Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN TETANUS

A. TINJAUAN TEORITIS TETANUS


1. PENGERTIAN
Penyakit tetanus merupakan salah satu infeksi yang berbahaya karena
mempengaruhi sistem urat saraf dan otot. Kata tetanus diambil dari bahasa Yunani
yaitu tetanos dari teinein yang berarti menegang. Penyakit ini adalah penyakit infeksi
di mana spasme otot tonik dan hiperrefleksia menyebabkan trismus (lockjaw), spasme
otot umum, melengkungnya punggung (opistotonus), spasme glotal, kejang dan
spasme dan paralisis pernapasan.
Tetanus yang juga dikenal dengan lockjaw , merupakan penyakit yang disebakan
oleh tetanospasmin, yaitu sejenis neurotoksin yang diproduksi oleh Clostridium tetani
yang menginfeksi sistem urat saraf dan otot sehingga saraf dan otot menjadi kaku
(rigid). Kitasato merupakan orang pertama yang berhasil mengisolasi organisme dari
korban manusia yang terkena tetanus dan juga melaporkan bahwa toksinnya dapat
dinetralisasi dengan antibodi yang spesifik.
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan otot (spasme) tanpa
disertai gangguan kesadaran.
Tetanus adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh toksin kuman clostiridium tetani
yang dimanefestasikan dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti kekakuan seluruh
badan. Kekakuan tonus otot ini selalu nampak pada otot masester dan otot rangka.
Penyakit tetanus adalah penyakit infeksi yang diakibatkan toksin kuman
Clostridium tetani, bermanifestasi dengan kejang otot secara proksimal dan diikuti
kekakuan otot seluruh badan. Kekuatan tonus otot massater dan otot-otot rangka.
Jadi, dapat disimpulkan Tetanus merupakan penyakit infeksi yang berbahaya
disebabkan oleh toksin yang mempengaruhi system urat saraf dan otot.

2. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah

1
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering
dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.

Clostridium tetani termasuk dalam bakteri Gram positif, anaerob obligat,


dapat membentuk spora, dan berbentuk drumstick. Spora yang dibentuk oleh C. tetani
ini sangat resisten terhadap panas dan antiseptik. Ia dapat tahan walaupun telah
diautoklaf (1210C, 10-15 menit) dan juga resisten terhadap fenol dan agen kimia
lainnya. Bakteri Clostridium tetani ini banyak ditemukan di tanah, kotoran manusia
dan hewan peliharaan dan di daerah pertanian. Umumnya, spora bakteri ini
terdistribusi pada tanah dan saluran penceranaan serta feses dari kuda, domba, anjing,
kucing, tikus, babi, dan ayam. Ketika bakteri tersebut berada di dalam tubuh, ia akan
menghasilkan neurotoksin (sejenis protein yang bertindak sebagai racun yang
menyerang bagian sistem saraf). C. tetani menghasilkan dua buah eksotoksin, yaitu
tetanolysin dan tetanospasmin. Fungsi dari tetanoysin tidak diketahui dengan pasti,
namun juga dapat memengaruhi tetanus. Tetanospasmin merupakan toksin yang
cukup kuat.

3. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang

2
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.

Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat
dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada
otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.

Ada 3 bentuk klinik dari tetanus, yaitu:

1) Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian paroksimal
luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2) Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal.
Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
3) Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.

Menurut berat gejala dapat dibedakan 3 stadium :

3
a) Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b) Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c) Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.

Web of Caution (Hubungan Sebab Akibat)

Terpapar kuman Clostridium tetani

Eksotoksin

Pengangkutan toksin melewati saraf motorik

Ganglion Sumsum
Otak Saraf Otonom
Tulang Belakang

Tonus otot  Menempel pada Cerebral Gangliosides Mengenai Saraf Simpatis

Menjadi kaku Kekakuan dan kejang khas -Keringat berlebihan

pada tetanus -Hipertermi

4
-Hipotermi

-Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot
-Takikardi

Kekakuan otot Hipoksia berat

 O2 di otak
Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan
Kesadaran 

-Ggn. Eliminasi -Ketidakefektifan jalan -PK. Hipoksemia

-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan

-Gangguan Komunikasi -Ggn. Pertukaran Gas

Verbal -Kurangnya pengetahuan

Ortu

4. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus

Gambaran umum yang khas pada tetanus

1) Badan kaku dengan epistotonus


2) Tungkai dalam ekstensi

3) Lengan kaku dan tangan mengepal

4) Biasanya keasadaran tetap baik

5) Serangan timbul proksimal dan dapat dicetuskan oleh karena :

