Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menjelaskan bahwa sehat adalah

dalam keadaan bugar dan nyaman seluruh tubuh dan bagian-bagiannya.

Bugar dan nyaman adalah relatif, karena bersifat subjektif sesuai orang yang

mendefinisikan dan merasakan (Yusuf, Fitriyasari, Nihayati, 2015).

Individu yang sehat jiwanya adalah yang dapat menyesuaikan diri secara

konstruktif pada kenyataan, meskipun kenyataan itu buruk, merasa bebas

secara relatif dari ketegangan dan kecemasan, memperoleh kepuasan dari

usahanya atau perjuangan hidupnya, merasa lebih puas untuk memberi dari

pada menerima, dapat berhubungan dengan orang lain secara tolong-

menolong dan saling memuaskan, mempunyai kasih sayang yang besar,

mampu menerima kekecewaan untuk digunakan sebagai pelajaran di

kemudian hari, dan mampu mengarahkan rasa permusuhan pada penyelesaian

yang kreatif dan konstruktif (WHO 2008, dalam Yusuf, Fitriyasari, Nihayati,

2015).

WHO (dalam Kemenkes RI 2016) menyebutkan, terdapat sekitar 35 juta

orang terkena depresi, 60 juta orang terkena bipolar, 21 juta orang terkena

skizofrenia, serta 47,5 juta orang terkena dimensia. Hal tersebut menjadi

permasalahan yang signifikan di dunia, termasuk di Indonesia. Di Indonesia,

dengan berbagai faktor biologis, psikologis dan sosial dengan

keanekaragaman penduduk, jumlah kasus gangguan jiwa terus bertambah


2

yang berdampak pada penambahan beban negara dan penurunan

produktivitas manusia untuk jangka panjang. Riset Kesehatan Dasar atau

Riskedas (2013) menyebutkan bahwa indikator kesehatan jiwa yang dinilai

antara lain gangguan jiwa berat, gangguan mental emosional serta cakupan

pengobatannya.

Kementrian Kesehatan Republik Indonesia menjelaskan bahwa

prevalensi ganggunan mental emosional yang menunjukan gejala depresi dan

kecemasan, mencapai sekitar 14 juta orang atau 6% dari jumlah penduduk

Indonesia. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti skizofrenia

mencapai sekitar 400.000 orang atau sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk.

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi Jawa Tengah,

jumlah penderita gangguan jiwa pada tahun 2013 sebanyak 121.962 orang.

Tahun 2014, jumlahnya meningkat menjadi 260.247 orang dan pada tahun

2015 jumlah penderita gangguan jiwa bertambah menjadi 317.504 orang

( Riskedas, 2013)

Berdasarkan hasil rekam medik Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas

(2016, dalam Halifah 2016) didapatkan bahwa penderita gangguan jiwa pada

tiga bulan terakhir dari bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2016

terdapat 178 orang, penderita yang mengalami resiko perilaku kekerasan

berjumlah 50 orang (28%), dan data penderita yang mengalami gangguan

konsep diri : harga diri rendah berjumlah 30 orang (16%), dan yang penderita

yang mengalami gangguan sensori persepsi : halusinasi berjumlah 98 orang

(55%).
3

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa dimana klien

mengalami perubahan persepsi sensori, seperti merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan dan perabaan. Klien merasakan

stimulus yang sebetulnya tidak ada. Selain itu halusinasi biasanya juga

diartikan sebagai persepsi sensori tentang suatu objek, gambaran dan pikiran

yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar meliputi semua sistem

pengindraan seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan (Cook &

Fontain 2009 dalam Kurniawati 2013).

Kasus Halusinasi yang terdapat di Rumah Sakit Jiwa di Indonesia, sekitar

70% adalah halusinasi pendengaran, 20% halusinasi penglihatan, dan 10%

adalah halusinasi penghidung, pengecapan dan perabaan (Mamnu’ah, 2010

dalam Rahmawati 2014). Halusinasi yang tidak segera diatasi dapat memicu

terjadinya perilaku kekerasan, baik pada orang lain, lingkungan dan diri

sendiri, sehingga diperlukan sebuah asuhan keperawatan yang komprehensif

untuk mengontrol halusinasinya.

Rumah Sakit Umum Daerah Banyumas merupakan rumah sakit umum

yang sejak tahun 1978 konsisten memberikan pelayanan kesehatan jiwa, baik

rawat inap maupun rawat jalan dan merupakan instalasi jiwa terbesar di

wilayah Karesidenan Banyumas. RSUD Banyumas mempunyai 4 ruang rawat

inap, diantaranya Ruang Nakula, Ruang Sadewa, Ruang Arjuna dan Ruang

Bima dengan jumlah sebanyak 84 tempat tidur.


4

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menyusun Karya Tulis

Ilmiah gangguan jiwa dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan

Gangguan Persepsi Sensori: Halusinasi Di Instalasi Pelayanan Kesehatan

Jiwa Terpadu RSUD Banyumas Tahun 2019.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan data diatas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam

karya tulis ilmiah ini adalah Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Pada Klien

Dengan Masalah Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi diInstalasi Rawat

Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Banyumas tahun 2019.

C. Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan karya tulis ilmiah ini adalah penulis mampu

menggambarkan pengelolaan asuhan keperawatan pada klien dengan

masalah keperawatan gangguan persepsi sensori : halusinasi di Instalasi

Rawat Inap Rumah Sakit Jiwa Daerah Banyumas.

D. Manfaat

1. Bagi Penulis

Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu pengetahuan khususnya

ilmu keperawatan jiwa yang diperoleh selama mengikuti perkuliahan dan

sekaligus meningkatkan ilmu pengetahuan penulis tentang asuhan

keperawatan pada klien dengan masalah keperawatan gangguan persepsi

sensori : halusinasi.
5

2. Bagi Perawat

Sebagai masukan bagi perawat dalam meningkatkan mutu pelayanan

kesehatan dan menjadi informasi bagi tenaga kesehatan lain dalam

pengelolaan kasus pasien dengan masalah keperawtan gangguan persepsi

sensori : halusinasi.

3. Bagi Institusi

a. Institusi Pendidikan

Sebagai tambahan referensi untuk mata kuliah keperawatan jiwa

khususnya pada klien dengan masalah keperawatan gangguan persepsi

sensori halusinasi.

b. Insitusi Rumah Sakit

Sebagai masukan untuk Rumah Sakit untuk tetap meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan jiwa.


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA HALUSINASI

A. Pengertian Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan persepsi sensori dari suatu obyek tanpa

adanya rangsangan dari luar, gangguan persepsi sensori ini meliputi seluruh

panca indera. Halusinasi merupakan salah satu gejala gangguan jiwa dimana

klien mengalami perubahan sensori persepsi, serta merasakan sensasi palsu

berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan, atau penciuman. Klien

merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. Klien mengalami perubahan

dalam hal orientasi realitas. Salah satu manifestasi yang muncul adalah

halusinasi yang membuat klien tidak dapat menjalankan pemenuhan dalam

kehidupan sehari-hari (Yusuf, Fitriyasari, Nihayati, 2015).

Maramis (2010) menjelaskan halusinasi merupakan gangguan persepsi

dimana klien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu

pencerapan panca indera tanpa ada rangsangan dari luar. Abdul (2015)

menjelaskan bahwa halusinasi adalah suatu khayalan yang dialami seperti

melalui panca indera tanpa stimulus eksternal, persepsi palsu. Berbeda

dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus,

salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang

terjadi. Stimulus internal dipersepsikan sebagai suatu yang nyata ada oleh

klien.
7

B. Rentang Respon

Halusinasi merupakan gangguan dari persepsi sensori, waham

merupakan gangguan pada isi pikiran. Keduanya merupakan gangguan dari

respons neurobiologi. Oleh karenanya secara keseluruhan, rentang respons

halusinasi mengikuti kaidah rentang respons neurobiologi. Rentang respons

neurobiologi yang paling adaptif adalah adanya pikiran logis dan terciptanya

hubungan sosial yang harmonis. Rentang respons yang paling maladaptif

adalah adanya waham, halusinasi, termasuk isolasi sosial menarik diri.

Berikut adalah gambaran rentang respons neurobiologi (Yusuf, Fitriyasari,

Nihayati, 2015).

Respon adaptif Respon maladaptif

1. Pikiran logis 1. Kadang proses 1. Gangguan proses


2. Persepsi akurat pikir tidak berpikir atau waham
3. Emosi konsisten terganggu 2. Halusinasi
dengan pengalaman 2. Ilusi 3. Kesukaran proses
4. Perilaku cocok 3. Emosi tidak stabil emosi
5. Hubungan sosial 4. Perilaku tidak 4. Perilaku tidak
harmonis biasa terorganisasi
5. Menarik diri 5. Isolasi sosial

Bagan 2.1 : Rentang respon neurobiologi (Yusuf, Fitriyasari, Nihayati 2015).


