasi lambung-sindrom Digitalis
Infeksi virus corona anjing volvulus Salisilat
Infeksi hepatitis anjing Stenosis pilorik Mebendazole
Leptospirosis Richobezoar (hairballs) Penicillamine
Enteritis bakteriawi Hernia difragmatika Chloramphenicol
Penakit cacing jantung Morphine
(kucing) Obat-obat antineoplastik

Peradangan Penyebab metabolik Penyebab idiopatik/lainnya

Pyometra Gagal ginjal (uremia) Psikogenik, vestibuler (mabok


Prostatitis Penyakit hati darat/car sickness)
Peritonitis Ketoasidosis diabetes Makan kemaruk (anak anjing)
Pankreatitis akut Hipoadrenokortikisma Penyakit sistem saraf pusat
Gastritis dan enteritis (penyakit Addison) Bilious vomiting syndrome
Ulkus lambung Hipokalemia Autonomic epilepsy
Hipertiroidisma (kucing) Konstipasi/obstipasi
Ileus, paralitik

25
Rencana diagnostik

1. Lakukan verifikasi terhadap pasien muntah. Pasien mestinya tidak melakukan


gagging atau retching setelah hewan menderita penyakit trakhea. Tentukan lama
penyakit telah berlangsung, dugaan terhadap penyebab penyakit, dan obat-obatan
yang telah diberikan. Lakukan penilaian terhadap gejala yang berkaitan dengan
kejadian penyakit.

2. Siapkan data dasar lab, terutama yang nantinya bisa mendasari rencana diagnostik.
Data dasar tersebut hendaknya mencakup jumlah sel darah, profil bioimiawi,
urinalisis, dan ujing apung tinja. Terhadap pasien kucing, pemeriksaan hendaknya
mencakup pemeriksaan cacing jantung, FeLV, FIV, dan hipertiroidisma. Lakukan
pemeriksaan serologi jika dipandang perlu, guna menyingkirkan penyebab yang
bersifat sistemik (seperti mikosis sistemik).

3. Radiografi thoraks dan abdomen, ultrasonografi ntuk abdomen.

4. Pemeriksaan radiografi kontras terhadap lambung dan usus halus (seperti rangkaian
pemeriksaan dengan kontras berbahan barium).

5. Lakukan eksplorasi laparotomi, tergantung pada keadaan pasien.

6. Lakukan prosedur diagnosis khusus seperti, endoskopi, biopsi saluran pencernaan,


double contrast study terhadap lambung dan usus halus, dan studi motilitas lambung
(fluoroskopi).

26
MUNTAH DARAH: HEMATEMESIS

Hematemesis adalah suatu keadaan hewan yang memuntahkan darah. Hematemesis tidak
sering terjadi pada anjing dan sangat sangat jarang pada kucing. Walau keberadaan darah
teramati pada vomitus/muntahan, definisi hematemesis adalah muntah yang terjadi berulang-
ulang dan pada muntahannya ditemukan banyak bekuan darah, atau darah yang tidak
membeku, dengan demikian muntahan darah tersebut tampilannya diistilahkan dengan kopi
bubuk, sebagai akibat dinaturasi darah oleh asam lambung. Jika gejala ini muncul, pasien
tersebut sejatinya sedang mengalami gangguan yang serius.

Gejala-Gejala Penyerta

Hematemesis tidak selalu membatasi diagnosis bahwa gangguan terjadi pada lambung atau
saluran pencernaan. Berbagai gangguan metabolik dan koagulasi dapat mengakibatkan
hematemesis yang parah di samping berbagai gejala klinik lainnya. Darah yang berasal dari
sistem pernapasan bagian atas sangat mungkin tertelan dan selanjutnya dimuntahkan
sehingga memberi kesan bahwa darah tersebut berasal dari lambung.

Anoreksi dan muntah merupakan gejala yang paling sering ditemukan, namunn tidak gejala
yang spesifik. Gejala lain seperti penurunan bobot badan, kondisi melemah, tinja hitam
(melena), dehidrasi, dan penurunan aktivitas adalah gejala-gejala yang memiliki nilai
diagnostik yang tidak begitu kuat. Anemia yang parah bisa terjadi sebagai akibat hemoragi
lambung yang terus berlangsung, dan jika sifatnya akut dapat dijadikan dasar untuk
melakukan tindakan laparotomi eksploratori untuk mengidentifikasi sumber perdarahan.

