Anda di halaman 1dari 45

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN GASTROINTESTINAL YANG


MENGALAMI

LAPARATOMY

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik S.Kep, M.Kep

Disusun Oleh :
Iswanto

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESESEHATAN WIYATA HUSADA SAMARINDA

2018
HALAMAN PENGESAHAN

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN


DENGAN GANGGUAN GASTROINTESTINAL YANG MENGALAMI

i|Page
LAPARATOMY

Disusun Oleh :

Nama : Iswanto
NIM : P170679

Telah disetujui oleh perceptor dan dosen pembimbing


Pada Tanggal ........ .................................. 2018

Dosen Pembimbing Preseptor


Keperawatan Medikal Bedah RSKD Ruang Flamboyan A

(...............................................................................) (...............................................................................)

Mengetahui,
Dosen Koordinator Keperawatan Medikal Bedah

Ns. Chrisyen Damanik, S.Kep., M.Kep

NIK : 113072.83.11.023

Kata Pengantar

ii | P a g e
Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-nya kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini degan judul “Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan gangguan gastrointestinal yang mengalami LAPARATOMY“. makalah ini

kami buat berdasarkan berbagai macam sumber buku-buku refrensi, media elektronik, dan dari hasil
pemikiran kami sendiri. Kami mengharapkan agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang

hak dan kewajiban pasien.


Selama penyusunan makalah ini kami banyak mendapat masukan dan bimbingan dari berbagai

pihak. Untuk itu penyusun mengucapkan terima kasih kepada :


1. Ns. Chriyen Damanik S.Kep, M.kep selaku dosen koordinator mata kuliah keperawatan medikal bedah

2. Ns. Chriyen Damanik S.Kep, M.kep selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan medikal bedah
3. Ns. Aysiyah Sri Rahayu, S.Kep dan Ns. Novia Priskawati, S.Kep selaku preseptor Ruang Flamboyan A RSKD

Balikpapan
4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik bersifat

moril maupun material


5. Rekan-rekan yang sama-sama melakukan penyusunan dan penelitian dalam makalah ini

6. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih banyak kekurangan semoga yang membacanya

dapat memberikan kritik atau pun saran untuk memperbaiki makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
sempurna dalam penyusunnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat

dijadikan acuhan terhadap penyusun Laporan Pendahuluan berikutnya .

Balikpapan, 27 Februari 2018

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................................................................................ ii

KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………………………………………………….................... iii


DAFTAR ISI………………………………………………………………………………………………………………………………...................... iv
iii | P a g e
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………................... 1
B. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………………......................... 2

C. Manfaat………………………………………………………………………………………………………………………………................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Definisi…………………………………………………………………………………………………………………………................ 4

2. . 4
3. Anatomi Fisiologi…………………………………………………………………………………............................................... 14

Proses Biokimiawi Pada Masing-masing Organ Di Sistem


Pencernaan…………………….....................
B Konsep Medik Asuhan Keperawatan
1. Etiologi……………………………………………………………………………………………………………………………………... 18

2. Patofisiologi ................................................................................................................................................................. 20
3. Manifestasi Klinik........................................................................................................................................................ 21

4. Komplikasi..................................................................................................................................................................... 22
5. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................................................... 23

6. Penatalaksanaan ........................................................................................................................................................ 23
C Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian............................................................................................................................................ 26
2. .......................... 28

3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................................................................................... 30
4. Data Penunjang............................................................................................................................................................ 30

5. Terapi............................................................................................................................................................................... 31
Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC................................................................................................................
BAB III

PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................................................................................. 34
B. Saran........................................................................................................................................................................................... 34
Daftar Pustaka.................................................................................................................................................................................. 35

iv | P a g e
v|Page
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang

melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal,
yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di

dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah
dengan pembedahan yaitu laparatomy.
Angka kejadian pasien yang dilakukan tindakan pembedahan di Amerika Serikat dari 1.000 orang, 5

orang meninggal dan lumpuh 70 orang, sedangkan di Indonesia dari 1.000 pasien yang meninggal 6
orang dan yang lumpuh 90 orang. Tindakan pembedahan umumnya menimbulkan luka yang membekas

pada pasien (Smeltzer et al. 2010).


Parameter yang harus diperhatikan untuk menilai pasien pasca operasi laparatomy adalah tanda-
tanda vital, kecukupan pernafasan, status jantung pasca operasi, peripheral sirkulasi, status neurologis

pasca operasi, tingkat kesadaran, orientasi, patensi intravena, tingkat nyeri, kemampuan
motor,kembalinya kontrol sensorik dan motorik, integritas kulit, suhu, kondisi luka pembedahan, drain jika

ada catat volumenya dan warnanya, dan adanya mual dan muntah. Penilaian dilakukan setidaknya setiap
15 menit atau lebih sering,tergantung pada kondisi pasien dan kebijakan unit. Intervensi keperawatan

berfokus pada pemantauan dan pemeliharaan jalan nafas, pernafasan, peredaran darah, dan status
neurologis dan penanganan rasa sakit.
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien post op laparatomy saat telah berada di ruang rawat inap

adalah masalah diagnosa keperawatan yang paling sering muncul yakni nyeri akut. Maka intervensi yang
harus dilakukan diantaranya adalah distraksi untuk mengurangi rasa nyeri dan kolaborasi untuk

pemberian analgetik. Untuk pasien post op laparatomy dengan spinal anestesi maka posisi baring di
ruang rawat inap harus kepala lebih tinggi dari kaki untuk mencegah obat anestesi naik ke atas yang akan

mengganggu pernafasan dan kesadaran. Hal yang harus dilakukan untuk mencegah dampak komplikasi
yang mungkin bisa timbul pada pasien post op laparatomy salah satunya adalah untuk mencegah

terjadinya thromboplebitis, kontraktur, terjadinya atropi dan gangguan perfusi jaringan maka perlu
dilakukan mobilisasi dini (Potter & Perry, 2013). Yang terjadi dibeberapa Rumah Sakit masih ada oknum

perawat kurang “care” terhadap masalah perawatan pasien post operasi laparotomy, hal tersebut
disebabkan diantaranya karena kurang pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien post op

1|Page
laparatomi. Maka dengan ini penyusun membuat laporan ini dengan harapan kedepannya akan lebih baik

asuhan keperawatan dengan pasien post op laparatomi.