8

Penjelasan bagan rentang respon neurobiologi adalah sebagai berikut :

1. Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima oleh norma-norma

sosial budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam

batas normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan

masalah tersebut. Respon adaptif meliputi :

a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan.

b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan.

c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang timbul dari

pengalaman ahli.

d. Hubungan sosial adalah proses suatu interaksi dengan orang lain dan

lingkungan.

e. Perilaku cocok atau sesuai adalah sikap dan tingkah laku yang masih

dalam batas kewajaran.

2. Respon psikososial meliputi :

a. Emosi berlebihan atau kurang.

b. Proses pikir terganggu yang menimbulkan gangguan.

c. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang yang

benar-benar terjadi (objek nyata) karena gangguan panca indra.

d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang melebihi batas

untuk menghindari interaksi dengan orang lain.

e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interkasi dengan

orang lain, menghindari hubungan dengan orang lain.


9

3. Respon maladaptif adalah respon dalam menyelesaikan masalah yang

menyimpang dari norma-norma sosial dan budaya dan lingkungan,

adapun respon maladaptif ini meliputi :

a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh dipertahankan

walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan dengan

kenyataan sosial.

b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi

eksternal yang tidak realita atau tidak ada.

c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul dari

hati.

d. Perilaku tak terorganisir merupakan perilaku yang tidak teratur.

e. Isolasi sosial adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh individu

dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan sebagai suatu

kecelakaan yang negatif mengancam.

C. Jenis Halusinasi

1. Jenis Halusinasi

Yusuf, Fitriyasari, Nihayati (2015), Kusumawati & Hartono (2010)

menjelaskan jenis-jenis halusinasi adalah sebagai berikut :

a. Halusinasi pendengaran atau suara yaitu klien mendengarkan suara

atau kebisingan yang kurang jelas, ataupun jelas, terkadang suara-

suara tersebut seperti mengajak berbicara dengan klien dan kadang

memerintahkan klien untuk melakukan sesuatu.


10

b. Halusinasi penglihatan yaitu klien mendapat stimulus visual dalam

bentuk kilatan atau cahaya, gambar atau bayangan yang rumit dan

kompleks. Bayangan yang muncul bisa menyenangkan atau

menakutkan.

c. Halusinasi penciuman yaitu klien merasa mencium bau-bauan tertentu

seperti bau darah, urine, feses, parfum, atau bau yang lainnya. Hal ini

sering terjadi pada seseorang pasca serangan stroke, kejang atau

demensia.

d. Halusinasi pengecapan yaitu klien merasa mengecap seperti darah,

urine, feses, atau yang lainnya.

e. Halusinasi perabaan yaitu klien merasa mengalami nyeri, rasa

tersetrum atau ketidaknyamanan tanpa stimulus yang jelas.

f. Halusinasi kinestetik yaitu klien merasa bandannya bergerak dalam

sebuah ruang, atau anggota badannya bergerak.

2. Fase Halusinasi dan Mekanisme Terjadinya

Fase halusinasi menurut Yoseph (2010) adalah sebagai berikut :

a. Fase Sleep Disorder

Fase awal seseorang sebelum muncul halusinasi.

Karakteristiknya klien merasa banyak salah, ingin menghindar dari

lingkungan, takut diketahui orang bahwa dirinya banyak maasalah.

Perilaku klien berupa sulit tidur berlangsung terus-menerus sehingga

terbiasa mengkhayal. Klien akan menganggap lamunan tersebut

sebagai pemecah masalah


11

b. Fase comforting

Fase di mana memberikan rasa nyaman atau menyenangkan,

tingkat ansietas sedang secara umum halusinasi merupakan suatu

kesenangan. Karakteristiknya klien mengalami stress, cemas,

perasaan perpisahan, rasa bersalah, kesepian yang memuncak, dan

tidak dapat diselesaikan. Perilaku klien berupa menggerakan bibir

tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri,

respon verbal yang lambat jika sedang asyik dengan halusinasinya.

c. Fase condeming

Disebut dengan fase condeming atau ansietas berat yaitu

halusinasi menjadi menjijikan. Termasuk dalam psikotik ringan.

Tingkat kecemasan berat secara umum halusinasi menyebabkan rasa

antipati. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba unuk

mengambil jarak dirinya dengan sumber yang diekspresikan.

Perilaku klien berupa meningkatkan tanda-tanda sistem saraf otonom

akibat ansietas seperti peningkat denyut jantung, pernafasan, dan

tekanan darah, asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan

kemampuan membedakan halusinasi dan realita.

d. Fase controlling

Fase controlling yaitu pengalaman sensori menjadi berkuasa.

Tingkat kecemasan klien menjadi berat, halusinasi tidak dapat

ditolak. Perilaku klien berupa kemauan yang dikendalikan halusinasi

akan lebih diikuti, kesukaran berhubungnan dengan orang lain,


12

rentang perhatian hanya beberapa detik atau menit. Dari sinilah

dimulai fase gangguan psychotic.

e. Fase conquering

Fase conquering atau panik yaitu klien lebur dengan

halusinasinya. Klien yang sepenuhnya sudah dikuasai dan

menimbulkan kepanikan dan ketakutan. Karakteristiknya halusinasi

berubah menjadi mengancam, memerintah, dan memarahi klien.

Klien menjadi takut, tidak berdaya, hilang kontrol. Perilaku klien

berupa perilaku teror akibat panik, potensi bunuh diri, perilaku

kekerasan, menarik diri.

D. Etiologi

Faktor penyebab terjadinya halusinasi menurut Yusuf, Fitriyasari,

Nihayati (2015) adalah sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi adalah fakor risiko yang menjadi sumber

terjadinya stres yang memengaruhi tipe dan sumber dari individu untuk

menghadapi stres baik yang biologis, psikososial, dan sosiokultural.

Secara bersama-sama, faktor ini akan memengaruhi seseorang dalam

memberikan artu dan nilai terhadap stres yang dialaminya.

a. Faktor perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan

interpersonal yang dapat meningkatkan stres dan ansietas yang dapat

berakhir dengan gangguan persepsi. Klien mungkin menekan


13

perasaannya sehingga pematangan fungsi intelektual dan emosi tidak

efektif.

b. Faktor genetik

Gangguan orientasi realitas termasuk halusinasi umumnya

ditemukan pada klien skizofrenia. Skizofrenia ditemukan cukup tinggi

pada keluarga yang salah satu anggota keluarganya mengalami

skizofrenia, serta akan lebih tinggi jika kedua orang tua skizofrenia.

c. Faktor psikologis

Hubungan interpersonal yang tidak harmonis, serta peran ganda

atau peran yang bertentangan dapat menimbulkan ansietas berat

terakhir dengan pengingkaran terhadap kenyataan, sehingga terjadi

halusinasi.

d. Faktor biologis

Struktur otak yang abnormal ditemukan pada klien gangguan

orientasi realitas, serta dapat ditemukan atropik otak, pembesaran

ventikal, perubahan besar, serta bentuk sel kortikal dan limbik.

e. Faktor sosial budaya

Berbagai faktor di masyarakat yang membuat seseorang merasa

disingkirkan atau kesepian, selanjutnya tidak dapat diatasi sehingga

timbul akibat berat seperti delusi dan halusinasi.


14

2. Faktor Presipitasi

Faktor Presipitasi adalah stimulus yang mengancam individu. Faktor

presipitasi memerlukan energi yang besar dalam menghadapi stres atau

tekanan hidup. Faktor presipitasi ini dapat bersifat biologis, psikologis,

dan sosiokulturl. Waktu merupakan dimensi yang juga memengaruhi

terjadinya stres, yaitu berapa lama terpapar dan berapa frekuensi

terjadinya stres. Adapun faktor presipitasi yang sering terjadi dalah

sebagai berikut :

a. Stresor sosial budaya

Stres dan kecemasan akan meningkat bila terjadi penurunan

stabilitas keluarga, perpisahan dengan orang yang penting, atau

diasingkan dari kelompok dapat menimbulkan halusinasi.

b. Faktor biokimia

Berbagai penelitian tentang dopamin, norepinetrin, indolamin,

serta zat halusigenik diduga berkaitan dengan gangguan orientasi

realitas termasuk halusinasi.

c. Faktor psikologis

Intensitas kecemasan yang ekstrem dan memanjang disertai

terbatasnya kemampuan mengatasi masalah memungkinkan

berkembangnya gangguan orientasi realitas. Klien mengembangkan

koping untuk menghindari kenyataan yang tidak menyenangkan.


15

d. Perilaku

Perilaku yang perlu dikaji pada klien dengan gangguan orientasi

realitas berkaitan dengan perubahan proses pikir, afektif persepsi,

motorik, dan sosial.

E. Manifestasi Klinis

Menurut Yusuf, Fitriyasari, Nihayati (2015) karakteristik perilaku yang

dapat ditunjukkan klien dan kondisi halusinasi berupa :

1. Halusinasi pendengaran atau suara

a. Data Subjektif : Mendengar suara-suara atau kegaduhan, mendengar

suara yang mengajak bercakap-cakap atau mendengar suara menyuruh

melakukan sesuatu yang berbahaya.

b. Data Objektif : Bicara atau tertawa sendiri, marah-marah tanpa sebab,

mengarahkan telinga ke arah tertentu dan menutup telinga.

