Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Good Corporate Governance pada prodi S1
Akuntansi
Dosen Pembimbing :
Disusun Oleh :
3 I Akuntansi
FAKULTAS EKONOMI
2019/2020
KASUS KORUPSI PEMBAYARAN PAJAK BANK BCA
Pertanyaan yang muncul adalah apakah tahun pajak 1998 sudah diperiksa oleh fiskus,
Hal ini mengingat dalam praktisnya Lebih bayar atau Rugi fiskal, merupakan prioritas
pemeriksaan pajak. Sehingga keabsahan “loss carry forward” tahun 1998 secara UU
Perpajakan dapat dinilai lebih awal.
5. Tafsir Pajak
Dalam jumpa pers yang dilakukan pihak BCA, menyebutkan bahwa dari nilai koreksi
6,78 triliun, ada koreksi terkait transaksi pengalihan aset, termasukjaminan Rp 5,77 triliun.
yang dilakukan dengan proses jual beli dengan BPPN. sesuai Perjanjian Jual Beli dan
Penyerahan Piutang No SP-165/BPPN/0600. Hal inilah yang menjadi salah satu sengketa,
karena beda persepsi dan penafsiran Peraturan Perpajakan. Menurut pihak BCA hal itu
seharusnya tidak dikoreksi sejalan dengan instruksi Menteri Keuangan No
117/KMK.017/1999 dan Gubernur Bank Indonesia No 31/15/KEP/GBI tanggal 26 Maret
1998.
Ternyata fiskus berpendapat lain, menurut fiskus transaksi tersebut adalah
penghapusan piutang macet/tak tertagih. Sehingga dikoreksi positif menjadi menambah
penghasilan kena pajak. Jika benar fiskus menganggap transaksi tersebut merupakan
penghapusan piutang tak tertagih, maka aturan yang menjadi dasar hukum bagi fiskus
adalah NOMOR 130/KMK.04/1998 TANGGAL 27 FEBRUARI 1998 (peraturan yang
berlaku saat itu dan sudah dicabut saat ini). Peraturan Menteri Keuangan ini mengatur
tentang Penghapusan piutang tak tertagih yang boleh dikurangkan sebagai biaya. Adapun
syarat yang ditetapkan dalam peraturan tersebut adalah:
a. Wajib Pajak telah membebankan piutang tak tertagih tersebut sebagai kerugian
perusahaan dalam Laporan Keuangan Komersial.
b. Menyerahkan nama debitur dan jumlah piutang tak tertagih tersebut kepada
Pengadilan Negeri atau Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN).
Dalam pemeriksaan, fiskus pasti menguji apakah transaksi tersebut sudah memenuhi
syarat-syarat tersebut. Jika tidak, maka akan dilakukan koreksi fiskal.
a. Transparansi
Dirjen Pajak (Hadi Poenomo) telah melanggar profesionalitas, yaitu membuat
keputusan yang tidak profesional. Dirjen Pajak tidak membuat keputusan yang
disarankan oleh Dirjen PPh.
b. Akuntabilitas
Hadi menyalahgunakan wewenang, kesempatan sarana yang ada pada jabatannya untuk
mengabulkan permohonan keberatan BCA.
c. Responsibility
Hadi memerintah Dirjen PPh untuk mengubah keputusan atas penolakan BCA. Atas
perbuatan Hadi ini, negara diduga mengalami kerugian sekitar 375 M. Hadi terjerat
Pasal 2 ayat 1 dan atau pasal 3 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal
55 ayat 1 KHUP.
d. Independensi
Hadi memperlakukan khusus terhadap BCA karena Hadi hanya mengabulkan surat
permohonan keberatan yang diajukan oleh BCA. Sedangkan bank-bank lain yang
beberapa juga mengajukan surat permohonan keberatan pajak justru ditolak.