2. ETIOLOGI
Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, terutama pada daerah resiko tinggi dengan
cakupan imunisasi DPT yang rendah. Reservoir utama kuman ini adalah tanah
1
yang mengandung kotoran ternak sehingga resiko penyakit ini di daerah
peternakan sangat tinggi. Spora kuman Clostridium tetani yang tahan kering
dapat bertebaran di mana-mana.
Port of entry tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun dapat diduga melalui:
a. Luka tusuk, gigitan binatang, luka bakar
b. Luka operasi yang tidak dirawat dan dibersihkan dengan baik
c. OMP, caries gigi
d. Pemotongan tali pusat yang tidak steril.
e. Penjahitan luka robek yang tidak steril.
3. PATOFISIOLOGI
Tetanus disebabkan neurotoksin (tetanospasmin) dari bakteri Gram positif
anaerob, Clostridium tetani, dengan mula-mula 1 hingga 2 minggu setelah inokulasi
bentuk spora ke dalam darah tubuh yang mengalami cedera (periode inkubasi).
Penyakit ini merupakan 1 dari 4 penyakit penting yang manifestasi klinis utamanya
adalah hasil dari pengaruh kekuatan eksotoksin (tetanus, gas ganggren, dipteri,
botulisme). Tempat masuknya kuman penyakit ini bisa berupa luka yang dalam yang
2
berhubungan dengan kerusakan jaringan lokal, tertanamnya benda asing atau sepsis
dengan kontaminasi tanah, lecet yang dangkal dan kecil atau luka geser yang
terkontaminasi tanah, trauma pada jari tangan atau jari kaki yang berhubungan
dengan patah tulang jari dan luka pada pembedahan.
Pada keadaan anaerobik, spora bakteri ini akan bergerminasi menjadi sel
vegetatif. Selanjutnya, toksin akan diproduksi dan menyebar ke seluruh bagian
tubuh melalui peredaran darah dan sistem limpa. Toksin tersebut akan
beraktivitas pada tempat-tempat tertentu seperti pusat sistem saraf termasuk
otak. Gejala klonis yang ditimbulakan dari toksin tersebut adalah dengan
memblok pelepasan dari neurotransmiter sehingga terjadi kontraksi otot yang
tidak terkontrol. Akibat dari tetanus adalah rigid paralysis (kehilangan
kemampuan untuk bergerak) pada voluntary muscles (otot yang geraknya dapat
dikontrol), sering disebut lockjaw karena biasanya pertama kali muncul pada
otot rahang dan wajah. Kematian biasanya disebabkan oleh kegagalan
pernafasan dan rasio kematian sangatlah tinggi.
1) Tetanus lokal : otot terasa sakit, lalu timbul rigiditas dan spasme pada bagian paroksimal
luar. Gejala itu dapat menetap dalam beberapa minggu dan menghilang tanpa sekuele.
2) Tetanus general; merupakan bentuk paling sering, timbul mendadak dengan kaku kuduk,
trismus, gelisah, mudah tersinggung dan sakit kepala merupakan manifestasi awal.
Dalam waktu singkat konstruksi otot somatik — meluas. Timbul kejang tetanik
bermacam grup otot, menimbulkan aduksi lengan dan ekstensi ekstremitas bagian
bawah. Pada mulanya spasme berlangsung beberapa detik sampai beberapa menit dan
terpisah oleh periode relaksasi.
3) Tetanus cephalic : varian tetanus local yang jarang terjadi masa inkubasi 1-2 hari terjadi
sesudah otitis media atau luka kepala dan muka. Paling menonjol adalah disfungsi saraf
III, IV, VII, IX dan XI tersering adalah saraf otak VII diikuti tetanus umum.
3
a) Trismus (3 cm) tanpa kejang-lorik umum meskipun dirangsang.
b) Trismur (3 cm atau lebih kecil) dengan kejang torik umum bila dirangsang.
c) Trismur (1 cm) dengan kejang torik umum spontan.
