Laporan Pendahuluan LAPARATOMY
Laporan Pendahuluan LAPARATOMY
LAPARATOMY
Disusun Oleh :
Iswanto
2018
HALAMAN PENGESAHAN
i|Page
LAPARATOMY
Disusun Oleh :
Nama : Iswanto
NIM : P170679
(...............................................................................) (...............................................................................)
Mengetahui,
Dosen Koordinator Keperawatan Medikal Bedah
NIK : 113072.83.11.023
Kata Pengantar
ii | P a g e
Puji syukur penulis ucapkan kepada tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-nya kepada penyusun, sehingga dapat menyelesaikan laporan pendahuluan ini degan judul “Asuhan
Keperawatan pada pasien dengan gangguan gastrointestinal yang mengalami LAPARATOMY“. makalah ini
kami buat berdasarkan berbagai macam sumber buku-buku refrensi, media elektronik, dan dari hasil
pemikiran kami sendiri. Kami mengharapkan agar para pembaca dapat mengetahui dan memahami tentang
2. Ns. Chriyen Damanik S.Kep, M.kep selaku dosen pembimbing mata kuliah keperawatan medikal bedah
3. Ns. Aysiyah Sri Rahayu, S.Kep dan Ns. Novia Priskawati, S.Kep selaku preseptor Ruang Flamboyan A RSKD
Balikpapan
4. Kedua orang tua dan keluarga penulis yang selalu memberikan dukungan kepada penulis baik bersifat
6. Dan semua yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan laporan ini.
Dalam penyusunan Laporan Pendahuluan ini masih banyak kekurangan semoga yang membacanya
dapat memberikan kritik atau pun saran untuk memperbaiki makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih
sempurna dalam penyusunnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat kepada pembacanya dan dapat
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN................................................................................................................................................................ ii
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang……………………………………………………………………………………………………………………................... 1
B. Tujuan……………………………………………………………………………………………………………………………......................... 2
C. Manfaat………………………………………………………………………………………………………………………………................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Definisi…………………………………………………………………………………………………………………………................ 4
2. . 4
3. Anatomi Fisiologi…………………………………………………………………………………............................................... 14
2. Patofisiologi ................................................................................................................................................................. 20
3. Manifestasi Klinik........................................................................................................................................................ 21
4. Komplikasi..................................................................................................................................................................... 22
5. Pemeriksaan Diagnostik.......................................................................................................................................... 23
6. Penatalaksanaan ........................................................................................................................................................ 23
C Manajemen Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian............................................................................................................................................ 26
2. .......................... 28
3. Pemeriksaan Fisik......................................................................................................................................................... 30
4. Data Penunjang............................................................................................................................................................ 30
5. Terapi............................................................................................................................................................................... 31
Diagnosa Keperawatan, NOC dan NIC................................................................................................................
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan.............................................................................................................................................................................. 34
B. Saran........................................................................................................................................................................................... 34
Daftar Pustaka.................................................................................................................................................................................. 35
iv | P a g e
v|Page
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang
melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal,
yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di
dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah
dengan pembedahan yaitu laparatomy.
Angka kejadian pasien yang dilakukan tindakan pembedahan di Amerika Serikat dari 1.000 orang, 5
orang meninggal dan lumpuh 70 orang, sedangkan di Indonesia dari 1.000 pasien yang meninggal 6
orang dan yang lumpuh 90 orang. Tindakan pembedahan umumnya menimbulkan luka yang membekas
pasca operasi, tingkat kesadaran, orientasi, patensi intravena, tingkat nyeri, kemampuan
motor,kembalinya kontrol sensorik dan motorik, integritas kulit, suhu, kondisi luka pembedahan, drain jika
ada catat volumenya dan warnanya, dan adanya mual dan muntah. Penilaian dilakukan setidaknya setiap
15 menit atau lebih sering,tergantung pada kondisi pasien dan kebijakan unit. Intervensi keperawatan
berfokus pada pemantauan dan pemeliharaan jalan nafas, pernafasan, peredaran darah, dan status
neurologis dan penanganan rasa sakit.