Meningkatnya hewan meminum air dan urinasi mungkin merupakan pertanda hewan sedang
mengalami gangguan ginjal atau hati. Tumor intrakutaneus atau tumor subkutaeus, tumor sel
mast tertentu dapat berkaitan dengan ulkus lambung dan perdarahan. Lesi ulseratif pada
mulut bisa sebagai pertanda hewan tersebut sebelumnya telah memakan bahan yang sifatnya
kaustik (membakar) atau toksik. Frenulum lidah pada rongga mulut hendaknya selalu
diperiksa guna memastikan di tempat tersebut tidak ada benda asing yang sifatnya linier.

27
Diagnosis Banding

Tabel Diagnosis banding hematemesia pada hewan kecil

Gangguan lambung primer Gangguan sistem metabolik

Gastritis Pankreatitis akut


Adrenocortical insufficiency (penyakit
Infeksius (spt virus parvo) Addison)
Toksik Toksin (seperti timah hitam, ethylene glycol)
Bile reflux-bilous vomiting syndrome Gagal hati
Benda asing Gagal ginjal
Neoplasia

Tukak/ulkus lambung

Akibat pengobatan (spt aspirin)


Idiopatik
Metabolik (spt gagal ginjal)
Neoplastik

Rencana diagnostik

1. Riwayat yang menyeluruh terhadap pasien mesti diperoleh, hal ini sangat genting dan
hendaknya fokus terhadap hal-hal berikut ini:

a. Pemberian pengobatan yang terakhir, baik yang diresepkan mau pun yang tidak
diresepkan.

b. Mengetahui adanya kemungkinan terpapar terhadap bahan toksik atau bahan


beracun.

c. Lama masa berlangsungnya gejala-gejala primer dan yang menyertainya.

d. Penampilan secara fisik vomitus yang dimuntahkan

e. Status fisik hewan pelihara lainnya yang satu rumah atau satu kandang.

2. Siapkan profil lab yang minimum dalam hal nilai hematologi, (khususnya terhadap
pasien yang mengalami anemia), urinalisis, dan uji apung tinja. Penekanan
pemeriksaan hendaknya ditujukan pada fungsi ginjal, adrenal, dan hati.

3. Pemeriksaan tinja pasien terhadap kemungkinan adanya antigen virus parvo.


28
4. Activated coagulation time (ACT). Lakukan panel koagulasi, seperti partial
thromboplastin time (PTI), prothrombin time (PT), fibrin degradation products
(FDPs), fibrinogen, dan total plate count, perlu dilakukan jika memungkinkan untuk
dilaksanakan.

5. Lakukan aspirasi fine needle terhadap setiap tumor intrakutaneus atau tumor
subkutan.

6. Lakukan pemeriksaan radiografi terhadap tkoraks dan abdomen, di samping


ultrasonografi terhadap abdomen.

7. Lakukan gastroskopi dan esofagoskop.

8. Lakukan laparotomi eksploratori dan gastrotomi.

Catatan: pada pasien-pasien dengan hematemesis, pembedahan bisa dilakukan sebelum profil lab pasien
tersebut diperoleh.

29
KEHILANGAN BOBOT BADAN: EMASIASI/KAHEKSIA

Emasisasi adalah suatu keadaan yang serius, kronik, dan berkembang cepat yang dicirikan
dengan kehilangan bobot badan (bobot badan sedikitnya telah turun 20%). Kaheksia adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan tahap akhir suatu emasiasi. Kehilangan bobot
badan yang nyata yang berkaitan dengan proses emasisasi atau kaheksia, umumnya berkaitan
dengan nproses katabolisma terhadap lemak dan protein, walaupun kalori yang dikonsumsi
sangat memadai. Peningkatan metabolisma (hipermetabolik), mengkonsumsi pakan yang
kurang memadai atau asimilasi nutrisi yang tidak memadai, atau kehilangan nutrisi secara
berlebihan, semuanya itu mengakibatkan penurunan bobot badan pasien.