B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui manajemen Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami laparatomi peritonitis.

2. Mengetahui Peran Perawat dalam menjalankan intervensi pada pasien yang mengalami laparatomi
peritonitis.

3. Mengetahui Evidance Based Nursing terkait intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami
laparatomi peritonitis.

C. Manfaat Penulisan

1. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan Asuhan Keperawatan pasien yang
mengalami laparatomi peritonitis.

2. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan pengkajian keperawatan dan


membuat Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami laparatomi peritonitis.

2|Page
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN LAPARATOMI
KONSEP DASAR

3|Page
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan
meliputi visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu

membran yang melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan /
inflamasi membran peritoneal, yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira

1500 ml cairan yang menutupi organ di dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu
tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah dengan pembedahan yaitu laparatomy.
Laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ramali

Ahmad, 2000). Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan

pembedahan dengan membuka cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif Mansjoer, 2000).
Ada 4 cara pembedahan laparatomy yaitu;
a. Midline incision

b. Paramedian, yaitu 2,5 cm), panjang (12,5 cm).; sedikit ke tepi dari garis tengah
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan

colesistotomy dan splenektomy.


d. Transverse lower 4 cm diabdomen incision, yaitu; insisi melintang di bagian bawah atas

2. Anatomi Fisiologi

Organ yang berpengaruh terhadap peritonitis adalah:


a. Lambung

Lambung adalah ruang berbentuk kantung yang berbentuk huruf j yang terletak
antara esofagus dan korpus (badan). Motilitas lambung bersifat kompleks dan dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu:


Pengisian lambung jika kosong lambung memiliki volume 50 ml tetapi organ ini dapat

mengembang sampai dengan 1000 ml ketika makan. Ada dua faktor yang menjaga motilitas
lambung yaitu plastisitas yang mengacu pada kemampuan otot polos dalam

mempertahankan ketegangannya yang konstan dalam rentang waktu yang lebar. Selanjutnya

4|Page
adalah relaksasi reseptif yakni proses relaksasi otot polos untuk meningkatkan kemampuan

lambung dalam mengakomodasi volume makanan.

Lambung mempunyai dua otot lingkar, yaitu otot lingkar pardia dan otot lingkar
pilorus. Otot lingkar kardia terletak di bagian atas dan berbatasan dengan bagian bawah

kerongkongan. Fungsinya adalah untuk mencegah makanan dari lambung agar tidak kembali
ke kerongkongan dan mulut. Otot lingkar pilorus hanya terbuka apabila makanan telah

tercerna di lambung.

Di dalam lambung, makanan dicerna secara kimiawi. Dinding lambung berkontraksi,

menyebabkan gerak peristaltik. Gerak peristaltik dinding lambung mengakibatkanmakanan


di dalam lambung teraduk-aduk. Di bagian dinding lambung sebelah dalam terdepat

kelenjar yang menghasilkan getah lambung.. getah lambung mengandung asam lambung,
serta enzim-enzim lain. Asam lambung berfungsi sebagai pembunuh mikroorganisme dan

mengantifkan enzim pepsinogen menjadi pepsin.pepsin merupakan enzim yang dapat


mengubah protein menjadi molekul yang lebih kecil.

Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi

masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.

Sel-sel yang melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting :


1. Lendir

5|Page
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan

pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.

2. Asam klorida (HCl)


Asam klorida menciptakan suasana yang sangat asam, yang diperlukan oleh pepsin guna

memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.

3. Prekursor pepsin (enzim yang memecahkan protein)


Selain sel-sel penyekresi mucus yang mengelilingi seluruh permukaan lambung, mukosa

lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubula yang penting : kelenjar oksintik (Kelenjar
gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik menyekresi asam hidroklorida, pepsinogen,

dan mucus. Kelenjar pilorik terutama menyekresi mucus untuk melindungi mukosa
pylorus dari asam lambung. Kelenjar tersebut juga menyekresi hormon gastrin.

b. Usus halus (usus kecil)


Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak di

antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang

melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula

dan lemak. Di usus halus terdapat susunan yang sangat rapat dari kelenjar mucus campuran,
yang disebit kelenjar brunner.Kelenjar ini menyekresi mucus yang alkalis dalam jumlah besar.

Fungsi dari mucus yang disekresikan oleh kelenjar brunner adalah untuk melindungi dinding
duodenum dari pencernaan oleh getah lambung yang sangat asam, yang keluar dari

lambung.

6|Page
ENZIM-ENZIM PENCERNAAN PADA SEKRESI USUS HALUS

Bila sekresi usus halus dikumpulkan tanpa serpihan sel, sekresi ini hampir tidak
mengandung enzim.Enterosit mukosa, terutama yang menutupi vili, mengandung enzim

pencernaan yang mencerna zat-zat makanan khusus ketika makanan diabsorbsi melalui
epitel.Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut:

1. Beberapa peptidase untuk memecah peptide kecil menjadi asam amino


2. Empat enzim sukrase, maltase, isomaltase, dam lactase untuk memecah disakarida

menjadi monosakarida.
3. Sejumlah kecil lipase intestinum untuk memecah lemak netral menjadi gliserol dan asam

lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M

sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong

(jejunum), dan usus penyerapan (ileum).