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien post op laparatomy saat telah berada di ruang rawat inap
adalah masalah diagnosa keperawatan yang paling sering muncul yakni nyeri akut. Maka intervensi yang
harus dilakukan diantaranya adalah distraksi untuk mengurangi rasa nyeri dan kolaborasi untuk
pemberian analgetik. Untuk pasien post op laparatomy dengan spinal anestesi maka posisi baring di
ruang rawat inap harus kepala lebih tinggi dari kaki untuk mencegah obat anestesi naik ke atas yang akan
mengganggu pernafasan dan kesadaran. Hal yang harus dilakukan untuk mencegah dampak komplikasi
yang mungkin bisa timbul pada pasien post op laparatomy salah satunya adalah untuk mencegah
terjadinya thromboplebitis, kontraktur, terjadinya atropi dan gangguan perfusi jaringan maka perlu
dilakukan mobilisasi dini (Potter & Perry, 2013). Yang terjadi dibeberapa Rumah Sakit masih ada oknum
perawat kurang “care” terhadap masalah perawatan pasien post operasi laparotomy, hal tersebut
disebabkan diantaranya karena kurang pengetahuan tentang asuhan keperawatan pasien post op
1|Page
laparatomi. Maka dengan ini penyusun membuat laporan ini dengan harapan kedepannya akan lebih baik
B. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui manajemen Asuhan Keperawatan pada pasien yang mengalami laparatomi peritonitis.
2. Mengetahui Peran Perawat dalam menjalankan intervensi pada pasien yang mengalami laparatomi
peritonitis.
3. Mengetahui Evidance Based Nursing terkait intervensi keperawatan pada pasien yang mengalami
laparatomi peritonitis.
C. Manfaat Penulisan
1. Mahasiswa dapat mengetahui, mengerti, maupun melaksanakan Asuhan Keperawatan pasien yang
mengalami laparatomi peritonitis.
2|Page
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN LAPARATOMI
KONSEP DASAR
3|Page
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan
meliputi visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu
membran yang melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan /
inflamasi membran peritoneal, yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira
1500 ml cairan yang menutupi organ di dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu
tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah dengan pembedahan yaitu laparatomy.
Laparatomy yaitu pembedahan perut, membuka selaput perut dengan operasi (Ramali
Ahmad, 2000). Laparotomi adalah pembedahan yang dilakukan pada usus akibat terjadinya
perlekatan usus dan biasanya terjadi pada usus halus, yang mana tujuan prosedur tindakan
pembedahan dengan membuka cavum abdomen adalah untuk eksplorasi (Arif Mansjoer, 2000).
Ada 4 cara pembedahan laparatomy yaitu;
a. Midline incision
b. Paramedian, yaitu 2,5 cm), panjang (12,5 cm).; sedikit ke tepi dari garis tengah
c. Transverse upper abdomen incision, yaitu ; insisi di bagian atas, misalnya pembedahan
2. Anatomi Fisiologi
Lambung adalah ruang berbentuk kantung yang berbentuk huruf j yang terletak
antara esofagus dan korpus (badan). Motilitas lambung bersifat kompleks dan dipengaruhi
mengembang sampai dengan 1000 ml ketika makan. Ada dua faktor yang menjaga motilitas
lambung yaitu plastisitas yang mengacu pada kemampuan otot polos dalam
mempertahankan ketegangannya yang konstan dalam rentang waktu yang lebar. Selanjutnya
4|Page
adalah relaksasi reseptif yakni proses relaksasi otot polos untuk meningkatkan kemampuan
Lambung mempunyai dua otot lingkar, yaitu otot lingkar pardia dan otot lingkar
pilorus. Otot lingkar kardia terletak di bagian atas dan berbatasan dengan bagian bawah
kerongkongan. Fungsinya adalah untuk mencegah makanan dari lambung agar tidak kembali
ke kerongkongan dan mulut. Otot lingkar pilorus hanya terbuka apabila makanan telah
tercerna di lambung.
kelenjar yang menghasilkan getah lambung.. getah lambung mengandung asam lambung,
serta enzim-enzim lain. Asam lambung berfungsi sebagai pembunuh mikroorganisme dan
Makanan masuk ke dalam lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin
(sfinter), yang bisa membuka dan menutup. Dalam keadaan normal, sfinter menghalangi
masuknya kembali isi lambung ke dalam kerongkongan. Lambung berfungsi sebagai gudang
makanan, yang berkontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim.
