Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 Lansia sebagai Populasi Rentan(Vulnerable Population)


2.1.1 Definisi Populasi rentan
Flaskerud dan winslow(1998, dalam stanhope & Lancaster,2010)
mengatakan bahwa kerentanan merupakan hasil gabungan efek dari
keterbatasan sumber keadaan tidak sehat dan tingginya faktor resiko.
Kerentanan juga menunjukkan interaksi antara keterbatasan fisik dan
sumber lingkungan , sumber personal(human capital),dan sumber
biopsikososial(adanya penyakit dan kecendrungan genetik)(aday,2001
dalam stanhope & lancaster,2010). Populasi rentan adalah populasi
yang lebih besar kemungkinannya untuk mengalami masalah kesehatan
akibnat paparan berbagai resiko daripada populasi yang
lainnya(stanhope & lancaster,2010). Vulnerable population ialah suatu
kelompok yang mempunyai karakteristik lebih memungkinkan
berkembangnya masalah kesehatan dan lebih mengalami kesulitan
dalam mengakses pelayanan kesehatan serta kemungkinan besar
penghasilannya kurang atau masa hidup lebih singkat akibat kondisi
kesehatan(maurer & smith,2005)
Berdasarkan beberapa pengertian diatas,maka dapat disimpulkan
bahwa populasi rentan adalah populasi atau sekelompok orang yang
memiliki karakteristik tertentu sebagai akibat dari hasil interaksi
keterbatasan fisik dan sumber lingkungan, personal dan biopsikososial
sehingga mudah mengalami masalah kesehatan,kesulitan dalam
mengakses kesehatan,berpenghasilan rendah dan memiliki masa hidup
yang lebih singkat. Lansia yang mengalami depresi adalah karena
kondisi penuaan yang menyebabkan adanya perubahan – perubahan
yang terjadi dan kadang berbeda dengan harapan lansia
sebelumnya.perubahan kondisi yang tidak sesuai harapan, membuat
lansia terpukul, kecewa hingga putus ada dan pada kondisi
ketidkberdayaan. Koping pemecahan masalah yang tidak efektif.
Membuat kondisi lansia menjadi lebih berat lagi misalnya dengan risiko
terjadinya bunuh diri pada lansia.

2.1.2 karakteristik lansia sebagai populasi rentan


Lansia dengan depresi merupakan bagian dari populasi rentan.
Karakteristik lansia sebagai populasi rentan mencakup rentan secara
fisiologis,sosial dan ekomoni dalam mengatasi masalah kesehatannya.

2.1.2.1 Rentan secara Fisiologis


Rentan secara fisiologis pada lansia semakin
meningkat sesuai dengan usia
kronologis(miller,2012).seseorang individu yang disebut
lansia menurut umur kronologis meliputi yang old yaitu
kelompok lansia yang telah berusia 85 tahun atau
lebih(mauk,2006:miller 2012:swanson & nies 1993). Lansia
sebagai induvidu yang sangat tua atau lebih dari 65 tahun
dikategorikan termasuk dalam populasi rentan(maurer &
smith,2005).menurut UU No.13 tahun 1998 dan PP RI
No.43 tahun 2004, lansia ialah individu yang telah
mencapai usia lebih dari 60 tahun(biro hukum & humas
BPKP,1998,2004)
Lansia mengalami proses menua atau aging, proses
menua yaitu terjadinya suatu proses perubahan fisiologis
sebagai konsekuensi fungsional berupa proses
menghilngnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas
(termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan yang
diderita, sehingga masalah kesehatan pada lansia banyak
yang bersifat kronik yang berhubungan dengan genetik dan
gaya hidup (miller, 2012 stanhope & lancaster,2010).
2.1.2.2 Rentan Secara Psikologis
Lansia mengalami kemunduran fungsi psikologis
berupa perubahan fungsi psikososial. Lansia dihadapkan
pada berbagai peristiwa dan kejadian kehidupan yang
mengakibatkan perubahan – perubahan yang berpotensi
menimbulkan stres (miller,2012,Swanson & Nies,1993)
stres yang berkepanjangan dapat berpengaruh pada kondisi
kesehatan lansia.
Peristiwa kehidupan pada lansia antara lain peristiwa
kehilangan pasangan hidup atau orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan atau masa pensiun yang berdampak
pada berkurangnya pendapatan, identitas dan peran
gangguan dalam kesehatan atau akibat penderita penyakit
kronik maupun persepsi atau pendapat negatif tentang
lansia. Peristiwa tersebut menimbulkan reaksi tubuh lansia
terhadap stres dan berdampak pada fungsi psikologis yang
berhubungan dengan koping induvidu misalnya menjadi
menolak kondisi saat ini, menjadi pendiam, pemarah,
pemurung,pencemas sampai kondisi depresi (miller, 2012).

