Anda di halaman 1dari 12

Penerapan Sistem Manajeman Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (SMK3) Di Perusahaan

Latar Belakang

Keselamatan dan kesehatan tenaga kerja merupakan unsur penting yang tidak dapat dipisahkan
di setiap aktivitas perusahaan. Perusahaan dalam rangka mencapai tujuannya, melakukan
kegiatan aman dan terbebas dari kondisi merugikan perusahaan diantaranya kecelakaan kerja.
Kegiatan aman perusahaan perlu diimbangi dengan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Mekanisme konkrit manajemen dalam hal keselamatan dan kesehatan kerja dilakukan melalui
penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

Data statistik kecelakaan kerja di Indonesia dari tahun 1992 sampai dengan tahun 2013 dari BPS,
menunjukkan adanya peningkatan jumlah kecelakaan. Peraturan keselamatan dan kesehatan
kerja membawa akibat hukum untuk ditaati subyek hukum yakni perusahaan. Konteks filsafat
hukum, permasalahan tentang mengapa orang mentaati hukum terkait Penerapan Sistem
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di Perusahaan, menarik dipelajari mengingat subyek
hukum permasalahan dimaksud bukanlah subyek hukum perorangan melainkan perusahaan
sebagai badan hukum yang merupakan badan usaha.

Filsafat hukum mencoba mendeskripsikan permasalahan dalam tataran sudut pandang ideal yang
pastinya akan berbeda dengan deskripsi permasalahan dalam tataran sudut pandang realita
(fakta). Mengapa, karena sudut pandang ideal permasalahan ini merupakan pertimbangan kaidah
hukum yang masuk dalam tataran dunia nilai (das sollen), sedangkan sudut pandang realita
(fakta) berada dalam tataran dunia nyata (das sein).

Pembahasan

Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: PER.05/MEN/1996, Pasal 1 butir 1


menyatakan: “Sistem Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disebut
Sistem Manajemen K3 adalah bagian dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi
struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumber
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.

Lebih lanjut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, Pasal 1 butir 1 menyatakan: “Sistem
Manajeman Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat SMK3 adalah bagian
dari sistem manajemen perusahaan secara keseluruhan dalam rangka pengendalian resiko yang
berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.”
Pasal 1 butir 2 menyatakan: “Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja
melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.”

Gempur Santoso, menyebutkan definisi Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
sebagai berikut Bagain dari sistem manajemen secara keseluruhan yang meliputi struktur
organisasi, kegiatan perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur, proses dan sumbr
daya yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian pengkajian dan pemeliharaan
kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian resiko yang berkaitan
dengan aktivitas pekerjaan.

Dalam rangka menciptakan keselamatan dan kesehatan kerja, selain dua peraturan diatas masih
banyak aturan-aturan teknis lainnya bersifat khusus yang mengatur aktivitas kerja pada bagian-
bagian kerja atau unit-unit tertentu yang merupakan satu kesatuan yang terkait dari proses dalam
rangkaian aktivitas kerja. Peraturan-peraturan K3 dimaksud bertujuan untuk mencegah kerugian
individu dalam bentuk kecelakaan fisik tenaga kerja, maupun kerugian perusahaan berupa
terhentinya kegiatan operasional perusahaan yang bersifat sementara maupun yang
mengakibatkan terhentinya kegiatan operasional perusahaan serta dampak kerusakan lingkungan
akibat tidak terpenuhinya upaya keselamatan dan kesehatan kerja dari perusahaan secara benar.

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen K3 adalah menciptakan suatu sistem keselamatan dan
kesehatan kerja di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja dan
lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan mengurangi kecelakaan dan
penyakit akibat kerja serta terciptanya tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Tahapan pelaksanaan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),
dijelaskan dalam lampiran Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, yaitu :

1. Penetapan Kebijakan K3
2. Perencanaan K3
3. Pelaksanaan Rencana K3
4. Pemantauan dan Evaluasi Kinerja K3
5. Peninjauan dan Peningkatan Kinerja K3

Sebagai tindak lanjut dari ketentuan dimaksud, perusahaan yang menjadi subyek hukum
sekaligus sebagai institusi mempunyai kewajiban melaksanakan implementasi SMK3, antara
lain:

1. Menetapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dan menjamin komitmen


manajemen perusahaan terhadap penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3);
2. Merencanakan pemenuhan kebijakan, tujuan dan sasaran penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja;
3. Menerapkan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan secara efektif
dengan mengembangkan kemampuan dan mekanisme pendukung yang diperlukan untuk
mencapai kebijakan, tujuan dan sasaran keselamatan dan kesehatan kerja ;
4. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja sistem manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja (SMK3) serta melakukan tindakan perbaikan dan pencegahan ;
5. Meninjau secara teratur dan meningkatkan pelaksanaan SMK3 secara berkesinambungan
dengan tujuan meningkatkan kinerja keselamatan dan kesehatan kerja.