5|Page
Lendir melindungi sel-sel lambung dari kerusakan oleh asam lambung. Setiap kelainan
pada lapisan lendir ini, bisa menyebabkan kerusakan yang mengarah kepada
terbentuknya tukak lambung.
memecah protein. Keasaman lambung yang tinggi juga berperan sebagai penghalang
terhadap infeksi dengan cara membunuh berbagai bakteri.
lambung mempunyai dua tipe kelenjar tubula yang penting : kelenjar oksintik (Kelenjar
gastrik) dan kelenjar pilorik. Kelenjar oksintik menyekresi asam hidroklorida, pepsinogen,
dan mucus. Kelenjar pilorik terutama menyekresi mucus untuk melindungi mukosa
pylorus dari asam lambung. Kelenjar tersebut juga menyekresi hormon gastrin.
antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut
zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang
melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang
dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula
dan lemak. Di usus halus terdapat susunan yang sangat rapat dari kelenjar mucus campuran,
yang disebit kelenjar brunner.Kelenjar ini menyekresi mucus yang alkalis dalam jumlah besar.
Fungsi dari mucus yang disekresikan oleh kelenjar brunner adalah untuk melindungi dinding
duodenum dari pencernaan oleh getah lambung yang sangat asam, yang keluar dari
lambung.
6|Page
ENZIM-ENZIM PENCERNAAN PADA SEKRESI USUS HALUS
Bila sekresi usus halus dikumpulkan tanpa serpihan sel, sekresi ini hampir tidak
mengandung enzim.Enterosit mukosa, terutama yang menutupi vili, mengandung enzim
pencernaan yang mencerna zat-zat makanan khusus ketika makanan diabsorbsi melalui
epitel.Enzim-enzim ini adalah sebagai berikut:
menjadi monosakarida.
3. Sejumlah kecil lipase intestinum untuk memecah lemak netral menjadi gliserol dan asam
lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar ( M
sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah Luar )
Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong
Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak
setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus dua
belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum Treitz.
Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal, yang tidak terbungkus
seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada
derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari
pankreas dan kantung empedu. Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum
merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam duodenum
melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh,
kedua dari usus halus, di antara usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan
(ileum). Pada manusia dewasa, panjang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter
adalah bagian usus kosong. Usus kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam
tubuh dengan mesenterium.
7|Page
Permukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus
(vili), yang memperluas permukaan dari usus. Secara histologis dapat dibedakan dengan
usus dua belas jari, yakni berkurangnya kelenjar Brunner. Secara hitologis pula dapat
dibedakan dengan usus penyerapan, yakni sedikitnya sel goblet dan plak Peyeri. Sedikit
sulit untuk membedakan usus kosong dan usus penyerapan secara makroskopis.
Jejunum diturunkan dari kata sifat jejune yang berarti "lapar" dalam bahasa Inggris
modern. Arti aslinya berasal dari bahasa Laton, jejunus, yang berarti "kosong”
pencernaan manusia, ) ini memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam
empedu.
2. Kolon transversum
3. Kolon desendens (kiri)
8|Page
Bakteri di dalam usus besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K.
Bakteri ini penting untuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa
menyebabkan gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi
yang bisa menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, "buta") dalam istilah anatomi adalah suatu
kantung yang terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus
besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar
herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Infeksi pada
organ ini disebut apendisitis atau radang umbai cacing. Apendisitis yang parah dapat
menyebabkan apendiks pecah dan membentuk nanah di dalam rongga abdomen atau
peritonitis (infeksi rongga abdomen).
Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris, vermiform
appendix (atau hanya appendix) adalah hujung buntu tabung yang menyambung dengan
caecum. Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm. Walaupun
lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa di retrocaecal
atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum. Banyak orang percaya
9|Page
umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan), sebagian yang lain percaya bahwa
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang
berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini
berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena
tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon
desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air
besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika
defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana
penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan
anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk
menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh
melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.
g. Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi utama
yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti insulin.
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan duodenum
hormon ke dalam darah. Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein,
karbohidrat dan lemak. Enzim proteolitik memecah protein ke dalam bentuk yang dapat
digunakan oleh tubuh dan dilepaskan dalam bentuk inaktif. Enzim ini hanya akan aktif jika
telah mencapai saluran pencernaan. Pankreas juga melepaskan sejumlah besar sodium
bikarbonat, yang berfungsi melindungi duodenum dengan cara menetralkan asam lambung.
protein, karbohidrat, dan lemak. Enzim-enzim pancreas yang paling penting untuk mencerna
protein adalah tripsin, kimotripsin, dan karboksipolipeptidase.
Tripsin dan kimotripsin memisahkan seluruh dan sebagian protein yang dicerna menjadi
peptide berbagai ukuran tetapi tidak menyebabkan pelepasan asam-asam amino bentuk
menghidrolisis pati, glikogen, dan sebagian besar karbohidrat lain (kecuali selulosa) untuk
membentuk sebagian besar disakarida dan beberapa trisakarida.
monogliserida.