2.1.2.3 Rentan Secara Sosial


Menurut teori cumning dan henry (1961 dalam
miller 2012) menyatakan semakin tua seseorang akan
semakin tidak terlibat secara emosional dengan dunia
sekitar, sehingggar lansia akan melepaskan diri dari
berbagai ikatan. Lansia juga menjadi rentan secara sosial
karena dapat mengalami stres sosial dan hal ini akan
mempengaruhi kesehatan lansia. Stres sosial dapat
disebabkan oleh adanya diskriminasi ras, budaya,atau yang
lainnya (Stanhope & Lancaster, 2010; Swanson &
nies,1993).
2.1.2.4 Rentan secara Ekonomi
Proses penuaan atau kondisi kesehatan yang kurang
baik pada lansia, menimbulkan lansia tidak dapat
beraktifitas secara optimal,sehingga bagi lansia yang semula
bekerja harus harus berhenti bekerja atau lansia yang harus
memasuki masa pensiun. Kondisi tersebut membuat lansia
mengalami penurunan penghasilan (miller, 20120).
Keterbatasan dana berdampak pada ketidakmampuan lansia
dalam memenuhu kebutuhan hidupnya sehari-hari,
termasuk untuk kesehatannya karena mengalami
keterbatasan dalam mendapatkan pelayanan perawatan
kesehatan yang optimal ( Ski & Stevens; 2004 dalam
Allender,2014; Swanson & Nies, 1993 ).

Berdasarkan uraian tersebut, maka dapat


disimpulkan bahwa karakteristik lansia yang merupakan
bagian dari populasi rentan. Karakteristik lansia sebagai
populasi rentan dapat secara fisiologis, psikologis, sosial
dan ekonomi yang mempengaruhi status kesehatan lansia.
Kerentanan tersebut juga dipengaruhi oleh banyak faktor.

2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan


Menurut Stanhope dan Lancaster (2010), lansia masuk dalam
populasi rentan dan sering memiliki faktor resiko yang lebih banyak
dari pada populasi yang lain.Kerentanan bersifat multidimensi yaitu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berkontribusi

2.1.3.1 Faktor keterbatasan sumber daya


Kurangnya sumber daya sosial,pendidikan dan ekonomi
yang memadai merupakan faktor seseorang menjadi rentan.
Kemiskinan adalah penyebab utama terhadap kerentanan.
Kemiskinan menyebabkan kerentanan karena membuat
seseorang sulit berfungsi atau mengakses sumber daya untuk
hidup atau untuk perawatan kesehatan. Kondisi lamsia tidak
memiliki penghasilan atau pension dengan penghasilan kecil
berkontribuksi besar pada kondisi kerentanan pada masalah
kesehatan karena pension sering diartikan sebagai kehilangan
penghasilan, kedudukan, jabatan, peran kegiatan, status dan
harga diri.

Perubahan-perubahan yang terjadi lansia akan


berpengaruh pada aktifitas ekonomi dan sosial mereka.
Berdasarkan hasil sakernas Agustus 2009, hampir separuh
(47,44%) lansia diindonesia memiliki kegiatan utama bekerja
dan sebesar 0,41% termasuk menganggur / mencari kerja,
27,88% mengurusi rumah tangga dan kegiatan lain sekitar
24,27%. Tingginya persentase lansia yang bekerja dapat
dimaknai bahwa sebenarnya lansia masih mampu bekerja
secara produktif untuk membiayai kehidupan rumah
tangganya, namun didi lain mengindikasikan bahwa tingkat
kesejahteraan lansia masih rendah, sehingga meskipun usia
sudah lanjut, lansia terpaksa bekerja untuk membiayai
kehidupan rumah tangganya ( Komisi Nasional Lanjut Usia,
2010 ).

