Laporan Tutorial Kasus Kolestasis Intrah
Laporan Tutorial Kasus Kolestasis Intrah
MODUL
Oleh :
RUANG 6
SEMESTER 4
TUTOR:
Dr. dr. Josef S.B Tuda, Mkes, SpPar-K
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SAM RATULANGI
MANADO
2015
Nama Anggota Ruang 6:
1. Mughni Husna Hasibuan 13011101163
2. Hilary Gabriela Sarlin 13011101209
3. Boy Andre Imanuel Pandoeng 13011101255
4. Kezia Priskila Oroh 13011101056
5. Mahardika Wulan Ester Tirajoh 13011101102
6. Ajeng Kartika Ruslani 13011101167
7. Nurul Suciyanti Abdul 13011101090
8. Erick Latun 13011101231
9. Sandra A.M Luntungan 13011101244
10. Ni Made Puteri Jayalaksmi 13011101185
11. Eca Dara Yulia Pasaribu 13011101231
12. Try Gunadi Wiratama 13011101032
13. Nadya Lucyana Runtuwene 13011101078
14. Agnes Angelia Anthonius 13011101141
15. Def Reinhard Markus Kabo 13011101189
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat-
Nyalah laporan mengenai kasus dalam modul Hati, Empedu, Pankreas dan Gangguannya ini
dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Terima kasih kepada segenap pihak yang telah
membantu dalam proses penyelesaian laporan ini.
Harapannya adalah laporan ini dapat menjadi sumber ilmu pengetahuan dan dapat
menambah wawasan pembaca mengenai hati, empedu, dan pankreas.
Segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat dalam laporan ini yang tidak sesuai
dengan harapan ataupun yang menyinggung perasaan pihak manapun mohon dimaafkan yang
sebesar-besarnya. Oleh karena itu, penulis sangat menerima kritik dan saran yang
membangun dari pembaca mengenai laporan ini.
Penulis
Kasus I
Seorang ibu membawa anaknya, bayi laki-laki, usia 4 bulan, dengan keluhan kuning sejak
lahir disertai dengan tinja yang berwarna dempul, BAK berwarna seperti teh tua. Selama
hamil, ibu penderita tidak menkonsumsi obat-obatan / jamu. Berat badan penderita saat ini
5900 gram, panjang badan 63 cm. BBL 2700 gram. PBL 50 Cm.
Pemeriksaan fisik: keadaan umum tampak sakit, Nadi 150x/menit, Respirasi:56x/m Suhu
badan: 39,9oC, Thorax: dalam batas normal, Abdomen: Cembung, lemas, bising usus normal,
Hepar: teraba 4-4 Cm bawah arcus kosta, konsistensi kenyal, permukaan rata, tepi tumpul.
Lien S-II. Ekstremitas normal. Kulit: Ikterus.
Laboratorium: Hb: 10,4 gr/dl, Leukosit 5.700/mm3, Ht: 31,5%, Thrombosit: 498.000/mm3,
gamma-Gt : 452 U/L, APTT : 64’, Billirubin total: 34,35 mg/dl, Billirubin direk: 31,2 mg/dl,
Bilirubin indirek 3,13 mg/dl, Akali fosfatase: 874 U/L, PT: 20,3’, SGOT : 176,6 U/L, SGPT
162,3 U/L
Kata Sulit
Kata Kunci
Hati sangat penting untuk mempertahankan hidup dan berperan dalam hampir setiap
fungsi metabolic tubuh, dan terutama bertanggung jawab atas lebih dari 500 aktifitas berbeda.
Hati mempunyai kemampuan regenerasi yang mengagumkan. Fungsi utama hati adalah
membentuk dan mengekskresi empedu; saluran empedu mengangkut empedu sedangkan
kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai
kebutuhan. Hati menyekresi sekitar 500 hingga 1000ml empedu kuning setiap hari. Garam
empedu penting untuk pencernaan dan absorpsi lemak dalam usus halus. Setelah diolah oleh
bakteri dalam usus halus, sebagian besar garam empedu akan direabsorpsi di ileum,
mengalami resirkulasi ke hati, serta kembali dikonjugasi dan disekresi. Bilirubin adalah hasil
akhir metabolisme dan secara fisiologis tidak penting, namun merupakan petunjuk adanya
penyakit hati dan saluran empedu yang penting karena bilirubin cenderung mewarnai
jaringan dan cairan yang kontak dengannya.