11 | P a g e
2. Kolesterol esterase, yang menyebabkan hidrolisis ester kolesterol.
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan memiliki
berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan. Organ ini
memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh
termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga
memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan
hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan pembuluh
darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam vena yang bergabung
dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke dalam hati sebagai vena porta.
Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil di dalam hati, dimana darah yang
masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut dengan kecepatan tinggi, setelah darah
i. Kandung empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah pir
yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan berwarna
hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna cairan empedu yang
dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua belas jari melalui saluran
empedu.
12 | P a g e
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
1) Membantu pencernaan dan penyerapan lemak , bukan karena enzim dalam empedu
yang menyebabkan pencernaan lemak, tetapi karena asam empedu dalam empedu
melakukan dua hal :
yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
enzim pencernaan ptialin yang terutama disekresikan oleh kelenjar parotis.Enzim ini
menghidrolisis tepung menjadi disakarida maltosa dan polimer glukosa kecil lainnya
yang mengandung 3-9 molekul glukosa.Namun, makanan berada dalam mulut hanya
untuk waktu yang singkat, jadi mungkin tidak lebih dari 5% dari semua tepung telah
lambung selama satu jam sebelum makanan bercampur dengan sekresi lambung.
Kemudian aktivitas amilase saliva dihambat oleh asam yang berasal dari sekresi
lambung, karena amylase pada dasarnya tidak aktif sebagai suatu enzim bila pH
medium turun dibawah sekitar 4,0. Meskipun demikian, rata-rata, sebelum makanan dan
13 | P a g e
saliva yang ada bersamanya menjadi seluruhnya tercampur dengan sekresi lambung,
hampir mirip dengan ptialin saliva tetapi beberapa kali lebih kuat.Oleh karena itu, dalam
waktu 15-30 menit setelah kimus dikosongkan dari lambung kedalam duodenum dan
polimer glukosa yang sangat kecil lainnya sebelum keduanya melewati duodenum atau
jejenum bagian atas.
b. Pencernaan protein
1. Pencernaan protein dalam lambung
Pepsin, enzim peptic lambung yang penting, paling aktif pada pH 2-3 dan tidak
aktif pada pH kira-kira diatas 5. Akibatnya, agar enzim ini dapat melakukan kerja
pencernaan terhadap protein, getah lambung harus bersifat asam. Asam hidroklorida ini
disekresikan oleh sel-sel parietal (oksintik) didalam kelenjar pada pH 0,8 tetapi pada saat
asam hidroklorida bercampur dengan isi lambung dan bersama dengan sekresi dari sel-
sel kelenjar non-oksintik lambung, pH lalu berkisar antara 2-3 suatu batas asiditas yang
cukup tinggi untuk aktifitas pepsin. Salah satu gambaran penting pencernaan pepsin
adalah kemampuannya untuk mencerna protein kolagen, suatu jenis protein albuminoid
karena itu, agar enzim saluran pencernaan dapat menembus daging dan mencerna
protein daging lain, hal yang terpenting adalah mencernakan serabut-serabut kolagen
tersebut lebih dulu. Akibatnya, orang yang kekurangan pepsin didalam getah lambung,
daging yang dicerna kurang dapat ditembus oleh enzim-enzim pencernaan lain. Oleh
Kebanyakan pencernaan protein terjadi didalam usus halus bagian atas, didalam
duodenum dan jejunum, dibawah pengaruh enzim-enzim proteolitik dari sekresi
pancreas.Segera setelah masuk dari lambung ke usus halus, produk yang sebagian
sudah dipecahkan dari makanan berprotein diserang oleh enzim-enzim proteolitik
3. Pencernaan peptida oleh peptidase didalam enterosit yang melapisi vili usus halus
Tahap terakhir pencernaan protein didalam lumen usus dicapai oleh eritrosit
yang melapisi vili usus halus, terutama didalm duodenum dam jejunum. Dua jenis enzim
peptidase yang sangat penting adalah aminopolipeptidase dan beberapa dipeptidase.
asam amino ditambah dipeptida dan tripeptida dengan ludah ditranspor memalui
membran mikrovili kebagian dalam enterosit. Dalam beberapa menit, semua dipeptida
dan tripeptida yang masih tertinggal akan dicerna sampai tahap akhir untuk
membentuk asam amino tunggal dan kemudian dihantarkan kesisi lain dari eritrosit dan
disekresikan oleh kelenjar lingual didalam mulut dan ditelan bersama dengan saliva.