2.1.3.2 Faktor Perubahan Status Kesehatan


Perubahan status fisiologi mempengaruhi individu untuk
menjadi rentan akibat dari proses penyakit seperti individu
dengan satu atau lebih penyakit kronis. Menurut Allender
(2014). Populasi yang dipertimbangkan masuk dalam populasi
rentan adalah populasi yang mengalami kecacatan, penyakit
kronik ( misalnya hipertensi, kanker, diabetes mellitus, dll ),
penyakit mental dan penyakahgunaan obat terlarang.
Menurut teori konsekuensi fungsional, kesehatan lansia
adalah kemampuan lansia untuk berfungsi secara optimal
meskipun dalam situasi perubahan yang berkaitan dengan
penuaan dan faktor risiko (Miller, 2012). Proses penuaan yang
terjadi pada lansia tersebut dapat mempengaruhi status
kesehatannya karena memiliki keterbatasan akibat kemunduran
berbagai sistem dalam tubuh. Lansia yang disertai dengan
penyakit kronik dan kurangnya dukungan mengakibatkan
lansia dengan depresi masuk dalam kelompok rentan.

2.1.3.3 Faktor Risiko Kesehatan


Populasi rentan tidak hanya mengalami beberapa risiko
kumulatif, tetapi populasi tersebut juga sangat sensitive
terhadap efek dari risiko tersebut. Risiko yang berasal dari
bahaya lingkungan (paparan zat adatif) atau bahaya sosial (
kejahatan, kekerasan dan pengabaian/penyalahgunaan), dalam
perilaku pribadi (diet dan kebiasaan olahraga) atau susunan
biologis atau genetik (bawaan atau status kesehatan). Populasi
rentan sering komorbiditas atau penyakit multiple dengan
masing-masing mempengaruhi satu dengan yang lainnya.
Lansia juga merupakan individu yang mempunyai kondisi
fisik, psikologi, dan sosial yang lemah, sehingga mudah
berkembangnya masalah kesehatan dan mengalami kondisi
kesehatan yang buruk (Pender, Murdaugh, & Parsons, 2002).

2.1.3.4 Faktor Marjinalisasi


Populasi rentan terpinggirkan (marginalisasi) dengan
populasi secara keseluruhan yaitu karena masalah yang
dihadapi oleh populasi rentan merupakan masalah yang tidak
terlihat oleh penduduk yang lebih besar serta populasi rentan
tersebut memiliki keterbatasan dalam memperoleh sumber
daya yang mereka butuhkan. Moccia dan Mason (1986, dalam
Stanhope & Lancaster, 2010) menyatakan bahwa kemiskinan
adalah masalah utama karena melibatkan control atas sumber
daya yang diperlukan sehingga dapat berfungsi efektif didalam
masyarakat.

Marjinalisasi merupakan pencabutan hak, ini mengacu


pada perasaan terpisah dari masyarakat dimana tidak memiliki
hubungan emosional dengan kelompok terntentu atau dengan
tatanan sosial yang lebih besar, seperti kelompok orang miskin,
tunawisma dan imigran yang pada dasarnya terlihat oleh
masyarakat secara keseluruhan dan dilupakan dalam
perencanaan kesehatan dan sosial. Hal ini menunjukkan bahwa
populasi rentan tidak memiliki dukungan sosial yang
diperlukan untuk mengelola hidup sehat secara emosional dan
fisik, sehingga rawan terhadap keterlantaran.
Berdasarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
kerentangan populasi, maka populasi lansia yang rentan sangat
memerlukan dukungan untuk dapat hidup tua, aktif dan
produktif. Hal tersebut dapat didukung dengan pendekatan
teori yang berhubungan dengan kesehatan lansia. Rose and
Killen (1983 dalam Miller,2012) menganalisis bahwa konsep
risiko maupun rentan dapat diaplikasikan ke dalan teori
berkonsekuensi fungsional yang terjadi pada lansia.