Gejala-Gejala Penyerta

Riwayat penyakit hendaknya memusatkan perhatian pada diet (pakan yang dimakan), nafsu
makan, dan status kesehatan pasien (seperti keyakinan adanya muntah dan mencret).
Lamanya proses penurunan bobot badan menurut pandangan klayen hendaknya perlu
diperhatikan. Emasiasi yang terjadi selama satu bulan (seperti akibat neoplasia), pronosisnya
adalah lebih buruk (poorer) dibandingkan dengan emasiasi yang telah berlangsung berbulan-
bulan. Pemeriksaan fisik hendaknya diarahakan kepada adanya demam pada pasien, penyakit
gastrointestinal, dan terjadinya penurunan ukuran dan konsistensi organ-organ internal.

Diagnosis Banding

Sejumlah diagnosis banding hendaknya selalu dipertimbangkan pada pasien yang mengalami
emasiasi/kaheksia. Sejumlah katagori penyakit hendaknya juga dipertimbangkan dalam
menilai suatu keadaan emasiasi/kaheksia, dan hal-hal tersebut berkaitan dengan sejumlah
gangguan berikut ini:

Malnutrisi. Hendaknya diperhatikan kualitas dan kuantitas pakan, ketersediaan pakan,


adanya kemungkinan penelantaran (neglect/abuse) terhadap pasien.

Polifagia. Hendaknya diperhatikan terhadap adanya malassimilasi (seperti maldigesti atau


malabsorpsi), keadaan hipermetabolik (seperti hipertiroidisma, bunting), kehilangan nutrisi
secara berlebihan (seperti diabetes mellitus, glomerulonefropati).

30
Anoreksia. Hendaknya diperhatikan adanya penyakit menular, neoplasia, penyakit
neurologi, keracunan (seperti keracunan timah hitam), dn penyakit-penyakit gigi
(pseudoanoreksia).

Gejala-gejala gastrointestinal. Hendaknya diperhtikan adanya malassimilasi (seperti


maldigesti atau malabsorpsi), dan parasitisma.

Gejala-gejala saluran perkencingan. Hendanya diperhatikan kehilangan cairan dan bahan


nutrisi secara berlebihan via ginjal (poliuria).

Demam. Hendaknya diperhatikan adanya penyakit menular.

31
PENYAKIT KULIT/MUKOSA KUNING: IKTERUS (JAUNDICE)

Ikterus atau jaundice adalah suatu keadaan jaringan terwarnai kuning (khususnya kulit,
selaput lendir, dan sklera) disebabkan oleh meningkatnya kadar bilirubin serum. Kejadian
ikterus tersebut menandai kejadian penyakit hepatoseluler atau penyakit hemolitik
intraseluler.

Dalam ptaktek, ikterus bukanlah kejadian yang sering dikeluhkan klayen, karena rambut
anjing atau kucing yang tebal menutupi pengamatan klayen bahwasanya telah terjadi
perubahan pigmen empedu pada kulit. Jaringan ikterus lebih kasat mata pada jaringan skelra,
dan pada selaput lendir mulut, vagina, dan prepusium, khususnya pada pasien animik.
Ikterus bisa terjadi setelah akumulasibilirubin yang terkonjugasi (larut dalam air) mau pun
yang tidak terkonjugasi (larut lemak) dalam darah.

Ikterus bisa bermula pada tiga tahapan yang berbeda: prahepatik (penyakit hemolitik),
hepatik (penyakit hepatoseluler), pascahepatik (obstruktif atau berkurangnya aliran empedu).

Hiperbilirubinemia tidak terkonjugasi disebabkan oleh hemolisis yang berlangsung cepat


(penyebab umum pada anjing dan kucing), eritropoiesis yang tidak efektif, kegagalan hati
melakukan uptake terhadap bilirubin terkonjugasi, atau gagalnya proses konjugasi.
Hiperbilirubinemia terkonjugasi (larut dalam air) umumnya terjadi karena gangguan intrinsic
pada hati yang memengaruhi tranportasi bilirubin. Penyakit cholestatsic yang berkaitan
dengan menurunnya aliran empedu umumnya dicirikan dengan ikterus dan asidemia (cairan)
empedu.

