SNTT17 Heru
SNTT17 Heru
net/publication/320508509
CITATIONS READS
0 2,003
1 author:
Heru Suryanto
State University of Malang
70 PUBLICATIONS 85 CITATIONS
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
All content following this page was uploaded by Heru Suryanto on 19 October 2017.
Abstrak
Upaya ekstrak selulosa dari tanaman sangat membutuhkan energi dan memiliki potensi dalam merusak
lingkungan, sehingga diperlukan alternatif sumber selulosa yang dapat diperbarui dengan hasil yang lebih efisien
yaitu dengan produksi serat selulosa dari bakteri. Untuk itu penelitian ini bertujuan mengkarakterisasi struktur
selulosa dari bakteri dan dibandingkan dengan struktur selulosa dari tumbuhan. Metode yang digunakan adalah
pembuatan film serat selulosa bakteri yang diperoleh dari nata de coco komersial dengan cara pengeringan oven,
selanjutnya, dilakukan pengujian X-ray diffraction (XRD) dan pengamatan dengan kamera optik dan Scanning
Microscope Electron (SEM) dari serat selulosa bakteri serta dibandingkan dengan selulosa yang diekstrak dari
serat tanaman mendong. Hasil pengamatan morfologi menunjukkan serat selulosa bakteri memiliki diameter
rerata 75 nm. Analisis struktur dengan menggunakan XRD menghasilkan 3 puncak utama dari difraktogram pada
sudut diffraksi 14,2°, 16,7°, dan 22,4° dan kristalinitas serat selulosa bakteri diketahui sebesar 88% dan indeks
kristalnya sebesar 86,5%. Selulosa bakteri memiliki struktur selulosa I alpha sedangkan selulosa tanaman
memiliki struktur selulosa I beta.
banyak aplikasi di kertas, tekstil, dan industri dihancurkan menggunakan mesin blender (Nasional,
makanan, dan sebagai biomaterial dalam kosmetik Indonesia) lalu disaring menggunakan filter 60
dan obat-obatan. Oleh karena itu perlu eksplorasi mesh. Serbuk mendong kering dicelup
untuk mempelajari struktur serat selulosa bakteri dan menggunakan campuran pelarut organik, toluena,
membandingkannya dengan struktur serat selulosa dan etanol, dengan perbandingan 4: 1 (v/v) dalam
dari tanaman. perangkat Soxhlet untuk menghilangkan minyak
atau lilin. Serbuk yang sudah dihilangkan wax-nya
2. Metode dicuci dengan etanol dan dikeringkan pada suhu 70
°C dalam oven. Setelah de-lignifikasi, 10 g serbuk
Penelitian ini merupakan penelitian eksplorasi
tersebut dikeringkan dan direndam dalam larutan
untuk memperoleh gambaran struktur dari serat
NaOH 500 mL dengan konsentrasi 60% selama 4
selolosa dari bakteri. Adapun alir dari kegiatan ini,
jam pada suhu 80°C dan kemudian dibilas dengan
ditunjukkan pada Gambar 1.
aquades. Selanjutnya, selulosa diambil dan dicuci
dengan menggunakan air suling berulang kali
sampai larutan memiliki pH netral. Selulosa
dikeringkan dan dikeringkan dalam oven pada suhu
50°C selama 3 jam. Selulosa dikelantang
menggunakan larutan hidrogen peroksida 5%
dengan pH 12 pada suhu 70°C selama 3 jam.
Selulosa diambil dan dicuci dengan air suling
sampai pH netral. Ulangi proses dengan suhu yang
sama dengan menggunakan perlakuan hidrogen
peroksida selama 6 jam dan diulang lagi dengan
selama 5 jam. Selulosa dikeringkan dan dikeringkan
di tempat terbuka pada suhu 60°C selama 3 jam.
18
Prosiding SNTT 2017 – Politeknik Negeri Malang Volume 3 – ISSN: 2476-9983
di lembah di antara puncak, mewakili bahan amorf Gambar 3 menunjukkan hasil difraksi dengan sinar
dalam serat selulosa X yang menunjukkan struktur dari serat selulosa.