Hati berperan penting dalam metabolisme tiga makronutrien yang dihantarkan oleh
vena porta pascaabsorpsi di usus. Bahan makanan tersebut adalah karbohidrat, protein, dan
lemak. Monosakarida dari usus halus diubah menjadi glikogen dan disimpan di dalam hati
(glikogenesis). Dari depot glikogen ini, glukosa dilepaskan secara konstan ke dalam darah
(glikogenolisis) untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Sebagian glukosa dimetabolisme dalam
jaringan untuk menghasilkan panas dan energy, sisanya diubah menjadi glikogen dan
disimpan dalam jaringan subkutan. Hati juga mensintesis glukosa dari protein dan lemak
(glikoneogenesis). Peranan hati tersebut antara lain albumin (diperlukan untuk
mempertahankan tekanan osomotik koloid), prothrombin, fibrinogen, dan faktor- faktor
pembekuan lain. Selain itu, sebagian besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui
proses deaminasi atau pembuangan gugus amino. Amonia yang dilepaskan kemudian
disintesis menjadi urea dan dieksresi oleh ginjal dan usus.
Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak; penimbunan vitamin,
besi, dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid adrenal dan gonad, serta fetoksifikasi
sejumlah zat endogen dan eksogen. Sel Kupffer pada sinusoid menyaring bakteri dan bahan
berbahaya lain dari darah portal melaui fagositosis.
Fungsi utama kadung empedu adalah menyimpan dan memekatkan empedu. Empedu
hati tidak dapat segera masuk ke duodenum; akan tetapi setelah melewati ductus hepatikus,
empedu masuk ke ductus sistikus dan ke kandung empeedu. Dalam kandung empedu,
pembuluh limfe dan pembulluh darah mengabsorpsi air dan garam-garam anorganik,
sehingga empedu dalam kandung empedu kira-kira 5 kali lebih pekat dibandingkan dengan
empedu hati. Secara berkala kandung empedu mengosongkan isinya ke dalam duodenu,
melalui konstraksi simultan lapisan ototnya dan relaksasi sfingter Oddi. Hormon
kolesistokinin (CCK) dilepaskan dari sel duodenal akibat hasil pencernaan dari protein dan
lipid, dan hal ini merangsang terjadinya kontraksi kandung empedu.
Pankreas dibentuk dari 2 sel dasar yang mempunyai fungsi sangat berbeda. Sel-sel
eksokrin yang berkelompok-kelompok disebut sebagai asini yang menghasilkan unsur getah
pancreas. Sel-sel endokrin atau pulau Langerhans menhasilkan secret endokrin, yaitu insulin
dan glucagon yang penting untuk metabolisme karbohidrat. Pankreas merupakan kelenjar
kompleks tubule-alveolar. Cabang-cabangnya merupakan saluran yang bermuara pada ductus
pankreatikus utama (ductus Wirsungi). Saluran-saluran kecil dari asinus mengosongkan
isinya ke saluran utama. Saluran utama berjalan di sepanjang kelenjar, sering bersatu dengan
ductus koledokus pada ampula Vateri sebelum memasuki duodenum.
Sekresi bikarbonat (NaHCo3) terutama distimulasi oleh sekretin. Sekretin dirangsang oleh
adanya asam di duodenum, kemudian akan dibawa oleh darah ke pankreas untuk
merangsang sel-sel duktus mengeluarkan bikarbonat. Fungsi dari bikarbonat adalah
menetralkan kimus asam sewaktu masuk ke lumen duodenum. Bikarbonat merupakan
komponen terbanyak yang disekresikan oleh pankreas (1-2L/hari)
Biokimia Empedu
Empedu dibentuk dari hepatosit cairan berwarna kuning keemasan atau kuning kehijauan.
Empedu mengandung beberapa konstituen organik antar lain asam empedu, kolesterol,
lecitin, protein, fosfolipid, ion organik (Na+, K+, Cl-) dan air.