Gejala-Gejala Penyerta

Ikterus dapat dilacak pada anjing dan kucing tanpa disertai gejala klinik, namun sebaiknya
jumlah sel darah merah dan tes fungsi hati hendaknya dilakukan. Ikterus prahepatik
dicirikan dengan kejadian anemia yang berlangsung cepat, kelemahansecara umum, atau
mendadak ambruk (acute collaps/caval syndrome), dan air kencing berwarna jingga/oranye
terang. Kepucatan pada selaput lendir agak sulit dinilai pada pasien yang nyata-nyata ikterus.
Ikterus hepatik dan ikterus pascahepatik umumnya ditandai dengan kelesuan dan penurunan
nafsu makan, sehingga agak sulit dibedakan secara klinik. Tergantung pada tipe cidera
hepatik atau tingkat obstruksi yang berlangsung, kejadian muntah atau mencret, penurunan
bobot badan, perut membuncit, poliuria atau polidipsia, edema perifer yang terkait dengan
32
hipoproteinemia, dan perdarahan yang berkepanjangan (jarang) dilaporkan terjadi pada
pasien ikterus.

Diagnosis Banding

Prahepatik (hemolitik) Hepatik (hepatoseluler)

Immune mediated hemolytic anemia Cholangitis/cholangiohepatitis


(Coomb’s postive anemia) Penyakit hati aktif yang kronis
Penyakit cacing jantung (khususnya Copper storage disease (pada anjing
postcaval syndrome) Bedington terrier dan Doberman pinscher)
Septiemia hemolitik Penyakit hati yang dipicu obat-obatan atau
Hemolisis yang dipicu transfusi darah dipicu vaksin
a. Thiacetarsamide-kejadiannya
Pascahepatik (obstruktif) sporadik
b. Anthelmintik imidazole-kejadiannya
Cholangitis/cholangiohepatitis sporadik
Fibrosis hepatik c. Antikonvulsan, seperti primidone
Neoplasia d. Actaminophen/methylene blue pada
Pankreatitis akut kucing
Neoplasia ekstrahepatik (akibat tekanan) Fibrosis hepatik
Trauma duktus choledukus Septikemia
Kantong kencing robek (karena trauma) a. Bakterimia bakteri Gram negatif
Cholelitiasis b. Leptospira
Virus
a. Canine viral hepatitis
b. Feline leukopenia
c. Feline infectious hepatitis
Neoplasia yang sifatnya primer atau
metastase

Rencana Diagnostik

1. Riwayat penyakit secara menyeluruh. Anamnesis hendaknya difokuskan pada terapi


yang kini sedang berlangsung atau sebelumnya, meliputi pengobatan pencegahan
penyakit cacing jantung, lama berlangsung suatu penyakit, dan gejala-gejala klinik
yang menyertainya. Pemeriksaan fisik ditujukan untuk memastikan adanya ikterus,
namun tidak mengungkap penyebab penyakit. Palpasi terhadap abdominal dapat
mengungkap adanya hepatomegali, adanya masa dalam abdomen, atau cairan dalam
abdomen. Pada pasien yang nyata-nyata anemia, jika memungkinkan transfusi darah
hendaknya ditunda sampai ada hasil pemeriksaandarahyangtelah diinterpretasi.

33
2. Evaluasi lab pasien ikterus. Hal ini sangat perlu dilakukan, hendaknya mencakup
jumlah sel darah merah, panel biokiiawi (termasuk bilirubin total dan bilirubin direct),
pemeriksaan tinja, urinalisis, tes terhadap cacing jantung (anjing), elektroforesis
serum (kucing), dan tes untuk FeLV, antigen dan antibodi terhadap FIV.

3. Pasien anemia. Perlu dilakukan tes Coomb’s, titer ANA, ulas darah tepi untuk
memeriksa adanya parasit, biakan darah khususnyanpada pasien yang mengalami
demam, dan tes IFA pada sumsum tulang terhadap antigen FeLV (pada kucing).

4. Pasien non anemia. Perlu dilakukan radiografi abdomen, abdominosentesis dengan


disertai analisis cairan dan studi sitologi, aspirasi fine-needle terhadap hati,
memeriksa amonia dalam plasma, asam empedu, dan serum mailase, serum lipase jika
belum termasuk ke dalam panel biokimiawi.

5. Spacial diagnostik tes. Perlu dilakukan pemeriksaan profil koagulasi, diikuti dengan
biopsi hati (perkutaneus atau laparotomi) atau celiotomi eksploratori dengan biopsi.

6. Abdominal ultrasound, CT, dan scintigrafi perfusi (diperlukan fasilitas khusus).

34

Anda mungkin juga menyukai