2. Emulsivikasi lemak oleh asam empedu dan lesitin.
Tahap pertama dalam pencernaan lemak adalah secara fisik memecahkan gumpalan
lemak menjadi ukuran yang sangat lecil, sehingga enzim pencernaan yang larut-air
dapat bekerja pada pemukaan gumpalan lemak. Proses ini disebut emulsifikasi lemak,
dan dimulai melalui pergolakan didalam lambung untuk mencampur lemak dengan
Sejauh ini enzim yang paling penting untuk pencernaan trigleserida adalah lipase
pankreas, terdapat dalam jumlah sangat banyak didalam getah pankreas cukup untuk
Sebagian besar trigliserida dalam makanan dipecah oleh getah pankreas menjadi asam
lemak bebas dan 2-monogliserida.
15 | P a g e
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN LAPARATOMI
KONSEP MEDIK
16 | P a g e
B. KONSEP MEDIK
1. Etiologi
Etiologi sehingga di lakukan laparatomy adalah karena di sebabkan oleh beberapa hal (Smeltzer,
2010) yaitu;
a. Trauma abdomen (tumpul atau tajam)
Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara
diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus &
disebabkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman (sit-
belt).
b. Peritonitis
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum lapisan membrane serosa rongga abdomen, yang
diklasifikasikan atas primer, sekunder dan tersier. Peritonitis primer dapat disebabkan oleh
spontaneous bacterial peritonitis (SBP) akibat penyakit hepar kronis. Peritonitis sekunder
disebabkan oleh perforasi appendicitis, perforasi gaster dan penyakit ulkus duodenale, perforasi
kolon (paling sering kolon sigmoid), sementara proses pembedahan merupakan penyebab
peritonitis tersier.
c. Sumbatan pada usus halus dan besar (Obstruksi)
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal
isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus biasanya mengenai kolon sebagai akibat
karsinoma dan perkembangannya lambat. Sebagian dasar dari obstruksi justru mengenai usus
halus.
Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan diagnosis dini dan
tindakan pembedahan darurat bila penderita ingin tetap hidup. Penyebabnya dapat berupa
perlengketan (lengkung usus menjadi melekat pada area yang sembuh secara lambat atau pada
jaringan parut setelah pembedahan abdomen), Intusepsi (salah satu bagian dari usus menyusup
kedalam bagian lain yang ada dibawahnya akibat penyempitan lumen usus), Volvulus (usus besar
usus melalui area yang lemah dalam usus atau dinding dan otot abdomen), dan tumor (tumor
17 | P a g e
yang ada dalam dinding usus meluas kelumen usus atau tumor diluar usus menyebabkan tekanan
2. Patofisiologi
18 | P a g e
19 | P a g e
3. Manifestasi Klinik
Manifestasi yang biasa timbul pada pasien post laparatomy diantaranya :
a. Nyeri tekan pada area sekitar insisi pembedahan
b. Dapat terjadi peningkatan respirasi, tekanan darah, dan nadi.
c. Kelemahan
d. Mual, muntah, anoreksia
e. Konstipasi
4. Komplikasi
a. Syok
Manifestasi Klinis :
1) Pucat
20 | P a g e
2) Kulit dingin dan terasa basah
3) Pernafasan cepat
4) Sianosis pada bibir, gusi dan lidah
darah ke tingkat normalnya melepaskan bekuan yang tersangkut dengan tidak aman dari
pembuluh darah yang tidak terikat
3) Hemoragi sekunder : beberapa waktu setelah pembedahan bila ligatur slip karena
pembuluh darah tidak terikat dengan baik atau menjadi terinfeksi atau mengalami erosi
2) Terus bergerak
3) Merasa haus
4) Nadi meningkat
5) Suhu turun
8) Pasien melemah
9) Kulit dingin-basah-pucat
5. Pemeriksaan Diagnostik
Praktik standar pada pembedahan mengharuskan agar beberapa tes laboratorium (jumlah darah
lengkap, analisa air kemih, serologi, analisa darah), elektrokardiogram, dan penyinaran sinar X pada
dada dilakukan pada semua penderita dewasa sebelum pembedahan dilakukan :
21 | P a g e
b. Pemeriksaan lainnya
Elektrokardiogram (EKG), tidak dibutuhkan secara rutin pada orang muda yang harus menjalani
6. Penatalaksanaan Keperawatan
Perawatan pasca pembedahan
a. Tindakan keperawatan post operasi
3) Dalam mengatur dan menggerakan posisi pasien harus hati-hati, jangan sampai drain
tercabut.