2. Halusinasi penglihatan

a. Data Subjektif : Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, bentuk

kartun, melihat hantu atau monster

b. Data Objektif : Menunjuk-nunjuk ke arah tertentu dan ketakutan pada

sesuatu yang tidak jelas.

3. Halusinasi penciuman

a. Data Subjektif : Membaui bau-bauan seperti bau darah, urine, feses

dan kadang-kadang bau itu menyenangkan

b. Data Objektif : Mencium seperti sedang membaui bau-bauan tertentu

dan menutup hidung.


16

4. Halusinasi pengecapan

a. Data Subjektif : Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses

b. Data Objektif : Sering meludah dan muntah

5. Halusinasi perabaan

a. Data Subjektif : Merasa seperti tersengat listrik, merasa ada serangga

di permukaan kulit.

b. Data Objektif : Menggaruk-garuk permukaan kulit

6. Halusinasi Kinestetik

a. Data Subjektif : Merasakan pergerakan tubuh

b. Data Objetif : Mengusap kaki atau sendi, Berpegangan pada sesuatu

F. Mekanisme Koping

Dalami, dkk (2014) menjelaskan bahwa perilaku yang mewakili upaya

untuk melindungi diri sendiri dari pengalaman yang menakutkan

berhubungan dengan respon neurobiologi diantaranya :

1. Regresi yaitu menghindari stress, kecemasan dan menampilkan perilaku

kembali seperti pada perilaku perkembangan anak atau berhubungan

dengan masalah proses informasi dan upaya untuk menanggulangi

ansietas.

2. Proyeksi yaitu keinginan yang tidak dapat ditoleransi, mencurahkan

emosi pada orang lain karena kesalahan yang dilakukan diri sendiri

(sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan persepsi).

3. Menarik diri yaitu reaksi yang ditampilkan dapat berupa reaksi fisik

maupun psikologis, reaksi fisik yaitu individu pergi atau lari menghindar
17

sumber stressor, misalnya menjauhi polusi, sumber infeksi, gas beracun

dan lain-lain, sedangkan reaksi psikologis individu menunjukkan perilaku

apatis, mengisolasi diri, tidak berminat, sering disertai rasa takut dan

bermusuhan.

G. Akibat Halusinasi

Dampak yang dapat ditimbulkan oleh klien yang mengalami halusinasi

adalah kehilangan kontrol dirinya. Dimana klien mengalami panik dan

perilakunya dikendalikan oleh halusinasinya. Dalam situasi ini klien dapat

melakukan bunuh diri (suicide), membunuh orang lain (homicide), bahkan

merusak lingkungan atau beresiko melakukan perilaku kekerasan baik pada

diri sendiri, orang lain atau lingkungan. Untuk memperkecil dampak yang

ditimbulkan, dibutuhkan penanganan halusinasi yang tepat (Hawari 2009).

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan hilangnya kendali perilaku

seseorang yang diarahkan pada diri sendiri, orang lain, atau lingkungan.

Perilaku kekerasan pada diri sendiri dapat berbentuk melukai diri untuk

bunuh diri atau membiarkan diri dalam bentuk penelantaran diri. Perilaku

kekerasan pada orang adalah tindakan agresif yang ditujukan untuk melukai

atau membunuh orang lain. Perilaku kekerasan pada lingkungan dapat berupa

perilaku merusak lingkungan, melempar kaca, genting, dan semua yang ada

di lingkungan (Yusuf, 2015).


18

H. Pohon Masalah

Risiko Perilaku Kekerasan

Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi

(Penglihatan, Pendengaran, Pengecapan, Penciuman, Perabaan,


Kinestetik)

Isolasi Sosial

Bagan 2.2 : Pohon masalah halusinasi (Keliat 2011)

I. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan Persepsi Sensori : Halusinasi (Penglihatan, Pendengaran,

Penciuman, Pengecapan, Perabaan dan Kinestetik)

2. Isolasi Sosial

3. Resiko Perilaku Kekerasan

J. Intervensi Keperawatan

Menurut Keliat (2011) tujuan utama, tujuan khusus, dan rencana

tindakannya adalah sebagai berikut :

1. Diagnosa Keperawatan 1 : Gangguan persepsi sensori : halusinasi

a. Tujuan umum : Klien dapat mengontrol halusinasi


19

b. Tujuan khusus

1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya.

a) Kriteria evaluasi:

Ekspresi wajah bersahabat, menunjukkan rasa senang, ada

kontak mata, mau berjabat tangan, mau menyebutkan nama,

mau menjawab salam, mau duduk berdampingan dengan

perawat, mau mengutarakan masalah yang dihadapi.

b) Tindakan keperawatan

Bina hubungan saling percaya dengan :

(1) Sapa klien dengan ramah dan baik secara verbal dan non

verbal.

(2) Perkenalkan diri dengan sopan.

(3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang

disukai klien.

(4) Jelaskan tujuan pertemuan.

(5) Tujuan dan menempati janji.

(6) Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya.

(7) Beri perhatian pada klien dan perhatian kebutuhan dasar

klien.

2) TUK II : Klien dapat mengenal halusinasi

a) Kriteria evaluasi :

(1) Klien dapat menyebutkan waktu, isi dan frekuensi

timbulnya halusinasi.
20

(2) Klien dapat mengungkapkan perasaan terhadap

halusinasinya.

b) Tindakan keperawatan

(1) Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap.

(2) Observasi tingkah laku klien terkait dengan

halusinasinya. Bicara dan tertawa tanpa stimulus,

memandang ke kiri dan ke kanan seolah-olah ada

teman bicara.

(3) Bantu klien mengenal halusinasinya dengan cara :

(a). Jika menemukan klien yang sedang halusinasi

tanyakan apakah ada suara yang di dengar.

(b). Jika klien menjawab ada lanjutkan apa yang

dikatakan.

(c). Katakan bahwa perawat percaya klien mendengar

suara itu, namun perawat sendiri tidak

mendengarnya (dengan nada sahabat tanpa

menuduh/menghakimi).

(d). Katakan pada klien bahwa ada juga klien lain

yang sama seperti dia.

(e). Katakan bahwa perawat akan membantu klien.

(f). Beri perhatian pada klien dan perhatikan

kebutuhan dasar klien.


21

(4) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa

adanya.

(a) Beri kesempatan klien mengungkapkan

perasaannya.

3) TUK III : Klien dapat mengontrol halusinasinya.

a) Kriteria evaluasi :

(1) Klien dapat menyebutkan tindakan yang biasanya

dilakukan untuk mengendalikan halusinasinya.

(2) Klien dapat menyebutkan cara baru.

(3) Klien dapat memilih cara mengatasi halusinasi seperti

yang telah didiskusikan dengan klien.

(4) Klien dapat melakukan cara yang telah dipilih untuk

mengendalikan halusinasi.

(5) Klien dapat mengetahui aktivitas kelompok.

b) Tindakan keperawatan

(1) Identifikasi bersama klien tindakan yang dilakukan jika

terjadi halusinasi

(2) Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika

bermanfaat beri pujian.

(3) Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol

timbulnya halusinasi :

(a). Katakan : “Saya tidak mau dengar kau” pada saat

halusinasi muncul.
22

(b). Menemui orang lain atau perawat, teman atau

anggota keluarga yang lain untuk bercakap-cakap

atau mengatakan halusinasi yang didengar.

(c). Membuat jadwal sehari-hari agar halusinasi tidak

sempat muncul.

(d). Meminta keluarga atau teman atau perawat, jika

tampak bicara sendiri.

(4) Bantu klien memilih cara dan melatih cara untuk

memutus halusinasi secara bertahap, misalnya dengan :

(a) Mengambil air wudhu dan sholat atau membaca al

Qur’an.

(b) Membersihkan rumah dan alat-alat rumah tangga.

(c) Mengikuti keanggotaan sosial di masyarakat

(pengajian, gotong royong).

(d) Mengikuti kegiatan olah raga di kampung (jika

masih muda).

(e) Mencari teman untuk ngobrol.

(5) Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah

dilatih. Evaluasi : hasilnya dan beri pujian jika berhasil.

Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.

(6) Anjurkan klien untuk mengikuti terapi aktivitas

kelompok, orientasi realita dan stimulasi persepsi.


23

4) TUK IV : Klien dapat dukungan dari keluarga dalam

mengontrol halusinasinya.

a) Kriteria evaluasi

(1) Keluarga dapat saling percaya dengan perawat.

(2) Keluarga dapat menyebutkan pengertian, tanda dan

tindakan untuk mengendalikan halusinasi.

b) Tindakan keperawatan

(1) Membina hubungan saling percaya dengan

menyebutkan nama, tujuan pertemuan dengan sopan

dan ramah.

(2) Membina hubungan saling percaya dengan

menyebutkan nama, tujuan pertemuan dengan sopan

dan ramah

(3) Anjurkan klien menceritakan halusinasinya kepada

keluarga. Untuk mendapatkan bantuan keluarga dalam

mengontrol halusinasinya.

(4) Diskusikan halusinasinya pada saat berkunjung

tentang:

(a) Pengertian halusinasi

(b) Gejala halusinasi apa saja yang dialami klien.

(c) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga

untuk memutus halusinasi.


24

(d) Cara merawat anggota keluarga yang

berhalusinasi di rumah, misalnya : beri kegiatan,

jangan biarkan sendiri, makan bersama,

bepergian bersama.

(e) Beri informasi waktu follow up atau kapan perlu

mendapat bantuan : halusinasi tidak terkontrol,

dan resiko mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.

5) TUK V : Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik.

a. Kriteria evaluasi

(1) Klien dan keluarga dapat menyebutkan manfaat, dosis

dan efek samping obat.

(2) Klien dapat mendemonstrasikan penggunaan obat

dengan benar.

(3) Klien mendapat informasi tentang efek dan efek

samping obat.

(4) Klien dapat memahami akibat berhenti minum obat

tanpa konsutasi.

(5) Klien dapat menyebutkan prinsip 5 benar penggunaan

obat.

b. Tindakan keperawatan
25

(1) Diskusikan dengan pasien tentang manfaat dan

kerugian tidak minum obat, nama, warna, dosis, cara,

efek samping penggunaan obat.

(2) Pantau pasien saat penggunaan obat.

(3) Beri pujian jika pasien menggunakan obat dengan

benar.

(4) Diskusikan akibat berhenti minum obat tanpa

konsultasi dengan dokter.

(5) Anjurkan pasien untuk konsultasi kepada dokter atau

perawat jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

c. Strategi tindakan sehari hari

Menurut Keliat, (2011) tindakan keperawatan pada klien

halusinasi adalah sebagai berikut :

1) Klien

a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)

(1) Mengenali halusinasi

(a) Isi.

(b) Frekuensi.

(c) Waktu terjadi.

(d) Situasi pencetus.

(e) Perasaan saat terjadi halusinasi

(f) Melatih mengontrol halusianasi dengan cara :

Menghardik.
26

(g) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian.

b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP II)

(1) Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP I)

(2) Melatih berbicara dengan orang lain saat

halusinasi muncul.

(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian.

c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP III)

(1) Mengevaluasi kegiatan yang lalu (SP I & II)

(2) Melatih kegiatan agar halusinasi tidak muncul.

(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan harian.

d) Strategi pelaksanaan tindakan IV (SP IV)

(1) Mengevaluasi jadwal kegiatan yang lalu (SP I, II

dan III).

(2) Menanyakan pengobatan sebelumnya.

(3) Menjelaskan tentang pengobatan (5 benar).

(4) Melatih pasien minum obat.

(5) Memasukan dalam jadwal kegiatan harian.

2) Keluarga

a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP I)

(1) Mendiskusikan masalah keluarga dalam merawat

pasien.

(2) Menjelaskan proses terjadinya halusinasi.

(3) Menjelaskan cara-cara merawat pasien.


27

(4) Bermain peran cara merawat pasien.

(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.

b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP II)

(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP I).

(2) Melatih keluarga merawat pasien.

(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.

c) Stategi pelaksana tindakan III (SP III)

(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga (SP II).

(2) Melatih keluarga merawat pasien.

(3) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat

pasien.

d) Strategi pelaksana tindakan IV (SP IV)

(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga.

(2) Mengevaluasi kemampuan pasien.

(3) RTL keluarga: keluarga

(a) Follow up.

(b) Rujukan.

2. Diagnosa Keperawatan yang kedua : Isolasi sosial menarik diri

a. Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain sehingga

tidak terjadi halusinasi


28

b. Tujuan khusus :

1) TUK I : Klien dapat membina hubungan saling percaya

a) Intervensi :

(1) Sapa klien dengan ramah baik vebal maupun non

verbal.

(2) Perkenalkan diri dengan sopan

(3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan

(4) Jelaskan tujuan pertemuan

(5) Jujur dan menepati janji

(6) Tunjukkan sikap empati, menerima klien apa adanya.

(7) Beri perhatian pada klien dan perhatian dasar klien.

2) TUK II : Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

a) Kriteria Evaluasi:

Klien dapat menyebutkan menarik diri yang berasal dari

diri sendiri,orang lain dan lingkungan

b) Intervensi:

(1) Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri.

(2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan menarik diri.

(3) Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri,

tanda-tanda serta penyebab yang muncul.

(4) Beri pujian terhadap kemampuan klien dalam

mengungkapkan perasaannya.
29

3) TUK III : Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan dengan orang

lain.

a) Kriteria Evaluasi:

Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan

dengan orang lain.

b) Intervensi :

(1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.

(2) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan tentang manfaat berhubungan dengan orang

lain.

(3) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain

(4) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain.

(5) Beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan

perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan

orang lain.

(6) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain


30

(7) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang kerugian tidak

berhubungan dengan orang lain.

4) TUK IV : Klien melaksanakan hubungan secara bertahap.

a) Kriteria Evaluasi:

Klien dapat mendemotrasikan hubungan sosial secara

bertahap antara klien – perawat; klien-perawat-perawat lain;

klien-perawat-perawat lain-klien lain; klien-perawat-

keluarga/ kelompok masyarakat.

b) Intervensi:

(1) Kaji pengetahuan klien tentang manfaat berhubungan

dengan orang lain dan kerugian tidak berhubungan

dengan orang lain.

(2) Mendorong dan membantu klien untuk berhubungan

dengan orang lain melalui tahap:

(a) Klien – perawat

(b) Klien – perawat – perawat lain

(c) Klien – perawat – perawat lain – klien lain

(d) Klien – perawat – keluarga / kelompok masyarakat

(3) Memberi reinforcement terhadap keberhasilan yang

sudah dicapai.

(4) Membantu klien untuk mengevaluasi manfaat

berhubungan dengan orang lain.


31

(5) Mendiskusikan jadwal harian yang dapat dilakukan

bersama klien dalam mengisi waktu.

(6) Memotivasi klien untuk mengikuti kegiatan harian.

(7) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain.

5) TUK V : Klien dapat mengungkapkan perasaan setelah

berhubungan dengan orang lain

a) Kriteria Evaluasi :

Klien dapat mengungkapkan perasaan berhubungan dengan

orang lain untuk diri sendiri.

b) Intervensi :

(1) Mendorong klien untuk mengungkapkan perasaanya

setelah berhubungan dengan orang lain.

(2) Mendiskusikan bersama klien tentang perasaanya manfaat

berhubungan dengan orang lain.

(3) Beri reinforcement positif tentang kemampuan

mengungkapkan perasaan tentang keuntungan

berhubungan dengan orang lain.

6) TUK IV : Klien dapat berdayakan sistem pendukung atau

keluarga
32

a) Kriteria Evaluasi :

Keluarga dapat menjelaskan perasaannya,menjelaskan

cara merawat klien menarik diri dan berpartisipasi dalam

perawatan klien menarik diri.

b) Intervensi :

(1) Bina hubungan saling percaya dengan keluarga

(a) Salam dan perkenalkan diri.

(b) Sampaikan tujuan.

(c) Membuat kontrak.

(d) Eksplorasi perasaan keluarga.

(2) Diskusikan dengan anggota keluarga yang lain tentang.

(a) Perilaku menarik diri.

(b) Penyebab perilaku menarik diri.

(c) Cara keluarga menghadapi klien yang sedang

menarik diri.

(3) Mendorong anggota keluarga untuk memberi dukungan

kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain.

(4) Anjurkan kepada keluarga secara rutin dan bergantian

untuk menjenguk klien minimal 1x seminggu.

(5) Memberi reinforcement atas hal-hal yang telah dicapai

keluarga.
33

c. Strategi Pelaksanaan sehari hari menurut Keliat (2011), antara lain :

1) Klien

a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)

Mengidentifikasi penyebab:

(1) Siapa yang satu rumah dengan pasien

(2) Siapa yang dekat dengan pasien? Apa sebabnya?

(3) Siapa yang tidak dekat dengan pasien? Apa sebabnya?

(4) Menjelaskan keuntungan dan kerugian berinteraksi

dengan orang lain.

(5) Melatih berkenalan.

(6) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien.

b) Strategi pelaksanaan tindakan II ( SP 2)

(1) Mengevaluasi SP 1.

(2) Melatih berhubungan sosial secara bertahap ( pasien &

keluarga).

(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien.

c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP 3)

(1) Mengevaluasi SP 1, 2

(2) Melatih ADL (kegiatan sehari hari), cara berbicara

(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien

d) Strategi pelaksanaan tindakan IV (SP 4)

(1) Mengevaluasi SP 1, 2, 3

(2) Melatih ADL (kegiatan sehari hari), cara berbicara


34

(3) Memasukan ke dalam jadwal kegiatan pasien

2. Keluarga

a) Strategi pelaksanaan tindakan I (SP 1)

(1) Mengidentifikasi masalah yang dihadapi keluarga

dalam merawat pasien.

(2) Menjelaskan isos ( isolasi sosial).

(3) Menjelaskan cara merawat isos.

(4) Melatih (simulasi).

(5) RTL keluarga/jadwal keluarga untuk merawat pasien.

b) Strategi pelaksanaan tindakan II (SP 2)

(1) Mengevaluasi SP 1.

(2) Melatih (langsung ke pasien).

(3) RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien.

c) Strategi pelaksanaan tindakan III (SP 3)

(1) Mengevaluasi SP 1, 2.

(2) Melatih (langsung ke pasien).

(3) RTL keluarga/ jadwal keluarga untuk merawat pasien.

d) Strategi pelaksana tindakan IV (SP IV)

(1) Mengevaluasi kemampuan keluarga.

(2) Mengevaluasi kemampuan pasien.

(3) RTL keluarga: tindak lanjut

(a) Follow up

(b) Rujukan
35

3. Diagnosa Keperawatan ketiga : Resiko Menciderai Diri Sendiri, Orang

Lain. dan lingkungan

a. Tujuan Umum: Klien tidak mencederai diri, orang lain dan

lingkungan.

b. Tujuan Khusus:

1) Membina hubungan saling percaya

Tindakan:

a) Salam terapeutik - perkenalkan diri - jelaskan tujuan –

ciptakan lingkungan yang tenang - buat kontrak yang jelas

(waktu, tempat,topik)

b) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

c) Empati.

d) Ajak membicarakan hal - hal nyata yang ada di lingkungan.

2) Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

Tindakan:

a) Beri kesempatan mengungkapkan perasaan

b) Bantu klien untuk mengungkapkan penyebab perasaan

jengkel atau kesal

3) Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Tindakan:

a) Menganjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan

dirasakan saat marah atau jengkel

b) Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada klien


36

c) Simpulkan bersama klien tanda dan gejala jengkel atau kesel

yang akan dialami.

4) Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan

Tindakan :

a) Menganjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku

kekerasan yang biasa dilakukan klien (verbal, pada orang

lain, pada lingkungan, dan pada diri sendiri.

b) Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan

yang biasa dilakukan

c) Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang klien

lakukan masalahnya selesai

5) Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan

a) Bicarakan akibat /kerugian dari cara yang dilakukan klien.

b) Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang dilakukan

oleh klien.

c) Tanyakan pada klien “apakah ia ingin mempelajari cara baru

yang sehat”

6) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan

a) Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

b) Beri pujian atas kegiatan fisik klien yang biasa dilakukan


37

c) Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk

mencegah perilaku kekerasan: tarik nafas dalam dan pukul

bantal.

7) Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah

perilaku kekerasan.

Tindakan:

a) Diskusikan cara melakukan nafas dalam dengan klien

b) Beri contoh klien tentang cara menarik nafas dalam

c) Minta klien mengikuti contoh yang diberikan sebanyak 5

kali.

d) Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan

cara menarik nafas dalam

e) Tanyakan perasaan klien setelah selesai

f) Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari

saat marah atau jengkel

g) Lakukan hal yang sama (latihan nafas dalam), untuk cara

fisik lainnya dipertemuan lain

8) Klien mempunyai jadwal untuk cara pencegahan fisik yang telah

dipelajari sebelumnya

a) Diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan yang

akan dilakukan sendiri oleh klien

b) Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah

dipelajari
38

9) Klien mengevaluasi kemampuan dalam melakukan cara fisik

sesuai jadwal yang telah disusun

a) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan, cara pencegahan

perilaku kekerasan yang telah dilakukan dengan mengisi

jadwal kegiatan harian (self-evoluation)

b) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan

c) Berikan pujian atas keberhasilan klien

d) Tanyakankepada klien “Apakah kegiatan cara pencegahan

perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah”

10) Klien dapat mendemonstrasikan cara sosial untuk mencegah

perilaku kekerasan.

a) Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien.

b) Beri contoh cara bicara yang baik.

(1) Meminta dengan baik.

(2) Menolak dengan baik.

(3) Mengungkapkan perasaan dengan baik.

c) Meminta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik

(1) Meminta dengan baik: “Saya minta uang untuk beli

makan”.

(2) Menolak dengan baik: “Maaf, saya tidak bisa melakukan

karena ada kegiatan lain”.


39

(3) Mengungkapkan perasaan dengan baik “Saya kesal

karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai nada

suara rendah.

d) Minta klien mengulangi sendiri.

e) Beri pujian atas keberhasilan klien.

f) Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara

bicara yang dapat dilatih diruangan.

g) Susun jadwal kegiatan untuk kegiatan untuk melatih cara

yang telah dipelajari.

h) Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang

baik dengan mengisi jadwal kegiatan (self-evaluation).

i) Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan.

j) Tanyakan pada klien “Bagaimana perasaan budi setelah

latihan bicara yang baik? Apakah keinginan marah

berkurang”.

11) Klien mendemonstrasikan cara spiritual untuk mencegah perilaku

kekerasan.

a) Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah

dilakukan.

b) Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di

ruang perawat.

c) Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.


40

d) Meminta klien untuk mendemonstrasikan kegiatan ibadah

yang dipilih.

e) Beri pujian atas keberhasilan klien.

f) Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan

mengisi jadwal kegiatan (self-evaluation).

g) Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.

12) Klien mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk

mencegah perilaku kekerasan.

Tindakan:

a) Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang diminum ( 5

benar).

b) Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara

teratur.

13) Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan.

Tindakan:

a) Diskusikan proses minum obat.

b) Susun jadwal minum obat bersama klien.

14) Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara

pencegahan perilaku kekerasan.

Tindakan:

a) Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi

jadwal kegiatan (self-evaluation).


41

b) Validasi kemampuan klien minum obat.

c) Beri pujian atas keberhasilan klien.

d) Tanyakan pada klien “Bagaimana perasaan budi setelah

latihan minum obat secara teratur? Apakah keinginan marah

berkurang”.

e) Anjurkan klien ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan.

f) Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama TAK.

g) Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil TAK dan beri

pujian atas keberhasilan klien.

c. Strategi pelaksanaan

1) Pasien

a) Strategi pelaksanaan (Sp 1 pasien)

(1) Mengenali penyebab, tanda dan gejala, akibat perilaku

kekerasan.

(2) Melatih cara fisik 1, 2.

(3) Memasukkan dalam jadwal kegiatan harian.

b) Strategi pelaksanaan (Sp 2 pasien )

(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

(2) Melatih verbal (3 macam).

(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

c) Startegi pelaksanaan (Sp 3 pasien)

(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.


42

(2) Melatih spiritual ( min 2 macam).

(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

d) Strategi pelaksanaan (Sp 4 pasien)

(1) Memvalidasi masalah dan latihan sebelumnya.

(2) Melatih patuh obat.

(3) Memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

K. Implementasi

Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang dilakukan pada

pasien yang disesuaikan dengan rencana tindakan keperawatan. Beberapa hal

yang perlu perawat lakukan sebelum melaksanakan tindakan keperawatan

menurut Dalami (2009) meliputi :

1. Memvalidasi dengan singkat rencana tindakan masih sesuai dengan

kondisi klien saat ini (here and now).

2. Menilai diri sendiri kemampuan interpersonal, intelektual, dan teknikal.

3. Apakah aman bagi klien.

4. Buat kontrak dengan klien jelaskan apa yang akan dilaksanakan dan

peran serta klien yang diharapkan.

L. Evaluasi

Evaluasi adalah proses yang berkelanjutan untuk menilai efek dari

tindakan keperawatan pada klien (Dalami; 2009). Evaluasi merupakan tahap

akhir dari proses keperawatan, namun bukan akhir dari proses keperawatan.

Evaluasi dilakukan secara continue untuk melihat perkembangan dari pasien


43

melalui pemantauan criteria hasil yang ditetapkan apakah sudah tercapai

semua, tercapai sebagian ataukah tidak tercapai sama sekali.

Adapun evaluasi yang dilakukan menggunakan pendekatan SOAP sebagai

berikut :

S : Respon subyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

O : Respon obyektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

A : Analisa yang berdasarkan data subyektif dan obyektif untuk

menyimpulkan apakah masalah masih tetap muncul atau muncul

masalah baru atau data-data yang kontra indikasi dengan masalah yang

ada.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

pasien.
44

BAB III

PENGKAJIAN TERFOKUS

A. Pengkajian

Pengkajian menurut Keliat (2011) adalah proses untuk tahap awal dan

dasar dari proses keperawatan terdiri dari pengumpulan data dan perumusan

kebutuhan atau masalah klien. Data yang dikumpulkan terdiri dari data

biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Pengelompokan data pada

pengkajian kesehatan jiwa dapat berupa faktor presipitasi, penilaian terhadap

stressor, sumber koping dan kemampuan yang dimiliki pasien. Hal-hal yang

harus dikaji adalah sebagai berikut :

1. Identitas Pasien

a. Perawat yang merawat pasien melakukan perkenalan dan kontrak

dengan pasien tentang : nama perawat, nama pasien, tujuan, waktu,

tempat, dan topik yang akan dibicarakan

b. Usia dan nomor rekam medik pasien, dapat melihat di rekam medik

catatan keperawatan

c. Mahasiswa menuliskan sumber data yang didapat

2. Alasan Masuk dan Keluhan Utama

a. Alasan masuk adalah apa yang menyebabkan klien/keluarga dating ke

Rumah Sakit saat ini, alasan pasien datang ke rumah sakit jiwa,

biasanya pasien sering berbicara sendiri, mendengar atau melihat

sesuatu, suka berjalan tanpa tujuan, membanting peralatan rumah,

menarik diri.
45

b. Keluhan utama adalah apa yang dirasakan pasien saat dilakukan

pengkajian saat ini atau sekarang ( here or now).

Kaji tentang :

a. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini ?

b. Bagaimana hasilnya ?

3. Faktor predisposisi

a. Biasanya klien pernah mengalami gangguan jiwa dan kurang berhasil

dalam pengobatan.

b. Pernah mengalami aniaya fisik, penolakan dan kekerasan dalam

keluarga

c. Pasien dengan gangguan orientasi bersifat herediter.

d. Pernah mengalami trauma masa lalu yang sangat mengganggu, seperti

kegagalan, kehilangan, perpisahan, trauma selama tumbuh kembang

yang pernah dialami klien pada masa lalu.

4. Faktor Presipitasi

Merupakan faktor pencetus atau kejadian atau peristiwa terakhir yang

dialami klien yang menyebabkan terjadinya perubahan perilaku sampai

klien dirawat atau sampai kambuh kembali.

5. Persepsi dan harapan klien atau keluarga

a. Persepsi klien atas masalahnya

Tanyakan bagaimana klien memandang dirinya atas masalahnya

sehubungan dengan penyakitnya.


46

b. Persepsi klien atas masalahnya

Tanyakan apa pendapat keluarga tentang penyakit yang diderita klien.

c. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalahnya

1) Tanyakan apa harapan klien terhadap perawatan dirinya di rumah

sakit.

2) Apa harapan klien kalau sudah kembali ke rumah.

d. Harapan klien sehubungan dengan pemecahan masalahnya

1) Tanyakan pada keluarga apa harapan keluarga terhadap perawatan

klien di rumah sakit.

2) Tanyakan juga harapan keluarga pada klien seandainya klien sudah

sembuh dan kembali ke rumah.

6. Koping klien atau keluarga

a. Koping klien terhadap masalah yang dihadapi

1) Tanyakan apa yang dilakukan klien ketika menghadapi suatu

masalah, apa yang dilakukan kalau klien merasa sedih, bahagia,

marah atau tersinggung.

2) Bagaimana perasaan klien setelah melakukan koping tersebut ?

b. Koping keluarga terhadap masalah yang dihadapi

1) Tanyakan pada keluarga dalam menghadapi stigma dari masyarakat

dan tetangga sehubungan dengan anggota keluarga yang mengalami

gangguan jiwa.

2) Tanyakan apa yang dilakukan keluarga dalam mengatasi perilaku

klien, biaya dan beban lain sehubungan dengan penyakit lain


47

7. Fisik

Pengkajian fisik difokuskan pada sistem dan fungsi organ :

a. Ukur dan observasi tanda-tanda vital : tekanan darah, nadi, suhu,

pernafasan klien.

b. Ukur tinggi dan berat badan klien, tanyakan apakah berat badan naik

atau turun.

c. Tanyakan kepada klien atau keluarga, apakah ada keluhan fisik yang

dirasakan oleh klien, kaji lebih lanjut sistem dan fungsi organ, jelaskan

sesuai dengan keluhan yang ada.

d. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data yang ada.

8. Genogram

a. Buatlah genogram minimal tiga generasi yang dapat menggambarkan

hubungan klien dan keluarga.

b. Contoh :

keterangan :

: laki-laki

: perempuan

: garis perkawinan

: cerai atau putus hubungan

: meninggal

- - - - : orang yang tinggal serumah


48

: klien

: umur klien

: hamil

: kembar

* : penyakit

c. Jelaskan masalah yang terkait dengan komunikasi, pengambilan

keputusan dan pola asuh.

d. Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

9. Psikososial

a. Konsep diri

1) Citra tubuh, tanyakan tentang :

a) Persepsi klien terhadap tubuhnya.

b) Bagian tubuh yang disukai dan tidak disukai.

2) Identitas diri, tanyakan tentang :

a) Status dan posisi klien sebelum dirawat.

b) Kepuasan klien terhadap status dan posisinya (sekolah, tempat

kerja, kelompok).

c) Kepuasan klien sebagai laki-laki atau perempuan.

3) Peran diri, tanyakan tentang :


49

a) Tugas atau peran yang diemban dalam keluarga atau kelompok

atau masyarakat.

b) Kemampuan klien dalam melaksanakan tugas atau peran tersebut.

4) Ideal diri, tanyakan tentang :

a) Harapan terhadap tubuh, posisi, status, tugas atau peran.

b) Harapan klien terhadap lingkungan (keluarga, sekolah, tempat

kerja, masyarakat).

c) Harapan klien terhadap penyakitnya.

5) Harga diri, tanyakan tentang :

a) Hubungan klien dengan orang lain sesuai dengan kondisi no

1,2,3,4.

b) Penilaian atau penghargaan orang lain terhadap diri dan

kehidupannya.

b. Hubungan sosial

1) Tanyakan pada klien siapa orang terdekat dalam kehidupannya,

tempat mengadu, tempat bicara, minta bantuan atau sokongan.

2) Tanyakan pada klien kelompok apa saja yang diikuti dalam

masyarakat.

3) Tanyakan pada klien sejauh mana ia terlibat dalam kelompok di

masyarakat.

4) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

c. Spiritual

1) Nilai dan keyakinan, tanyakan tentang :


50

a) Pandangan dan keyakinan terhadap gangguan jiwa sesuai dengan

norma budaya dan agama yang dianut.

b) Pandangan masyarakat setempat tentang gangguan jiwa.

2) Kegiatan ibadah, tanyakan tentang :

a) Kegiatan ibadah dirumah secara individu dan kelompok.

b) Pendapat klien atau keluarga tentang kegiatan ibadah.

3) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

10. Status mental

a. Penampilan

Data ini di dapat melalui hasil observasi perawat atau keluarga :

1) Penampilan tidak rapih jika dari ujung rambut sampai ujung kaki

ada yang tidak rapih, misalnya : rambut acak-acakan, kancing baju

tidak tepat, resleting tidak dikunci, baju terbalik, baju tidak ganti-

ganti.

2) Penggunaan pakaian tidak sesuai, misalnya : pakaian dalam dipakai

diluar baju.

3) Cara berpakaian tidak seperti biasanya jika penggunaan pakaian

tidak tepat (waktu, tempat, identitas, situasi atau kondisi).

4) Jelaskan hal-hal yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang tidak

tercantum.

5) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

b. Pembicaraan
51

1) Amati pembicaraan yang ditemukan pada klien, apakah cepat,

keras, gagap, membisu, apatis atau lambat.

2) Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.

3) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

c. Aktivitas motorik

Data ini di dapat melalui hasil observasi perawat atau keluarga :

1) Lesu, tegang, gelisah sudah jelas.

2) Agitasi : gerakan motorik yang menunjukkan kegelisahan.

3) Tik : gerakan-gerakan kecil pada otot muka yang tidak terkontrol.

4) Grimasen : gerakan otot muka yang berubah-ubah yang tidak dapat

dikontrol klien.

5) Tremor : jari-jari yang tampak gemetar ketika klien menjulurkan

tangan dan merentangkan jari-jari.

6) Kompulsif : kegiatan yang dilakukan berulang-ulang seperti

berulang-ulang mencuci tangan, mencuci muka, mandi,

mengeringkan tangan dan sebagainya.

7) Jelaskan aktivitas yang ditampilkan klien dan kondisi lain yang

tidak tercantum.

8) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

d. Alam Perasaan

Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat atau keluarga :

1) Sedih, putus asa, gembira yang berlebihan sudah jelas.

2) Ketakutan : objek yang ditakuti sudah jelas.


52

3) Khawatir : objeknya belum jelas.

4) Jelaskan kondisi klien yang tidak tercantum.

5) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

e. Afek

Data ini didapatkan melalui hasil observasi perawat atau keluarga :

1) Datar : tidak ada perubahan roman muka pada saat ada stimulus

yang menyenangkan atau menyedihkan.

2) Tumpul : hanya bereaksi bila ada stimulus emosi yang kuat.

3) Labil : emosi yang cepat berubah.

4) Tidak sesuai : emosi yang tidak sesuai atau bertentangan dengan

stimulus yang ada.

5) Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.

6) Masalah keperawatan sesuai dengan data.

f. Interaksi selama wawancara

Data ini didapatkan melalui hasil wawancara dan observasi perawat

atau keluarga :

1) Bermusuhan, tidak kooperatif, mudah tersinggung sudah jelas.

2) Kontak mata kurang : tidak mau menatap lawan.

3) Defensif : selalu berusaha mempertahankan pendapat dan

kebenaran dirinya.

4) Curiga : menunjukkan sikap atau perasaan tidak percaya pada

orang lain.

5) Jelaskan hal-hal yang tidak tercantum.


53

6) Masalah keperawatan sesuai dengan data.

g. Persepsi

1) Jenis-jenis halusinasi sudah jelas kecuali penghidu sama dengan

penciuman.

2) Jelaskan isi halusinasi, frekuensi, gejala yang tampak pada saat

klien berhalusinasi.

3) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

h. Proses pikir

Data diperoleh dari observasi pada saat wawancara :

1) Sirkumstansial : pembicaraan yang berbelit-belit tapi sampai pada

tujuan pembicaraan.

2) Tangensial : pembicaran yang berbelit-belit tapi tidak sampai pada

tujuan.

3) Kehilangan asosiasi : pembicaraan tidak ada hubungan antara satu

kalimat dengan kalimat lainnya dan klien tidak menyadarinya.

4) Flight of ideas : pembicaraan yang meloncat dari satu topik ke

topik lainnya, masih ada hubungan yang tidak logis dan tidak

sampai pada tujuan.

5) Blocking : pembicaraan terhenti tiba-tiba tanpa gangguan eksternal

kemudian dilanjutkan kembali.

6) Perseverasi : pembicaraan yang diulang berkali-kali.

7) Jelaskan apa yang dikatakan oleh klien pada saat wawancara.

8) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.


54

i. Isi pikir

Data didapatkan melalui wawancara :

1) Obsesi : pikiran yang selalu muncul walaupun klien berusaha

menghilangkannya.

2) Phobia : ketakutan yang patologis atau tidak logis terhadap objek

atau situasi tertentu.

3) Hipokondria : keyakinan terhadap adanya gangguan organ dalam

tubuh yang sebenarnya tidak ada.

4) Depersonalisasi : perasaan klien yang asing terhadap diri sendiri,

orang lain atau lingkungan.

5) Ide yang terkait : keyakinan klien terhadap kejadian yang terjadi di

lingkungan yang bermakna dan terkait pada dirinya.

6) Pikiran magis : keyakinan klien tentang kemampuannya melakukan

hal-hal yang mustahil atau diluar kemampuannnya.

7) Waham :

a) Agama : keyakinan klien terhadap suatu agama secara

berlebihan dan diucapkan secara berulang tetapi tidak sesuai

dengan kenyataan.

b) Somatik : klien mempunyai keyakinan tentang tubuhnya dan

dikatakan secara berulang yang tidak sesuai dengan kenyataan.


55

c) Kebesaran : klien mempunyai keyakinan yang berlebihan

terhadap kemampuannya yang disampaikan secara berulang

yang tidak sesuai dengan kenyataan.

d) Curiga : klien mempunyai keyakinan bahwa ada seseorang atau

kelompok yang berusaha merugikan atau mencederai dirinya

yang disampaikan secara berulang dan tidak sesauai dengan

kenyataan.

e) Nihilistik : klien yakin bahwa dirinya sudah tidak ada di dunia

atau meningggal yang dikatakan secara berulang yang tidak

sesuai dengan kenyataan.

f) Waham yang bizar :

(1) Sisip pikir : klien yakin ada ide pikiran orang lain yang

disisipkan didalam pikiran yang disampaikan secara

berulang dan tidak sesuai.

(2) Siar pikir : klien yakin bahwa orang lain mengetahui apa

yang dia pikirkan walaupun dia tidak menyatakan kepada

orang tersebut yang dinyatakan secara berulang dan tidak

sesuai dengan kenyataan.

(3) Kontrol pikir : klien yakin pikirannya dikontrol oleh

kekuatan dari luar.

j. Tingkat kesadaran
56

Data tentang bingung dan sedasi diperoleh melalui wawancara dan

observasi, stupor diperoleh melalui observasi, orientasi klien (waktu,

tempat, orang) diperoleh melalui wawancara.

1) Bingung : tampak bingung dan kacau.

2) Sedasi : mengatakan merasa melayang-layang antara sadar dan

tidak sadar.

3) Stupor : gangguan motorik seperti kekakuan, gerakan-gerakan

yang diulang, anggota tubuh klien dapat diletakkan dalam sikap

canggung dan dipertahankan klien, tetapi klien mengerti semua

yang terjadi dilingkungan.

4) Orientasi waktu, tempat dan orang sudah jelas.

5) Jelaskan data subjektif dan objektif yang terkait hal-hal di atas.

6) Jelaskan apa yang dikatan oleh klien pada saat wawancara.

7) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

k. Memori

Data diperoleh melalui wawancara :

1) Gangguan daya ingat jangka panjang : tidak dapat mengingat

kejadian yan terjadi lebih dari satu bulan.

2) Gangguan daya ingat jangka pendek : tidak dapat mengingat

kejadian yang terjadi dalam minggu terakhir.

3) Gangguan daya ingat saat ini : tidak dapat mengingat kejadian yang

baru saja terjadi.


57

4) Konfabulasi : pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan dengan

memasukkan cerita yang tidak benar untuk menutupi gangguan

daya ingatnya.

5) Jelaskan sesuai dengan data yang terkait.

6) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

l. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Data diperoleh melalui wawancara :

1) Mudah dialihkan : perhatian klien mudah berganti dari satu objek

ke objek lain.

2) Tidak mampu berkonsentrasi : klien selalu minta agar pertanyaan

diulang atau tidak dapat menjelaskan kembali pembicaraan.

3) Tidak mampu berhitung : tidak dapat melakukan penambahan atau

pengurangan pada benda-benda nyata.

4) Jelaskan sesuai dengan data terkait.

5) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

m. Kemampuan penilaian

1) Gangguan kemampuan penilaian ringan : dapat mengambil

keputusan yang sederhana dengan bantuan orang lain, contoh :

berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum

makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan

klien dapat mengambil keputusan.

2) Gangguan kemampuan penilaian bermakna : tidak mampu

mengambil keputusan walaupun dibantu orang lain, contoh :


58

berikan kesempatan pada klien untuk memilih mandi dulu sebelum

makan atau makan dulu sebelum mandi. Jika diberi penjelasan

klien masih tidak mampu mengambil keputusan.

3) Jelaskan sesuai dengan data yang terkait.

4) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

n. Daya tilik diri

Data diperoleh melalui wawancara :

1) Mengingat penyakit yang diderita : tidak menyadari gejala penyakit

(perubahan fisik, emosi) pada dirinya dan merasa tidak perlu

pertolongan.

2) Menyalahkan hal-hal diluar dirinya : menyalahkan orang lain atau

lingkungan yang menyebabkan kondisi saat orang lain atau

lingkungan yang meyebabkan kondisi saat ini.

3) Jelaskan dengan data terkait.

4) Masalah keperawatan ditulis sesuai dengan data.

11. Kebutuhan persiapan pulang

a. Makan

1) Observasi dan tanyakan tentang : frekensi, jumlah, variasi, macam

(suka atau tidak suka atau pantang) dan cara makan.

2) Observasi kemampuan klien dalam menyiapkan dan membersihkan

alat makan.

b. BAB atau BAK

Observasi kemampuan klien untuk BAB atau BAK :


59

1) Pergi, menggunakan dan membersihkan wc.

2) Membersihkan diri dan merapikan pakaian.

c. Mandi

Observasi dan tanyakan tentang frekuensi, cara mandi, menyikat gigi,

cuci rambut, gunting kuku, cukur (kumis, jenggot dan rambut) dan

observasi kebersihan tubuh dan bau.

d. Berpakaian

1) Observasi kemampuan klien dalam mengambil, memilih dan

mengenakan pakaian dan alas kaki.

2) Observasi penampilan klien.

3) Tanyakan dan observasi frekuensi ganti pakaian.

4) Nilai kemampuan yang harus dimiliki klien : mengambil, memilih

dan mengenakan pakaian.

e. Istirahat dan tidur

Observasi dan tanyakan tentang :

1) Lama dan waktu tidur siang atau malam.

2) Persiapan sebelum tidur seperti : menyikat gigi, cuci kaki dan

berdo’a.

3) Aktifitas sesudah tidur seperti : merapikan tempat tidur, mandi

atau cuci muka dan menyikat gigi.

f. Penggunaan obat

Observasi dan tanyakan kepada klien dan keluarga tentang :


60

1) Penggunaan obat : frekuensi, jenis, dosis, waktu dan cara

pemberian.

2) Reaksi obat.

g. Pemeliharaan kesehatan

Tanyakan kepada klien dan keluarga tentang :

1) Apa, bagaimana, kapan dan kemana perawatan lanjut.