Difraktogram serat selulosa dari bakteri
menghasilkan 3 puncak difraksi pada sudut 2:
14,2°, 16,7°, dan 22,4° sedangkan serat selulosa dari
3. Hasil dan Pembahasan tanaman mendong menghasilkan 4 puncak difraksi
Sepotong nata de coco putih sepanjang 20 cm, pada sudut 2: 14,9°, 16,5°, 22,6°, dan 34,5°. 3
lebar 20 cm dan tebal 1,5-2 cm dapat diperoleh puncak difraksi awal terkait dengan bidang kristal
setelah melalui proses fermentasi air kelapa selama 1ī0, 110, and 002 (Vicente, et al (2017)) sedangkan
14 hari dan selanjutnya dipotong sesuai dengan puncak difraksi terakhir dari serat tanaman
kebutuhan. Dalam kondisi ini, kandungan air di menunjukkan bidang kristal 040 (Suryanto, et al
dalam nata de coco masih sangat tinggi (Gambar (2017)).
2a). Oleh karena itu, untuk menjadikannya dalam Bagian amorf dari struktur serat selulosa
bentuk lembaran polimer, nata de coco perlu ditekan ditunjukkan oleh lembah difractogram antara dua
dan dikeringkan pada suhu 80°C untuk mendapatkan puncak, dengan daerah pada 2 sekitar 18°. Struktur
nata de coco dalam bentuk film tipis (Gambar 2b). selulosa ditunjukkan oleh puncak difraksi dalam
Permukaan film ditemukan terdiri dari banyak senar kisaran antara 22 dan 23 yang merupakan
terjalin yang menghasilkan struktur seperti jaringan karakteristik dari selulosa asli (selulosa I) (Le
yang terbentuk dari fibril halus yang saling tumpang Troedec, et al (2008)). Oleh karena itu, puncak jenis
tindih membentuk lapisan pita selulosa yang struktur selulosa yang dihasilkan dari bakteri
berorientasi secara acak. Pita ultrafine selulosa merupakan selulosa I. 2 puncak difraksi terdepan
mikroba, panjangnya berkisar antara 1 sampai 9 µm, menunjukkan tipe lain dari selulosa I dimana untuk
membentuk struktur retikulasi padat, distabilisasi struktur selulosa Iβ memiliki puncak sudut difraksi
oleh ikatan hidrogen yang luas. Derajat polimerisasi 14,9 dan 16,7 sedangkan struktur selulosa I
berkisar 2000 sampai 6000 bahkan dapat mencapai
memiliki puncak sudut difraksi 14,3dan 16,8
20000 sedangkan derajat polimerisasi tanaman
(Cheng, et al (2011)). Mengamati puncak sudut
berkisar 13000 sampai 14000 (Bielecki, et al difraksi dari serat selulosa bakteri menunjukkan
(2005)).
bahwa puncak dengan intensitas tinggi terdapat pada
Morfologi dari selulosa bakteri tergantung dari sudut 14,2° sedangkan puncak dengan intensitas
metode kultur yang berbeda dengan bakteri yang
rendah terdapat pada 16,7° sehingga struktur dari
berbeda. Bakteri bisa menghasilkan flocky asterisk- selulosa bakteri sampel lebih merujuk pada struktur
like BC atau solid sphere-like BC (Bi, et al (2014).
selulosa I alpha. Struktur selulose I alpha adalah
Gambar SEM dari film BC ini menunjukkan bahwa triclinic dengan dimensi sel a = 0,674 nm, b= 0,593
nata de coco terdiri dari serat selulosa dengan
nm, c= 1,036 nm (sumbu rantai), = 117 °, β= 113°,
diameter rata-rata sekitar 70 nm dengan panjang
beberapa mikrometer (Gambar 2c). Morfologi dari = 81°, dan satu residu selobiose per unit sel
dengan unit volume sel adalah 0.3395 nm3 dan
serat nano selulosa bakteri dicirikan oleh jaringan
fibril interkoneksi yang mengandung ikatan dan densitas 1,582 cm-3. Untuk selulosa dari serat
mendong diketahui memiliki struktur selulosa I beta
agregasi dan membentuk struktur tiga dimensi
seperti ditunjukkan pada Gambar 2c dengan ukuran dengan a = 0.801 nm, b = 0,817 nm, c = 1,036 nm
rongga atau lubang pori yang bervariasi. Lubang ini (sumbu rantai), = β = 90,0°, = 97,3 °, dan dua
cocok untuk matriks dalam suatu sistem komposit. residu selobiose per unit sel dengan unit volume sel
Namun, keberadaan pori-pori bisa menjebak air dan adalah 0,6725 nm3 dan densitas 1,599 cm-3 (Heiner,
melemahkan struktur yang menyebabkan kekuatan et al (1995); Suryanto, et al (2014)).
tarik menurun (Pa’e, et al (2014)).