2.1.4 Konsekuensi Fungsional pada Aggreage Lansia


Konsekuensi fungsional adalah berbagai faktor perubahan yang
berkaitan dengan usia, yang dapat mempengaruhi kualitas hidup lansia,
dimana tingkat ketergantungan semakin tinggi (Miller, 2012). Menurut
teori konsekuensi fungsional, kesehatan lansia adalah kemampuan
lansia untuk berfungsi secara optimal meskipun dalam situasi
perubahan yang berkaitan dengan penuaan dan faktor risiko. Proses
penuaan yang terjadi pada lansia dapat mempengaruhi status
kesehatannnya karena memiliki keterbatasan akibat kemunduran
berbagai sistem dalam tubuh. (Miller, 2012).

Konsekuensi fungsional dapat bersifat positif maupun negative,


berdasarkan hasil observasi efek dari tindakan,faktor risiko, perubahan
akibat penuaan yang mempengaruhi kualitas hidup lansia dan aktifitas
lansia sehari-hari. Fokus pengkajian perawat adalah mengkaji
perubahan lansia yang disebabkan oleh usia, konsekuensi fungsional
negative dan faktor risiko tambahan yang lain. Selanjutnya perawat
melakukan intervensi keperawatan yang bertujuan untuk mencapai
konsekuensi fungsional positif bagi lansia (Miller, 2012).
Lansia yang mengalami depresi adalah salah satu bentuk
konsekuensi fungsional negatif yaitu apabila lansia tidak dapat
memkompensasikan perubahan yang terjadi akibat proses penuaan, baik
secara fisik maupun psikologis. Selain itu dipengaruhi oleh faktor-
faktor lain yang dapat mempengaruhi kesehatan lansia berupa ekonomi
yang kurang, ketidakmampuan bergerak, kurangnya dukungan sosial,
dan kesalahpahaman tentang penuaan. Hal tersebut perlu diperhatikan
untuk mencapai konsekuensi fundsional positif, terutama bagi lansia
dengan depresi.

2.2 Lansia dengan Depresi


2.2.1 Perubahan akibat Proses Penuaan pada Lansia
2.2.1.1 Teori Psikososial
Teori perkembangan psikososial menurut Erikson adalah
seseorang yang berusia lebih dari 65 tahun berada pada fase
integrity vs despair yaitu seseorang akan melihat kembali
(flash back) kehidupan yang telah mereka jalani dan berusaha
untuk menyelesaikan permasalahan yang belum terselesaikan.
Penerimaan terhadap prestasi, kegagalan dan keterbatasan
adalah hal utama yang membawa dalam sebuah kesadaran
bahwa hidup seseorang adalah tanggung jawabnya sendiri.
Orang yang berhasil melewati tahapan ini berarti ia dapat
mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah
dialami. Individu ini akan mencapai kebijaksanaan meskipun
saat menghadapi kematian. Keputusan dapat terjadi pada
orang-orang yang menyesali cara mereka dalam menjalani
hidup atau bagaimana kehidupan mereka telah berubah
(Shaffer, 2005)
Teori psikososial berasumsi bahwa munculnya masalah
depresi pada masa tua adalah karena hilangnya harga diri,
hilangnya orang tertentu, dan kontal sosial yang kurang
(Reker, 1997 dalam Miller, 2012). Faktor yang berkontribusi
dalam munculnya masalah depresi pada lansia adalah meliputi:
usia; kurangnya peran sosial dan rendahnya status sosial
ekonomi; pengalaman masa lalu seperti trauma pada masa
kecil; stress sosial yang berulang termasuk dalam kejadian
hidup yang membuat stress; jaringan sosial yang tidak adekuat
; kurangnya interaksi sosial; rendahnya integrasi sosial
misalnya ketidakmampuan lingkungan dan terbatasnya
kekuatan keagamaan: serta kombinasi beberapa faktor.
Teori psikososial menggambarkan tentang masalah
depresi sebagai suatu kondisi, dimana individu mengalami
penurunan pada kognitif, motivasi, harga diri dan afektif-
somatik (Seligman, 1981 dalam Miller, 2012). Blazer (2003)
menyarankan bahwa strategi untuk meningkatkan kepuasan
diri pada lansia akan mencegah depresi. Jika lansia terus
menerus melakukan berbagai aktifitas, makalansia akan
memperoleh kepuasan dan kebahagiaan (Hikmawati &
Purnama, 2008). Hal ini merupakan hal yang perlu
diperhatikan dalamperumusan tujuan intervensi keperawatan
mencegah depresi terutama pada lansia.