Dari beberapa pengertian mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3), pembahasan dalam makalah ini lebih diarahkan pada Peraturan Pemerintah Nomor 50
Tahun 2012, Tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3),
yang secara lengkap memberikan pemahaman menyeluruh terkait Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
Adapun teori-teori yang relevan digunakan dalam menganalisis permasalahan sesuai dengan
rumusan masalah di atas, antara lain:

1. Teori Bekerjanya Hukum

Berbicara mengenai hukum dalam rangka Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3), hal penting yang terkait didalamnya adalah mengenai proses
bekerjanya hukum itu sendiri dalam kehidupan masyarakat. Satjipto Rahardjo dalam Esmi
Warassih menyatakan Hukum tidak bergerak dalam ruang hampa, ia selalu berada dalam tatanan
sosial tertentu dan manusia yang hidup. Bekerjanya hukum dalam masyarakat melibatkan
beberapa unsur atau aspek yang saling memiliki keterkaitan. Beberapa aspek tersebut yaitu:
Lembaga Pembuat Hukum (Law Making Institutions), Lembaga Penerap Sanksi (Sanction
Activity Institutions), Pemegang Peran (Role Occupant) serta Kekuatan Sosial Personal (Societal
Personal Force), Budaya Hukum (Legal Culture) serta unsur-unsur Umpan Balik (Feed Back)
dari proses bekerjanya hukum yang sedang berjalan.

Proses bekerjanya unsur atau aspek tersebut diatas akan menunjukkan pula bahwa hukum
tersebut dapat mempengaruhi perilaku pemegang peran (Role Occupant) atau Subyek Hukum
sebagaimana yang ditegaskan Robert B. Siedman dalam bukunya yang berjudul The State, Law
and Development: “Law as a divice to structure choice expresses at once law’s usual
marginality in influencing behavior, and its importance as the principal instrument that
government has to influence behavior” (terjemahan: hukum adalah sebagai perangkat pilihan
struktur mengekspresikan sekaligus marginalitas biasa hukum dalam mempengaruhi perilaku,
dan pentingnya sebagai instrumen utama pemerintah untuk mempengaruhi perilaku). Lebih
lanjut dijelaskan:

1. Setiap peraturan hukum memberitahu tentang bagaimana seorang pemegang peranan


(role occupant) itu diharapkan bertindak;
2. Bagaimana seorang pemegang peranan itu akan bertindak sebagai suatu respons terhadap
peraturan hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan yang ditujukan kepadanya,
sanksi-sanksinya, aktivitas dari lembaga-lembaga pelaksana serta keseluruhan kompleks
kekuatan sosial, politik dan lain-lainnya;
3. Bagaimana lembaga-lembaga pelaksana bertindak sebagai respons terhadap peraturan
hukum merupakan fungsi peraturan-peraturan hukum yang ditujukan kepada mereka
sebagai subyek hukum, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks kekuatan-kekuatan
sosial, politik dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka serta umpan-umpan balik yang
datang dari para pemegang peranan;
4. Bagaimana para pembuat undang-undang itu akan bertindak merupakan fungsi peraturan-
peraturan yang mengatur tingkah laku mereka, sanksi-sanksinya, keseluruhan kompleks
kekuatan-kekuatan sosial, politik, ideologis dan lain-lainnya yang mengenai diri mereka
serta umpan-umpan balik yang datang dari pemegang peranan serta birokrasi.

Dari uraian teori yang telah dikemukakan oleh Robert B. Siedman di atas, apabila dikaitkan
dengan Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan,
merupakan upaya lebih menekankan pengaturan peran (role occupant) perusahaan dalam
mengimplentasikan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) secara teknis
dan menyeluruh dalam setiap aktivitas perusahaan melalui tahapan penerapan K3, diawali
perencanaan sampai dengan peninjauan / peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3). Bersifat teknis dan menyeluruh di setiap aspek aktivitas pekerjaan
yang ada, dimulai dari dokumentasi sampai pengaturan perilaku kerja di masing-masing tanpa
terkecuali sepanjang mengandung unsur keselamatan dan kesehatan kerja (K3) di Perusahaan.

