Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KASUS KORUPSI PEMBAYARAN PAJAK BANK BCA

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Good Corporate Governance pada prodi S1
Akuntansi

Dosen Pembimbing :

Drs.Ec. Dev Anand,M.Si.,.Akt.,CA

Disusun Oleh :

Evy Oktaviani Fauzi.A – 117040229

Diana Putri Ramadhan – 117040234

Meisi Iklima S – 117040248

Rani Dewi Lestari – 117040252

3 I Akuntansi

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS SWADAYA GUNUNG JATI CIREBON

2019/2020
KASUS KORUPSI PEMBAYARAN PAJAK BANK BCA

1. Profil Bank Central Asia (BCA)


PT Bank Central Asia Tbk (BCA) (IDX: BBCA) adalah bank swasta terbesar di
Indonesia. Bank ini didirikan pada 21 Februari 1957 dengan nama Bank Central Asia NV
dan pernah menjadi bagian penting dari Salim Group. Sekarang bank ini dimiliki oleh
salah satu grup produsen rokok terbesar keempat di Indonesia, Djarum.

2. Definisi Keberatan Pajak


Keberatan dalam perpajakan merupakan salah satu upaya hukum yang dilakukan
wajib pajak dalam memperoleh keadilan di bidang perpajakan. Keberatan pajak timbul
akibat dari adanya ketidak-setujuan Wajib Pajak atas hasil Pemeriksaan Pajak yang
dilakukan oleh Pemeriksa Pajak (fiskus). Jika hasil Keberatan tidak memuaskan, Wajib
Pajak dapat mengambil upaya hukum yang lebih tinggi yaitu Banding atau Gugatan
dengan mendaftarkannya di Pengadilan Pajak.

3. Pemeriksaan Pajak Wajib Pajak BCA


Krisis moneter di tahun 1998, berdampak negatif bagi perbankan, dimana banyak
debitur-debitur yang tidak memenuhi kewajibannya kepada kreditur (Bank). BCA
membukukan kerugian fiskal sebesar Rp 29,2 triliun. Sesuai UU Perpajakan kerugian
tersebut dapat dikompensasikan dengan penghasilan tahun berikutnya dan dibatasi hingga
5 tahun saja. Atau biasa disebut “tax loss carry forward”.
Setelah beberapa tahun berselang, Wajib Pajak BCA diperiksa oleh fiskus untuk tahun
pajak 2002. Dalam pemeriksaan tahun 2002 tersebut, fiskus mendapat temuan dan
melakukan koreksi laba fiskal periode 1999, sehingga laba fiskal tahun 1999 menjadi jauh
lebih besar yaitu sebesar Rp 6,78 triliun. Sebelumnya BCA mencatat laba fiskal tahun
1999 sebesar Rp 174 miliar.

Pertanyaan yang muncul adalah apakah tahun pajak 1998 sudah diperiksa oleh fiskus,
Hal ini mengingat dalam praktisnya Lebih bayar atau Rugi fiskal, merupakan prioritas
pemeriksaan pajak. Sehingga keabsahan “loss carry forward” tahun 1998 secara UU
Perpajakan dapat dinilai lebih awal.

4. Tafsir Wajib Pajak


Menurut BCA, transaksi tersebut tidak dapat digolongkan sebagai “penghapusan piutang
macet”. Pihak BCA beralasan bahwa transaksi pengalihan aset itu merupakan jual beli
piutang dengan BPPN sesuai PerjanjianJual Beli dan Penyerahan Piutang No SP-
165/BPPN/0600 dan sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No 117/KMK.017/1999
dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1998. Hal ini juga
sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan dan Gubernur BI No 117/KMK.017/1999
dan 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret 1999 tentang Pelaksanaan Program Rekapitalisasi
Bank dalam Penyehatan yang Berstatus Bank Take Over.
BCA beranggapan tidak melanggar undang-undang maupun peraturan perpajakan
yang berlaku. Dengan demikian BCA tidak setuju hasil pemeriksaan pajak.

5. Tafsir Pajak
Dalam jumpa pers yang dilakukan pihak BCA, menyebutkan bahwa dari nilai koreksi
6,78 triliun, ada koreksi terkait transaksi pengalihan aset, termasukjaminan Rp 5,77 triliun.
yang dilakukan dengan proses jual beli dengan BPPN. sesuai Perjanjian Jual Beli dan
Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600. Hal inilah yang menjadi salah satu sengketa,
karena beda persepsi dan penafsiran Peraturan Perpajakan. Menurut pihak BCA hal itu
seharusnya tidak dikoreksi sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No
117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret
1998.
Ternyata fiskus berpendapat lain, menurut fiskus transaksi tersebut adalah
penghapusan piutang macet/tak tertagih. Sehingga dikoreksi positif menjadi menambah
penghasilan kena pajak. Jika benar fiskus menganggap transaksi tersebut merupakan
penghapusan piutang tak tertagih, maka aturan yang menjadi dasar hukum bagi fiskus
adalah NOMOR 130/KMK.04/1998 TANGGAL 27 FEBRUARI 1998 (peraturan yang
berlaku saat itu dan sudah dicabut saat ini). Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur
tentang Penghapusan piutang tak tertagih yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Adapun
syarat yang ditetapkan dalam peraturan tersebut adalah:

a. Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian
perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial.
b. Menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada
Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).

c. Mengumumkan daftar nama tersebut dalam suatu penerbitan.


d. Menyerahkan Daftar Piutang Tak Tertagih Yang Dihapuskan yang mencantumkan
nama, alamat, NPWP dan jumlahnya, serta dokumen lain yang dipandang perlu oleh
Direktur Jenderal Pajak.

Dalam pemeriksaan, fiskus pasti menguji apakah transaksi tersebut sudah memenuhi
syarat-syarat tersebut. Jika tidak, maka akan dilakukan koreksi fiskal.

6. Pengajuan Keberatan Pajak


Tentu saja BCA menolak hasil pemeriksaan tersebut dan mengambil upaya hukum
untuk memperoleh keadilan dengan mengajukan Surat keberatan pada tanggal 17 Juni
2003 kepada Dirjen Pajak atas koreksi pajak yang telah dilakukan oleh fiskus. Surat
Keberatan paling lambat diajukan 3 bulan sejak tanggal Surat Ketetapan Pajak diterbitkan.
Dan menurut peraturan perundang- undangan dalam perpajakan, proses penyelesaian
keberatan paling lambat 12 bulan sejak surat keberatan diterima.

7. Hasil Penyelesaian Keberatan Pajak


Setelah dilakukan kajian, Direktur PPh mengeluarkan hasil risalah beserta
kesimpulan. Inti risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak yang dimohonkan oleh Bank
BCA ditolak. Dan Bank BCA diwajibkan memenuhi pembayaran pajak tahun 1999
sebesar Rp 5,77 trilun dengan batas waktu pembayaran 18 Juli 2004.
Hasil keberatan pajak inilah yang menjadi sorotan sekarang ini yang membawa Hadi
Poerrnomo menjadi tersangka oleh KPK. Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak
mengeluarkan nota dinas yang memerintahkan Direktur PPH mengubah kesimpulan atas
keberatan BCA dari awalnya "ditolak" menjadi “diterima” seluruhnya. Hadi Poernomo
menandatangani SK Nomor KEP- 870/PJ.44/2004 tertanggal 18 Juni 2004 yang isinya
menyatakan bahwa Keberatan yang disampaikan BCA diterima Dirjen Pajak.

8. Uraian Hasil Analisis

a. Materi Yang Diajukan


Materi yang diajukan oleh pihak Bank BCA terkait kasus pengajuan banding tersebut
adalah: BCA menilai transaksi pengalihan aset ke BPPN merupakan jual-beli-piutang.
Namun Dirjen Pajak menilainya sebagai transaksi penghapusan piutang macet atau
Non-Performing Loan (NPL), karena ada perbedaan itu, pada 17 Juni 2003 BCA
mengajukan surat keberatan ke Dirjen Pajak terkait koreksi transaksi pengalihan
piutang macet kepada BPPN tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun. Sesuai Perjanjian Jual
Beli dan Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600. Hal inilah yang menjadi salah
satu sengketa, karena beda persepsi dan penafsiran Peraturan Perpajakan. Menurut
pihak BCA hal itu seharusnya tidak dikoreksi dengan alasan transaksi pengalihan aset
itu merupakan jual beli piutang sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No
117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26
Maret 1998.
b. Putusan atau Hasil
Putusan atau hasil dari pengajuan banding yang diajukan oleh Pihak BCA atas
tuduhan menyalahi aturan perhitungan pajak adalah: Direktur PPh mengeluarkan
hasil risalah beserta kesimpulan. Inti risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak
yang dimohonkan oleh Bank BCA ditolak. Dan Bank BCA diwajibkan memenuhi
pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun dengan batas waktu
pembayaran 18 Juli 2004.
Namun, Hadi Poernomo selaku Dirjen Pajak mengeluarkan nota dinas yang
memerintahkan Direktur PPH mengubah kesimpulan atas keberatan BCA dari
awalnya “ditolak” menjadi “diterima” seluruhnya.
Hadi Poernomo menandatangani SK Nomor KEP-870/PJ.44/2004 tertanggal 18 Juni
2004 yang isinya menyatakan bahwa Keberatan yang disampaikan BCA diterima
Dirjen Pajak. Namun, setelah diusut kembali ternyata Hadi Purnomo-lah yang
melakukan pemanipulasian data, dimana yang seharusnya keberatan BCA ditolak
oleh Direktur Pph namun malah Hadi Purnomo meminta Direktur Pajak mengganti
putusan tersebut menjadi diterima sepenuhnya. Sehingga, pada akhirnya Bank BCA
tetap diwajibkan memenuhi pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun
dengan batas waktu pembayaran 18 Juli 2004. Inilah yang akhirnya mengakibatkan
hadi Purnomo ditetapkan oleh KPK sebagai tersangka.
c. Lama Putusan
Upaya hukum yang dilakukan Bank BCA untuk memperoleh keadilan adalah
dengan mengajukan Surat keberatan pada tanggal 17 Juni 2003. Kemudian, setelah
dilakukan kajian, Direktur PPh, pada tanggal 13 Maret 2004, mengeluarkan hasil
risalah beserta kesimpulan. Inti risalah itu menyebut bahwa keberatan pajak yang
dimohonkan oleh Bank BCA ditolak. Dan Bank BCA diwajibkan memenuhi
pembayaran pajak tahun 1999 sebesar Rp 5,77 triliun dengan batas waktu
pembayaran 18 Juli 2004. Atas pemanipulasian Hadi Poernomo, keputusan
pengajuan keberatan pihak BCA ini keluar pada tanggal 18 Juli 2004 dengan SK
Nomor KEP- 870/PJ.44/2004 tertanggal 18 Juni 2004 yang isinya menyatakan
bahwa Keberatan yang disampaikan BCA diterima Dirjen Pajak.

9. Analisis Good Corporate Governance terhadap Pelanggaran Kasus Korupsi


Pembayaran Pajak BCA

a. Transparansi
Dirjen Pajak (Hadi Poenomo) telah melanggar profesionalitas, yaitu membuat
keputusan yang tidak profesional. Dirjen Pajak tidak membuat keputusan yang
disarankan oleh Dirjen PPh.

b. Akuntabilitas
Hadi menyalahgunakan wewenang, kesempatan sarana yang ada pada jabatannya untuk
mengabulkan permohonan keberatan BCA.

c. Responsibility
Hadi memerintah Dirjen PPh untuk mengubah keputusan atas penolakan BCA. Atas
perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar 375 M. Hadi terjerat
Pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal
55 ayat 1 KHUP.

d. Independensi
Hadi memperlakukan khusus terhadap BCA karena Hadi hanya mengabulkan surat
permohonan keberatan yang diajukan oleh BCA. Sedangkan bank-bank lain yang
beberapa juga mengajukan surat permohonan keberatan pajak justru ditolak.

Anda mungkin juga menyukai