2.2.1.2 Teori Gangguan Kognitif


Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberikan
rasional termasuk proses mengingat, menilai, orientasi,
depresi, persepsi dan memperhatikan (Stuart & Sundeen,
2009). Gangguan kognitif akan mempengaruhi gambaran diri
lansia, lingkungan dan pengalamannya serta pandangannya
untuk masa depan. Orang dengan depresi kurang memikirkan
masa depan yang dapat membuatnya bahagia. Lansia dengan
depresi biasanya memiliki penilaian negative terhadap
kehidupannya dengan adanya perasaan tidak berharga,
menganggap kejadian kehidupan adalah suatu hal

2.2.2 Depresi pada Lansia


2.2.2.1 Pengertian Depresi
Depresi adalah gangguan mood, kondisi emosional yang
mewarnai seluruh proses mental baik pikiran perasaan dan
aktivitasnya (Keliat dkk,2011). Depresi merupakan respon
emosional yang paling maladiptif yaitu dengan perubahan
afektif, fisiologi, kognitif, dan perilaku misalnya kesedihan,
gelisah dan lambat dalam beraktifitas (Stuart, 2009). Depresi
juga diartikan sebagai salah satu diagnosis mood (afektif)
dengan kriteria terdapat 2 dari 3 gejala inti depresi ditemukan
hampir setiap hari minimal 2 minggu yaitu penurunan mood
(sedih, tertekan dan merasa tidak bahagia) atau afek depresif,
kelelahan (merasa kelelahan atau energi berkurang) dan
anhendonia atau tidak berminat dan kegembiraan berkurang
untuk melakukan aktivitas (Townsend, 2009).
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat
disimpulkan bahwa depresi adalah adanya gangguan kondisi
emosional yang maladaptif baik pikiran, perasaan dan
aktivitasnya yang ditandai dengan kesedihan, gelisah,
kelelahan dan lambat dalam beraktifitas yang ditemukan
hampir setiap hari minimal 2 minggu.
2.2.2.2 Penyebab Depresi
Penyebab depresi menurut Stuart (2009) adalah
akumulasi ketidakpuasan, frustasi, kritikan pada diri sendiri
tentang kejadian hidup sehari-hari tanpa adanya dukungan hal
positif, stres dalam pekerjaan dan keluarga serta kehilangan.
Depresi terjadi pada lansia tergantung banyaknya jumlah
stressor (sumber stres) kehilangan yang dialami seperti
pasangan, penghasilan, peran, kesehatan, fungsi seperti masih
muda (Carson, 2010; Townsend, 2009). Penyebab depresi
tidak hanya disebabkan oleh satu faktor saja, akan tetapi dapat
saling berinteraksi dengan faktor lain, sehingga munculnya
depresi ( Townsend,2009 ). Selain itu ditambaah dengan
perubahan-perubahan akibat proses penuaan yang terjadi pada
lansia.

2.2.2.3 Faktor risiko terjadinya depresi


Faktor resiko terjadinya depresi adalah sebagai berikut
(Miller, 2012; WHO, 2009), meliputi : genetik atau keturunan ;
jenis kelamin wanita dua kali lebih besar berisiko menderita
depresi dibandingkan laki-laki ; lama tinggal di tempat khusus;
dukungan sosial terbatas; kontrol tubuh yang kurang; kualitas
tidur yang rendah; kejadian hidup yang membuat stres dan
berulang; merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan; merasa
tidak ada alasan untuk melanjutkan hidup; gangguan
fungsional menetap ( misalnya : gangguan penglihatan);
menderita penyakit serius ( misalnya: kanker, kerusakan
persyarafan).