Asam empdu disintesis dari kolesterol oleh hepatosit. Langkah-langkahnya adalah;
1. Langkah pertama adalah;
- Reaksi 7 alfa hidroksilasi kolesterol yang dikatalisis oleh sistem mikrosom (si P-450)
- Memerlukan O2 dan NADPH
- Membentuk asam empedu primer (asam kolat dan asam kenodeoksikolat)
2. Langkah kedua dalah konjugasi asam empedu aktif dengan glisin/taurin
3. Kemudian oleh bakteri usus akan mengalami reaksi konjugasi dan 7 alfa dehidroksilasi
menbentuk asam empedu sekunder (as. Litokolat dan as. Deoksikolat)
4. Terakhir asam empedu setelah digunakan akan diekskresikan sebanyak 15-35% melalui
feses dan diganti dengan pembentukan asam empedu baru di hati.
Fungsi empedu:
1. Mencerna lemak
2. Mengaktifkan lipase
3. Mengubah lzat yang tak larut dalam air diubah menjadi zat yang larut dalam air
4. Membantu daya absorbsi lemak pd dinding usus
5. Serta tidak ketinggallan menetralisir racun.
Empedu sebagian besar adalah hasil dari excretory dan sebagian adalah sekresi dari
pencernaan. Garam-garam empedu termasuk ke dalam kelompok garam natrium dan kalium
dari asam empedu yang berkonjugasi dengan glisin atau taurin suatu derifat atau turunan dari
sistin, mempunyai peranan sebagai pengemulsi, penghancuran dari molekul-molekul besar
lemak menjadi suspensi dari lemak dengan diameter ± 1mikrometer dan absorpsi dari lemak,
tergantung dari sistem pencernaannya. garam empedu berperan melarutkan lemak dalam air,
yakni dengan cara membuat stabil emulsi lemak yang berasal dari makanan dan bila garam
empedu bergabung dengan kolestero, gliserid, dan asam lemak, maka akan terbentuk
kompleks yang larut dalam air sehingga lemak dapat lebih mudah terserap dalam sistem
pencernaan (efek hidrotrofik). Garam empedu menghasilkan ukuran lemak yang sangat kecil
sehingga mempunyai luas permukaan yang lebar sehingga kerja enzim lipase dari pankreas
yang penting dalam pencernaan lemak dapat berjalan dengan baik.
Bilirubin nonpolar akan menetap dalam sel jika tidak diubah menjadi bentuk larut. Hepatosit
akan mengubah bilirubin menjadi bentuk larut yang dapat diekskresikan dengan mudah
kedalam kandung empedu. Proses perubahan tersebut melibatkan asam glukoronat yang
dikonjugasikan dengan bilirubin, dikatalisis oleh enzym bilirubin glukoronosiltransferase.
Hati mengandung sedikitnya dua isoform enzym glukoronosiltransferase yang terdapat
terutama pada retikulum endoplasma. Reaksi konjugasi ini berlangsung dua tahap,
memerlukan UDP asam glukoronat sebagai donor glukoronat. Tahap pertama akan
membentuk bilirubin monoglukoronida sebagai senyawa antara yang kemudian dikonversi
menjadi bilirubin diglukoronida yang larut pada tahap kedua.
Ekskresi bilirubin larut kedalam saluran dan kandung empedu berlangsung dengan
mekanisme transport aktif yang melawan gradien konsentrasi. Dalam keadaan fisiologis,
seluruh bilirubin yang diekskresikan ke kandung empedu berada dalam bentuk terkonjugasi.
Pembentukan urobilin
Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym
bakteri β glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus
menjadi urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna.
Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali dari usus ke perdarahan portal dan dibawa keginjal
kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang memberi warna kuning pada urine. Sebagian
besar urobilinogen berada pada feces akan dioksidasi oleh bakteri usus membentuk
sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan.
3. Metabolisme bilirubin
Jawaban:
4. Anamnesis
Jawaban:
1. Identitas pasien
2. Keluhan & gejala
a. Urin berwarna teh pekat
b. Feses berwarna seperti dempul (akolik)
c. Demam
3. Riwayat kelahiran
a. Prematur / tidak
b. Berat badan lahir
c. Nafsu makan, pertumbuhan dan pertambahan berat badan
d. Infeksi saat melahirkan
4. Riwayat penyakit sebelumnya
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Golongan darah Ibu-bayi
b. Infeksi hepatitis, penyakit kuning, tumor dan lain-lain
6. Riwayat sosial-ekonomi
a. Lingkungan, tetangga, dan kebersihan
7. Riwayat pengobatan sebelumnya termasuk pembedahan
Pemeriksaan fisik:
- Mata: dikonsulkan ke ahli mata apakah ada katarak atau chorioretinitis(pada infeksi
TORCH) atau posterior embryotoxon (pada sindroma alagille).
- Kulit: icterus dan dicari tanda-tanda komplikasi sirosis seperti spider angiomata,
eritema palmaris, edema.
- Dada: bising jantung (pada sindroma alagille, atresia biliaris)
- Abdomen:
a. Hepar: ukuran lebih besar atau kecil dari normal, konsistensi hati nirmal atau
keras, permukaan hati licin/berbenjol-benjol/bernodul.
b. Lien: splenomegali
c. Vena kolateral, asites
- Lain-lain: jari-jari tubuh, asteriksis, foetor hepatikum, fimosis (kemungkinan ISK)
Pemeriksaan penunjang:
Membedakan kolestasis intrahepatik dan kolestasis ekstrahepatik tidak mudah, karena semua
bentuk kolestasis menimbulkan sindrom klinik ikterus yang sama yaitu: gatal, peningkatan
transminase, peningkatan fosfatase alkali, gangguan ekskresi zat warna kolestistografi, dan
kandung empedu yang tidak terlihat.
Pada kolestasis intrahepatik dimana berat badan lahir biasanya dibawah normal. Dalam
literatur dikatakan bahwa pada kolestasis ekstrahepatik biasanya anak lahir dengan berat
badan normal, cukup bulan dan pertumbuhan anak masih normal pada 3 bulan pertama
kehidupan dengan status gizi baik.
Bila kadar bilirubun darah melebihi 2 mg %,maka ikterus akan terlihat. Namun pada
neonatus ikterus masih belum terlihat meskipun kadar bilirubin darah sudah melampaui 5
mg%. Ikterus terjadi karena peninggian kadar bilirubin indirek (“unconjugated”) dan atau
kadar bilirubin direk (“conjugated”).
Ekstrahepatik Intrahepatik
Bilirubin Direk (mg/dL) 6,2 ± 2,6 8,0 ± 6,8
Bilirubin total (mg/dL) 10,2 ± 4,5 12,1 ± 9,6
SGOT <5xN > 10 x N /
> 800 U/I
SGPT <5xN > 10 x N /
> 800 U/I
GGT > 5 x N/ < 5 x N/ N
> 600 U/I
Leukosit normal yang menandakan tidak adanya infeksi bakteri pada pasien. Billirubin total:
34,35 mg/dl, Billirubin direk: 31,2 mg/dl, Bilirubin indirek 3,13 mg/dl, Akali fosfatase: 874
U/L, PT: 20,3’, SGOT : 176,6 U/L, SGPT 162,3 U/L. Peningkatan jumlah bilirubin direk dan
bilirubin total yang meningkat signifikan menandakan adanya kolestasis pada intrahepatik.
Ditunjang dengan pemeriksaan lainnya yang menyingkirkan diagnosis banding:
Tidak terjadi peningkatan leukosit
Kadar Hb normal
BB dan PB saat saat pemeriksaan normal
Terjadi peningkatan alkali fosfatase dan gamma GT
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang maka diagnosis kasus ini adalah
koloestasis intrahepatik.
Kolestasis intrahepatic
Infeksi virus
Herpex simplex
Cytomegalovirus
HIV
Parvovirus B19
Dan lainnya
Infeksi bakteri
Sepsis
Infeksi saluran kemih
Sifilis
Genetic/ gangguan metabolisme
Defisiensi Alpha1-antitrypsin
Tyrosinemia
Galactosemia
Progressive familial intrahepatic cholestatsis
Allagile syndrome
Faktor resiko :
Pada umumnya faktor resiko ini biasanya gejala yang paling berat yaitu pada bayi
prematur dimana seperti kita ketahui juga bahwa pada bayi prematur pembentukan organ
maupun sistem-sistem yang ada di tubuh belum terbentuk dengan sempurna sehingga faktor
yang paling beresiko mendapatkan kolestasis adalah bayi prematur. Dan ada juga pada bayi
dengan riwayat penyakit keluarga yang mempunyai penyakit yang sama. Walaupun
kemungkinan terjadinya sangat kecil. Dan berdasarkan diagnosis kasus faktor resiko dari
suatu infeksi virus yaitu misalnya varisela, dimana varisela mungkin terjadi pada neonatus
bila ibu terinfeksi 2 minggu sebelum melahirkan. Gejalanya lebih berat pada bayi prematur
dibandingkan pada bayi yang cukup bulan yang berumur lebih dari 10 hari.
