DOSEN PEBIMBING
DISUSUN OLEH
FAKULTAS HUKUM
Hak menguasai dari Negara tidak menghapuskan atau memperlemah hak milik
yang dipunyai oleh orang (yang dalam hal ini warga negara Indonesia). Hak milik tetap
merupakan hak terkuat dan terpenuh, tetapi tidak juga bersifat mutlak, artinya hak milik
tidak memberi wewenang kepada yang empunya hak untuk melakukan apa saja semaunya
sendiri atas tanah yang dimilikinya. Sebagai pemegang hak menguasai, yang dipersamakan
dengan hak ulayat dari seluruh rakyat Indonesia, Negara Indonesia mempunyai
kewenangan-kewenangan tertentu atas tanah yang dihaki oleh orang maupun badan
hokum, termasuk hak milik. Kewenangan Negara tersebut tertuang didalam pasal 2 UUPA
yang selengkapnya berbunyi:
(1) Atas dasar ketentuan dalam pasal 33 ayat (3) Undang-undang Dasar dan hal-hal
sebagai yang dimaksud dalam pasal 1, bumi, air dan ruang angkasa, termasuk
kekayaan alam yang terkandung didalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai
oleh Negara, sebagai organisasi kekuasaan seluruh rakyat.
(2) Hak menguasai dari Negara termaksud dalam ayat (1) pasal ini memberi
wewenang untuk :
Dengan demikian, maka setidaknya tersedia landasan atas apa yang dimaksud
sebagai sebesar-besar kemakmuran rakyat secara lebih konkrit lagi melalui apa yang
ditentukan dalam keputusan mahkamah konstitusi tersebut dan dapat dipergunakan sebagai
landasan untuk menyusun ketentuan terkait dengan sebesar-besar kemakmuran rakyat.
Pasal 2 ayat (2) sub a UUPA tersebut memberi wewenang pada Negara untuk
mengatur bahwa tanah-tanah didaerah tertentu diperuntukkan untuk keperluan tertentu,
ketentuan untuk mendirikan pabrik diatas tanah miliknya dan bahkan untuk menentukan
bahwa daerah tertentu akan digunakan sebagai hutan kota, dan sebagainya. Sub b -nya
memberi wewenang kepada Negara untuk mengatur mengenai hak apa saja yang boleh
dipunyai orang atas tanah, sifat hak tersebut, siapa yang bisa mempunyai tanah dengan hak
tertentu, dan sebagainya. Sementara sub c memberi wewenang kepada Negara untuk
mengatur apakah suatu hak boleh dialihkan pada pihak lain, apa syarat pengalihannya,
apakah suatu hak boleh digunakan sebagai jaminan hutang, apakah orang boleh
membiarkan saja hak atas tanahnya tanpa digunakan sama sekali, dan sebagainya.
Mengenai Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, ayat (3) menyatakan: “...Bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya digunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat...”, menegaskan bahwa posisi rakyat yang substansial (utama). Hal ini
demokrasi ekonomi memperoleh justifikasinya, yaitu bahwa: “...kepentingan masyarakat
lebih utama dari kepentingan orang-seorang...”.
1
Hadi Wahono, “Hak Menguasai Negara atas Tanah” http://hadiwahono.blogspot.com/2013/05/haqk-menguasai-
negara-atas-tanah.html diakses 14 November 2019 pukul 07:56
Demokrasi Ekonomi, yang mengutamakan kemakmuran masyarakat dan bukan
kemakmuran orang-seorang...”, artinya mengutamakan kebersamaan (mutualisme), bukan
berdasar individualisme. Pengutamaan kepentingan masyarakat ini tidak mengabaikan
hak-hak individu secara semena-mena sebagaimana dikemukakan Mohammmad Hatta
dalam Sidang BPUPKI tanggal 15 Juli 1945 tentang perlunya melindungi hak-hak
warganegara.
Bunyi ketentuan Pasal 33 Undang Undang Dasar 1945, hasil amandemen tahun
2002 adalah sebagai berikut:
Di antara medan yang dua ini, usaha Pemerintah dan koperasi, sementara waktu
masih luas medan usaha bagi inisiatif partikelir dengan berbagai bentuk perusahaan
sendiri. Dengan berkembangnya perusahaan negara, kelak yang berdasarkan prinsip
komersial yang sehat serta memenuhi segala tuntutan peri-kemanusiaan dan jaminan
sosial terhadap pekerjaannya, serta dengan berkembangnya koperasi, medan ketiga ini
Menurut konsep Mohammad Hatta, bahwa dari Pasal 33 Undang Undang Dasar
1945 merupakan sendi utama bagi politik ekonomi dan politik sosial Indonesia. Oleh
karena dari Pasal 33 tersebut tersimpul dasar ekonomi yang teratur, karena
kemiskinannya, dasar perekonomian rakyat mestilah usaha bersama dikerjakan secara
kekeluargaan.30 Mengenai demokrasi ekonomi ini tidak menghendaki adanya otokrasi
ekonomi, sebagaimana halnya dalam demokrasi politik tidak menghendaki adanya
otokrasi politik. Demokrasi politik tidak cukup mewakili rakyat berdaulat. Demokrasi
pilitik harus dilengkapi demokrasi ekonomi, karena tanpa demokrasi ekonomi, maka
akan terjadi konsentrasi kekuatan ekonomi pada satu atau beberapa kelompok yang
kemudian akan membentukkan kekuasaan ekonomi yang dapat “membeli” atau
“mengatur” kekuasaan politik”.
C. Kesimpulan
Adanya penguasaan oleh negara atas sumber-sumber agrarian adalah sebagai
konsekuensi implementasi dari Pasal 33 ayat (3) UUD1945. Dasar konsepsi ini adalah
pemberian kuasa dari bangsa Indonesia kepada Negara sebagai organisasi tertinggi dari
seluruh rakyat Indonesia. Pemberian kuasa untuk menguasai sumber daya agrarian ini
semata-mata untuk kepentingan pemberi kuasa yaitu rakyat Indonesia dengan tujuan untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.
D. Daftar Pustaka
Arie Hutagalung. 2004. “Pembaruan Agraria: Antara Negara dan Pasar”. Jurnal
Analisis Sosial 9(1):9-10
Damanik, E.D. 1985, Kemakmuran Masyarakat Berasaskan Koperasi, dalam
Membangun Sistem Ekonomi Nasional: Sistem Ekonomi Dan Demokrasi Ekonomi,
Jakarta: UI Press.
Hadi Wahono. 2012. Hak Menguasai dari Negara Atas Tanah.
http://hadiwahono.blogspot.com/2013/05/haqk-menguasai-negara-atas-tanah.html diakses
pada 14 November 2019 pukul 07:56.
Mukmin Zakie. 2005. Jurnal Hukum. Vol.12(29):111-127.
Tjok Istri, dkk. "Implementasi Pasal 33 Ayat 3 UUD 1945 Dalam Berbagai
Perundang-undangan Tentang Sumberdaya Alam". Jurnal Magister Hukum Udayana 4.1
(2015):69-81
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 Hasil Amandemen
Himpunan Risalah Sidang-sidang BPUPKI dan PPKI yang berhubungan dengan
Penyusunan UUD 1945, Sekretariat Negara RI, dalam Muhammad Yamin, Naskah
Persiapan UUD 1945 Jilid Pertama, 1959
Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia Nomor: 21-22/PUUV/2007,
Selasa 25 Maret 2007, Perkara Permohonan Pengujian UU No. 20 Tahun 2002 tentang
Ketenagalistrikan terhadap UUD 1945.