19
Prosiding SNTT 2017 – Politeknik Negeri Malang Volume 3 – ISSN: 2476-9983
Gambar 2. Membran nanoselulosa dari nata de coco pada kondisii basah (A) dan pada kondisi kering
(B) serta pengamatan film dengan SEM (C).
Gambar 3. Difraktogram serat selulosa yang diperoleh dari bakteri dan mendong
Pembentukan struktur selulosa bakteria merupakan pengindeks dari struktur monoklinik dan
dipengaruhi oleh kondisi kulturnya. Disamping dianggap umum di semua selulosa asli dari sumber
dipengaruhi oleh jenis bakteri yang memproduksi tanaman (Clair, et al (2006)).
(Bi, et al (2014)), kultur dalam reaktor maupun Dari difraktogram, derajat kristalinitas dan
kultur statik juga mempengaruhi dimana kultur indeks kristalin dari bakterial selulosa yang
statik cenderung menghasilkan selulosa I alpha ditentukan dengan menggunakan persamaan Segal
(Zhou, et al (2007)). Disamping itu, proses (persamaan 1 dan 2) menghasilkan derajat
pengeringan dari produk selulosa bakteri juga kristalinitas sebesar 88% dan indeks kristalin sebesar
tergantung dari metode pengeringannya (Pa’e, et al 86.5%. Ini sangat sesuai dengan derajat kristalinitas
(2014)). dari selulosa bakteri yang berkisar 87-90% (Pa’e, et
Puncak ketiga dari pola difraksi selulosa serat al (2014)). Bila dibandingkan dengan serat selulosa
tanaman adalah pada sudut 34,5º dengan intensitas dari tanaman mendong yang memiliki derajat
rendah. Puncak ini menunjukkan seperempat kristalinitas berkisar 83,5% dan indeks kristal
panjang unit selobiose dan timbul dari pengaturan berkisar 85%, maka kristalinitas selulosa bakteri
sepanjang arah serat. Hal ini sensitif terhadap lebih tinggi yang menunjukkan bahwa serat selulosa
penyelarasan rantai menjadi fibril (Cheng, et al yang dihasilkan bakteri memiliki tingkat kemurnian
(2011)). Disamping itu, sudut diffraksi ini yang lebih tinggi dan proses untuk menghasilkan
20
Prosiding SNTT 2017 – Politeknik Negeri Malang Volume 3 – ISSN: 2476-9983
kemurnian ini lebih mudah dibandingkan dengan and Application. Agric. Agric. Sci. Procedia 2,
memurnikan serat dari tanaman, sehingga proses 113–119.
produksi serat selulosa melalui bakteri akan lebih Heiner, A.P., Sugiyama, J., Teleman, O. (1995):
menjanjikan karena hasil yang diperoleh lebih Crystalline cellulose Ialpha and Ibeta studied
murni, biaya proses pemurnian lebih rendah dan by molecular dynamics simulation. Carbohydr.
waktu pembentukan selulosa lebih singkat. Res. 273, 207–223.
Iguchi, M., Yamanaka, S., Budhiono, A. (2000):
4. Kesimpulan dan Saran Bacterial cellulose — a masterpiece of nature
’ s arts. J. Mater. Sci. 35, 261–270.
Hasil analisis menunjukkan bahwa struktur Lavanya, D., Kulkarni, P., Dixit, M., Raavi, P.,
serat selulosa yang dihasilkan oleh bakteri dalam Krishna, L. (2015): Sources of cellulose and
produk nata de coco adalah berupa selulosa alpha their applications- A review. Int. J. Drug
sedangkan serat selulosa dari tanaman mendong Formul. Res. 2, 19–38.
adalah selulosa beta. Kemurnian dari serat selulosa Le Troedec, M., Sedan, D., Peyratout, C., Bonnet,
produk dari bakteri lebih baik dibandingkan dengan J.P., Agnes, S. (2008): Influence of various
serat selulosa dari tanaman sehingga dimasa depan chemical treatments on the composition and
sangat baik untuk dikembangkan sebagai penghasil structure of hemp fibres. Compos. Part A 39,
selulosa yang lebih murah dan efisien untuk 514–522.
berbagai aplikasi teknik material. Li, X., Tabil, L.G., Panigrahi, S. (2007): Chemical
Untuk pengembangan lebih lanjut maka dapat Treatments of Natural Fiber for Use in
dilakukan proses ekstraksi nanofiber selulosa dari Natural Fiber-Reinforced Composites: A
bakteri agar dapat dikembangkan lebih lanjut Review. J. Polym. Environ. 15, 25–33.
sebagai penguat dari produk komposit disamping itu Mu, Q., Wei, C., Feng, S. (2009): Studies on
juga perlakuan kimia yang perlu dilakukan untuk Mechanical Properties of Sisal Fiber / Phenol
memperbaiki kompatibilitas serat selulosa dalam Formaldehyde Resin In-Situ Composites.
matrik polimer. Polym. Compos. 30, 131–137.