 Teori Pengawasan

Pengawasan (control) merupakan salah satu unsur penting di dalam manajemen suatu organisasi
dalam rangka mewujudkan sistem dan kinerja organisasi yang bersangkutan. George Robert
Terry dalam bukunya Principles of Management, memasukkan unsur pengawasan sebagai salah
satu dari empat macam fungsi manajemen yang populer dengan akronim POAC, yaitu:
1)Planning (perencanaan); (2)Organizing (pengorganisasian); (3)Actuating (pelaksanaan); dan
(4)Controlling (pengawasan).

Senada dengan George Robert Terry, Manullang menyatakan bahwa: “pengawasan adalah suatu
proses untuk menetapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi
bila perlu, dengan maksud agar pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula”
Dalam garis besarnya, pengawasan ini dapat dibagi menjadi dua macam yaitu pengawasan yang
dilakukan oleh subyek pengawas intern (internal) dan oleh subyek pengawas ekstern (eksternal),
yaitu:

1. Pengawasan Internal (Internal Control), yakni: pengawasan yang dilakukan oleh


pengawas dari lingkungan perusahaan / organisasi itu sendiri, atau dari organisasi induk /
atasan. Pengawasan ini dapat bersifat struktural, yaitu dilakukan atasan langsung atau
atasan vertikal-hierarkhis sampai di tingkat pusat (yang lazim disebut built in control),
dan dapat bersifat fungsional, yaitu dilakukan oleh Tim Pengawasan (Auditor) yang
dibentuk organisasi yang bersangkutan.
2. Pengawasan Eksternal (External Control), yakni pengawasan dilakukan oleh pengawas
dari luar lingkungan organisasi perusahaan, antara lain:
1. Pengawasan instansi pemerintah, dalam hal ini dari bidang pengawasan
ketenagakerjaan pemerintah kota/kabupaten, propinsi maupun pemerintah pusat;
2. Pengawasan instansi penyidik kepolisian, terkait tindak pidana yang akibat terjadi
peristiwa hukum yang memnuhi unsur pidana;
3. Pengawasan sosial, dilakukan oleh masyarakat atas aktivitas organisasi
perusahaan maupun individu-individu dalam organisasi perusahaan.

Dari teori yang disampaikan oleh George Robert Terry maupun Manullang mengenai Teori
Pengawasan dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di
Perusahaan lebih mengedepankan kepada mekanisme pengawasan yang cenderung bersifat
penekanan dari luar organisasi perusahaan terkait pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3). Akurasi penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan sangat bergantung kepada sudut pandang dari masing-
masing mekanisme pengawasan yang ada.

 Teori Pemidanaan

Masalah pokok dalam hukum pidana adalah mencari dasar pembenaran dijatuhkannya sanksi
pidana terhadap pelaku tindak pidana sehingga pidana tersebut menjadi lebih fungsional.
Menurut Sudarto dalam Nyoman Serikat Putra Jaya, yang dimaksud dengan pidana adalah
“Penderitaan yang sengaja dibebankan kepada orang yang melakukan perbuatan yang memenuhi
syarat-syarat tertentu.” Pada umumnya, teori pemidanaan dibagi dalam 3 (tiga) golongan, yaitu:

1. Teori Absolut atau Teori Pembalasan, menyatakan bahwa penjatuhan pidana itu
dibenarkan semata-mata karena orang telah melakukan suatu tindak pidana. Hanya
dengan membalas tindak pidana dengan penderitaan, dapat dinyatakan bahwa perbuatan
itu dapat dihargai. Oleh karena itu, pidana dilepaskan dari tujuan. Tokoh-tokoh dalam
teori pembalasan ini seperti Imanuel Kant, Van Bemmelen dan Pompe;
2. Teori Relatif atau Teori Tujuan (Doel Theorieen/Utilitarian Theory), menyatakan bahwa
pidana itu bukanlah untuk melakukan pembalasan kepada pembuat kejahatan ataupun
pelanggar hukum, melainkan mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang bermanfaat.
Penganut teori ini antara lain A. Von Feuerbach, Van Hamel dan Simons. Sehubungan
dengan tujuan pidana itu ada beberapa pendapat, yaitu:
 Tujuan pidana adalah untuk menentramkan masyarakat yang gelisah karena
akibat dari telah terjadinya kejahatan ataupun pelanggaran hukum;
 Tujuan pidana adalah untuk mencegah kejahatan yang mana dapat dibedakan atas
pencegahan umum (generale preventie) dan pencegahan khusus (speciale
preventie). Pencegahan umum didasarkan kepada pikiran bahwa pidana itu
dimaksudkan untuk mencegah orang yang akan melakukan kejahatan atau
pelanggaran, sedangkan pencegahan khusus didasarkan pada pikiran bahwa
pidana itu dimaksudkan agar orang yang telah melakukan kejahatan atau
pelanggaran hukum tidak mengulangi kejahatan;
3. Teori Gabungan (Verenegings Theorieen), yang merupakan gabungan dari teori
absolut/teori pembalasan dengan teori relatif/teori tujuan. Dalam hal ini dibagi kedalam 3
(tiga) golongan,yaitu:
 Menitikberatkan kepada pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melebihi
daripada yang diperlukan dalam mempertahankan ketertiban masyarakat;
 Menitikberatkan kepada pertahanan ketertiban masyarakat, tetapi pidana tidak
boleh lebih berat daripada beratnya penderitaan yang sesuai dengan beratnya
perbuatan si terpidana;
 Menitikberatkan sama baik kepada pembalasan maupun kepada pertahanan
ketertiban masyarakat.