1. Usus dua belas jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua

belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz.

Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada

derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum

digitorum, yang berarti dua belas jari.


Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum), yang

merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,

duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan


makanan.

2. Usus Kosong (jejenum)


Usus kosong atau jejunum (terkadang sering ditulis yeyunum) adalah bagian

kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter

adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.

7|Page
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus

(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat

dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.

Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong”

3. Usus Penyerapan (illeum)


Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada sistem

pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7

dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.

c. Usus Besar (Kolon)


Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.

Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses.

Usus besar terdiri dari :


1. Kolon asendens (kanan)

2. Kolon transversum
3. Kolon desendens (kiri)

4. Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)


Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi mencerna beberapa bahan

dan membantu penyerapan zat-zat gizi.

8|Page
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.

Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi

yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

d. Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus

besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang

kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

e. Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat

menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).

Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan

caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun

lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya

9|Page
umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa

apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.


f. Rektum dan anus

Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini

berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon

desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum

akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana

penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.

Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan

anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.

Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari

usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

g. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama

yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum

(usus dua belas jari).


10 | P a g e
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
1. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan

2. Pulau pankreas, menghasilkan hormon


Pankreas melepaskan enzim pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan

hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat

digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika
telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium

bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.

ENZIM – ENZIM PENCERNAAN PANKREAS


Sekresi pankreas mengandung banyak enzim untuk mencerna tiga jenis makanan utama :

protein, karbohidrat, dan lemak. Enzim-enzim pancreas yang paling penting untuk mencerna
protein adalah tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.

Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein yang dicerna menjadi
peptide berbagai ukuran tetapi tidak menyebabkan pelepasan asam-asam amino bentuk

tunggal. Namun karboksipolipeptidase ternyata memecah beberapa peptide menjadi asam-


asam amino bentuk tunggal, sehingga menyelesaikan pencernaan beberapa protein menjadi

bentuk asam amino.


Enzim pancreas untuk mencerna karbohidrat adalah amilase pankreas, yang akan

menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain (kecuali selulosa) untuk
membentuk sebagian besar disakarida dan beberapa trisakarida.

Enzim pancreas untuk mencerna lemak adalah


1. lipase pancreas, yang mampu menghidrolisis lemak netral menjadi asam lemak dan

monogliserida.
11 | P a g e
2. Kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester kolesterol.

3. Fosfolipase, yang memecah asam lemak dari fosfolipid.


h. Hati

Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini

memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga

memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.

Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh

darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.

Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah

diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan ke dalam sirkulasi umum.

i. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir

yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna

hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran

empedu.

12 | P a g e
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak , bukan karena enzim dalam empedu

yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu
melakukan dua hal :

a) Asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak yang besar dalam


makanan menjadi banyak partikel kecil, permukaan partikel tersebut dapat diserang

oleh enzim lipase yang disekresikan dalam getah pancreas.


b) Asam empedu membantu absorbs produk akhir lemak yang telah dicerna melalui

membran mukosa intestinal.


2) Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb)

yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.

3. Proses Biokimiawi Pada Masing-masing Organ Di Sistem Pencernaan


a. Pencernaan karbohidrat

1. Pencernaan karbohidrat di dalam mulut dan lambung


Ketika makanan dikunyah, makanan bercampur dengan saliva, yang terdiri atas

enzim pencernaan ptialin yang terutama disekresikan oleh kelenjar parotis.Enzim ini
menghidrolisis tepung menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya

yang mengandung 3-9 molekul glukosa.Namun, makanan berada dalam mulut hanya
untuk waktu yang singkat, jadi mungkin tidak lebih dari 5% dari semua tepung telah

dihidrolisis pada saat makanan ditelan.


Tetapi, pencernaan tepung kadang berlanjut didalam korpus dan fundus

lambung selama satu jam sebelum makanan bercampur dengan sekresi lambung.
Kemudian aktivitas amilase saliva dihambat oleh asam yang berasal dari sekresi

lambung, karena amylase pada dasarnya tidak aktif sebagai suatu enzim bila pH
medium turun dibawah sekitar 4,0. Meskipun demikian, rata-rata, sebelum makanan dan
13 | P a g e
saliva yang ada bersamanya menjadi seluruhnya tercampur dengan sekresi lambung,

sebanyak 30-40% tepung telah dihidrolisis terutama membentuk maltosa.


2. Pencermaan karbohidrat didalam usus halus

Pencernaan oleh amilase pankreas


Sekresi pankreas, seperti saliva, mengandung sejumlah besar ptialin yang fungsinya

hampir mirip dengan ptialin saliva tetapi beberapa kali lebih kuat.Oleh karena itu, dalam
waktu 15-30 menit setelah kimus dikosongkan dari lambung kedalam duodenum dan

bercampur dengan getah pankreas, sebenarnya,semua karbohidrat telah dicernakan.