5
 Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan

 Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir.
Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal,
diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG

a. Diagnosa didasarkan pada riwayat perlukaan disertai keadaan klinis kekakuanotot


rahang.

b. Laboratorium ; leukositosis ringan, peninggian tekanan otak, deteksi kuman suli

c. Pemeriksaan Ecg dapat terlihat gambaran aritmia ventrikuler

6. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tata laksana pasien tetanus


Umum
a. Mencukupi kebutuhan cairan dan nutrisi. Pemberian cairan secara i.v., sekalian
untuk memberikan obat-obatan secara syringe pump (valium pump).
b. Menjaga saluran nafas tetap bebas, pada kasus yang berat perlu tracheostomy.
c. Memeriksa tambahan oksigen secara nasal atau sungkup.
d. Kejang harus segera dihentikan dengan pemberian valium/diazepam bolus i.v. 5
mg untuk neonatus, bolus i.v. atau perectal 10 mg untuk anak-anak (maksimum
0.7 mg/kg BB).
Khusus
a. Antibiotika PP 50.000-100.000 IU/kg BB.

6
b. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune
Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan
imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
c. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka
(debridement).
d. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT

Untuk menetralisir racun, diberikan immunoglobulin tetanus. Antibiotik


tetrasiklin dan penisilin diberikan untuk mencegah pembentukan racun lebih lanjut,
supaya raccun yang ada mati.

Obat lainnya bisa diberikan untuk menenangkan penderita, mengendalikan


kejang dan mengendurkan otot-otot. Penderita biasanya dirawat di rumah sakit dan
ditempatkan dalam ruangan yang tenang. Untuk infeksi menengah sampai berat,
mungkin perlu dipasang ventilator untuk membantu pernafasan.

Makanan diberikan melalui infus atau selang nasogastrik. Untuk membuang


kotoran, dipasang kateter.[9] Penderita sebaiknya berbaring bergantian miring ke kiri
atau ke kanan dan dipaksa untuk batuk guna mencegah terjadinya pneumonia. Untuk
mengurangi nyeri diberikan kodein. Obat lainnya bisa diberikan untuk mengendalikan
tekanan darah dan denyut jantung. Setelah sembuh, harus diberikan vaksinasi lengkap
karena infeksi tetanus tidak memberikan kekebalan terhadap infeksi berikutnya.

7. KOMPLIKASI
a. Spasme otot faring
b. Pnemonia aspirasi
c. Asfiksia
d. Atelektasis
e. Fraktur kompresi

8. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya

7
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan menjadi
buruk.

9. PENCEGAHAN

Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,
pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
 Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
 Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan
vaksinasi
 Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.

Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama
karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri
Clostridium tetani.

B. TINJAUAN TEORITIS ASUHAN KEPERAWATAN TETANUS


1. PENGKAJIAN

Data fokus meliputi :

a) Apakah ada riwayat luka tusuk, bakar atau luka tembak.


b) Apaka pernah digigit hewan
c) Apakah sedang menderita infeksi telinga atau gigi berlubang.
d) Pada neonatus : pengkajian prenatal, antal dan Post natal.
e) Keadaan umum klien
f) Tanda-tanda vital
g) Pemeriksaan fisik

Pengkajian Umum

a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.

8
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan

c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C

d. Sistem Neurolgis; (awal) irritability, kelemahan, (akhir) konvulsi, kelumpuhan satu


atau beberapa saraf otak.

e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)

f. Sistem pencernaan; konstipasi akibat tidak adanya pergerakan usus.

g. Sistem integumen dan muskuloskletal; nyeri kesemutan tempat luka, berkeringan


(hiperhidrasi). Pada awalnya didahului trismus, spasme oto muka dengan
meningkatnya kontraksi alis mata, risus sardonicus, otot-otot kaku dan kesulitan
menelan. Apabila hal ini berlanjut akan terjadi status konvulsi dan kejang umum.