Dari teori pemidanaan yang telah disampaikan, dalam Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan lebih mengedepankan kepada aspek
sanksi hukum sebagai upaya pembenaran adanya hukuman atau sanksi atas perbuatan atau
aktivitas perusahaan yang memenuhi unsur pidana. Sekaligus adanya sanksi dimaksud dapat
mencegah terulangnya perbuatan atau aktivitas yang tidak sesuai dengan maksud dan harapan
dari Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan
yang memenuhi unsur-unsur pemidanaan.

 Teori Penegakan Hukum

Satjipto Raharjo menyatakan bahwa penegakan hukum pada hakikatnya merupakan penegakan
ide-ide atau konsep-konsep tentang keadilan, kebenaran, kemanfaatan sosial, dan sebagiannya.
Ini berarti penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide dan konsep-konsep
tersebut menjadi kenyataan.

Selanjutnya menurut Soerjono Soekanto, inti dan arti penegakan hukum tersebut terletak pada
kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan dalam kaidah-kaidah yang mantap
dan mengejewantahkan dalam bentuk sikap tindakan sebagai rangkaian penjabaran nilai-nilai
tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kedamaian pergaulan hidup.
Pokok masalah penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti yang netral sehingga dampak positif
atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut. Adapun faktor-faktor tersebut antara lain:

1. Faktor hukum atau peraturan itu sendiri;


2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan
hukum;
3. Faktor sarana dan fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yaitu berkaitan dengan lingkungan dimana hukum tersebut berlaku
atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa
manusia di dalam pergaulan hidup.

Kelima faktor tersebut diatas saling berkaitan erat, karena merupakan esensi dari penegakan
hukum, juga merupakan tolak ukur efektevitas penegakan hukum.

Hamis MC. Rae juga mengemukakan pendapatnya bahwa penegakan hukum tersebut harus
dilakukan dengan pendayagunaan kemampuan, dengan kata lain penegakan hukum harus
dilakukan oleh orang yang betul-betul ahli di bidangnya dan dalam penegakan hukum akan lebih
baik jika pelaksanaanya mempunyai pengalaman praktek berkaitan dengan bidang yang
ditanganinya.

Dari teori penegakan hukum yang telah disampaikan Satjipto Raharjo dan Soerjono Soekanto,
dalam Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan,
mengedepankan penegakan hukum sebagai bentuk perwujudan dari hakekat nilai-nilai (konsep)
dasar yang ideal dalam bentuk perilaku organisasi perusahaan (maupun bagian-bagian
organisasi) yang mampu menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kemanfaatan sosial
dalam rangka kedamaian pergaulan hidup. Dengan kata lain, Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan adalah upaya mewujudkan kedamaian
pergaulan hidup yang berpedoman pada nilai-nilai dasar yang ideal yang menjadi hakekat
penegakan hukum.

Bahwa dari teori-teori hukum yang dikemukakan di atas, maka dapat dijelaskan kedudukan teori
terkait permasalahan: “Apakah Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3) di Perusahaan merupakan bentuk Ketaatan Subyek Hukum kepada Hukum?” dengan
tahapan sebagai berikut:

1. Dengan pendekatan Teori Penegakan Hukum, Penerapan Sistem Manajemen


Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan adalah merupakan perwujudan
nilai-nilai dasar yang ideal dalam bentuk perilaku organisasi yang yang mampu
menciptakan, memelihara, dan mempertahankan kemanfaatan sosial dalam rangka
kedamaian pergaulan hidup. Bentuk ketaatan hukum pada teori ini jika organisasi
perusahaan mampu mewujudkan kedamaian pergaulan hidup;
2. Pendekatan teori bekerjanya hukum, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan adalah merupakan pengaturan peran (role
occupant) organisasi perusahaan bersifat teknis dan menyeluruh, berupa panduan /
tuntunan mekanisme dan perilaku organisasi perusahaan. Teknis pengaturan dimulai dari
perencanaan sampai dengan peninjauan / peningkatan Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan. Bentuk ketaatan hukum pada teori ini jika organisasi perusahaan mampu
merefleksikan diri atau melakukan peran sesuai panduan / tuntunan yang dimulai
perencanaan sampai dengan tinjauan dan peningkatan sistem, dalam bentuk aktifitas
organisasi perusahaan (termasuk bagian-bagiannya) termasuk sisi dokumentasi
administrasi.
3. Pendekatan teori pemidanaan, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di Perusahaan adalah merupakan pendekatan dalam bentuk sanksi hukum
sebagai akibat dari tidak terpenuhinya aspek-aspek dalam Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan, khusus sanksi pidana
diberikan jika terpenuhi unsur-unsur pidana. Bentuk ketaatan hukum pada teori ini jika
organisasi perusahaan mampu terhindar dari sanksi hukum, karena setiap aspek
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan
dapat terpenuhi dengan baik;
4. Pendekatan teori pengawasan, Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (SMK3) di Perusahaan adalah merupakan pendekatan kesesuaian antara obyek
pengawasan dengan pihak pengawas, baik merupakan lembaga dalam perusahaan
maupun luar perusahaan dalam bentuk perorangan sebagai bagian dari masyarakat atau
masyarakat dalam peran sosial control maupun instansi / lembaga terkait. Bentuk
ketaatan hukum pada teori ini jika organisasi perusahaan maupun bagian dari organisasi
perusahaan mendapatkan predikat kesesuaian saat proses pengawasan terjadi.

Kesimpulan

Kesimpulan dari permasalahan “Apakah Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan


Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan merupakan bentuk Ketaatan Subyek Hukum kepada
Hukum?”, secara umum dapat dikatakan bahwa perusahaan memenuhi ketaatan hukum apabila
mampu memenuhi persyaratan yang menjadi ketentuan dalam Penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan dalam bentuk perwujudan hakekat
nilai-nilai dasar yang ideal guna mewujudkan kedamaian pergaulan hidup.

Upaya dilakukan dalam bentuk aktifitas organisasi perusahaan yang mencerminkan refleksi
berdasar panduan ketentuan yang mejadi persyaratan standart dalam Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di Perusahaan berdasarkan tahapan
pelaksanaan yang benar secara menyeluruh.

Pada akhirnya upaya Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
di Perusahaan mampu menghindarkan organisasi perusahaan secara keseluruhan maupun bagian-
bagian dari organisasi perusahaan dari sanksi hukum yang merugikan perusahaan maupun
pengawasan-pengawasan lembaga-lembaga atau institusi yang tidak menguntungkan organisasi
perusahaan. Hal tersebut merupakan keberhasilan dalam mewujudkan kedamaian pergaulan
hidup.

Pustaka / Referensi

[1] Badan Pusat Statistik RI, 2016, Jumlah Kecelakaan, Korban Mati, Luka Berat, Luka Ringan,
dan Kerugian Materi yang Diderita Tahun 1992-
2013, http://bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1415.

[2] Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Cet. ke-
12, Jakarta: Rajawali Press

[3] Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor : PER.05/MEN/1996 Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja

[4] Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
[5] Gempur Santoso, 2004, Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Jakarta, Prestasi
Pustaka

[6] Lampiran I, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 Tentang
Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Pedoman Penerapan Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

[7] Esmi Warassih, 2005, Pranata Hukum, Sebuah Telaah Sosiologis, Semarang: Suryandaru
Utama

[8] Ibid

[9] Robert B. Siedman, 1978, The State, Law and Development, New York: ST. Martin’s Press

[10] Satjipto Rahardjo, 1986, Hukum dan Masyarakat, Bandung: Angkasa

[11] George R.Terry, 1982, Principles of Management, 8ed, Illinois: Richard D. Irwin

[12] M. Manullang, 1977, Dasar-Dasar Manajemen, Medan: Menara

[13] Nyoman Serikat Putra Jaya, 2005, Relevansi Hukum Pidana Adat Dalam Pembaharuan
Hukum Pidana Nasional, Bandung: PT. Citra Aditya Bakti

[14] Tolib Setiady, 2010, Pokok-Pokok Hukum Penitensier Indonesia, Bandung: Alfabeta

[15] Satjipto Rahardjo, 2006, Sisi-Sisi Lain Dari Hukum di Indonesia, Cet. ke-2, Jakarta: Buku
Kompas

[16] Soerjono Soekanto, Op.cit.

[17] Ridwan HR, 2008, Hukum Administrasi Negara, PT. Raja Grafindo Persada

Anda mungkin juga menyukai