Pada umumnya, hampir semua karbohidrat diubah menjadi maltose dan polimer-

polimer glukosa yang sangat kecil lainnya sebelum keduanya melewati duodenum atau
jejenum bagian atas.

b. Pencernaan protein
1. Pencernaan protein dalam lambung

Pepsin, enzim peptic lambung yang penting, paling aktif pada pH 2-3 dan tidak
aktif pada pH kira-kira diatas 5. Akibatnya, agar enzim ini dapat melakukan kerja

pencernaan terhadap protein, getah lambung harus bersifat asam. Asam hidroklorida ini
disekresikan oleh sel-sel parietal (oksintik) didalam kelenjar pada pH 0,8 tetapi pada saat

asam hidroklorida bercampur dengan isi lambung dan bersama dengan sekresi dari sel-
sel kelenjar non-oksintik lambung, pH lalu berkisar antara 2-3 suatu batas asiditas yang

cukup tinggi untuk aktifitas pepsin. Salah satu gambaran penting pencernaan pepsin
adalah kemampuannya untuk mencerna protein kolagen, suatu jenis protein albuminoid

yang sangat sedikit dipengaruhi oleh enzim-enzim pencernaan lainnya.


Kolagen merupakan unsur dasar utama dari jaringan ikat antar sel daging. Oleh

karena itu, agar enzim saluran pencernaan dapat menembus daging dan mencerna
protein daging lain, hal yang terpenting adalah mencernakan serabut-serabut kolagen

tersebut lebih dulu. Akibatnya, orang yang kekurangan pepsin didalam getah lambung,
daging yang dicerna kurang dapat ditembus oleh enzim-enzim pencernaan lain. Oleh

karena itu proses pencernaannya buruk.


2. Pencernaan protein oleh sekresi pancreas

Kebanyakan pencernaan protein terjadi didalam usus halus bagian atas, didalam
duodenum dan jejunum, dibawah pengaruh enzim-enzim proteolitik dari sekresi

pancreas.Segera setelah masuk dari lambung ke usus halus, produk yang sebagian
sudah dipecahkan dari makanan berprotein diserang oleh enzim-enzim proteolitik

utama pankreas:tripsin,kimotripsin, karboksifolipeptidase, dan proelastase.


Keduanya, baik tripsin dan kimotripsin memecah molekul-molekul protein

menjadi polipeptida-polipeptida kecil. Karboksifolipeptidase kemudian memecahkan


14 | P a g e
asam amino- asam amino tunggal dari ujung karboksil polipeptida.Proelastase,

kemudian diubah menjadi elastase, yang kemudian mencernakan serabut-serabut


elastin yang sebagian menahan daging.

3. Pencernaan peptida oleh peptidase didalam enterosit yang melapisi vili usus halus
Tahap terakhir pencernaan protein didalam lumen usus dicapai oleh eritrosit

yang melapisi vili usus halus, terutama didalm duodenum dam jejunum. Dua jenis enzim
peptidase yang sangat penting adalah aminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase.

Enzim-enzim tersebut bertugas memecah sisa polipeptida-polipeptida yang besar


menjadi betuk tripeptida dan dipeptida serta beberapa menjadi asam-asam amino. Baik

asam amino ditambah dipeptida dan tripeptida dengan ludah ditranspor memalui
membran mikrovili kebagian dalam enterosit. Dalam beberapa menit, semua dipeptida

dan tripeptida yang masih tertinggal akan dicerna sampai tahap akhir untuk
membentuk asam amino tunggal dan kemudian dihantarkan kesisi lain dari eritrosit dan

dari tempat itu ke dalam darah.


c. Pencernaan lemak

1. Pencernaan lemak didalam usus


Sejumlah kecil trigliserida dicerna didalam lambung oleh lipase lingual yang

disekresikan oleh kelenjar lingual didalam mulut dan ditelan bersama dengan saliva.
2. Emulsivikasi lemak oleh asam empedu dan lesitin.

Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah secara fisik memecahkan gumpalan
lemak menjadi ukuran yang sangat lecil, sehingga enzim pencernaan yang larut-air

dapat bekerja pada pemukaan gumpalan lemak. Proses ini disebut emulsifikasi lemak,
dan dimulai melalui pergolakan didalam lambung untuk mencampur lemak dengan

produk pencernaan lambung. Lalu, kebanyakan proses emulsifikasi tersebutterjadi


didalam duodenum dibawah pengaruh empedu, sekresi dari hati yang tidak

mengandung enzim pencernaan apapun. Akan tetapi, empedu mengandung sejumlah


besar garam empedu juga fosfolipid lesitin. Keduanya, tetapi terutama lesitin, sangat

penting untuk mengemulsi lemak.


3. Pencernaan trigliserida oleh lipase pancreas

Sejauh ini enzim yang paling penting untuk pencernaan trigleserida adalah lipase
pankreas, terdapat dalam jumlah sangat banyak didalam getah pankreas cukup untuk

mencernakan dalan satu menit semua trigliserida yang dicapainya.


4. Produk akhir pencernaan lemak

Sebagian besar trigliserida dalam makanan dipecah oleh getah pankreas menjadi asam
lemak bebas dan 2-monogliserida.

15 | P a g e
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN LAPARATOMI
KONSEP MEDIK

16 | P a g e
B. KONSEP MEDIK
1. Etiologi
Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer,

2010) yaitu;
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &

Workman, 2006). Dibedakan atas 2 jenis yaitu :


1) Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium) yang
disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak.
2) Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritoneum) yang dapat

disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-
belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang

diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder

disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi
kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab

peritonitis tersier.
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat

karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan

tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada

jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar

yang mempunyai mesocolon dapat terpuntir sendiri dengan demikian menimbulkan


penyumbatan dengan menutupnya gelungan usus yang terjadi amat distensi), hernia (protrusi

usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor

17 | P a g e
yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan

pada dinding usus).

d. Apendisitis mengacu pada radang apendiks


Suatu tambahan seperti kantong yang tak berfungsi terletak pada bagian inferior dari sekum.
Penyebab yang paling umum dari apendisitis adalah obstruksi lumen oleh fases yang akhirnya

merusak suplai aliran darah dan mengikis mukosa menyebabkan inflamasi.


e. Tumor abdomen
f. Pancreatitis (inflammation of the pancreas)
g. Abscesses (a localized area of infection)
h. Adhesions (bands of scar tissue that form after trauma or surgery)
i. Diverticulitis (inflammation of sac-like structures in the walls of the intestines)
j. Intestinal perforation
k. Ectopic pregnancy (pregnancy occurring outside of the uterus)

2. Patofisiologi

18 | P a g e
19 | P a g e
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi

4. Komplikasi
a. Syok

Digambarkan sebagai tidak memadainya oksigenasi selular yang disertai dengan


ketidakmampuan untuk mengekspresikan produk metabolisme.