Ada juga hepatitis neonatal idiopatik dimana, etiologi kolestasis pada bayi yang
terjadi dalam 3 bln pertama tidak ditemukan pada 25% kasus dan kelompok bayi ini
cenderung merupakan bayi prematur untuk masa kehamilan yang mungkin merefleksikan
kelainan genetik atau infeksi intrauterin.
Injuri (jejas) toksik. Penyebab injuri toksik yang paling sering menimbulkan
kolestasis pada bayi adalah nutrisi parenteral total, dimana kolestasis progresif yang terjadi
pada bayi yang mendapat nutrisi parenteral total timbul terutama pada bayi dalam keadaan
kritis dan lebih sering pada bayi prematur karena mekanisme pembentukan empedunya masih
belum berkembang.
Pemeberian ASI juga merupakan salah satu faktor resiko, dimana hambatan pada
proses menyusui dapat terjadi karena produksi ASI yang tidak cukup, atau ibu kurang sering
memberikan kesempatan pada bayinya untuk menyusui. Hiperbilirubinemia yang
berhubungan dengan pemberian ASI dapa berupa breastfeeding jaundice (BFJ) dan
breastmilk jaundice (BMJ). Bayi yang mnedapat ASI eksklusif dapat mengalami
hiperbilirubinemia yang dienal dengan BFJ, dimana penyebabnya adalah kekurangan asupan
ASI dan biasanya timbul pada hari ke-2 atau ke-3 pada waktu ASI belum banyak.pemberian
ASI yang cukup dapat mengatasi BFJ, dimana ibu harus memberikan kempata lebih banyak
pada bayinya untuk menyusui. Sedangkan pada breastmilk jaundice (BMJ) mempunyai
karakteristik kadar bilirubin indirek yang masih meningkat setelah 4-7 hari pertama. Kondisi
ini berlangsung lebih lama daripada hiperbilirubinemia fisiologis dan dapat berlangsung 3-12
minggu tanpa ditemukan penyebab hiperbilirubinemia lainnya. Penyebab BMJ berhubungan
dengan pemberian ASI dari seorang ibu tertentu dan biasanya akan timbul pada setiap bayi
yang diberi ASI olehnya. Semua bergantung dari kemampuan bayi tersebut dalam
mengkonjugasi bilirubin indirek (bayi prematur akan lebih berat ikterusnya).
8. Epidemiologi
Jawaban:
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden hepatitis
neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000, defisiensi α-1
antitripsin 1:20000. Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki
adalah 2:1, sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik.
Di Kings College Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377
(34,7%), hepatitis neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin defisiensi 189 (17,4%),
hepatitis lain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%), kista duktus koledokus 34
(3,1%).
Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo Surabaya antara tahun 1999-2004 dari
19270 penderita rawat inap, didapat 96 penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal
hepatitis 68 (70,8%), atresia bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista
hati 1 (1,04%), dan sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).
9. Manifestasi klinis
Jawaban:
Manifestasi klinis pada kolestasis :
Tanda- tanda non heptal sering pula membantu dalam diagnosa, seperti sindroma
polisplenia (situs inversus, levokardia, vena kava inferior tidak ada ) , sering
bersamaan dengan atresia bilier, bentuk muka yang khas, posterior embriotokson,
serta adanya bising pulmonal stenosis perifer, sering bersamaan dengan “paucity of
the intrahepatic bile ductules” ( arterio hepatik displasia / alagille’s syndrome ) nafsu
makan yang jelek dengan muntah, (irritable), sepsis, sering karena adanya kelainan
metabolisme seperti galaktosemia, intoleransi fruktosa herediter, tirosinemia.
Neonatal hepatitis lebih banyak pada anak laki-laki, sedangkan atresia bilier
ekstrahepatal lebih banyak pada anak perempuan.