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN

a. Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan.

b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.

c. Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia)

d. Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah

9
e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang

f. Risiko terjadi ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake


yang kurang dan oliguria

g. Hubungan interpersonal terganggu berhubungan dengan kesulitan bicara

h. Gangguan pemenuhan kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kondisi lemah


dan sering kejang

i. Kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakit tetanus dan


penanggulangannya berhbungan dengan kurangnya informasi.

j. Kurangnya kebutuhan istirahat berhubungan dengan seringnya kejang

3. INTERVENSI

Dx.1.Kebersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sputum


pada trakea dan spame otot pernafasan, ditandai dengan ronchi, sianosis, dyspneu,
batuk tidak efektif disertai dengan sputum dan atau lendir, hasil pemeriksaan lab,
Analisa Gasa Darah abnormal (Asidosis Respiratorik)

Tujuan : Jalan nafas efektif

Kriteria :

- Klien tidak sesak, lendir atau sleam tidak ada

- Pernafasan 16-18 kali/menit

- Tidak ada pernafasan cuping hidung

- Tidak ada tambahan otot pernafasan

- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH=
7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)

No Intervensi Rasional

1 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan
posisi kepala ekstensi cara untuk meluruskan rongga pernafasan

10
sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar
dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.

2 Pemeriksaan fisik dengan cara auskultasi Ronchi menunjukkan adanya gangguan


mendengarkan suara nafas (adakah pernafasan akibat atas cairan atau sekret yang
ronchi) tiap 2-4 jam sekali menutupi sebagian dari saluran pernafasan
sehingga perlu dikeluarkan untuk
mengoptimalkan jalan nafas.

3 Bersihkan mulut dan saluran nafas dari Suction merupakan tindakan bantuan untuk
sekret dan lendir dengan melakukan mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah
suction proses respirasi

4 Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat


mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia.

5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.

6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi


diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation)

7 Kolaborasi dalam pemberian obat Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang
pengencer sekresi(mukolitik) kental sehingga mempermudah pengeluaran dan
memcegah kekentalan

Dx.2.Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat


spasme otot-otot pernafasan, yang ditandai dengan kejang rangsanng, kontraksi
otot-otot pernafasan, adanya lendir dan sekret yang menumpuk.

Tujuan : Pola nafas teratur dan normal

Kriteria :

- Hipoksemia teratasi, mengalami perbaikan pemenuhan kebutuahn oksigen

11
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit dan tidak sianosis.

No Intervensi Rasional

1 Monitor irama pernafasan dan respirati Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan
rate dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan,kemampuan dan irama nafas.

2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.

3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh
perifer

4 . Oksigenasi Pemberian oksigen secara adequat dapat


mensuplai dan memberikan cadangan oksigen,
sehingga mencegah terjadinya hipoksia

5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.

6 Observasi timbulnya gagal nafas. Ketidakmampuan tubuh dalam proses respirasi


diperlukan intervensi yang kritis dengan
menggunakan alat bantu pernafasan (mekanical
ventilation).

7 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses
darah. difusi dan perfusi jaringan dapat

Dx.3.Peningkatan suhu tubuh (hipertermia) berhubungan dengan efeks toksin


(bakterimia) yang dditandai dengan suhu tubuh 38-40 oC, hiperhidrasi, sel darah
putih lebih dari 10.000 /mm3

Tujuan Suhu tubuh normal

Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3

NO Intervensi Rasional

1 . Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi
dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses

12
adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.

2 Pantau suhu tubuh tiap 2 jam Identifikasi perkembangan gejala-gajala ke arah


syok exhaution

3 Berikan hidrasi atau minum ysng cukup Cairan-cairan membantu menyegarkan badan
adequat dan merupakan kompresi badan dari dalam

4 Lakukan tindakan teknik aseptik dan Perawatan lukan mengeleminasi kemungkinan


antiseptik pada perawatan luka. toksin yang masih berada disekitar luka.

.
5 Berikan kompres dingin bila tidak terjadi Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
ekternal rangsangan kejang. menurunkan suhu tubuh dengan cara proses
konduksi.

6 Laksanakan program pengobatan antibiotik Obat-obat antibakterial dapat mempunyai


dan antipieretik spektrum lluas untuk mengobati bakteeerria
gram positif atau bakteria gram negatif.
Antipieretik bekerja sebagai proses termoregulasi
untuk mengantisipasi panas.

7 Kolaboratif dalam pemeriksaan lab Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih
leukosit. dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya
infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan

Dx.4.Pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan kekakuan otot


pengunyah yang ditandai dengan intake kurang, makan dan minuman yang masuk
lewat mulut kembali lagi dapat melalui hidung dan berat badan menurun ddiserta
hasil pemeriksaan protein atau albumin kurang dari 3,5 mg%.

Tujuan kebutuhan nutrisi terpenuhi.

Kriteria :

- BB optimal

- Intake adekuat

13
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %

No. Intervensi Rasional

1 Jelaskan faktor yang mempengaruhi Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan
kesulitan dalam makan dan pentingnya dari otot pengunyah sehingga klien mengalami
makanabagi tubuh kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik
atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang
adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif
dan kooperatif dalam program diit.

2 Kolaboratif : Diit yang diberikan sesuai dengan keadaan


klien dari tingkat membuka mulut dan proses
Pemberian diit TKTP cair, lunak atau mengunyah.
bubur kasar.
Pemberian cairan perinfus diberikan pada
Pemberian carian per IV line klien dengan ketidakmampuan mengunyak
atau tidak bisa makan lewat mulut sehingga
Pemasangan NGT bila perlu kebutuhan nutrisi terpenuhi.

NGT dapat berfungsi sebagai masuknya


makanan juga untuk memberikan obat

Dx.5 .Resiko injuri berhubungan dengan aktifitas kejang

Tujuan : Cedera tidak terjadi

kriteria

- Klien tidak ada cedera

- Tidur dengan tempat tidur yang terpasang pengaman

Intervensi Rasional

1 Identifikasi dan hindari faktor pencetus Menghindari kemungkinan terjadinya cedera

14
akibat dari stimulus kejang

2 Tempatkan pasien pada tempat tidur pada Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika
pasien yang memakai pengaman terjadi kejang

3 Sediakan disamping tempat tidur tongue Antisipasi dini pertolongan kejang akan
spatel mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien

4 Lindungi pasien pada saat kejang Mencegah terjadinya benturan/trauma yang


memungkinkan terjadinya cedera fisik

5 Catat penyebab mulai terjadinya kejang Pendokumentasian yang akurat, memudah-kan


pengontrolan dan identifikasi kejang

Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan

kriteria:

- Membran mukosa lembab, Turgor kulit baik

No. Intervensi Rasional

1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status cairan
/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian

2 Kaji tanda-tanda dehidrasi, membran Indikator keadekuatan sirkulasi perifer dan


mukosa, dan turgor kulit setiap 24 jam hidrasi seluler

3 Berikan dan pertahankan intake oral dan Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m,
NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi pasien

4 Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan
pengeluarannya tubuh

5 Pertahankan kepatenan NGT Penurunan keluaran urine pekat dan peningkatan


berat jenis urine diduga dehidrasi/ peningkatan
kebutuhan cairan

15
DAFTAR PUSTAKA

- Doenges, ME. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi.3.Jakarta: EGC


- Soeparman. 1990. Ilmu Penyakit Dalam. Universitas Indonesia Press :Jakarta.
- Theodore R. 1993. Ilmu Bedah. EGC :Jakarta
- http://medicastore.com/penyakit/91/Tetanus.html di akses tanggal 28 Mei 2011.
- http://doc-alfarisi.blogspot.com/2011/04/jenis-klasifikasi-tetanus-dan-stadium.html
- http://www.akperppni.ac.id/sistem-persarafan/askep-klien-dengan-tetanus di akses
tanggal 29 Mei 2011

16
17

Anda mungkin juga menyukai