Pada pasien pasca pembedahan biasanya tidak diperkenankan menelan makanan sesudah
pembedahan. makanan yang dianjurkan pada pasien post operasi adalah makanan tinggi
protein dan vitamin C. Protein sangat diperlukan pada proses penyembuhan luka, sedangkan
vitamin C yang mengandung antioksidan membantu meningkatkan daya tahan tubuh untuk
pencegahan infeksi. pembatasan diit yang dilakukan adalah NPO (nothing peroral).
Biasanya makanan baru diberikan jika:
3) Flatus positif
4) Bowel movement positif
c. Mobilisasi
Biasanya pasien diposisikan untuk berbaring ditempat tidur agar keadaanya stabil. Biasanya
posisi awal adalah terlentang, tapi juga harus tetap dilakukan perubahan posisi agar tidak terjadi
dekubitus. Pasien yang menjalani pembedahan abdomen dianjurkan untuk melakukan ambulasi
dini.
d. Pemenuhan kebutuhan eliminasi
1) Sistem Perkemihan.
a) Kontrol volunter fungsi perkemihan kembali setelah 6 – 8 jam post anesthesia inhalasi,
IV, spinal.
b) retensio urine. Anesthesia, infus IV, manipulasi operasi abdomen bawah (distensi buli-
buli).
22 | P a g e
c) Pencegahan : Inspeksi, Palpasi, Perkusi kaji warna, jumlah urine, out put urineà- Dower
TIO meningkat.
b) Kaji fungsi gastro intestinal dengan auskultasi suara usus, suara usus (-), distensi
23 | P a g e
MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA
PASIEN LAPARATOMI
1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan pada klien post laparatomy meliputi :
a. Biodata
1) Identitas Klien,meliputi : nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor register, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, diagnosa medis,
tindakan medis.
c. Riwayat Kesehatan
24 | P a g e
1) Riwayat Kesehatan Sekarang. Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat
pengkajian yang dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST,
yaitu :
klien bergerak atau batuk dan nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau
beristirahat dan setelah diberi obat.
b) Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan nampak atau terdengar,
dan sejauh mana klien merasakan keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti
ditusuk-tusuk dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan untuk
beraktivitas.
d) S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai mengganggu aktivitas
atau tidak. Biasanya aktivitas klien terganggu karena kelemahan dan keterbatasan
hilang selama periode akut. Nyeri dapat hilang timbul maupun menetap sepanjang
hari.
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa dengan klien, penyakit
turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada anggota keluarga yang memiliki riwayat
penyakit gastrointestinal.
4) Riwayat Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari tindakan pembedahan
seperti cemas.
5) Riwayat Sosial
Kaji hubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan. Biasanya klien
25 | P a g e
Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan keyakinan klien akan
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi gangguan atau
tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi : makan, minum, eliminasi Buang
Air Besar (BAB) dan Buang Air Kecil (BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan
ketergantungan. Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan minum
mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB dan BAK mengalami
penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik Rasional
Keadaan Umum Kesadaran dapat compos mentis sampai
26 | P a g e
Sistem Kardiovaskuler Mungkin ditemukan adanya perdarahan
27 | P a g e
tes Rinne, Webber, dan Schwabach. Biasanya
3. Data Penunjang
Pemeriksaan laboratorium :
4. Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk mengurangi nyeri,
antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik untuk mengurangi rasa mual.
5. Asuhan Keperawatan
a. Pre Operasi
Fase pra operatif dimulai ketika ada keputusan untuk dilakukan intervensi bedah dan diakhiri
ketika pasien dikirim ke meja operasi.
1) persiapan di bangsal
o persiapan 1 malam sebelum operasi
- Puasa dan pembatasan makan dan minum.
28 | P a g e
- Pemberian enema jika perlu.
sebelum operasi : mencegah aspirasi gaster. Selang gastro intestinal diberikan malam
sebelum atau pagi sebelum operasi untuk mengeluarkan cairan intestinal atau gester.
pre operasi :
- Mencatat tanda-tanda vital
2) Persiapan penunjuang
- Laboratorium
Nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik.
Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laborotorium
yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut Pemeriksaan laboratorium
merupakan alat bantu diagnosis. Pada dasarnya inflamasi merupakan reaksi lokal dari
jaringan hidup
terhadap suatu jejas. Reaksi tersebut meliputi reaksi vaskuler, neurologik, humoral dan
seluler. Fungsi inflamasi di sini adalah memobilisasi semua bentuk pertahanan tubuh dan
membawa mereka pada tempat yang terkena jejas dengan cara: mempersiapkan berbagai
bentuk fagosit (lekosit polimorfonuklear, makrofag) pada tempat tersebut, pembentukan
berbagai macam antibodi pada daerah inflamasi, menetralisir dan mencairkan iritan,
membatasi perluasan inflamasi dengan pembentukan fibrin dan terbentuknya dinding
jaringan granulasi.
29 | P a g e
Pada anak dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut, akan
lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis (Raffensperger,
1990). Menurut Ein (2000) pada penderita apendisitis akut ditemukan jumlah lekosit antara
12.000-20.000/mm3 dan bila terjadi perforasi atau peritonitis jumlah lekosit antara 20.000-
30.000/mm3. Sedang Doraiswamy (1979), mengemukakan bahwa komnbinasi antara
kenaikan
angka lekosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa
appendicitis acut. Tes laboratorium untuk appendicitis bersifat kurang spesifik., sehingga
hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakkkan diagnosa. Jumlah
lekosit untuk appendisitis akut adalah >10.000/mmk dengan pergeseran kekiri pada
Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendicitis acut, memiliki jumlah lekosit
dan granulosit tetap normal (Nauts et al, 1986).
C-rective protein (CRP). Pemeriksaan urinalisa dapat digunakan sebagai konfirmasi dan
menyingkirkan kelainan urologi yang menyebabkan nyeri abdomen.
lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus (Cloud, 1993). Kalau peradangan
lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada bagian kanan bawah akan kolaps.
Dinding usus edematosa, keadaan seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah
abdomen kosong dari udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses
peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot sehingga timbul
skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita apendisitis akut (Mantu, 1994). Bila
sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen tegak akan tampak udara bebas di bawah
diafragma. Kadang-kadang udara begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk
melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-kantong pus, maka
akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan usus-usus yang sebagian distensi dan
mungkin tampak cairan bebas, gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan
psoas shadow. Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa
tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan adanya obstruksi
(Raffensperger, 1990; Mantu, 1994). Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith
30 | P a g e
(kotoran yang mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
abdomen supine pada abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air
fluid level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-like( melingkar ) sekitar
perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada appendisitis akut, kuadran kanan bawah
perlu diperiksa untuk mencari appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
3) Inform Consent
Selain dilakukannya berbagai macam pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang
sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu
Inform Consent (surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis pembedahan dan
anastesi).
31 | P a g e
perasaannya
perhatian
· Ciptakan hubungan saling percaya
membuat cemas
· Ajarkan pasien teknik relaksasi
mungkin terjadi
· Anjurkan klien untuk mencegah
32 | P a g e
dukungan yang ada
b. Intra Operasi
Fase intra operatif dimulai ketika pasien masuk atau dipindah ke instalasi bedah dan berakhir saat
pasien dipindahkan ke ruang pemulihan.
Aktivitas keperawatan yang dilakukan selama tahap intra operatifmeliputi 4 hal, yaitu :
1) Safety Management (Pengaturan posisi pasien)
Faktor penting yang harus diperhatikan ketika mengatur posisi di ruang operasi adalah: daerah
operasi, usia, berat badan pasien, tipe anastesidan nyeri. Posisi yang diberikan tidak boleh
mengganggu sirkulasi, respirasi, tidak melakukan penekanan yang berlebihan pada kulit dan tidak
menutupi daerah atau medan operasi.
- Kesejajaran fungsional maksudnya adalah memberikan posisi yang tepat selama operasi.
Operasi yang berbeda akan membutuhkan posisi yang berbeda pula supine
- Pemajanan area pembedahan maksudnya adalah daerah mana yang akan dilakukan tindakan
pembedahan. Dengan pengetahuan tentang hal ini perawat dapat mempersiapkan daerah
operasi dengan teknik drapping titik Mc. Burney
- Mempertahankan posisi sepanjang prosedur operasi
dengan tujuan untuk mempermudah proses pembedahan juga sebagai bentuk jaminan
keselamatan pasien dengan memberikan posisi fisiologis dan mencegah terjadinya injury.