10. Patofisiologi
Jawaban:
Kolestasis terjadi akibat gangguan sintesis dan atau sekresi asam empedu. Empedu
adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan merupakan kombinasi
produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung asam
empedu,kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi, elektrolit, protein, dan
bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu merupakan bagian terbesar dari
empedu sedang bilirubin terkonyugasi merupakan bagian kecil.
Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi enterohepatik dari asam empedu.
Empedu berguna pada proses penanganan dan detoksifikasi bilirubin indirek. Salah
satu contoh adalah bilirubin tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari
darah oleh transporter pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim
UDPGTa yang mengandung P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan
dikeluarkan kedalam empedu.
Pada keadaan dimana aliran asam empedu, menurun, sekresi dari bilirubin
terkonyugasi juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses
yang terjadi di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia
menimbulkan gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran
empedu dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
Sekresi empedu yang normal tergantung dari fungsi beberapa transporter pada
membrane hepatosit dan sel epitel duktus bilier (kolangiosit) dan pada struktur serta
integritas fungsi apparatus sekresi empedu. Akibatnya, berbagai keadaan / penyakit
yang mempengaruhi fungsi normal tersebut akan menimbulkan kolestasis.
Patogenesis kolestasis secara keseluruhan dan pada tingkat molekuler dapat
dijabarkan lebih lanjut sebagai berikut.
Fase 1: gangguan pembentukan bilirubin oleh sel hepar,yang dapat terjadi karena sebab,
antara lain:
Fase 2: gangguan transpor yang terjadi pada perjalanan dari bilirubin mulai dari hepar
ke kandung empedu sampai ke usus.
Bayi pada minggu pertama sering menunjukkan gejala kolestasis dengan tinja
ikolis/hipokolis, karena proses kolestasis yang terjadi fisiologis akibat masih kurang
matamgnya fungsi hepar. Namun harus diwaspadai bila hal ini terjadi pada minggu-
minggu berikutnya. Hepar hampir selalu membesar sejak dari permulaan
penyakit.Pembesaran limpa pada 2 bulan pertama lebih sering terdapat pada kolestasis
intrahepatik dari pada ekstrahepatik, sedangkan pada bulan-bulan berikutnya lebih
banyak pada kolestasis ekstrahepatik.
Asam ursodeoksikolat : asam empedu tersier yang mempunyai sifat hidrofilik serta tidak
hepatotoksik bila dibandingkan dengan asam empedu primer serta sekunder. Jadi
asam ursodeoksikolat merupakan competitive binding terhadap asam empedu toksik, sebagai
suplemen empedu, hepatoprotektor serta bile flow inducer. Dosis : 10-30 mg/kgbb/hari efek
samping:diare,hepatotoksik
Kolestiramin -> 0,25 – 0,5 g/ kgBB/ hr , efek samping: konstipasi dll
- Menyerap empedu toksik
- Menghilangkan gatal
13. Komplikasi
Jawaban:
Komplikasi yang dapat terjadi dari kolestasis intrahepatik ini adalah
hiperlipidemia/xantelasma, gagal hati dan sirosis dengan hipertensi portal
15. Nutrisi
Jawaban:
KASUS 1: NUTRISI
• Decreased serum vitamin A levels result from fat malabsorption, as well as defective
mobilization of vitamin A from the liver. One of the common complications of
vitamin A deficiency is night blindness, which has been shown to improve with
vitamin A supplementation, generally at a dose of 25,000 units/day for 4–12 weeks.
Persistent problems with dark adaptation, despite adequate supplementation, might
result from concomitant zinc deficiency.
Syarat Diet
2. Lemak cukup. Yi 20-25% dari total kalori dari kebutuhan energi total dalam bentuk
yg mdah dicerna atau dlm bentuk emulsi, bila pasien mengalami steatorea, gunakan
lemak as lemak rantai sedang (MCT). Jeis lemak ini tidak membutuhkan aktivitas
lipase dan asam empedu dlm proses absorpsinya, pemberian lemak sebanyak 45 gr
dapat mempertahankan fungsi imun dan proses sintesis lemak
3. Protein agak tinggi, yi 1.25-1.5 g/kgBB agar terjadi anabolisme protein. Pada kasus
Hepatitis fulminan dengan nekrosis dan gejala ensefalopati yg disertai peningkatan
amoniak dlm darah, pemberian protei harus dibatasi untuk mencegah koma, yi
sebanyak 30-40 g/hari. Pada sirosis hati terkompensasi protein diberikan sebanyak
1.25 g/kg BB. Asupan minimal protein hendaknya 0.8 – 1/kg BB. Protein nabati
memberikan keuntungan karena kandungan serat yg dapat mempercepat pengeluaran
amoniak melalui feses. Namun sering timbul berupa rasa kembung dan penuh. Diet
ini dapat mengurangi status ensefalopati, tetapi tidak dapat memperbaiki
keseimbangan nitrogen.