2) Siapa saja sistem pendukung yang dimiliki (keluarga, teman,

institusi dan lembaga pelayanan kesehatan) dan cara

penggunaannya.

h. Aktifitas di dalam rumah

Tanyakan kemampuan klien dalam :

1) Merencanakan, mengolah dan menyajikan makanan.

2) Merapihkan rumah (kamar tidur, dapur, menyapu, mengepel).

3) Mencuci pakaian sendiri.

4) Mengatur kebutuhan biaya hidup sehari-hari.

i. Aktifitas di luar rumah

Tanyakan kemampuan klien :

1) Belanja untuk keperluan hidup sehari-hari.

2) Dalam melakukan perjalanan mandiri dengan berjalan kaki,

menggunakan kendaraan pribadi, kendaraan umum.

3) Aktifitas lain yang dilakukan di luar rumah (bayar listrik atau

telepon atau air atau kantor pos atau bank).


61

12. Mekanisme koping

Data didapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Tanyakan

mekanisme koping yang dimiliki klien baik adaptif maupun dalam

berespon terhadap masalah.

13. Masalah psikosial dan lingkungan

Data didapat melalui wawancara pada klien atau keluarganya. Pada tiap

masalah yang dimiliki klien beri uraian spesifik, singkat dan jelas.

14. Pengetahuan

Data didapat melalui wawancara pada klien. Pada tiap item yang dimiliki

oleh klien simpulkan dalam masalah.

15. Aspek medik

Tuliskan diagnosa medik klien yang telah dirumuskan oleh dokter yang

merawat. Tuliskan obat-obatan klien saat ini, baik obat fisik, psikofarmaka

dan terapi lain.

16. Analisa data

a. Tulis semua data subjektif maupun data objektif dari hasil pengkajian.

b. Analisa data tersebut menjadi suatu masalah.

17. Daftar masalah keperawatan

a. Tuliskan semua masalah disertai data pendukung, yaitu data subjektif

dan objektif.

b. Buat pohon masalah dari data yang telah dirumuskan.

18. Pohon masalah


62

Buatlah pohon masalah dari daftar masalah yang ada sesuai dengan

masalah utamanya.

B. Diagnosa keperawatan

1. Rumuskan diagnosis keperawatan dengan rumusan permasalahan

berdasarkan pohon masalah.

2. Urutkan diagnosa keperawatan sesuai dengan prioritas.

3. Pada akhir pengkajian, tulis tempat dan tanggal pengkajian serta nama dan

tanda tangan jelas mahasiwa.

C. Intervensi keperawatan

1. Tuliskan nama klien, nomor rekam medik, nama ruangan tempat klien

dirawat.

2. Tuliskan tanggal dan jam, nomor urut diagnosa dengan rumusan PES

(Problem, Etiologi dan Symptom dalam bentuk Data Subjektif dan Data

Objektif) atau PE (Problem, Etiologi).

3. Jika ditemukan masalah baru di luar data dasar yang ada dilembar

pengkajian maka tulis :

a. Data Subjektif dan Data Objektif (DS dan DO).

b. Diagnosa keperawatan ditulis langsung di bawah Data Subjektif dan

Data Objektif (DS dan DO).

4. Kolom perencanaan di isi dengan :

a. Tujuan umum : bertujuan menyelesaikan permasalahan dari diagnosa

keperawatan.
63

b. Tujuan khusus : bertujuan menyelesaikan etiologi dan diagnosa

keperawatan, tujuan khusus dapat berupa tujuan kognitif atau

pengetahuan, psikimotor dan afektif yang diperlukan klien, selain itu

kebutuhan khusus dapat dikaitkan dengan kebutuhan klien terhadap

sistem pendukung dan terapi medik disertakan kriteria evaluasi.

c. Rencana tindakan keperawatan menggambarkan serangkaian tindakan

untuk mencapai setiap tujuan khusus yang disesuaikan dengan standar

asuhan keperawatan kesehatan jiwa.

d. Kolom rasional : tulis alasan dan landasan teori untuk tiap tindakan

yang direncanakan.

e. Tanda tangan dan nama jelas dari perawat pada akhir penulisan

diagnosa dan rencana tindakan.

D. Implementasi dan evaluasi keperawatan

1. Tulis nomor dan rumusan diagnosa keperawatan.

2. Kolom implementasi.

a. Tulis tanggal dan jam dilakukannya tindakan.

b. Tulis semua tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

rencana:

1) Tindakan perawat.

2) Tindakan perawat bersama klien.

3) Tindakan perawat bersama keluarga.

4) Tindakan perawat bersama klien dan keluarga.

5) Tindakan perawat menyiapkan lingkungan keluarga.


64

6) Tindakan rujukan keperawatan.

3. Kolom evaluasi

a. Tulis semua respons klien atau keluarga terhadap tindakan yang telah

dilaksanakan baik objektif maupun subjektif.

b. Analisa respons klien dengan mengaitkan pada diagnosa, data dan

tujuan. Jika ditemukan masalah baru maka dituliskan apakah akan

dirumuskan diagnosa baru.

c. Tuliskan rencana lanjutan dapat berupa :

1) Rencana dilanjutkan jika hasil evaluasi sesuai harapan.

2) Selesai jika tujuan telah tercapai.

3) Modifikasi tindakan jika semua rencana telah dilaksanakan tetapi

tujuan belum tercapai.

4) Batal jika hasil evaluasi kontraindikasi dengan diagnosa yang ada.

4. Tulis nama jelas dan tanda tangan setiap selesai melaksanakan tindakan

dan evaluasi.
65

DAFTAR PUSTAKA

Afnuhazi. 2015. Komunikasi Terapeutik Dalam Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Azizah. 2011. Keperawatan Jiwa Aplikasi Praktik Klinik. Yogyakarta : Graha


Ilmu.

Fitria. 2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan
Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Direja. 2011. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta : Nuha
Medika.

Halifah. 2016. Asuhan Keperawatan pada Sdr.A dengan Gangguan Konsep


Diri: Harga Diri Rendah Di Ruang Bima Rumah Sakit Umum Daerah
Banyumas. dilihat 29 Mei 2019.
http://.repository.ump.ac.id/1076/3/EKA%20HALIFAH%20BAB%2011.
pdf

Ilham, Tilla Vana. 2017. Asuhan Keperawatan Pada Klien Halusinasi di


Kelurahan Surau Gadang Wilayah Kerja Puskesmas Nanggalo Kota
Padang. Diakses 29 Mei 2019 dari http://pustaka.poltekkes-
pdg.ac.id/repository/TILLA_VANA_ILHAM_143110271_.pdf

Keliat. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas :CMHN (basic course).


Jakarta : EGC.

Kementrian Kesehatan RI. 2016. Peran Keluarga Dukung Kesehatan Jiwa


Masyarakat. Diakses 29 Mei 2019 dari
http://www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat.html

Kementrian Kesehatan RI. 2013. Riset Kesehatan Dasar. Diakses 29 Mei 2019
dari
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil%20Riskesda
s%202013.pdf

Kusumawati & Hartono. 2011. Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta :


Penerbit Salemba Medika.
66

Suheri dan Mamnu’ah, 2014, ‘Pengaruh Tindakan Generalis Halusinasi


terhadap Frekuensi Halusinasi pada Pasien Skizofrenia di RS Jiwa
Grhasia Pemda DIY’.

Stuart & Laraia. 2009. Principle and practice of psyciatric nursing 9th ed. St
Louis : Mosby year book.

Yosep. 2010. Keperawatan Jiwa. Bandung: PT Refika Aditama.

Yosep. 2011. Keperawatan Jiwa. Bandung : PT Refika Aditama.

Yusuf, dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta Selatan :
Penerbit Salemba Medika.

Putri. R. 2015. LAPORAN PENDAHULUAN (LP) HALUSINASI, Dilihat


pada tanggal 27 Mei 2019,
http://www.academia.edu/9797578/LAPORAN PENDAHULUAN_LP
HALUSIASI
ITI RSUD Banyumas. 2014. Data Rekam Medik Pasien Jiwa
Maramis, F. W. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Dilihat pada tanggal 27 Mei
2019, http:www.depkes.go.id/article/print/16100700005/peran-keluarga-
dukung-kesehatan-jiwa-masyarakat-.html
Direja. A. H. S. 2011. Definisi Halusinasi : Universitas Muhammadiyah
Purwokerto
WHO. 2011. Pengertian Kesehatan Jiwa : Universitaas Muhammadiyah
Purwokerto
Republik Indonesia. 2014. Undang-undang Kesehatan Jiwa no. 18 tahun 2014
Tentang Kesehatan Jiwa. Lembaga Negara RI Tahun 2014. Sekertariat
Negara. Jakarta
Rismayanti, Sudirman. 2014.
http://ejournal.stikesnh.ac.id/indeks.php/jikd/article/download/33/11/
Dilihat pada tanggal 27 Mei 2019

Dalami, Ermawati.2009. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Jiwa.


Jakarta : Trans Info Media
67

Anda mungkin juga menyukai