2.2.2.4 Gejala Umum


Afek depresif, kehilangan minat dan kegembiraan,
berkurangnya energi, mudah lelah dan menurunnya aktivitas
dan lamanya episode depresif yaitu selama 2 minggu
(Kemenkes RI, 2012). Depresi pada lansia dengan usia lebih
65 tahun atau lebih sering terjadi karena efek dari masalah
penyakit kronik, kerusakan kognitif, daan kemampuan yang
menurun (Alexopoulus, 2005; Carson, 2010).
Gejala umum yang terjadi pada lansia depresi (Miller,
2012; Stuart & Sundeen, 2009; Carson, 2010; Townsend,
2009, Keliat, 2011; Kemenkes RI, 2012) meliputi :
a. Gejala fisik berupa: gaangguan pola tidur (sulit
tidur, terlalu banyak atau terlalu sedikit),
menurunnya tingkat aktifitas, efisiensi kerja,
produktifitas kerja dan mudah merasa letih atau
sakit.
b. Gejala psikis berupa: kehilangan kepercayaan diri,
sering memandang peristiwa netral dipandang dari
sudut pandang yang berbeda, bahkan disalah artikan
akibatnya sehingga lansia mudah tersinggung,
mudah marah, perasa, curiga, mudah sedih, murung
dan lebih suka menyendiri, merasa dirinya tidak
berguna, selalu gagal, merasa bersalah, merasa
kehidupan ini sebagai hukuman, memiliki perasaan
terbebani, dan menyalahkan orang lain.
c. Gejala sosial berupa: adaanya masalah interaksi
ssosial, konflik, minder, malu, cemas jika berada
diantara kelompok dan merasa tidak nyaman untuk
berkomunikasi secara normal, merasa tidaak mampu
untuk berssikaap terbuka dan secara aktif menjalani
hubungan dengan lingkungan sekalipun ada
keesempatan.
Tanda dan gejala depresi setiap lansia bervariasi.
Penilaian tingkat depresi juga dapat diidentifikasi dengan
penilaian menggunakan alat ukur yang tepat. Penilaian
dilakukan untuk mendaapatkan data yang akurat, sehingga
dapat menentukan intervensi yang tepat.

2.2.2.5 Pengukuran tingkat depresi padaa lansia


Pengukuran kondisi depresi pada lansia menggunakan
kuesioner Geriatric Depression Scale (GDS) dengan 15 item
pertanyaan yang sudah valid secara internasional (Sheikh, J. &
Yesavage, JA, 1968 dalam Landefeld et al, 2004 & Haam et al,
2008). Penilaian depresi dengan menghitung total skor seluruh
jawaban, kemudian diklasifikasikan dalam 4 kategori yaitu jika
skor penilaian 0-4 maka kategori lansia normal (tidak depresi),
skor 5-8 kategori lansia depresi ringan, skor 9-10 kategori
lansia depresi sedang dan skor 12-15 kategori lansia depresi
berat.
Lansia depresi memerlukan perhaatian yang serius
dengan pendekatan asuhan keperawatan untuk menurunkan
faktor risiko, meningkatkan fungsi psikososial, memberikan
latihan-latihan serta konseling oleh tenaga kesehatan yang
didukung oleh lansia itu sendiri, keluarga maupun masyarakat
sekitarnya.
2.3 Asuhan Keperawatan
2.3.1 Pengkajian
1. Penampilan fisik
2. Perilaku dan aktivitas fisik
3. Sikap terhadap perawat
4. Mood
5. Afek (respon emosional)
6. Cara bicara
7. Gangguan persepsi
8. Isi dan alur pikir
9. Tingkat kesadaran
10. Orientasi
11. Memory
12. Lingkungan

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko peningkatan kejadian bunuh diri diantara agregat lansia b.d
depresi
2. Resiko peningkatan kejadian harga diri rendah diantara agregat
lansia b.d penuaan