- Memasang alat grounding ke pasien
33 | P a g e
- Memberikan dukungan fisik dan psikologis pada klien untuk menenagkan pasien selama
agent anastesi. · Jalan nafas adequat ventilasi dengan head tilt chin
· Suara nafas vesikuler leaf / jaw trust positioning
LMA
· Lakukan assisted respiration
34 | P a g e
berhubungan dengan - Knowledge · Kendalikan prosedur masuk
sesuai prosedur
· Kolaborasi pemberian
antibiotik
· Environment kontrol
Resiko cidera Setelah dilakukan asuhan Injury control management
· Perhitungan jumlah
instrument sebelum dan
35 | P a g e
c. Post Operasi
Pasien dikatakan baik bila dalam 12 jam tidak terjadi gangguan. Selama itu pasien dipuasakan. Bila
tindakan operasi lebih besar, misalnya pada perforasi atau peritonitis umum, puasa diteruskan sampai
fungsi usus kembali normal. Kemudian berikan minum mulai 15 ml/jam selam 4-5 jam lalu naikkan
menjasi 30 ml/jam. Keesokan harinya diberikan diberikan makanan saring, dan hari berikutnya diberikan
makanan lunak. Satu hari pascaoperasi pasien dianjurkan untuk duduk tegak di tempat tidur selam 2x30
menit. Pada hari kedua pasien dapat berdiri dan duduk di luar kamar. Instruksi untuk menemui ahli
bedah untuk mengangkat jahitan pada hari ke 5-7. Hari ketujuh jahitan dapat diangkat dan pasien
diperbolehkan pulang. aktifitas normal dapat dilakukan dalam 2-4 minggu.
36 | P a g e
kooperatif tidur
ke Compos Mentis
· Alat invasif terkontrol dan
terkendali
37 | P a g e
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peritonitis adalah inflamasi peritoneum, lapisan membran serosa rongga abdomen dan meliputi
visera (Brunner & Suddarth, 2010). Peritonitis adalah peradangan peritoneum, suatu membran yang
melapisi rongga abdomen (Corwin, 2009). Peritonitis adalah peradangan / inflamasi membran peritoneal,
yaitu kantong dua lapis semi permeabel yang berisi kira-kira 1500 ml cairan yang menutupi organ di
dalam rongga abdomen (Monica Ester, 2002). Salah satu tindakan yang dilakukan pada peritonitis ialah
dengan pembedahan yaitu laparatomy.
Parameter yang harus diperhatikan untuk menilai pasien pasca operasi laparatomy adalah tanda-
tanda vital, kecukupan pernafasan, status jantung pasca operasi, peripheral sirkulasi, status neurologis
pasca operasi, tingkat kesadaran, orientasi, patensi intravena, tingkat nyeri, kemampuan
motor,kembalinya kontrol sensorik dan motorik, integritas kulit, suhu, kondisi luka pembedahan, drain jika
ada catat volumenya dan warnanya, dan adanya mual dan muntah
B. Saran
Berdasarkan uraian di atas kiranya kita dapat menyadari bahwa pentingnya mengetahui ilmu tentang
laparatomi peritonitis, Maka kita harus mempelajari dan mampu menerapkannya.Bagi para pembaca
jangalah malas untuk membaca, karena dengan membaca kita mendapatkan ilmu yang bermanfaat di
38 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA
Asril Zahari, (2016). Pola Kasus dan Penatalaksanaan Peritonitis Akut di Bangsal Bedah RSUP Dr. M.
Djamil Padang. Diunduh dari http://jurnal.fk.unand.ac.id/index.php/jka/article/view/470. (2
Februari 2018)
Brunner & Suddarth. (2010). Textbook Of Medical Nursing , Edisi 12., China : Wolter Kluwer Health
Ester, Monica. 2002. Keperawatan Medikal Bedah Pendekatan Sistem Gastrointestinal. EGC: Jakarta.
Murray, Robert K, Granner, Daryl K, Mayes, Peter A, Rodwell, Victor W.2003. Biokimia Harper edisi 25.Jakarta :
EGC
NANDA International. 2012. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017 . Jakarta : EGC
Ramali, Ahmad. 2000). Kamus Kedokteran : Arti & Keterangan Istilah . Jakarta: Agung Seto
Smeltzer et al. (2010). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Volume 1, China : Wolter Kluwer Health
Yuliza, (2010). Gambaran Faktor-faktor yang Menghambat Penyembuhan Luka Post Operasi
Laparotomi yang Infeksi di Irna B Bedah RSUP DR. M. Djamil Padang Tahun 2010 dalam
http://www.dinkes-ende.web.id/warta/104-rsud-ende-terapkan-sop.htm , diperoleh tanggal 5 April
2017.
39 | P a g e
40 | P a g e