Musa, A., Ahmad, M.B., Hussein, M.Z., Mohd
Izham, S., Shameli, K., Abubakar Sani, H.,
(2016): Synthesis of Nanocrystalline Cellulose
Stabilized Copper Nanoparticles. J.
Daftar Pustaka: Nanomater. 2016, 1–7.
Pa’e, N., Hamid, N., Khairudin, N., Zahan, K., Seng,
Bi, J.-C., Liu, S.-X., Li, C.-F., Li, J., Liu, L.-X., K., Siddique, B., Muhammad, I. (2014): Effect
Deng, J., Yang, Y.-C. (2014): Morphology and of Different Drying Methods on the
structure characterization of bacterial Morphology , Crystallinity , Swelling Ability
celluloses produced by different strains in and Tensile Properties of Nata De Coco. Sains
agitated culture. J. Appl. Microbiol. 117, Malaysiana 43, 767–773.
1305–11. Suryanto, H., Fikri, A.A., Permanasari, A.A.,
Bielecki, S., Krystynowicz, A., Turkiewicz, M., Yanuhar, U., Sukardi, S. (2017): Pulsed
Kalinowska, H., Bielecki, S., Krystynowicz, Electric Field Assisted Extraction of Cellulose
A., Turkiewicz, M., Kalinowska, H. (2005): From Mendong Fiber ( Fimbristylis
Bacterial Cellulose. In: Vandamme, E.J., De globulosa) and its Characterization. J. Nat.
Baets, S., Steinbüchel, A. (Eds.), Biopolymers Fibers 1–10 (inpress).
Online. Wiley-VCH Verlag GmbH & Co. Suryanto, H., Irawan, Y.S., Marsyahyo, E., Soenoko,
KGaA, Weinheim, Germany. R. (2014): Effect of Alkali Treatment on
Cheng, G., Varanasi, P., Li, C., Liu, H., Crystalline Structure of Cellulose Fiber From
Melnichenko, Y.B., Simmons, B.A., Kent, Mendong (Fimbristylis globulosa) Straw. Key
M.S., Singh, S. (2011): Transition of cellulose Eng. Mater. 594–595, 720–724.
crystalline structure and surface morphology Suryanto, H., Marsyahyo, E., Irawan, Y.S., Soenoko,
of biomass as a function of ionic liquid R. (2014): Morphology, Structure, and
pretreatment and its relation to enzymatic Mechanical Properties of Natural Cellulose
hydrolysis. Biomacromolecules 12, 933–41. Fiber from Mendong Grass (Fimbristylis
Clair, B., Alméras, T., Yamamoto, H., Okuyama, T., globulosa). J. Nat. Fibers 11, 333–351.
Sugiyama, J. (2006): Mechanical Behavior of Vicente, A.T., Araújo, A., Gaspar, D., Santos, L.,
Cellulose Microfibrils in Tension Wood, in Marques, A.C., Mendes, M.J., Pereira, L.,
Relation with Maturation Stress Generation. Fortunato, E., Martins, R. (2017):
Biophys. J. 91, 1128–1135. Optoelectronics and Bio Devices on Paper
Esa, F., Tasirin, S.M., Rahman, N.A. (2014): Powered by Solar Cells. In: Nanostructured
Overview of Bacterial Cellulose Production Solar Cells. InTech.
21
Prosiding SNTT 2017 – Politeknik Negeri Malang Volume 3 – ISSN: 2476-9983
Zhang, Y., Nypelö, T., Salas, C., Arboleda, J., Yang, S.-L. (2007): Influence of culture mode
Hoeger, I.C., Rojas, O.J. (2013): Cellulose on bacterial cellulose production and its
Nanofi brils: From Strong Materials to structure and property. Wei Sheng Wu Xue
Bioactive Surfaces. J. Renew. Mater. 1, 195– Bao 47, 914–7.
211.
Zhou, L.-L., Sun, D.-P., Wu, Q.-H., Yang, J.-Z.,
22