2.3.3 Tujuan
2.3.3.1 Tujuan Jangka Panjang:
Lansia tidak melakukan perilaku bunuh diri dan harga diri
lansia meningkat.
2.3.3.2 Tujuan Jangka Pendek:
Diharapkan lansia:
1. Aman dan selamat
2. Mengontrol keinginan bunuh diri dengan melihat aspek
positif diri keluarga dan lingkungan
3. Memiliki rencana masa depan
4. Menyelesaikan masalah secara konstruktif
2.3.4 Intervensi
2.3.4.1 Individual :
1. Mengkaji ide, rencana RBD dan tingkat RBD
2. Menempatkan lansia ke arrea yang aman
3. Mengamankan benda-benda yang mungkin digunakan untuk
bunuh diri
4. Menganjurkan keluarga atau orang terdekat untuk menemani
lansia
5. Melatih cara mengontrol keinginan untuk bunuh diri dengan
cara melihat aspek positif diri keluarga dan lingkungan
6. Melatih menyusun rencana masa depan
7. Melatih cara menyelesaikan masalah secara adaptif

2.3.4.2 Keluarga:
1. Menjelaskan tentang pengertian penyebab tanda dan gejala
serta proses terjadinya RBD dan HDR
2. Melatih keluarga mengambil keputusan dalam menetapkan
pelayanan kesehatan yakni apabila keluarga tidak dapat
mendampingi dan mengawasi lansia maka sebaiknya di
rawat di Rs
3. Melatih cara merawat anggota keluarga yang mengalami
masalah RBd dan HDR :
a. menemani tidak meninggalkan lansia sendiri
b. Mendengarkan permasalahan yang dirasakan
c. Membantu klien melihat hal positif dirinya di dalam
keluarga
d. Membantu klien untuk mencapai harapannya menjadi
lansia/orangtua/pasangan yang baik
4. Melatih cara memodifikasi lingkungan yang sesuai masalah
klien

a. RBD
 Menjauhkan benda-benda yang berbahaya dari
sekitar rumah tidak membiarkan menyendiri
 Mengawasi secara ketat
b. HDR
 Memberi pujian yang realistis jika lansia melakukan
hal hal positif
 Memberikan kegiatan kepada lansia sesuai
kemampuannya
 Memotivasi untuk melatih kemampuan yang
dimiliki secara terjadwal

5. Memberikan penjelasan tentang penggunaan fasilitas


kesehatan:
a. Menginformasikan kepada keluarga tentang kondisi
lansia yang membutuhkan perawatan segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan jiwa
b. Menginformasikan tentang pelayanan kesehatan jiwa
yang tersedia untuk mengatasi masalah keluarga
c. Menginformasikan keberadaan lintas sektor yang dapat
digunakan untuk proses penyembuhan lansia
d. Memotivasi keluarga agar menggunakan pelayanan
kesehatan jiwa dan lintas sektor untuk proses
penyembuhan lansia
e. Menginformasikan tentang jejaring dukungan keluarga
yang dapat digunakan untuk membantu proses
penyembuhan lansia.
f.
2.3.5 Evaluasi
1. Lansia aman dan selamat dan penilaian terhadap diri positif
2. Keluarga dapat merawat lansia dengan baik

2.3.6 Tingkat Pencegahan


2.3.6.1 PRIMER
1. Melatih koping yang adaptif
2. Pendkes tentang tnada gejala RBD yang perlu di waspadai
kepada keluarga dan pembantu rumah tangga
2.3.6.2 SEKUNDER
1. Penanganan kasus bunuh diri dengan menempatkan klien
ditempat yang aman, melakukan pengawasan yang ketat,
enguatkan koping dan melakukan rujukan jika mengancam
keselamatan jiwa
2. Hotline service untuk intervensi krisis yaitu pelayanan dalam
24 jam melalui telpon berupa pelayanan konseling
2.3.6.3 TERSIER
1. Menignkatkan kemampuan koping yaitu belajar
mengungkapkan dan menyelesaikan masalah dengan cara
yang tepat
2. Memberikan dukungan sosial.

Anda mungkin juga menyukai