Manifestasi Klinis :
1) Pucat

20 | P a g e
2) Kulit dingin dan terasa basah

3) Pernafasan cepat
4) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah

5) Nadi cepat, lemah dan bergetar


6) Penurunan tekanan nadi

7) Tekanan darah rendah dan urine pekat.


b. Hemorrhagi

1) Hemoragi primer : terjadi pada waktu pembedahan


2) Hemoragi intermediari : beberapa jam setelah pembedahan ketika kenaikan tekanan

darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat

3) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi

oleh selang drainage.

Manifestasi Klinis Hemorrhagi :


1) Gelisah

2) Terus bergerak
3) Merasa haus

4) Nadi meningkat
5) Suhu turun

6) Pernafasan cepat dan dalam


7) Bibir dan konjungtiva pucat

8) Pasien melemah
9) Kulit dingin-basah-pucat

5. Pemeriksaan Diagnostik
Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah

lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran sinar X pada
dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan dilakukan :

a. Penyinaran dengan sinar X


Penyinaran dengan sinar X pada dada hanya dilakukan kalau pada anamnesa dan gambaran klinik
yang ditemukan mencurigakan.

21 | P a g e
b. Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani

prosedur pembedahan yang tidak berat.

6. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan pasca pembedahan
a. Tindakan keperawatan post operasi

1) Monitor kesadaran, tanda-tanda vital, CVP, intake dan output


2) Observasi dan catat sifat darai drain (warna, jumlah) drainage.

3) Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.

4) Perawatan luka operasi secara steril.


b. Makanan

Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah
pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi
protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan
vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk

pencegahan infeksi. pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral).
Biasanya makanan baru diberikan jika:

1) Perut tidak kembung


2) Peristaltik usus normal

3) Flatus positif
4) Bowel movement positif

c. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya

posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi
dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi

dini.
d. Pemenuhan kebutuhan eliminasi

1) Sistem Perkemihan.
a) Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi,

IV, spinal.
b) retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi buli-

buli).

22 | P a g e
c) Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urineà- Dower

catheter < komplikasi ginjal 30 ml / jam


2) Sistem Gastrointestinal.

a) 40 % klien dengan GA selama 24 jam pertama dapatàMual muntah menyebabkan


stress dan iritasi luka GI dan dapat meningkatkan TIK pada bedah kepala dan leher serta

TIO meningkat.
b) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus, suara usus (-), distensi

abdomen, tidak flatus.


c) Kaji paralitic ileus

d) jumlah, warna, konsistensi isi lambung tiap 6 – 8 jam.


e) Insersi NG tube intra operatif mencegah komplikasi post operatif dengan decompresi

dan drainase lambung.


e. Meningkatkan istirahat.

f. Memberi kesempatan penyembuhan pada GI trac bawah.


g. Memonitor perdarahan.

h. Mencegah obstruksi usus.


i. irigasi atau pemberian obat

23 | P a g e
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN LAPARATOMI

C. Manajemen Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :

a. Biodata
1) Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,

alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
tindakan medis.

2) Identitas Penanggungjawab meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,


pekerjaan, alamat, hubungan dengan klien, sumber biaya.

b. Lingkup Masalah Keperawatan


Keluhan utama : klien dengan post laparatomy ditemukan adanya keluhan nyeri pada luka

post operasi, mual, muntah, distensi abdomen, badan terasa lemas.

c. Riwayat Kesehatan

24 | P a g e
1) Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat

pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST,
yaitu :

a) P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal yang dapat mengurangi atau memperberat.


Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka post operasi. Nyeri bertambah bila

klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau
beristirahat dan setelah diberi obat.

b) Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar,
dan sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti

ditusuk-tusuk dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk
beraktivitas.

c) R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah menyebar? Nyeri


dirasakan di area luka post operasi, dapat menjalar ke seluruh daerah abdomen.

d) S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu aktivitas
atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan keterbatasan

gerak akibat nyeri luka post operasi.


e) T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan berapa lama nyeri itu

hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang
hari.

2) Riwayat Kesehatan Dahulu


Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan terjadi. Biasanya

klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.


3) Riwayat kesehatan Keluarga

Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit
turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang memiliki riwayat

penyakit gastrointestinal.
4) Riwayat Psikologi

Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan pembedahan
seperti cemas.

5) Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya klien

tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan sekitar.


6) Riwayat Spiritual

25 | P a g e
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan

kesembuhannya dan secara umum klien berdoa untuk kesembuhannya. Biasanya


aktivitas ibadah klien terganggu karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan

nyeri luka post operasi.


7) Kebiasaan Sehari-hari

Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau
tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi Buang

Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan
ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum

mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami
penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Rasional
Keadaan Umum Kesadaran dapat compos mentis sampai

koma tergantung beratnya kondisi penyakit


yang dialami, tanda-tanda vital biasanya

normal kecuali bila ada komplikasi lebih


lanjut, badan tampak lemas.

pernapasan Terjadi perubahan pola dan frekuensi

pernapasanmenjadi lebih cepat akibat nyeri,


penurunan ekspansi paru.