Eksotoksin
Ganglion Sumsum
Otak Saraf Otonom
Tulang Belakang
4
-Hipotermi
-Aritmia
Hilangnya keseimbangan tonus otot
-Takikardi
O2 di otak
Sistem Pencernaan Sistem Pernafasan
Kesadaran
-Ggn. Nutrisi (< dr. kebut) jalan nafas -Ggn. Perfusi Jaringan
Ortu
4. MANIFESTASI KLINIS
a. Masa inkubasi tetanus berkisar antara 2-21 hari
b. Ketegangan otot rahang dan leher (mendadak)
c. Kesukaran membuka mulut (trismus)
d. Kaku kuduk (epistotonus), kaku dinding perut dan tulang belakang
e. Saat kejang tonik tampak risus sardonikus
5
Rangsang suara, rangsang cahaya, rangsang sentuhan, spontan
Karena kontriksi sangat kuat dapat terjadi aspiksia, sianosis, retensi urine,
fraktur vertebralis (pada anak-anak), demam ringan dengan stadium akhir.
Pada saat kejang suhu dapat naik 2-4 derakat celsius dari normal,
diaphoresis, takikardia dan sulit menelan.
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
6. PENATALAKSANAAN MEDIS
6
b. Sera anti. Dapat diberikan ATS 5000 IU i.m. atau TIGH (Tetanus Immune
Globulin Human) 500-3.000 IU. Pemberian sera anti harus disertai dengan
imunisasi aktif dengan toksoid (DPT/DT/TT)
c. Perawatan luka sangat penting dan harus secara steril dan perawatan terbuka
(debridement).
d. Konsultasi dengan dokter gigi atau dokter bedah atau dokter THT
7. KOMPLIKASI
a. Spasme otot faring
b. Pnemonia aspirasi
c. Asfiksia
d. Atelektasis
e. Fraktur kompresi
8. PROGNOSIS
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada
penderita yang sangat muda, sangat tua dan pemakai obat suntik. Jika gejalanya
7
memburuk dengan segera atau jika pengobatan tertunda maka prognosisnya akan menjadi
buruk.
9. PENCEGAHAN
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik daripada mengobatinya.
Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian dari vaksin DPT (difteri,
pertusis, tetanus).
Dewasa sebaiknya menerima booster, Pada seseorang yang memiliki luka, jika:
Telah menerima booster tetanus dalam waktu 5 tahun terakhir, tidak perlu
menjalani vaksinasi lebih lanjut
Belum pernah menerima booster dalam waktu 5 tahun terakhir, segera diberikan
vaksinasi
Belum pernah menjalani vaksinasi atau vaksinasinya tidak lengkap, diberikan
suntikan immunoglobulin tetanus dan suntikan pertama dari vaksinasi 3 bulanan.
Setiap luka (terutama luka tusukan yang dalam) harus dibersihkan secara seksama
karena kotoran dan jaringan mati akan mempermudah pertumbuhan bakteri
Clostridium tetani.
Pengkajian Umum
a. Riwayat penyakit sekarang; adanya luka parah atau luka bakar dan imunisasi yang
tidak adekuat.
8
b. Sistem Pernafasan ; dyspneu asfiksia dan sianosis akibat kontaksi otot pernafasan
c. Sistem kardio vaskuler; disritmia, takikardia, hipertensi dan perdarahan, suhu tubuh
awal 38-40 C atau febril, terminal 43-44 C
e. Sistem perkemihan; retensi urine (distensi kandung kencing dan urine out put tidak
ada/oliguria)
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
b. Gangguan pola nafas berhubungan dengan jalan nafas terganggu akibat spasme
otot-otot pernafasan.
9
e. Risiko terjadi cedera berhubungan dengan sering kejang
3. INTERVENSI
Kriteria :
- Hasil pemeriksaan laboratorium darah Analisa Gas Darah dalam batas normal (pH=
7,35-7,45 ; PCO2 = 35-45 mmHg, PO2 = 80-100 mmHg)
No Intervensi Rasional
1 Bebaskan jalan nafas dengan mengatur Secara anatomi posisi kepala ekstensi merupakan
posisi kepala ekstensi cara untuk meluruskan rongga pernafasan
10
sehingga proses respiransi tetap berjalan lancar
dengan menyingkirkan pembuntuan jalan nafas.
3 Bersihkan mulut dan saluran nafas dari Suction merupakan tindakan bantuan untuk
sekret dan lendir dengan melakukan mengeluarkan sekret, sehingga mempermudah
suction proses respirasi
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
7 Kolaborasi dalam pemberian obat Obat mukolitik dapat mengencerkan sekret yang
pengencer sekresi(mukolitik) kental sehingga mempermudah pengeluaran dan
memcegah kekentalan
Kriteria :
11
- Tidak sesak, pernafasan normal 16-18 kali/menit dan tidak sianosis.
No Intervensi Rasional
1 Monitor irama pernafasan dan respirati Indikasi adanya penyimpangan atau kelaianan
rate dari pernafasan dapat dilihat dari frekuensi, jenis
pernafasan,kemampuan dan irama nafas.
2 . Atur posisi luruskan jalan nafas. Jalan nafas yang longgar dan tidak ada sumbatan
proses respirasi dapat berjalan dengan lancar.
3 Observasi tanda dan gejala sianosis Sianosis merupakan salah satu tanda manifestasi
ketidakadekuatan suply O2 pada jaringan tubuh
perifer
5 Observasi tanda-tanda vital tiap 2 jam Dyspneu, sianosis merupakan tanda terjadinya
gangguan nafas disertai dengan kerja jantung
yang menurun timbul takikardia dan capilary refill
time yang memanjang/lama.
7 Kolaborasi dalam pemeriksaan analisa gas Kompensasi tubuh terhadap gangguan proses
darah. difusi dan perfusi jaringan dapat
Kriteria : 36-37oC, hasil lab sel darah putih (leukosit) antara 5.000-10.000/mm3
NO Intervensi Rasional
1 . Atur suhu lingkungan yang nyaman. Iklim lingkungan dapat mempengaruhi kondisi
dan suhu tubuh individu sebagai suatu proses
12
adaptasi melalui proses evaporasi dan konveksi.
3 Berikan hidrasi atau minum ysng cukup Cairan-cairan membantu menyegarkan badan
adequat dan merupakan kompresi badan dari dalam
.
5 Berikan kompres dingin bila tidak terjadi Kompres dingin merupakan salah satu cara untuk
ekternal rangsangan kejang. menurunkan suhu tubuh dengan cara proses
konduksi.
7 Kolaboratif dalam pemeriksaan lab Hasil pemeriksaan leukosit yang meningkat lebih
leukosit. dari 10.000 /mm3 mengindikasikan adanya
infeksi dan atau untuk mengikuti perkembangan
pengobatan yang diprogramkan
Kriteria :
- BB optimal
- Intake adekuat
13
- Hasil pemeriksaan albumin 3,5-5 mg %
1 Jelaskan faktor yang mempengaruhi Dampak dari tetanus adalah adanya kekakuan
kesulitan dalam makan dan pentingnya dari otot pengunyah sehingga klien mengalami
makanabagi tubuh kesulitan menelan dan kadang timbul refflek balik
atau kesedak. Dengan tingkat pengetahuan yang
adequat diharapkan klien dapat berpartsipatif
dan kooperatif dalam program diit.
kriteria
Intervensi Rasional
14
akibat dari stimulus kejang
2 Tempatkan pasien pada tempat tidur pada Menurunkan kemungkinan adanya trauma jika
pasien yang memakai pengaman terjadi kejang
3 Sediakan disamping tempat tidur tongue Antisipasi dini pertolongan kejang akan
spatel mengurangi resiko yang dapat memperberat
kondisi klien
Dx.6 .Defisit velume cairan berhubungan dengan intake cairan tidak adekuat
Tujuan : Anak tidak memperlihatkan kekurangan velume cairan yang dengan
kriteria:
1 Kaji intake dan out put setiap 24 jam Memberikan informasi tentang status cairan
/volume sirkulasi dan kebutuhan penggantian
3 Berikan dan pertahankan intake oral dan Mempertahankan kebutuhan cairan tubuh
parenteral sesuai indikasi ( infus 12 tts/m,
NGT 40 cc/4 jam) dan disesuaikan dengan
perkembangan kondisi pasien
4 Monitor berat jenis urine dan Mempertahankan intake nutrisi untuk kebutuhan
pengeluarannya tubuh
15
DAFTAR PUSTAKA
16
17