4. Vitamin dan mineral diberikan sesuai dengan tingkat defisiensi. Bila perlu diberikan
suplemen vit.B kompleks, C dan K serta mineral seng dan zat besi bila ada anemia
5. Natrium diberikan rendah, tergantung tingkat edema dan asites. Bila pasien mendapat
diuretika, garam natrium dapat diberikan leluasa
6. Cairan diberikan lebih dari biasa, kecuali bila ada kontraindikasi
7. Bentuk makanan lunakbila ada keluhan mual dan muntah, atau Makanan Biasa sesuai
kemampuan saluran cerna.
Diet garam rendah I diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan garam dapur. Dihindari
bahan makanan yang tinggi kadar natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini
adalah 200-400 mg Na.
Diet Hati I diberikan bila pasien dala keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat
diatasi dan pasien sudah mulai mempunyai nafsu makan. Melihat keadaan pasien, makanan
diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak
diberikan dalam bentuk mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang
(Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan valin dapat digunakan.
Bila ada asites dan diuresis belum sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari. Makanan
ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi, dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan
selama beberapa hari saja. Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan diberikan
sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites hebat dan tanda-tanda diuresis belum
membaik, diberikan Diet Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain
makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa cairan glukosa.
Diet hati II diberikan sebagai makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien
dengan nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan diberikan dalam bentuk
lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg berat badan dan lemak sedang (20-25% dari
kebutuhan energi total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup mengandung
energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi
garam atau air, makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila asites hebat dan
diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet Rendah garam I.
Diet Hati III diberikan sebagai makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada
pasien hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B) dan sirosis hati yang
nafsu makannya telah baik, telah dapat menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi
tinggi karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan diberikan sebagai Diet
Hati III Garam Rendah I.
1. Energi sesuai kebutuhan. Bila kegemukan diberikan Diet Rendah Energi. Hindari
penurunan berat badan terlalu cepat
3. Pada keadaan akut, lemak tidak diperbolehkan sampai keadaan akutnya mereda
sedangkan pada keadaan kronis dapat diberikan 20-25% dari kebutuhan energi total.
Bila ada steatorea dimana lemak feses>25 g/24 jam, lemak dapat diberikan dalam
bentuk asam lemak rantai sedang (MCT), yg mungkin dapat mengurangi lemak feses
dan mencegah kehilangan vitamin dan mineral.
5. Serat tinggi terutama dalam bentuk pektin yg dapat mengikat kelebihan asam empedu
dalam saluran cerna.
• Makanan diberikan dalam bentuk buah buahan dan minuman manis. Makanan rendah
energi dan semua zat kecuali Vitamin A dan C
• Secara berangsur keadaan sudah dapat diatasi dan perasaan mual sudah berkurang
atau kepada pasien penyakit saluran empedu kronis yang terlalu gemuk.
• Menurut keadaan pasien makanan diberikan dalam bentuk cincang, lunak, atau biasa.
• Diberikan pada pasien kandung emepedu yg tidak gemuk dan cukup mempunyai
nafsu makan
• Menurut keadaan pasien makanan diberikan dalam bentuk lunak, atau biasa.
• Severe stage need TPN, otherwise EN/oral fine 40 g protein/d distributed well, can be
0.20 g/d
• BCAA controversial
Hepatic Encephalopathy
Management
• Protein restriction :
Fat Malabsorption
Management
• Berdasarkan petunjuk tsb maka asupan protein di turunkan menjadi 0.5–1.5 g/kg BB
per hari, apabila disertai dengan ensefalopati stage I dan II, dan menjadi 0.5 g/kg
BB/hari bila disertai ensefalopati stage III atau IV.