26 | P a g e
Sistem Kardiovaskuler Mungkin ditemukan adanya perdarahan

sampai syok, tanda-tanda kelemahan,


kelelahan yang ditandai dengan pucat,

mukosa bibir kering dan pecah-pecah,


tekanan darah dan nadi meningkat.

Sistem Pencernaan Mungkin ditemukan adanya mual, muntah,


perut kembung, penurunan bising usus

karena puasa, penurunan berat badan, dan


konstipasi.

Sistem Perkemihan Jumlah output urin sedikit karena


kehilangan cairan tubuh saat operasi atau

karena adanya muntah. Biasanya terpasang


kateter.

Dikaji tingkat kesadaran dengan


Sistem Persarafan menggunakan GCS dan dikaji semua fungsi

nervus kranialis. Biasanya tidak ada kelainan


pada sistem persarafan.

Sistem Penglihatan Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada

tidaknya sekret/lesi, reflek pupil terhadap


cahaya, visus (ketajaman penglihatan).

Biasanya tidak ada tanda-tanda penurunan


pada sistem penglihatan.

Sistem Pendengaran Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada


tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya nyeri

tekan, uji kemampuan pendengaran dengan

27 | P a g e
tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya

tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.

Sistem Muskuloskeletal Biasanya ditemukan kelemahan dan

keterbatasan gerak akibat nyeri.

Sistem Integumen Adanya luka operasi pada abdomen.


Mungkin turgor kulit menurun akibat

kurangnya volume cairan.

3. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :

a. Elektrolit : dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat


kehilangan cairan berlebihan

b. Hemoglobin :dapat menurun akibat kehilangan darah


c. Leukosit : dapat meningkat jika terjadi infeksi

4. Terapi

Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri,
antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.

5. Asuhan Keperawatan
a. Pre Operasi

Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
ketika pasien dikirim ke meja operasi.

1) persiapan di bangsal
o persiapan 1 malam sebelum operasi
- Puasa dan pembatasan makan dan minum.

28 | P a g e
- Pemberian enema jika perlu.

- Memasang tube intestine atau gaster jika perlu.


- Jika klien menerimaanastesi umum tidak boleh makan dan minum selama 8 – 10 jam

sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam
sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.

- Persiapan untuk anastesi


- Ahli anastesi selalu berkunjung pada pasien pada malam sebelum operasi untuk

melekukan pemeriksaan lengkap kardiovaskuler dan neurologis. Hal ini akan


menunjukkan tipe anastesi yang akan digunakan selama operasi.

- Meningkatkan istirahat dan tidur


o Persiapan pagi hari sebelum operasi klien dibangunkan 1 (satu) jam sebelum obat-obatan

pre operasi :
- Mencatat tanda-tanda vital

- Cek gelang identitas klien


- Cek persiapan kulit dilaksanakan dengan baik

- Cek kembali instruksi khusus seperti pemasangan infus


- Yakinkan bahwa klien tidak makan dalam 8 jam terakhir

- Anjurkan klien untuk buang air kecil


- Perawatan mulut jika perlu

- Bantu klien menggunakan baju RS dan penutup kepala


- Hilangkan cat kuku agar mudah dalam mengecek tanda-tanda hipoksia

2) Persiapan penunjuang
- Laboratorium
Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik.

Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium

merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari
jaringan hidup

terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan
seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan

membawa mereka pada tempat yang terkena jejas dengan cara: mempersiapkan berbagai
bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat tersebut, pembentukan

berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi, menetralisir dan mencairkan iritan,
membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding

jaringan granulasi.

29 | P a g e
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut, akan

ditemukan pada pemeriksaan darah adanya lekositosis 11.000-14.000/mm 3, dengan


pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran kekiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit

lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis (Raffensperger,
1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis akut ditemukan jumlah lekosit antara

12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-
30.000/mm3. Sedang Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara

kenaikan

angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa
appendicitis acut. Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga

hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah
lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada

hemogramnya (>70% netrofil). Sehingga gambaran lekositosis dengan peningkatan


granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendicitis acute (Bolton et al, 1975).

Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit
dan granulosit tetap normal (Nauts et al, 1986).

C-rective protein (CRP). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan
menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.

- Foto Polos abdomen


Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang sesuai dengan

lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993). Kalau peradangan
lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.

Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah
abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses

peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul
skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila

sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk

melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka

akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan
mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan

psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa
tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi

(Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith
30 | P a g e
(kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang

menyumbat pembukaan appendik)


yang dapat menyebabkan appendisitis. Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos

abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air
fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-like( melingkar ) sekitar

perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah
perlu diperiksa untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.

3) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu

Inform Consent (surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis pembedahan dan
anastesi).

Diagnosa Keperawatan yang sering muncul :


- Cemas berhubungan dengan krisis situasional
- Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan
- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif, imunitas tubuh menurun

Rencana Keperawatan pre operatif:

Diagnosa Kep. NOC NIC


Cemas berhubungan - Tingkat Ansietas Anxiety reduction :
dengan perubahan status - Pengendalian diri terhadap · Tenangkan pasien

kesehatan ansietas · Jelaskan seluruh prosedurt tindakan


- Konsentrasi kepada pasien dan perasaan yang

- Koping mungkin muncul pada saat


melakukan tindakan
. Setelah dilakukan asuhan
· Berusaha memahami keadaan
keperawatan selama..... pasien
pasien
menunjukan anxiety control
· Berikan informasi tentang
dengan kriteria hasil:
diagnosa, prognosis dan tindakan
· pasien kooperatif
· Mendampingi pasien untuk
· Mampu mengidentifikasikan
mengurangi kecemasan dan
cemas dengan bahasa tubuh
meningkatkan kenyamanan
yang tenang
· Dorong pasien untuk
· Vital sign dbn
menyampaikan tentang isi

31 | P a g e
perasaannya

· Kaji tingkat kecemasan


· Dengarkan dengan penuh

perhatian
· Ciptakan hubungan saling percaya

· Bantu pasien menjelaskan keadaan


yang bisa menimbulkan kecemasan

· Bantu pasien untuk


mengungkapkan hal hal yang

membuat cemas
· Ajarkan pasien teknik relaksasi

· Berikan obat obat yang


mengurangi cemas

Kurang pengetahuan - Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process


tentang penyakit, asuhan keperawatan · Kaji tingkat pengetahuan klien dan

perawatan,pengobatan selama......, keluarga tentang proses penyakit


kurang paparan terhadap pengetahuan klien · Jelaskan tentang patofisiologi

informasi meningkat dengan penyakit, tanda dan gejala serta


kriteria hasil penyebabnya

· Sediakan informasi tentang


· Klien mampu menjelaskan
kondisi klien
kembali apa yang dijelaskan
· Berikan informasi tentang
· Klien kooperative saat
perkembangan klien
dilakukan tindakan
. Diskusikan perubahan gaya hidup
yang mungkin diperlukan untuk

mencegah komplikasi di masa


yang akan datang dan atau

kontrol proses penyakit


· Jelaskan alasan dilaksanakannya

tindakan atau terapi


· Gambarkan komplikasi yang

mungkin terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah

efek samping dari penyakit


· Gali sumber-sumber atau

32 | P a g e
dukungan yang ada

· Anjurkan klien untuk melaporkan


tanda dan gejala yang muncul

pada petugas kesehatan


Risiko infeksi b/d personal - Immune status Konrol infeksi :
higiene dan prosedur pre - Knowledge infection · Gunakan baju khusus

operasi control · Batasi pengunjung bila perlu.


- Risk control · Lakukan cuci tangan sebelum dan

sesudah tindakan keperawatan.


. Setelah dilakukan asuhan
· Gunakan sabun anti microba untuk
keperawatan selama......
mencuci tangan.
menunjukkan host control
· Bersihkan lingkungan setelah
dengan kriteria hasil :
dipakai pasien lain.
· Kondisi pasien bersih
· Berikan antibiotik sesuai program.
· Sudah dimandikan dan
· Jelaskan pentingnya pasien
memakai pakaian operasi
memakai pakaian khusus operasi.

b. Intra Operasi

Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.

Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatifmeliputi 4 hal, yaitu :
1) Safety Management (Pengaturan posisi pasien)

Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah: daerah
operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan nyeri. Posisi yang diberikan tidak boleh

mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak
menutupi daerah atau medan operasi.

- Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi.
Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula  supine
- Pemajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan

pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah
operasi dengan teknik drapping  titik Mc. Burney
- Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi

dengan tujuan untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan
keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
- Memasang alat grounding ke pasien

33 | P a g e
- Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama

operasi sehingga pasien kooperatif.


- Memastikan bahwa semua peralatan yang dibutuhkan telah siap seperti : cairan infus, oksigen,
jumlah spongs, jarum dan instrumen tepat.
2) Monitoring Fisiologis
- Melakukan balance cairan
- Memantau kondisi cardiopulmonal meliputi fungsi pernafasan, nadi, tekanan darah, saturasi

oksigen, perdarahan dll.


- Pemantauan terhadap perubahan vital sign
3) Monitoring Psikologis
- Memberikan dukungan emosional pada pasien
- Berdiri di dekat klien dan memberikan sentuhan selama prosedur induksi
- Mengkaji status emosional klien
- Mengkomunikasikan status emosional klien kepada tim kesehatan (jika ada perubahan)
4) Pengaturan dan koordinasi Nursing Care
- Memanage keamanan fisik pasien
- Mempertahankan prinsip dan teknik asepsis
Diagnosa Keperawatan yang sering muncul :
- Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi karena
pemberian agent anastesi.
- Resiko infeksi berhubungan dengan pembedahan, prosedur invasif dan truma jaringan.
- Resiko cidera berhubungan dengan anastesi dan pembedahan.

Rencana Keperawatan intra operatif :

Diagnosa Kep. NOC NIC


Pola nafas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan Airway and breathing

berhubungan dengan keperawatan selama..... management :


penurunan tekanan pasien menunjukan · Monitor ventilasi (jalan dan

inspirasi dan ekspirasi respiration control dengan suara nafas)


karena pemberian kriteria hasil: · Lakukan management

agent anastesi. · Jalan nafas adequat ventilasi dengan head tilt chin
· Suara nafas vesikuler leaf / jaw trust positioning

· Saturasi O2 dbn · Pasang alat bantu nafas :


mouth airway/orofaringeal

tube, ET, LMA


· Monitor keakuratan fungsi ET,

LMA
· Lakukan assisted respiration

· Monitor vital sign dan saturasi


O2 secara periodik
Resiko infeksi - Immune status Infection control management

34 | P a g e
berhubungan dengan - Knowledge · Kendalikan prosedur masuk

pembedahan, infection control kamar operasi untuk pasien


prosedur invasif dan - Risk control maupun petugas

truma jaringan. · Batasi jumlah personil di


. Setelah dilakukan asuhan
kamar operasi
keperawatan selama......,
· Kendalikan sterilitas ruangan
menunjukkan infection
dan peralatan yang dipakai
protection, enviroment, host
· Lakukan cuci tangan bedah,
and agent control dengan
pemakaian jas operasi,
kriteria hasil
pemakaian sarung tangan
· Terkendalinya nfection
dan duk operasi sesuai
control
prosedur.
· Luka dan keadaan sekitar
· Terapkan prosedur septik
bersih
aseptik.
· Lakukan penutupan luka

sesuai prosedur
· Kolaborasi pemberian

antibiotik
· Environment kontrol
Resiko cidera Setelah dilakukan asuhan Injury control management

berhubungan dengan keperawatan selama...... · Anatomis dan imobil position


anastesi dan menunjukkan injury · Pasang groundit kouter

pembedahan. neuromuscular protection dengan benar


dengan kriteria hasil : · Melakukan tindakan anastesi

· Tidak terjadi luka baru sesuai dengan prosedur


diluar organ target · Memasang alat bantu

· Instrument terhitung pernafasan sesuai dengan


lengkap sebelum dan prosedur

sesudah operasi. · Hindari manipulasi jaringan


berlebihan

· Penggunaan instrument yang


tepat dan benar

· Perhitungan jumlah
instrument sebelum dan

sesudah operasi yang sama.

35 | P a g e
c. Post Operasi

Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai

fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan
menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan

makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Instruksi untuk menemui ahli

bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.

Diagnosa keperawatan post operasi yang sering muncul :


- Resiko aspirasi berhubungan dengan status kesadaran, reflek menelan belum optimal karena

pemakaian obat anastesi


- Resiko cidera berhubungan dengan tingkat kesadaran pasien

Rencana intervensi keperawatan post operasi

Diagnosa Kep. NOC NIC


Resiko aspirasi Setelah dilakukan asuhan Aspiration Precaution :
berhubungan dengan keperawatan selama......, · Monitor tingkat kesadaran

status kesadaran, reflek menunjukkan control dengan dan reflek menelan


menelan belum optimal kriteria hasil · Monitor status airway dan

karena pemakaian obat · Airway terkontrol dan bebaskan airway


anastesi adequat · Lakukan suctioning jika perlu

· Reflek menelan efektif · Posisikan head up (30-45


derajat) atau posisi SIM pada

operasi jalan nafas

Resiko cidera Setelah dilakukan asuhan Environment Management :

berhubungan dengan keperawatan selama......, · Sediakan lingkungan yang


tingkat kesadaran menunjukkan risk control aman dan nyaman

pasien dengan kriteria hasil · Posisikan tidur sesuai instruksi


· Pasien terbebas dari cidera medis / anastesi

· Pasien komunikatif dan · Memasang side trail tempat

36 | P a g e
kooperatif tidur

· Hindari dari perabot yang


berbahaya

· Kaji tingkat kesadaran


· Dampingi selama pasien

belum sadar penuh


· Lindungi arah gerakan dan

jangan lawan gerakan pasien


· Rangsang kesadaran pasien

ke Compos Mentis
· Alat invasif terkontrol dan

terkendali

37 | P a g e
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang

melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal,
yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di

dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah
dengan pembedahan yaitu laparatomy.

Parameter yang harus diperhatikan untuk menilai pasien pasca operasi laparatomy adalah tanda-
tanda vital, kecukupan pernafasan, status jantung pasca operasi, peripheral sirkulasi, status neurologis

pasca operasi, tingkat kesadaran, orientasi, patensi intravena, tingkat nyeri, kemampuan
motor,kembalinya kontrol sensorik dan motorik, integritas kulit, suhu, kondisi luka pembedahan, drain jika

ada catat volumenya dan warnanya, dan adanya mual dan muntah

B. Saran

Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa pentingnya mengetahui ilmu tentang

laparatomi peritonitis, Maka kita harus mempelajari dan mampu menerapkannya.Bagi para pembaca
jangalah malas untuk membaca, karena dengan membaca kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat di

dalam kehidupan sehari-hari.

38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA

Asril Zahari, (2016). Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Diunduh dari http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/470. (2

Februari 2018)

Brunner & Suddarth. (2010). Textbook Of Medical Nursing , Edisi 12., China : Wolter Kluwer Health

Bulecheck, Gloria M., Butcher, Howard K., Dochterman, J. McCloskey. 2012.


Nursing Interventions Classification (NIC). Fifth Edition. Iowa : Mobsy Elsavier

Corwin, Elizabeth J. 2009.Buku Saku PATOFISIOLOGI. Jakarta : EGC

Guyton, Arthur C, Hall,John E.2007.Fisiologi Kedokteran edisi 11.Jakarta : EGC

Ester, Monica. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. EGC: Jakarta.

Jhonson,Marion. 2012. Nursing Outcomes Classification (NOC). St. Louis,Missouri ; Mosby.

Murray, Robert K, Granner, Daryl K, Mayes, Peter A, Rodwell, Victor W.2003. Biokimia Harper edisi 25.Jakarta :
EGC

NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017 . Jakarta : EGC

Ramali, Ahmad. 2000). Kamus Kedokteran : Arti & Keterangan Istilah . Jakarta: Agung Seto

Smeltzer et al. (2010). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Volume 1, China : Wolter Kluwer Health

Yuliza, (2010). Gambaran Faktor-faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka Post Operasi

Laparotomi yang Infeksi di Irna B Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2010 dalam
http://www.dinkes-ende.web.id/warta/104-rsud-ende-terapkan-sop.htm , diperoleh tanggal 5 April

2017.

39 | P a g e
40 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai